Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN UJIAN TENGAH SEMESTER

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Refleksi Keragaman Siswa Dan Pemenuhan Target Kurikulum Di Sekolah Dasar

Oleh :
Lelly Puspita Sari
230211105828

PGSD 03
PPG Prajabatan Tahun 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................2
A. Pendahuluan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Keragaman Siswa......................................................................................................3
B. Kurikulum..................................................................................................................5
BAB III PENUTUP..... ..................................................................................................8
A. Kesimpulan................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..... ...............................................................................................10

1
BAB 1 Pendahuluan

A. Pendahuluan

Kebutuhan untuk memahami dan menghargai keberagaman dalam pendidikan semakin

meningkat seiring dengan makin heterogenya masyarakat di berbagai belahan dunia. Dalam

konteks pendidikan di Indonesia, pendidik dan pemerintah perlu memperhatikan dan merespon

keberagaman peserta didik dalam proses pembelajaran. Di sekolah dasar, keberagaman peserta

didik bisa merujuk pada banyak hal, termasuk latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama,

suku bangsa dll. Keberagaman ini menjadi tantangan bagi kurikulum sekolah dasar, karena

kurikulum harus dapat mengakomodasi keberagaman peserta didik untuk memastikan bahwa

setiap anak mendapatkan pendidikan yang setara dan berkualitas.

Pada proses pembelajaran, guru tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi pelajaran

saja, akan tetapi dalam pembelajaran ada empat aspek penilaian yang harus dilakukan guru

terhadap siswanya yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Demi

terwujudnya tujuan belajar dengan hasil yang optimal, guru perlu mengenal masing-masing

siswa, dimana setiap siswa merupakan makhluk yang unik, secara lebih dekat. Pada dasarnya

pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan setiap guru untuk bertemu dan berinteraksi

dengan siswa pada tingkat yang sebanding dengan tingkat pengetahuan mereka untuk

kemudian menyiapkan preferensi belajar mereka. Untuk itulah maka pembelajaran

berdiferensiasi ini memiliki tujuan untuk menciptakan kesetaraan belajar bagi semua siswa dan

menjembatani kesenjangan belajar antara yang berprestasi dengan yang tidak berprestasi.

Singkatnya, pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang dibuat sedemikian

rupa sehingga siswa merasa tertantang untuk belajar. Menurut Sugianto (2022) pembelajaran

berdiferensiasi adalah teknik instruksional atau pembelajaran di mana guru menggunakan

berbagai metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan individual setiap siswa sesuai dengan

kebutuhan mereka. Kebutuhan tersebut dapat berupa pengetahuan yang ada, gaya belajar,

minat, dan pemahaman terhadap mata pelajaran.


2
BAB II PEMBAHASAN

A. Keragaman Siswa

Pada dasarnya setiap siswa memiliki keberagaman dan ciri khasnya masing-masing

seperti kecerdasan, gaya belajar, kepribadian, suku dan budaya, status sosial, gender

dan bahasa.

1. Intelegensi Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu

“inteligensia“. Sedangkan kata “inteligensia“ berasal dari kata inter dan lego, “inter”

berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya

mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau

kebenaran. Menurut Santrock (2008) intelegensi (kecerdasan) adalah keterampilan

menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari

pengalaman hidup sehari-hari.

2. Gaya Belajar Menurut DePorter dan Hernacki), gaya belajar adalah kombinasi dari

menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar

berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi

(perceptual modality). Setiap siswa memiliki Gaya belajar yang berbeda-beda ada

pembelajar visual,adio dan kinestetik. Gaya Belajar Visual (Visual Learners)

menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus

diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham Gaya belajar seperti ini

mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa

mempercayainya. Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada

pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar

seperti ini benar-benar menempatkan.

pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Karakter

pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa

diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi


3
dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun

membaca. Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang

bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa

mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak

semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan

sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan

memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa

harus membaca penjelasannya.

3. Suku dan Budaya Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari

kelompok orang tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi lainnya. Suku atau

etnis adalah pola umum karakteristik seperti warisan kultural, nasionalitas, ras, agama,

dan bahasa. Kultur sangat mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Banyak aspek

budaya mempunyai andil bagi identitas dan konsep diri pelajar dan mempengaruhi

keyakinan dan nilai, sikap, dan harapan, hubungan sosial, penggunaan bahasa, dan

perilaku lain pelajar. Siswa yang merupakan anggota kelompok yang kurang terwakili

cenderung mempunyai nilai yang lebih rendah dari kelompok yang lebih maju dalam

pencapaian akademis yang terstandarisasi. Nilai yang rendah tersebut berkolerasi

dengan status sosioekonomi yang lebih rendah dan sebagian mencerminkan warisan

diskriminasi terhadap kelompok yang kurang terwakili dan kemiskinan yang

diakibatkannya.

4. Kepribadian menurut Schaefer dan Lamm (1998:97) adalah sebagai keseluruhan pola

sikap, kebutuhan, ciri-ciri khas, dan perilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah

menjadi standar atau baku, berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapi

situasi yang dihadapi. Pola perilaku dengan demikian juga merupakan perilaku yang

sudah baku, yang cenderung ditampilkan seseorang jika ia dihadapkan pada situasi

4
kehidupan tertentu. Orang yang pada dasarnya pemalu cenderung menghindarkan diri

dari kontak mata dengan lawan bicaranya.

5. Status sosial Status sosial yang didasarkan atas penghasilan, pekerjaan, pendidikan

dan gensi social dapat sangat mempengaruhi sikap siswa terhadap sekolah,

pengetahuan latar belakang, kesiapan sekolah dan pencapaian akademis. Keluarga

kelas pekerja dan berpenghasilan rendah mengalami tekanan yang mempunyai andil

dalam praktik pengasuhan anak, pola komunikasi, dan harapan rendah yang mungkin

akan kurang menguntungkan anak-anak ketika mereka memasuki sekolah. Siswa yang

mempunyai SSE yang rendah sering mempelajari budaya normative yang berbeda dari

budaya kelas menengah sekolah tersebut, yang menuntut daya saing, dan penentuan

tujuan.

6. Bahasa Perbedaan bahasa yang digunakan siswa dalam lingkungan keluarga dan

sekolahnya akan menjadi masalah yang besar dalam melaksanakan pembelajaran. Riset

terakhir menunjukkan bahwa pendidikan dwibahasa (bilingual education), khususnya

pendidikan dwibahasa berpasangan dapat memberi manfaat bagi siswa. Hal ini sangat

terasa dalam konteks pendidikan yang diselenggarakan dalam suatu wilayah yang

memeliki bahasa yang beragam. Guru yang baik dan profesional harus memiliki

kemampuan untuk mempelajari bahasa lokal di mana dia mengabdi.

B. Kurikulum

Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya pelari dan

curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada

zaman Romawi Kuno di Yunani, yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari

garis start sampai finish. Dapat dipahami jarak yang harus ditempuh di sini bermakna

kurikulum dengan muatan isi dan materi pelajaran yang dijadikan jangka waktu yang harus

ditempuh oleh siswa untuk memperoleh ijazah. Dalam bahasa Arab, kata kurikulum yang

biasa digunakan adalah manhaj, yang berarti jalan terang yang dilalui manusia pada
5
berbagai bidang kehidupan. Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirāsah) dalam

kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh

lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Menurut S. Nasution,

kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar

mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan

beserta staf pengajaran. Selanjutnya Nasution menjelaskan sejumlah ahli teori kurikulum

berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan

melainkan peristiwaperistiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah. Jadi selain

kegiatan kurikulum yang formal yang sering disebut kegiatan ko-kurikuler atau ekstra

kurikuler (co-curriculum atau ekstra curriculum). Menurut Crow and Crow, sebagaimana

yang dikutip oleh Oemar Hamalik, kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah

mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk

memperoleh ijazah. Dalam bukunya yang lain, Hamalik menjelaskan lebih luas bahwa

kurikulum di sini memuat isi dan materi pelajaran. Jadi kurikulum ialah sejumlah mata

pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah

pengetahuan, mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau

orang-orang pandai masa lampau yang telah disusun secara sistematis dan lpgis. Bahkan

Alice Miel memahami bahwa kurikulum meliputi keadaan gedung, suasana sekolah,

keinginan, keyakinan, pengetahuan, kecakapan, dan sikap-sikap orang yang melayani dan

dilayani di sekolah (termasuk di dalamnya seluruh pegawai sekolah) dalam memberikan

bantuan kepada siswa termasuk ke dalam kurikulum. Dalam pengertian lainnya ditegaskan,

bahwa kurikulum adalah keseluruhan program, fasilitas, dan kegiatan suatu lembaga

pendidikan atau pelatihan untuk mewujudkan visi, misi dan lembaganya. Oleh karena itu,

pelaksanaan kurikulum untuk menunjang keberhasilan sebuah lembaga pendidikan harus

ditunjang hal-hal sebagai berikut. Pertama, Adanya tenaga yang berkompeten. Kedua,

Adanya fasilitas yang memadai. Ketiga, Adanya fasilitas bantu sebagai pendukung.
6
Keempat, Adanya tenaga penunjang pendidikan seperti tenaga administrasi, pem-bimbing,

pustakawan, laboratorium. Kelima, Adanya dana yang memadai, keenam, Adanya

menejemen yang baik. Ketujuh, Terpeliharanya budaya menunjang; religius, moral,

kebangsaan dan lain-lain, kedelapan, Kepemimpinan yang visioner transparan dan

akuntabel. Menurut Beauchamp dalam Herry Widyastono, (1975: 2): A curriculum is a

writen document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the

education of pupils during their enrollment in give school. Kurikulum merupakan suatu

rencana pendidikan atau pengajaran, pelaksanaan rencana sudah masu pengajaran.

Zais(1976:2),“menjelaskan bahwa: kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis

bagi pengajaran melainkan suatu yang fungsional, yang memberi pedoman dan mengatur

lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis merupakan

dokumen kurikulum (curriculum document or inert curriculum), sedangkan kegiatan yang

berlangsung di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning, live or operative

curriculum)”. Selanjutnya, Layton (1989), ”mengatakan bahwa kurikulum dipengaruhi

oleh sistem sosial politik, ekonomi,

7
BAB III PENUTUP

Berdasarkan refleksi keragaman siswa dan pemenuhan target kurikulum di sekolah dasar,

dapat disimpulkan bahwa keragaman siswa merupakan sebuah kekayaan yang perlu diakui dan

dihargai dalam konteks pendidikan. Sekolah dasar memiliki peran penting dalam

menjembatani keragaman siswa dengan tujuan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Untuk

memenuhi target kurikulum dengan siswa yang beragam maka proses pembelajaran harus

dilaksanakan secara bervariasi dengan menyesuaikan kondisi siswa, karena dengan

pembelajaran yang bervariasi siswa akan lebih termotivasi dalam belajar sehingga target

kurikulum bisa terpenuhi. Dalam proses pembelajaran kurikulum tetap dijadikan sebagai

pedoman dalam kegiatan belajar seperti menentukan materi serta bahan pelajaran dan untuk

mencapai tujuan pendidikan namun dalam penerapanya harus menyesuaikan kondisi siswa

yang beragam.

Namun, terdapat beberapa kendala dalam memenuhi target kurikulum di tengah keragaman

siswa, seperti adanya perbedaan kemampuan siswa dan kurangnya pengembangan sumber

daya manusia di bidang pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperkuat

kemampuan guru dalam mengelola keragaman siswa, dengan memanfaatkan berbagai sumber

daya dan strategi pembelajaran yang efektif dan inklusif.

Berikut adalah kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari refleksi mengenai keragaman

siswa dan pemenuhan target kurikulum di Sekolah Dasar:

Kesimpulan:

1) Keragaman siswa sangat penting untuk dipertimbangkan dalam merancang kurikulum

dan strategi pembelajaran di Sekolah Dasar.

8
2) Pemenuhan target kurikulum harus menjadi prioritas utama, tetapi hal ini tidak boleh

dilakukan dengan mengesampingkan kebutuhan dan perbedaan individu siswa.

3) Pentingnya pengenalan dan penghargaan terhadap perbedaan budaya, bahasa, dan

latar belakang siswa untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan

memberdayakan.

Saran:

1) Mendorong pengembangan kemampuan guru dalam mengelola keragaman siswa,

dengan memberikan pelatihan dan pendidikan yang sesuai.

2) Mengembangkan sumber daya pembelajaran yang inklusif dan dapat disesuaikan

dengan kebutuhan siswa.

3) Menerapkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga siswa dapat

lebih aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran. Membangun komunikasi yang baik

dengan siswa.

Dengan melakukan beberapa saran di atas, diharapkan dapat memperkuat kemampuan sekolah

dasar dalam memenuhi target kurikulum, sambil tetap menghargai dan memperkuat keragaman

siswa sebagai kekayaan yang berharga dalam dunia pendidikan.

9
DAFTAR PUSTAKA

As’ ari. 2022. Keragaman Peserta Didik Dan Pemenuhan Target Kurikulum.
https://www.studocu.com/id diakses 25 Maret 2023

Sekretariat GTK. 2022. Implementasi Kurikulum Merdeka tetap Berjalan Sesuai Rencana.
https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/implementasi-kurikulum-merdeka-tetap-berjalan-
sesuai-rencana diakses 25 maret 2023
Sugianto. 2022. Pembelajaran Berdiferensiasi: Antara Manfaat Dan Tantangannya. https://
bgpsumsel.kemdikbud.go.id/pembelajaran-berdiferensiasi-antara-manfaat-dan-tantangannya/
Widyastono. Herry. 2014. Pengembangan Kurikulum Di Era Otonom Daerah dari Kurikulum
2014, 2006, ke Kurikulum 2013. Cet. I. Jakarta: Pt Bumi Aksara.

10

Anda mungkin juga menyukai