Anda di halaman 1dari 25

KEBENARAN DAN KELENGKAPAN DALAM

MENGIDENTIFIKASI DAN MENJELASKAN PARADIGMA


PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Metodologi Riset Prodi Akuntasi Syariah
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Kelompok 3 IAIN Bone

Oleh:

Kelompok 1
NUR FADILLAH
622022022066
DHEA TRI ANANDA
622022022075
ELIANA
622022022054
RATNA
622022022063
MUH. YUSUF
62202202206
AULIA
622022022072

Dosen Pengajar: AHMAD, S. Pd., M. Pd.

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.

Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Kebenaran Dan Kelengkapan Dalam Mengidentifikasi Dan Menjelaskan

Paradigma Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif” tepat waktu tanpa kurang suatu

apa pun. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan Rasulullah

Muhammad Saw. Semoga syafaat nya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Riset

dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta

informasi tentang kebenaran dan kelengkapan dalam mengidentifikasi dan

menjelaskan paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal

mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu

tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu

kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang

membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Metodologi Riset yang kami

harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bone, 12 Maret 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif 4
B. Kebenaran dan kelengkapan dalam mengidentifikasi penelitian kualitatif
dan kuantitatif 13
BAB III PENUTUP 20
A. Simpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan aspek filosofi yang mendasarinya penelitian secara garis

besar dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu penelitian yang berlandaskan

pada aliran atau paradigma filsafat positivisme dan aliran filsafat postpositivisme.

Apabila penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan akhir menemukan kebenaran,

maka ukuran maupun sifat kebenaran antara kedua paradigma filsafat tersebut

berbeda satu dengan yang lain. Pada aliran atau paradigma positivisme ukuran

kebenarannya adalah frekuensi tinggi atau sebagian besar dan bersifat probalistik.

Kalau dalam sampel benar maka kebenaran tersebut mempunyai peluang berlaku

juga untuk populasi yang lebih besar. Pada filsafat postpositivisme kebenaran

didasarkan pada esensi (sesuai dengan hakekat objek) dan kebenarannya bersifat

holistik.

Kedua aliran filsafat tersebut mendasari bentuk penelitian yang berbeda

satu dengan yang lain. Aliran positivisme dalam penelitian berkembang menjadi
penelitian dengan paradigma kuantitatif. Sedangkan postpositivisme dalam

penelitian berkembang menjadi penelitian dengan paradigma kualitatif.

Karakteristik utama penelitian kualitatif dalam paradigma postpositivisme adalah

pencarian makna di balik data (Noeng Muhadjir. 2000: 79). Penelitian kualitatif

dalam aliran postpositivisme dibedakan menjadi dua yaitu penelitian kualitatif

dalam paradigma phenomenologi dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa.

Penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi bertujuan mencari esensi

makna di balik fenomena, sedangkan dalam paradigma bahasa bertujuan mencari

makna kata maupun makna kalimat serta makna tertentu yang terkandung dalam

sebuah karya sastra.Pada masa lalu, metode kualitatif dan metode kuantitatif juga

1
2

sering digunakan sebagai penciri, penanda, dan pembeda antara antropologi dan

sosiologi. Kesan tersebut muncul karena masing-masing disiplin ilmu tersebut terus

menerus menggunakan metode secara konsisten. Antropologi sering menggunakan

metode kualitatif, sedangkan sosiologi hampir selalu menggunakan metode

kuantitatif. Asumsi ini didasarkan atas kenyataan bahwa antropologi ingin

mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan mengklasifikasikan masyarakat yang

masih tradisonal. Hal tersebut seolah-olah menempatkan antropologi dalam posisi

memiliki satu pendekatan, yaitu interpretasi atau penafsiran. Sementara itu,

sosiologi sudah terlanjur dikenal sering menggunakan metode kuantitatif dan

melakukan penelitian terhadap masyarakat modern yang kompleks. Ada kesan

bahwa penelitian sosiologis selalu menggunakan metode kuantitatif.

Penelitian kualitatif dan kuantitatif hendaknya tidak dilawankan,

melainkan dikontraskan. Kontras ini diperlukan untuk melihat keunggulan dan

kelemahannya masing-masing dalam memecahkan masalah dan atau dalam

pengembangan teori. Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif masing-masing

berkembang berdasarkan paradigma tertentu (yang berbeda) yang menjadi

acuannya.

Jenis penelitian apa yang harus digunakan, selalu didasarkan pada masalah

yang diteliti, bukan ditetapkan jenis penelitiannya dulu baru ditetapkan masalahnya.

Hal ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa penelitian itu dilakukan karena

ada masalah. Alasan pemilihan suatu metode, tentunya didasarkan pada kesesuaian

nya dengan masalah penelitian, tujuan penelitian, serta prosedur penelitian yang

cocok, hasil yang diharapkan, dan kondisi kelompok sasaran atau objek

penelitiannya.
3

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana defenisi paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif?

2. Bagaimana bentuk kebenaran dan kelengkapan dalam mengidentifikasi

penelitian kualitatif dan kuantitatif?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui defenisi paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif

2. Untuk mengetahui bentuk kebenaran dan kelengkapan dalam


mengidentifikasi penelitian kualitatif dan kuantitatif.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif


Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan

bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan

peneliti terhadap ilmu atau teori. Secara umum, pendekatan penelitian atau sering

juga disebut paradigma penelitian yang cukup dominan yaitu paradigma penelitian

kualitatif, kuantitatif, dan campuran (gabungan kualitatif dan kuantitatif). Dari segi

peristilahan, para ahli tampak menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-

beda meskipun mengacu pada hal yang sama. Untuk itu guna menghindari

kekaburan dalam memahami ketiga pendekatan ini, berikut akan dikemukakan

penamaan yang dipakai para ahli dalam penyebutan ketiga istilah ini.1

Penelitian pada hakikatnya merupakan sebuah upaya untuk memprediksi,

menemukan, atau memverifikasi kebenaran. Agar tujuan tersebut dapat dicapai.

Setiap penelitian harus menggunakan pendekatan yang tepat, karena pendekatan

yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menentukan keseluruhan langkah

penelitian tersebut, sejak awal pelaksanaannya pendekatan setiap penelitian sudah

harus ditentukan dengan jelas. Penentuan pendekatan yang akan digunakan sangat

tergantung pada paradigma yang dianut peneliti.2

Penelitian adalah suatu proses mencari suatu kebenaran yang

menghasilkan dalil atau hukum. Dalam hal lain bahwa penelitian merupakan suatu

proses untuk memecahkan masalah berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan.

1
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Cet. 2. Jakarta: Prenadamedia group, 2012), h.
33.
2
Kasiyanto Kasemin, Paradigma teori komunikasi dan paradigma penelitian komunikasi
(Cet.1. Malang: Media Nusa Creative, 2016), h. 60.

4
5

Dalam permasalahan penelitian ini ada dua bentuk pendekatan atau metode ilmiah

yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.3

Semua disiplin penelitian dilakukan dalam sebuah paradigma. Paradigma

penelitian dipahami sebagai keyakinan dasar, di mana teori akan dibangun secara

fundamental untuk mempengaruhi peneliti dalam melihat perspektif dan

pemahaman (Susila, 2016). Secara konsep, paradigma adalah asumsi-asumsi dasar

yang diyakini oleh peneliti dalam memandang suatu permasalahan. Paradigma

adalah pedoman yang menjadi dasar bagi peneliti dalam mencari fakta-fakta

melalui kegiatan penelitian (Arifin, 2012).4

1. Paradigma dalam penelitian kualitatif

Paradigma dalam penelitian kualitatif adalah konstruktivisme, post-

positivisme dan teori kritis (critical theory).

a. Konstruktivisme

Guba (1990: 25) menyatakan (Ahli-ahli filsafat ilmu pengetahuan

percaya bahwa fakta hanya berada dalam kerangka kerja teori. Basis untuk

menemukan "sesuatu benar-benar ada" dan "benar-benar bekerja" adalah

tidak ada. Realitas hanya ada dalam konteks suatu kerangka kerja mental

(konstruk) untuk berpikir tentang realitas tersebut).

Ini berarti realitas itu ada sebagai hasil konstruksi dari kemampuan

berpikir seseorang. Lebih lanjut Guba (1990: 25) mengemukakan5 (Kaum

konstruktivis setuju dengan pandangan bahwa penelitian itu tidak bebas

nilai. Jika "realitas" hanya dapat dilihat melalui jendela teori, maka itu

hanya dapat dilihat sama melalui jendela nilai. Banyak pengonstruksian

3
Ismail Nurdin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya, Media Sahabat Cendikia, 2019).
h. 39.
4
Muhammad Rizal Pahleviannur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. 1. Pradina
Pustaka, 2022). h. 4.
5
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 48.
6

dimungkinkan). Hal ini berarti penelitian terhadap suatu realitas itu tidak

bebas nilai. Realitas hanya dapat diteliti dengan pandangan (jendela/kaca

mata) yang berdasarkan nilai.

Beberapa hal lagi dijelaskan tentang konstruktivisme oleh Guba

(1990: 26) ialah: Pengetahuan dapat digambarkan sebagai hasil atau

konsekuensi dari aktivitas manusia, pengetahuan merupakan konstruksi

manusia, tidak pernah dipertanggungjawabkan sebagai kebenaran yang

tetap tetapi merupakan permasalahan dan selalu berubah. Artinya, bahwa

aktivitas manusia itu merupakan aktivitas mengonstruksi realitas, dan

hasilnya tidak merupakan kebenaran yang tetap, tetapi selalu berkembang

terus. Berdasarkan beberapa penjelasan Guba yang dikutip di atas, dapat

disimpulkan bahwa realitas itu merupakan hasil konstruksi manusia.

Realitas itu selalu terkait dengan nilai jadi tidak mungkin bebas nilai dan

pengetahuan hasil konstruksi manusia itu tidak bersifat tetap tetapi

berkembang terus.

Konstruktivisme ini secara embrional bertitik tolak dari pandangan

Rene Descartes dengan ungkapannya yang terkenal: "Cogito Ergo Sum"

yang artinya "karena aku berpikir maka aku ada". Ungkapan Cogito Ergo

Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan.

Menurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan,

melainkan hasil pemikiran rasio. Pengamatan merupakan hasil/kerja dari

indra (mata, telinga, hidung, peraba, dan pengecap/lidah). Untuk mencapai

sesuatu yang pasti, menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita

amati dan kita ketahui sehari-hari.6

6
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 49.
7

Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dimulai dengan

meragukan kemudian menimbulkan kesadaran, dan kesadaran ini berada di

samping materi. Sedangkan prinsip ilmu pengetahuan di satu pihak berpikir,

ini ada pada kesadaran, dan di pihak lain berpijak pada materi. Hal ini dapat

dilihat dari pandangan Immanuel Kant. Menurut Kant bahwa ilmu

pengetahuan itu bukan semata-mata merupakan pengalaman terhadap fakta,

tetapi juga merupakan hasil konstruksi oleh rasio.

Lebih lanjut Guba (1990: 27) mengemukakan sistem keyakinan

dasar pada peneliti konstruktivitas, sebagai berikut. Ontology: (Asumsi

ontologi ialah realitivis-realitas ada dalam bentuk konstruksi mental yang

bersifat ganda didasarkan secara sosial dan pengalaman, lokal dan khusus

bentuk dan isinya tergantung pada mereka yang mengemukakannya.

Asumsi epistemologi ialah subjektif-peneliti dan yang diteliti disatukan ke

dalam pengetahuan yang utuh dan bersifat tunggal (monistic). Temuan-

temuan secara harfiah merupakan kreasi dari proses interaksi antara peneliti

dan yang diteliti. Asumsi metodologi ialah hermeneutik-dialektik-

konstruksi individual, dinyatakan dan diperhalus secara hermeneutik

dengan tujuan menghasilkan satu atau beberapa konstruksi yang secara

substansial disepakati).

b. Postpositivisme

Guba (1990: 20) berpendapat Postpositivisme mempunyai ciri

utama sebagai suatu modifikasi dari Positivisme. Melihat banyaknya

kekurangan pada Positivisme menyebabkan para pendukung

Postpositivisme berupaya memperkecil kelemahan tersebut dan

menyesuaikannya. Prediksi dan kontrol tetap menjadi tujuan dari

Postpositivisme tersebut.
8

Sementara itu Salim (2006: 40) berpendapat paradigma

postpositivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-

kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan

langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat

critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam

kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila

suatu realitas dapat dilihat7 secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh

karena itu, secara metodologi pendekatan eksperimental melalui metode

triangulation, yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data,

peneliti dan teori.

Selanjutnya, dijelaskan secara epistemologis hubungan antara

pengamat atau peneliti dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa

dipisahkan, tidak seperti yang diusulkan aliran Positivisme. Aliran ini

menyatakan suatu hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran

apabila pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek

secara langsung. Untuk itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus

bersifat interaktif, dengan catatan bahwa pengamat harus bersifat senetral

mungkin sehingga tingkat subjektivitas dapat dikurangi secara minimal

(Salim, 2006: 40).

Berdasarkan pendapat tersebut, disimpulkan bahwa postpositivisme

adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada positivisme. Satu sisi

postpositivisme sependapat dengan positivisme bahwa realitas itu memang

nyata ada sesuai hukum alam. Di sisi lain, postpositivisme berpendapat

manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila

7
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 50.
9

peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung

dengan realitas.8

c. Teori Kritis (Critical Theory)

Critical theory berusaha untuk mengubah struktur yang melekat

pada kondisi status quo yang berpengaruh pada perilaku individu dan

mencoba mengubahnya dengan menunjukkan bahwa struktur tersebut

merugikan pihak lain karena adanya unsur dominasi, tekanan dan

eksploitasi. Dalam konteks paradigma ini, pengembangan teori didasarkan

pada agenda yang bersifat politis. Hal ini disebabkan tujuan dari teori untuk

menguji legitimasi tentang konsensus sosial tentang makna (meaning) dan

mengungkap adanya distorsi komunikasi dan mendidik individu dalam

memahami cara-cara yang menyebabkan munculnya distorsi tersebut.

Paradigma ini berusaha mengkritisi dan menjelaskan mengapa realitas

sosial dibentuk dan menanyakan alasan atau kepentingan apa yang

melatarbelakangi pembentukan realitas sosial tersebut.

Menurut. Neumann (2003: 81) pendekatan critical theory lebih

bertujuan untuk memperjuangkan ide peneliti agar membawa perubahan

substansial pada masyarakat. Penelitian bukan lagi menghasilkan karya tulis

ilmiah yang netral/tidak memihak dan bersifat apolitis, tetapi lebih bersifat

alat untuk mengubah institusi sosial, cara berpikir, dan perilaku masyarakat

ke arah yang diyakini lebih baik. Dalam pendekatan ini, pemahaman yang

mendalam tentang suatu fenomena berdasarkan fakta lapangan perlu

dilengkapi dengan analisis dan pendapat yang berdasarkan keadaan pribadi

peneliti dan di dukung argumentasi yang memadai. Secara ringkas

pendekatan critical theory ialah proses pencarian jawaban yang melampaui

8
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 51. .
10

penampakan di permukaan saja yang seringkali didominasi oleh ilusi, untuk

mengubah dan membangun kondisi masyarakat agar lebih baik. Sementara

itu, Guba (1990:23) berpendapat:9

Teori kritis tidak diragukan lagi bahwa tidak dapat mencakup

semua alternatif yang dapat dimasukkan dalam kategori paradigma. Lebih

tepat diberi nama penelitian yang berorientasi pada ideologi, meliputi

Neomarxisme, materialisme, feminisme, Freireisme, penelitian terlibat, dan

perspektif yang lain, termasuk teori kritis itu sendiri. Perspektif-perspektif

ini pantas ditempatkan bersama karena sama-sama menolak klaim bebas

nilai yang dibuat oleh kaum positivisme (dan yang umumnya terus dibuat

kaum postpositivisme.

Salim (2006: 41) mengemukakan bahwa aliran critical theory

sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu paradigma, tetapi lebih tepat

disebut "ideologically oriented inquiry" adalah suatu wacana atau cara

pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis terhadap

paham tertentu. Ideologi ini meliputi: Neomarxisme, Materialisme,

Feminisme, Freireisme, dan Participatory inquiry. Selanjutnya, dijelaskan

bahwa dari segi ontologis, paham teori kritis ini sama dengan

postpositivisme yang menilai objek atau realitas secara kritis (critical

realism), yang tidak dapat dilihat secara benar oleh pengamatan manusia.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, secara metodologis

paham ini mengajukan metode dialog dengan transformasi dalam

menemukan kebenaran realitas yang hakiki. Secara epistemologis,

hubungan pengamat dengan realitas merupakan suatu hal yang tidak bisa

dipisahkan. Aliran ini menurut Salim (2006: 41) lebih menekankan konsep

9
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 52.
11

subjektivitas dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan, karena nilai-nilai

yang dianut oleh subjek atau pengamat ikut campur dalam menentukan

kebenaran tentang suatu hal.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, disimpulkan bahwa teori

kritis (critical theory) tidak dapat dikatakan sebagai paradigma, tetapi lebih

tepat dikatakan sebagai suatu cara pandang yang berorientasi pada ideologi

seperti Neomarxisme, Materialisme, Feminisme, Freireisme, dan lain-lain.

Teori kritis ini, menolak pandangan kaum positivis dan postpositivis yang

menyatakan realitas itu bebas nilai. Karena teori kritis (critical theory)

berpandangan bahwa realitas itu tidak dapat dipisahkan dengan subjek,

nilai-nilai yang dianut oleh subjek ikut memengaruhi kebenaran dari realitas

tersebut.10

Lebih lanjut, Guba (1990: 25) sistem keyakinan dasar para peneliti

teori kritis (critical theory), yaitu: Ontologi bersifat realis-kritis, seperti

postpositivisme. Epistemologi bersifat subjektivis, dalam arti nilai- nilai

menjadi mediasi penelitian. Metodologi bersifat dialogis, transformatif;

mengeliminasi kesadaran palsu dan membangkitkan dan memfasilitasi

transformasi.11

2. Paradigma dalam penelitian kuantitatif

Paradigma dalam penelitian kuantitatif adalah positivisme. Positivisme

ialah suatu keyakinan dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang

menyatakan bahwa realitas itu ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai

dengan hukum alam (natural laws). Dengan demikian, penelitian berusaha untuk

mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut

10
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 53.
11
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 54.
12

senyatanya berjalan. Positivisme muncul pada Abad XIX dipelopori oleh Sosiolog,

Aguste Comte. Selanjutnya, Comte menguraikan secara garis besar prinsip-prinsip

positivisme yang hingga kini masih banyak digunakan.12

Penelitian kuantitatif menurut Watson merupakan salah satu upaya

pencarian ilmiah yang didasari oleh filsafat positivisme logikal yang beroperasi

dengan aturan-aturan yang ketat mengenai logika kebenaran, hukum- hukum, dan

prediksi (Danim, 2002). Fokus penelitian kuantitatif diidentifikasikan sebagai

proses kerja yang berlangsung secara ringkas, terbatas dan memilah permasalahan

menjadi bagian yang dapat diukur atau dinyatakan dalam angka-angka. Penelitian

ini dilaksanakan untuk menjelaskan, menguji hubungan antar variabel menentukan

kausalitas dari variabel, menguji teori dan mencari generalisasi yang mempunyai

nilai prediktif (untuk meramalkan suatu gejala).

Menurut sarantakos (1998) positivisme melihat penelitian sosial sebagai

langkah instrumental, penelitian dianggap sebagai alat untuk mempelajari peristiwa

dan hukum- hukum sosial, dan memungkinkan manusia meramalkan kemungkinan

kejadian, serta mengendalikan peristiwa. Sedangkan Guba (1990:19) menjelaskan

sistem keyakinan dasar dari positivism berakar pada ontologi realis yaitu percaya

akan keberadaan realitas di luar individu, yang dikendalikan oleh hukum- hukum

alam yang tetap.13

Paradigma positivisme menurut Neumann (2003) berangkat dari

keyakinan bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari keyakinan

bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari penggunaan data yang

terukur secara tepat, yang diperoleh melalui survei/ angket dan dikombinasikan

dengan statistik dan pengujian hipotesis yang bebas nilai/objektif. Dengan cara itu,

12
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 43.
13
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 45.
13

suatu fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan hubungan diantara

variabel- variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah hubungan

korelasi atau hubungan sebab akibat.14

Paradigma positivisme sering juga dinamakan paradigma functionalist.

Paradigma ini berusaha menguji keajegan (reguralities) dan hubungan vanabel

sosial yang diharapkan dapat menghasilkan generalisasi dan prinsip- prinsip yang

bersifat universal Paradigma ini berorientasi pada upaya untuk mempertahankan

status quo dari isu penelitian yang ada. Artinya, penelitian dilakukan dengan asumsi

bahwa isu sosial sudah ada di luar sana (given) tinggal diteliti/dikonfirmasi

sehingga tidak ada usaha untuk mengubah Isu yang ada. Paradigma ini mencoba

mengembangkan teori berdasarkan pendekatan deduktif dengan diawali dengan

review atas literature dan mengoperasionalkannya dalam penelitian Hipotesis

kemudian dikembangkan dan diuji dengan menggunakan data yang ada

berdasarkan pada analisis statistik. Oleh karena itu, pendekatan ini cenderung

mengonfirmasikan, atau merevisi atau memperluas teori (refinement) melalui

analisis hubungan sebab akibat (causal analysis).15

B. Kebenaran dan kelengkapan dalam mengidentifikasi penelitian kualitatif


dan kuantitatif
Penelitian adalah proses yang digunakan untuk mengumpulkan dan

menganalisis informasi guna meningkatkan pemahaman kita pada suatu topik.

Terdapat tiga alasan pentingnya penelitian yaitu, penelitian menambah

pengetahuan, penelitian meningkatkan praktik dan penelitian menginformasikan

perdebatan kebijakan. Penelitian menambah pengetahuan karena penelitian

berguna untuk memberikan kontribusi pada informasi yang ada mengenai suatu

14
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 46.
15
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 47.
14

permasalahan, Penelitian meningkatkan praktik karena penelitian memberikan

peneliti ide-ide baru sebagai bahan pertimbangan saat menjalankan pekerjaan, dan

penelitian juga membantu praktisi dalam melakukan evaluasi mengenai

pendekatan- pendekatan yang mereka harapkan akan bekerja dalam setiap individu

Penelitian menginformasikan perdebatan kebijakan karena penelitian memberikan

percakapan mengenai isu-isu penting ketika pembuat kebijak melakukan

perdebatan pada suatu topik kebijakan.16

1. Kebenaran dan kelengkapan dalam mengidentifikasi penelitian kualitatif

Penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan

dalam mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah

swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan olah raga, seni dan budaya,

sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksanakan demi kesejahteraan

bersama. Penelitian kualitatif bertujuan mengembangkan konsep sensitivitas pada

masalah yang dihadapi. menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran

teori dari bawah (grounded theory) dan mengembangkan pemahaman akan satu

atau lebih dari fenomena yang dihadapi. Penelitian dengan pendekatan kualitatif

menekankan analisis proses dari proses berpikir secara induktif yang berkaitan

dengan dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan senantiasa

menggunakan logika ilmiah. Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan

dukungan dari data kuantitatif tetapi lebih ditekankan pada kedalaman berpikir

formal dan peneliti dalam menjawab permasalahan yang dihadapi.

Penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.

Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar (nature setting). Metode

kualitatif lebih berdasarkan pada sifat fenomenclos yang mengutamakan

16
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 79.
15

penghayatan (verstehen). Metode kualitatif berus memahami dan menafsirkan

makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia terkadang berdasarkan

peneliti sendiri. Penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif bertujuan untuk

memahami objek yang diteliti secara mendalam.

Informan dalam metode kualitatif berkembang terus (snowball) secara

bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan atau

jenuh (redundancy). Alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode

kualitatif ialah peneliti sendiri. Jadi, peneliti merupakan key instrument, dalam

mengumpulkan data, peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif

Selanjutnya, dipilihnya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti

berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan

rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode

kuantitatif.17

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sebagai metode ilmiah sering

digunakan dan dilaksanakan oleh sekelompok peneliti dalam bidang ilmu sosial

termasuk juga ilmu pendidikan. Sejumlah alasan juga dikemukakan yang intinya

bahwa penelitian kualitatif memperkaya hasil penelitian kuantitatif. Penelitian

kualitatif dilaksanakan untuk membangun pengetahuan melalui pemahaman dan

penemuan.

Ada beberapa pertimbangan peneliti sehingga memilih menggunakan

metode kualitatif dalam penelitian ini, yaitu mengacu pada pendapat yang

dikemukakan Moleong sebagai berikut:

1) Menyesuaikan penelitian kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan ganda.

17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 80.
16

2) Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara

peneliti dan responden.

3) Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan

banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai

yang dihadapi.

Proses penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data berulang-

ulang ke lokasi penelitian melalui kegiatan membuat catatan data dan informasi

yang didengar dan dilihat selanjutnya data tersebut dianalisis. Data dan informasi

yang dikumpulkan, dikelompokkan dan dianalisis.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa metode penelitian kualitatif

berdasarkan pada fenomenologi dengan menggunakan empat kebenaran empirik,

yaitu:

1) kebenaran empirik sensoris

2) kebenaran empirik logis

3) kebenaran empirik etik

4) kebenaran empirik transedental.

Dengan demikian bila dikaitkan dengan kebenaran-kebenaran empirik di

atas bahwa penelitian ini bertujuan untuk mencari kebenaran inderawi, logis, etik,

dan transedental hal ini akan menuntun peneliti dalam memberi makna setiap

fenomena yang terjadi pada saat berlangsungnya penelitian.

Penelitian kualitatif menghasilkan deskripsi atau uraian berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari perilaku para aktor yang dapat diamati dari situasi sosial.

Selanjutnya tujuan penelitian kualitatif untuk membentuk pemahaman-pemahaman

yang rasional. Aktivitas internal yang dilakukan dalam penelitian ini di antaranya

adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka,

berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dalam
17

hal ini penelitian mengumpulkan berbagai data dan informasi melalui observasi

terhadap fenomena serta makna yang melatarbelakanginya. Data observasi dan

wawancara akan dipaparkan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan,

alasan- alasan yang menjadi dasar melakukan sesuatu kemudian diinterpretasi

berdasarkan maksud dan alasan pelakunya.18

2. Kebenaran dan kelengkapan dalam mengidentifikasi penelitian kuantitatif

Penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori tertentu

dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini diukur

(biasanya dengan instrumen penelitian) sehingga data yang terdiri dari angka-angka

dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik. Laporan akhir untuk penelitian

umumnya memiliki struktur yang ketat dan konsisten mulai dari pendahuluan,

tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan

serta saran-saran. Seperti halnya penelitian kualitatif, siapa pun yang terlibat dalam

penelitian kuantitatif juga perlu memiliki asumsi untuk menguji teori secara

deduktif, mencegah munculnya bias-bias mengontrol penjelasan alternatif, dan

mampu menggeneralisasi dan menerapkan kembali penemuannya.19

Penelitian berusaha untuk mencapai kebenaran atau menemukan teori-

teori ilmiah. Penelitian dalam konteks ini dapat dipahami sebagai proses

epistemologis untuk mencapai kebenaran. Sumber kebenaran semata-mata berasal

dari realitas empiris-sensual disebut pandangan positivisme. August Comte yang

dianggap sebagai peletak dasar positivisme memperkenalkan "hukum tiga jenjang

perkembangan intelektual manusia, yakni tingkatan teologi, metafisika, dan

positivis. Hal ini tercermin dari cara manusia menjelaskan berbagai gejala sosial

ekonomi. Manusia pada tingkatan pertama, mengacu pada hal-hal yang bersifat

18
Lexy J Moleong, MetodologiPenelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000). h. 3.
19
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian (Cet. 2. Jakarta:Kencana, 2012). h. 38.
18

adikodrati, sedangkan tingkat kedua mengacu pada kekuatan metafisik, dan

tingkatan ketiga mengacu pada deskripsi dan hukum-hukum ilmiah. Positivisme

tidak mengakui atau setidaknya menganggap rendah hal-hal yang di luar empiris-

sensual manusia.20

Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi

beserta hubungannya di antara gejala tersebut supaya meramalkan apa yang akan

terjadi. Comte menyebut hubungan tersebut dengan konsep dan hukum yang

bersifat positif untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan bersifat spekulasi

seperti dalam metafisika. Bertolak dari hukum-hukum ilmiah, positivisme

menekankan bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta, dan kajian harus

mengarah kepada kepastian dan kecermatan. Sarana yang dapat dilakukan untuk

melakukan kajian ilmiah, yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan

metode historis. Positivisme bukan mempertentangkan antara logika induktif atau

deduktif melainkan lebih menekankan fakta empiris yang menjadi sumber teori dan

penemuan ilmiah.21

Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen (alat pengumpul data) yang

menghasilkan data numerikal (angka). Analisis data dilakukan meng gunakan

teknik statistik untuk mereduksi dan mengelompokkan data, menentukan hubungan

serta mengidentifikasikan perbedaan antar kelompok data. Kontrol, instrumen, dan

analisis statistik digunakan untuk menghasilkan temuan-temuan penelitian secara

akurat. Dengan demikian, kesimpulan hasil uji hipotesis yang diperoleh melalui

penelitian kuantitatif dapat diberlakukan secara umum.22

20
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 43.
21
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 43.
22
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 47.
19

Pendekatan kuantitatif seperti penjelasan di atas, mementingkan adanya

variabel-variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut, harus

didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Penelitian

kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan

menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisis dan

formula statistik yang akan digunakan. Pendekatan ini lebih memberikan makna

dalam hubungannya dengan penafsiran angka.

Penganut positivistik berpendapat bahwa keberadaan sesuatu merupakan

besaran yang dapat diukur Peneliti adalah pengamat yang objektif atas peristiwa

yang terjadi di dunia. Mereka percaya bahwa variabel yang mereka teliti,

merupakan suatu yang telah ada di dunia. Hubungan antara variabel yang mereka

temukan. telah ada sebelumnya untuk dapat diungkap Pengetahuan merupakan

pernyataan atas fakta atau keyakinan yang diuji secara empirik. Variabel dan

pengetahuan tentang manusia, dapat dinyatakan dalam istilah fisikal seperti dalam

pengetahuan eksakta. Misalnya peran kepala sekolah dapat dijabarkan meliputi

variabel kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan hubungan antar personal.23

Disimpulkan penelitian kuantitatif menggunakan sistem keyakinan dasar

yang menyatakan kebenaran itu berada pada realitas yang terikat pada hukum-

hukum alam, yaitu hukum kausalitas atau hukum sebab-akibat.24

23
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 48.
24
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Cet. 4. Jakarta: Bumi
Aksara, 2016). h. 45.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan

bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan

peneliti terhadap ilmu atau teori. Secara umum, pendekatan penelitian atau sering

juga disebut paradigma penelitian yang cukup dominan yaitu paradigma penelitian

kualitatif, kuantitatif, dan campuran (gabungan kualitatif dan kuantitatif). Dari segi

peristilahan, para ahli tampak menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-

beda meskipun mengacu pada hal yang sama.

Penelitian adalah suatu proses mencari suatu kebenaran yang

menghasilkan dalil atau hukum. Dalam hal lain bahwa penelitian merupakan suatu

proses untuk memecahkan masalah berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan.

Dalam permasalahan penelitian ini ada dua bentuk pendekatan atau metode ilmiah

yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.

Paradigma dalam penelitian kualitatif adalah konstruktivisme, post-

positivisme dan teori kritis (critical theory).

Paradigma dalam penelitian kuantitatif adalah positivisme. Positivisme

ialah suatu keyakinan dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang

menyatakan bahwa realitas itu ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai

dengan hukum alam (natural laws).

Kebenaran dan kelengkapan dalam mengidentifikasi penelitian kualitatif,

dapat dipahami bahwa metode penelitian kualitatif berdasarkan pada fenomenologi

dengan menggunakan empat kebenaran empirik, yaitu: kebenaran empirik sensoris,

kebenaran empirik logis, kebenaran empirik etik dan kebenaran empirik

transedental.

20
21

Penelitian kuantitatif menggunakan sistem keyakinan dasar yang

menyatakan kebenaran itu berada pada realitas yang terikat pada hukum-hukum

alam, yaitu hukum kausalitas atau hukum sebab-akibat. Penelitian kuantitatif

menggunakan instrumen (alat pengumpul data) yang menghasilkan data numerikal

(angka). Analisis data dilakukan menggunakan teknik statistik untuk mereduksi dan

mengelompokkan data, menentukan hubungan serta mengidentifikasikan

perbedaan antar kelompok data.


DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Cet. 4. Jakarta:
Bumi Aksara, 2016.

Kasemin, Kasiyanto, Paradigma teori komunikasi dan paradigma penelitian


komunikasi. Cet.1. Malang: Media Nusa Creative, 2016.

Noor, Juliansyah, Metodologi Penelitian. Cet. 2. Jakarta: Prenadamedia group,


2012.

Nurdin, Ismail, Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya, Media Sahabat Cendikia,


2019.
Pahleviannur, Muhammad Rizal, Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 1. Pradina
Pustaka, 2022.

22

Anda mungkin juga menyukai