Anda di halaman 1dari 25

TUTOR KIMIA KLINIK PUTARAN I

DELTA CHECK

CHECK

Oleh

Evelyn Diantika Maranantan, dr.

Pembimbing

dr. Ferdy Royland Marpaung Sp.PK (K)

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RUMAH SAKIT UMUM DR SOETOMO SURABAYA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan laboratorium merupakan suatu upaya yang dilakukan klinisi


untuk memperoleh informasi tentang perubahan keadaan pasien. Biasanya hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut akan dibandingkan dengan hasil pemeriksaan
sebelumnya pada pasien yang sama . Bila terdapat perubahan yang signifikan antara
5,1

dua hasil pemeriksaan pada parameter yang sama dalam interval waktu tertentu, maka
harus dapat dipastikan, apakah perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan
keadaan pasien yang sesungguhnya atau karena faktor yang lain , . 3,7
Bila digali lebih
lanjut, perubahan hasil uji laboratorium dapat disebabkan karena variabilitas biologis,
faktor patofisiologis, dan kesalahan (error). Kesalahan atau error dapat disebabkan
oleh berbagai faktor baik dalam tahapan pre-analitik, analitik, maupun post-analitik
(Randell
).

Metode Quality Control (QC) yang rutin dilakukan di laboratorium saat ini
mengedepankan pencegahan kesalahan pada fase analitik, . Pppadahal menurut data
yang ada sebagian besar kesalahan laboratorium terjadi pada fase pre-analitik, dan
hampir 50% diantaranya terkait dengan koleksi spesimen dan kesalahan pelabelan . 1

(Randell,). Kesalahan laboratorium ini memberikan dampak yang buruk bagi pasien,
terutama berhubungan dengan penurunan kualitas pelayanan dan patien safety, serta
meningkatnya biaya layanan . Oleh sebab itu diperlukan suatu metode quality control
1

tambahan untuk meminimalisir potensi kesalahan pada hasil pemeriksaan


laboratorium.

Delta check merupakan suatu alat alatcara verifikasi paska-analitik yang dapat
digunakan untuk mendeteksi kesalahan dalam fase pre-analitik, analitik, maupun post-
analitik, terutama pada fase pre-analitik . (Marcus, Corey).
4
Delta check
membandingkan hasil pemeriksaan laboratorium saat ini dengan hasil sebelumnya
pada pasien yang sama, dan mendeteksi apakah perbedaan antara kedua hasil tersebut
melebihi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya (predifine criteria) . Bila selisih
2,4

antara kedua hasil test lebih rendah daripada kriteria yang ditentukan sebelumnya,
maka hasil dilaporkan secara otomatis. Bila selisih antara kedua hasil test lebih tinggi
daripada kriteria yang telah ditentukan sebelumnya, hasil membutuhkan konfirmasi
manual oleh petugas sebelum dapat dikeluarkan (Sang Hyuk, Park).
2,3

Ada empat metode penghitungan delta check yang umum digunakan yaitu
delta diffference, delta persent change, rate difference, dan rate percent change.
Sedangkan predifine criteria ditentukan berdasarkan variabilitas biologis dan data
pasien 3
(Jinyoung, Hong). Sampai saat ini belum ada konsensus yang pasti mengenai
metode delta check mana yang paling baik digunakan untuk jenis analit tertentu.
Oleh sebab itu setiap laboratorium hendaknya menetapkan dengan bijaksana
penggunaan metode delta check ini sesuai dengan kebutuhan (Sang Hyuk, Park . )2

Penggunaan metode delta check yang berlebihan akan menguras sumberdaya baik
uang, tenaga maupun waktu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Delta Check

Delta check, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Lindberg.
Kemudian pada tahun 1974 Nosanchuk dan Gottman memperkenalkan suatu
desain sistem operasi yang secara efektif mampu mengenali kesalahan
laboratorium yang berasal dari berbagai fase . Pada awal penggunaannya setiap
1,5,7

tahap proses pemeriksaan ini dilakukan secara manual. Selanjutnya, pada tahun
1975 Ladenson mengembangkan suatu sistem quality control berbasis komputer
yang menempatkan pasien sebagai kontrol untuk mendeteksi kesalahan
laboratorium yang kemudian disebut sebagai delta check system yang kita kenal
saat ini 1,5 (Sianipar, Randell).

Delta check merupakan alat verifikasi paska-analitik yang


membandingkan hasil pemeriksaan laboratorium saat ini dengan hasil
sebelumnya pada pasien yang sama, dan mendeteksi apakah perbedaan antara
kedua hasil tersebut melebihiperbedaan antara kedua hasil tersebut kemudian
dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya (predifine
criteria) . Bila selisih antara kedua hasil test lebih rendah daripada kriteria yang
4

ditentukan sebelumnya, maka hasil dilaporkan secara otomatis. Bila selisih


antara kedua hasil test lebih tinggi daripada kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya, hasil membutuhkan konfirmasi manual oleh petugas sebelum dapat
dikeluarkan (Sang Hyuk, Park, ). Faktor yang dikonfirmasi meliputi specimen
2 3

mix-up, data QC alat, kualitas spesimen, volume spesimen, integritas spesimen,


dan review data rekam medis pasien . Pada awal penggunaanya Ddelta check
pada awal penggunaanya sangatn bermanfaat untuk mendeteksi specimen mix-up
error seperti kesalahan identifikasi spesimen dan pelabelan. Seiring dengan
perkembangan tekhhnologi, penggunaan label dengan barcode dan penggunaan
alat analyzer otomatis, kesalahan identifikasi pasien semakin berkurang. Saat ini
delta check lebih bermanfaat untuk mengenali perubahan pada kondisi klinis
pasien 3(Jinyoung,Hong
).
B. Metode Delta Check

Secara umum terdapat 4 Metode perhitungan delta check yang lazim


digunakan, yaitu1:

a) Absolute Delta Difference

Absolute Delta difference didefinisikan sebagai perbedaan absolut antara


hasil test saat ini dengan hasil test sebelumnya.

b) Delta Percent Change

Delta percent change didefinisikan sebagai persentase dari perbedaan antara


hasil test saat ini dengan hasil test sebelumnya, dibagi hasil test sebelumnya.

c) Rate Difference

Rate difference didefinisikan sebagai delta difference dibagi interval waktu


antara pemeriksaan saat ini dengan pemeriksaan sebelumnya.

d) Rate Percent Change

Rate percent change didefinisikan sebagai delta percent change dibagi


interval waktu antara pemeriksaan saat ini dengan pemeriksaan sebelumnya.
Gambar 1. Rumus Perhitungan Delta Check (Randell)

C. Batasan Delta Check

Setelah melakukan perhitungan delta check, langkah selanjutnya adalah


menentukan apakah perbedaan tersebut melebihi batasan yang telah ditentukan
sebelumnya (predefine criteria) atau tidak . Ada tiga strategi untuk menentukan
2,3

batasan delta check. Cara yang pertama adalah menetapkan batasan delta check
secara empiris berdasarkan pengalaman ahli dalam bidang laboratorium ataupun
dengan konsultasi bersama klinisi, atau berdasarkan literatur . 1
Strategi lain
adalah berdasarkan persentil dari data pasien yang ada. Dan yang ketiga
berdasarkan Reference Change Value. Reference Change Value (RCV)
didefinisikan sebagai perbedaan minimum pengukuran dari nilai referensi yang
dianggap dapat dibedakan dari uncertainty pengukuran, variasi biologis dan
impresisi analitik. RCV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Randell).
1,3

Gambar 2. Rumus Perhitungan RCV (Randell)


D. Matrik Kinerja Delta Check

Sampai saat ini, tidak ada konsesnsus yang mengatur mengenai metode
perhitungan delta check mana yang terbaik untuk analit tertentu dan cut- off mana
yang sebaiknya digunakan untuk setiap metode perhitungan. Setiap institusi
memiliki aturan delta check yang berbeda . 2,4
Batasan delta check harus
ditetapkan secara bijak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap institusi.
Bila batasan delta check ditetapkan terlalu rendah dibandingkan variasi biologis
dan variasi analitik maka jumlah test yang melebihi batasan delta check akan
meningkat dan mengakibatkan angka positif palsu yang tinggi. Sebaliknya bila
batasan delta check ditetapkan terlalu tinggi maka akan mengakibatkan angka
negatif palsu yang tinggi. Oleh sebab itu sebelum menetapkan batasan delta
check harus dipahami beberapa Matriixksix Kinerja dalam pemeriksaan delta
check .
4

a) Kasus Positif (True Positive/TP)

Kasus positif didefinisikan sebagai terlampauinya batasan delta check karena


adanya kesalahan laboratorium.

b) Positif Palsu (False Positive/FP)

Positif Palsu didefinisikan sebagai terlampauinya batasan delta check tanpa


adanya kesalahan laboratorium.

c) Kasus Negatif (True Nagative/TN)

Kasus negatif didefinisikan sebagai tidak terlampauinya batasan delta check


dan tidak terdapat kesalahan laboratorium.

d) Negatif Palsu (False Negative/FN)

Negatif palsu didefinisikan sebagai tidak terlampauinya batasan delta check


pada kondisi adanya kesalahan laboratorium.

e) Sensitifitas Klinis (True Positive Rate)

Sensitifitas klinis dihitung dengan rumus:


TP
(TP+ FN )

f) Spesifisitas Klinis (True Negative Rate)

Spesifisitas Klinis dihitung dengan rumus:

TN
(TN + FP)

g) Akurasi Klinis

Akurasi Klinis dihitung dengan rumus:

(TP+TN )
(TP+TN + FP + FN )

E. Tujuan Penggunaan Delta Check

Tujuan penggunaan delta check adalah : 1,4

a) Untuk mengetahui kesalahan yang berkaitan dengan pengumpulan dan


identifikasi spesimen, baik dalam tahap pre-analitik, analitik, maupun post-
analitik yang tidak dapat diidentifikasi dengan metode quality control (QC)
yang ada.

Contoh:

1. Kesalahan fase pre-analitik: kesalahan identifikasi spesimen


(pelabelan spesimen); kesalahan yang berhubungan dengan integritas
spesimen, misalnya kontaminasi spesimen oleh cairan infus, adanya
interference berupa hemolitik, ikterik, lipemia (HIL), penggunaan
antikoagulan yang tidak sesuai.

2. Kesalahan fase analitik: kesalahan preparasi sampel, instrumen dan


reagen; malfungsi probe; adanya klot/fibrin.

3. Kesalahan fase post-analitik: kesalahan transkripsi; kesalahan


perhitungan faktor dilusi. (Corey et al)

b) Untuk membantu klinisi mengidentifikasi suatu penyakit dan mengenali


secara dini perubahan yang signifikan pada kondisi klinis pasien.
F. Aplikasi Delta Check

Langkah-langkah penerapan delta check adalah sebagai berikut 1,2,3,6


:

a) Menetapkan analit yang digunakan sebagai indikator delta check.

b) Menetapkan metode yang digunakan untuk menetapkan batasan yang


digunakan (predifine criteria)

c) Menetapkan metode penghitungan delta check yang digunakan untuk tiap


analit.

d) Menetapkan penggolongan kelompok delta check berdasarkan asal populasi


(rawat jalan, rawat inap, tindakan khusus).

e) Menetapkan batasan interval waktu antar-spesimen.

f) Mengevaluasi efektifitas delta check yang digunakan.

Berikut akan dijelaskan secara lebih mendetail tentang setiap


tahapannya.

a) Menetapkan analit yang digunakan sebagai indikator delta check.

Berdasarkan CAP Q-probe study, rentang jumlah analit yang


digunakan dalam delta check adalah 6-32 analit, dengan nilai median 15.
Analit yang dipilih adalah analit yang frekensi pemeriksaannya tinggi dan
memiliki variabilitas intra-individual yang rendah. Variabilitas inter-
individual (CVg) didefinisikan sebagai variabilitas dari homeostatic set poin
pada suatu kelompok individu tertentu dalam sebuah populasi. Indeks
individualitas dapat digunakan sebagai alat untuk menyeleksi analit yang
digunakan dalam delta check. Indeks individualitas dirumuskan sebagai
berikut1:

¿
√CVi2 +CVa2
CVg

Analit dengan indeks individualitas rendah (<0,6) dikatakan memiliki


performa yang lebih baik dalam mendeteksi perbedaan antar individual,
sehingga lebih efektif digunakan untuk mengenali kesalahan identifikasi
spesimen. Contoh analit yang memiliki indeks individualitas rendah adalah
ALP, MCV, MCH, Protrombin Time dan Kreatinin . 1,6

Analit yang paling sering digunakan dalam skema delta check adalah
MCV, hemoglobin, trombosit, natrium, kalsium, kalium, kreatinin, urea,
albumin, dan protein . Analit dengan variabilitas intra-individual yang tinggi
seperti glukosa dan kolesterol jarang digunakan karena akan memberikan
angka false positif yang tinggi . Dari beberapa studi dikatakan MCV adalah
1,6

analit dalam pemeriksaan hematologi yang memiliki Nilai Ramal Positif


yang tertinggi, sedangkan kreatinin dan urea adalah analit pemeriksaan kimia
klinik yang terbaik. Jumlah dan jenis analit yang digunakan dalam skema
delta check dapat disesuaikan dengan karakteristik laboratorium. Kombinasi
beberapa analit memiliki kemampuan deteksi kesalahan yang lebih tinggi
daripada analit tunggal dalam mengenali kesalahan laboratorium1 (Randell).

b) Menetapkan metode yang digunakan untuk menetapkan batasan yang


digunakan (predifine criteria)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya ada tiga strategi untuk


menetapkan batasan delta check, yakni berdasarkan pengalaman empiris dari
ahli laboratorium dan klinisi atau dari literatur, dengan menggunakan
persentil data pasien pada populasi tertentu, dan berdasarkan Reference
Change Value1 (RCV).

Pada metode penetapan batasan delta check berdasarkan data pasien,


diasumsikan bahwa data memiliki persebaran distribusi frekuensi yang
normal, kemudian ditentukan batasan berdasakan persentil dari data tersebut,
dan diasumsikan data diluar distribusi normal merupakan hasil dari
kesalahan, perubahan patofisiologis, atau akibat dari intervensi klinis1.

Kelebihan dari strategi penetapan batasan delta check dengan


perhitungan RCV dibanding dengan dua strategi sebelumnya adalah peranan
variabilitas biologis intra individual pada perhitungan RCV. Ada beberapa
pendekatan dalam menghitung RCV, namun disini hanya akan dijelaskan
cara yang paling sederhana dalam menghitung RCV dengan rumus seperti
yang telah dijelaskan diatas3. Secara umum perhitungan RCV harus
mempertimbangkan impresisi analitik dan variabilitas intraindividual.
Sebagai baseline, dapat digunakan data quality controlpemantapan
mutuquality control internal selama satu tahun dengan lot yang sama untuk
menghitung uncertainty dan impresisi analitik (CVa), sedangkan variabilitas
intra individual (CVi) diperoleh dari database yang ada, misalnya dari
Westgard Biological Variation database3.

c) Menetapkan metode penghitungan delta check yang digunakan untuk tiap


analit

Cara penghitungan delta check yang paling banyak digunakan adalah


absolute delta difference dan delta percent change. Perhitungan dengan
metode absolute delta difference cocok diterapkan pada analit yang
memiliki rentang homeostatik yang sempit baik interindividual maupun
intraindividual, contohnya natrium, klorida, kalium dan kalsium. Sedangkan
untuk analit dengan rentang yang lebih lebar biasanya metode delta percent
change atau rate percent change lebih disukai1.

Pada bBeeberapa literatur menyebutkan disebutkan kriteria


pengambilan keputusan untuk pemilihan metode delta check. Kriteria
pengambilan keputusan yang umum dipakai adalah berdasarkan CV % dari
Absolute Delta Difference (ADD). Sedangkan kriteria yang baru
menggunakan pendekatan rasio Delta Difference terhadap Reference Range
(DD/RR). Skema dari prosedur kriteria pengambilan keputusan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 32 (Park).
Gambar 3. Diagram Skematik Prosedur Pengambilan Keputusan Pemilihan Metode
Delta Check (Park)

Untuk menentukan metode delta check yang paling tepat, baik pada
pasien rawat inap maupun rawat jalan digunakan median CV% dari ADD
dan median korelasi koefisien Pearson antara ADD dan interval waktu antar
test berpasangan2. Pada perhitungan yang dilakukan uUntuk kasus rawat
inap, metode absolute delta difference dapat digunakan pada analit kalsium,
phosphat, natrium, kalium, klorida, magnesium dan protein (albumin).
Metode delta percent change dapat digunakan untuk analit glukosa,
kreatinin, total bilirubin, amilase, lipase, dan kreatinin kinase. Metode rate
difference digunakan pada analit asam urat, bilirubin direct, total CO2, serum
iron, TIBC, dan kolesterol LDL. Metode Rate Percent change digunakan
pada analit kolesterol, AST,ALT, ALP, BUN, trigliserida, dan kolesterol-
HDL (Tabel 1). Sedangkan pada kriteria pasien rawat jalan metode absoulte
delta difference diterapkan pada analit elektrolit seperti kalsium, natrium,
kalium, klorida dan magnesium. Metode delta percent change diterapkan
pada analit glukosa, kreatinin, AST,ALT, total bilirubin, amilase, lipase, dan
kreatinin kinase. Metode rate difference diterapkan pada analit asam urat,
kolesterol, protein, albumin, phosphat, total CO2, serum iron, TIBC, dan
HDL kolesterol. Metode rate percent change diterapkan pada analit ALP,
BUN, bilirubin direct, trigliserida, dan kolesterol LDL (Tabel 2)2.
Sedangkan pada kriteria pengambilan keputusan pemilihan metode
delta check berdasarkan ratio DD/RR untuk pasien rawat jalan dan rawat
inap dihitung nilai potong dari rasio DD/RR. Nilai ini digunakan untuk
membedakan metode absolute delta difference dari metode delta percent
change. Sedangkan nilai median dari koefisien korelasi Pearson antara
ADD dan interval waktu antar test berpasangan digunakan untuk
membedakan metode delta dengan metode rate. Secara lebih detail, metode
delta check berdasarkan rasio DD/RR dapat dilihat pada Tabel 32.
d) Menetapkan penggolongan kelompok delta check berdasarkan asal populasi
(rawat jalan, rawat inap, tindakan khusus)

Efektifitas delta check dalam mendeteksi kesalahan dapat


ditingkatkan dengan mengontrol faktor lain yang berkontribusi terhadap
variabilitas dari suatu analit, contohnya: umur, jenis kelamin, pasien rawat
jalan atau rawat inap, unit perawatan atau tindakan tertentu seperti
hemodialisis, TACE, dll. Sebagai contoh bila batasan delta check untuk
analit kreatinin pada pasien hemodialisa dan pasien rawat jalan ditentukan
dengan nilai yang sama, maka akan menimbulkan false positif yang tinggi
dan menambah beban kerja dari petugas laboratorium, sehingga efektifitas
delta check menjadi rendah. Namun bila batasan delta check tersebut
dibedakan sesuai dengan penggolongan populasi pasien, maka aplikasi delta
check menjadi lebih efektif (Randall)1.

e) Menetapkan batasan interval waktu antar-spesimen

Pada CLSI EP 33 tidak disebutkanmenyebutkan batasan interval


waktu yang pasti dalam perhitungan delta check. Sedangkan dari bBeberapa
literatur seperti Park et al tahun??2012 m. Merekomendasikan median
interval 1-2 hari untuk pemeriksaan rutin kimia klinis. Sampson et al, 2007
tahun…. Merekomendasikan interval waktu 2-5 hari berdasarkan skoring
pada analit. Scifman et al, tahun….2017 melaporkan interval 3-7 hari untuk
pemeriksaan kimia klinis dan hematologi. Namun demikian interval lebih
dari 7 hari tidak umum dijumpai1,4. (Correy, Randall).

f) Mengevaluasi efektifitas delta check yang digunakan

Metode delta check yang digunakan harus disesuaikan dengan


karakteristik masing-masing laboratorium. Sensitifitas dan spesifisitas delta
check yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan secara seimbang
dan bijaksana1,2,4. Penentuan sensitivitas yang terlalu tinggi akan
meningkatkan nilai positif palsu sehingga meningkatkan beban kerja
laboratorium, memperpanjang waktu keluarnya hasil pemeriksaan
laboratorium, mengurangi kenyamanan pasien dengan adanya pengambilan
ulang sampel, dan meningkatkan biaya laboratorium. Disisi lain penentuan
spesifisitas yang tinggi, dengan sensitifitas yang rendah juga akan
berdampak pada kegagalan mengenali kesalahan yang terjadi2,4.

G. Workflow dalam Investigasi Peringatan Delta Check

Bila batasan delta check terlampaui, maka sistem peringatan delta check
akan diaktifkan. SPada saat ini klinisi laboratorium bertugas mengevaluasi
secara menyeluruh apakah kesalahan yang terjadi tersebut merupakan kesalahan
identifikasi spesimen, gangguan integritas spesimen atau murni terjadi karena
perubahan kondisi klinis pasien. Berikut digambarkan alur workflow dalam
investigasi Peringatan delta check pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses Workflow Dalam Investigasi Peringatan Delta Check (Randall)

Bila terdapat peringatan delta check, banyak aspek yang harus dianalisi mulai dari
spesimen, LIS, Rekam medis pasien, data QC alat, bahkan bila diperlukan dapat
dilakukan diskusi dengan klinisi yang terkait untuk mendapatkan penjelasan yang masuk
akal. Pada Tabel 4 dijabarkanmenjelaskan apa saja yang harus diinvestigasi bila terjadi
peringatan delta check.
Tabel 4. Investigasi dan Respon Terhadap Peringatan Delta Check (Randall).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Terdapat empat metode delta check yakni absolute delta difference, delta
percent change, rate difference dan rate percent change.

2) Penetapan analit yang digunakan sebagai indkator delta check, batasan delta
check (predifine creiteria), interval waktu antar-spesimen, dan metode
pemeriksaan delta check dilakukan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik
setiap laboratorium.

3) Setiap peringatan delta check, harus diinvestigasi secara menyeluruh apakah


kesalahan yang terjadi tersebut merupakan kesalahan identifikasi spesimen,
gangguan integritas spesimen atau murni terjadi karena perubahan kondisi
klinis pasien.

4) Sensitifitas dan spesifisitas delta check yang digunakan harus disesuaikan


dengan kebutuhan secara seimbang dan bijaksana.

5) Penentuan sensitivitas yang terlalu tinggi akan meningkatkan nilai positif


palsu sehingga meningkatkan beban kerja laboratorium, memperpanjang
waktu keluarnya hasil pemeriksaan laboratorium, mengurangi kenyamanan
pasien dengan adanya pengambilan ulang sampel, dan meningkatkan biaya
laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

1. Randell E, Yenice S. Delta Check in the Clinical Laboratory. Critical Review in


Clinical Laboratory Science. 2019;56 (2): 75-97.

2. Park SH, Kim SY, Lee W, Chun S, Min WK. New decision criteria for selecting
delta check methode base on the ratio of delta difference to the width of reference
range can be generally applicable for each clinical chemistry test item. Ann Lab
Med. 2012;32:345-354.

3. Hong JY, Cho EJ, Kim HK, Lee WC, Chun S, Min WK. Aplication and
optimization of reference change value for Delta Check in clinical laboratory. J
Clin Lab Anal. 2020; 34e23550

4. Corey M, Tan RZ, Loh TZ. Efidence-based approach to setting delta check rules.
Critical Review in Clinical Laboratory Science. 2020.

5. Sianipar,O. Role of Delta Check in clinical laboratory services. Indonesian


Journal in Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2018 Nov, 25 (1): 111-
114.

6. Castro, MJC, Navarro LS. Estimation of change limit (deltacheck) in clinical


laboratory. Adv Lab Med. 2021; 2(3):417-423.

7. Karger AB. To delta check or not to delta check? That is the question. J Appl Lab
Med. 2017; 1 (4);457-459.

Anda mungkin juga menyukai