Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

INTERAKSI GEN

Disusun Guna Memenuhi Penugasan Kelompok

Mata Kuliah Genetika

Dosen Pengampu : Vifty Octanarlia Narsan, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Erlin Setiawati (2001081003)


2. Ervita Anggraini (2001080011)
3. Indah Nursaumi (2001080013)
4. Santi Rosalina (2001082010)

TADRIS PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur tak lupa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan segala limpahan rahmad
serta hidayahnya hingga kami selaku kelompok 5 mampu memenuhi tugas pada
mata kuliah Genetika, untuk menyusun dan membuat makalah dengan pokok
bahasan “Interaksi Gen”. Kajian makalah ini memuat mengenai bagaimana
interaksi gen terjadi pada mahluk hidup dan macam-macam jenis interaksi gen yang
ditemukan pada mahluk hidup.

Pada saat penyusunan makalah ini kami telah banyak mendapatkan


bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, terutama dari dosen pengampu apda
mata kuliah genetika. Untuk itu dengan besar hati kami sangat mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Vifty Octanarlia Narsan, M.Pd atas bimbingan dan ilmunya yang
diberikan telah menambah pengetahuan kami akan penulisan makalah sehingga
kajian materi pada makalah ini menjadi lebih luas dan memberikan banyak ilmu
dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi kita semua.

Dengan hati yang lapang kami menyadari jika makalah ini tentunya masih
belum bisa dikatakan sempurna. Namun besar harapan kami agar makalah ini dapat
membantu mahasiswa dalam perkuliahan dan menambah wawasan bagi kita semua.
Untuk itu kami membuka partisipasi pembaca untuk memberikan saran ataupun
kritikan yang bersifat membangun.

Metro 31 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Penyimpangan Semu Hukum Mendel .............................................. 3


B. Interaksi Gen ...................................................................................... 5
C. Macam-Macam Interaksi Gen .......................................................... 10
1. Atavisme ........................................................................................ 10
2. Kriptomeri ................................................................................... 12
3. Epistasis-Hipostasis ...................................................................... 14
4. Polimeri ........................................................................................ 19
5. Komplementer ............................................................................. 21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 22
B. Saran .................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. William Bateson dan R.C.Punnet................................................... ......5

Gambar 2. Diagram persilangan atavisme pada pembentukan jengger ayam.......11

Gambar 3. Diagram persilangan kriptomeri bunga Linaria marocanna.......... 13

Gambar 4. Diagram persilangan epistasis dominan pada labu ........................ 15

Gambar 5. Diagram persilangan epistasis resesif pada tikus ........................... .....17

Gambar 6. Diagram persilangan gen komplementer pada Lathyrus odoratus... 20

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fenotipe dan genotipe pada jengger ayam ............. ........................... 11

Tabel 2. Fenotipe dan genotipe warna tikus..................................................... 16

Tabel 3. variasi genotip dan fenotipe warna merah pada biji gandum... ..........19

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 1857 Gregor Mendel mulai mencoba melakukan

persilangan untuk mengetahui mekanisme pewarisan sifat pada mahluk.

Berdasarkan percobaannya Mendel menghasilkan dua hukum untuk dua

jenis persilangan dengan memperhatikan sifat yang berbeda. Pada hukum

mendel I rasio genotipe pada F2 umunya 1: 2: 3 dengan rasio fenotipenya

3:1 dan pada hukum mendel II menghasilkan F2 dengan rasio fenotipe

popularnya ialah 9 : 3: 3: 1. Rasio pada hukum ini hanya berlaku apabila

satu gen tunggal membawa satu sifat dan gen berada pada kromosom yang

berbeda atau pada kromosom yang sama tetapi gen sangat berjauhan.1

Rasio pada persilangan F2 ternyata tidak berlaku untuk semua

bentuk persilangan mahluk hidup. Hal ini dibuktikkan oleh W.Bateson dan

R.C Punet pada tahun 1906 dengan persilangan antara kacang kapri

berbunga ungu yang memiliki serbuk sari lonjong dengan bunga merah

yang serbuk sarinya bulat. Hasil persilangan F2 memiliki rasio fenotipe

14 : 1 : 1 : 3. Perbandingan fenotipe pada persilangan ini menyimpang dari

rasio persilangan F2 menurut hukum mendel.

Kasus penyimpangan tersebut kemudian terpecahkan oleh T.H

Morgan seorang sarjana dari Amerika Serikat. Pada tahun 1910 Morgan

menemukan bahwa di dalam kromosom terdapat banyak gen yang

1
Yusuf Effendi, Genetika Dasar. (Magelang : Pustaka Rumah Cinta, 2020), 45

1
mekanisme pewarisanya dapat berbeda dari hukum mendel. Dapat dilihat

contohnya pada lalat buah yang hingga kini diketahui mengandung sekitar

5.000 gen dengan hanya 4 kromosom yang dimilikinya. Hal ini berati dalam

satu buah kromosom tidak hanya tersusun satu jenis gen saja tetapi dapat di

isi oleh puluhan hingga ratusan jenis gen.

Setiap gen umumnya memiliki tugas membawa sifat masing-

masing, akan tetapi gen mampu saling berinteraksi sehingga akan saling

mempengaruhi dalam hal menumbuhkan sifat. Gen dapat saling berinteraksi

dalam kromosom yang sama taupun berbeda. Interaksi antar gen

memungkinkan adanya sifat baru yang muncul akibat adanya pengaruh gen

lain, hal inilah yang mengakibatkan adanya rasio fenotipe dapat berbeda

dengan rasio fenotipe menurut hukum Mendel. Dengan demikian makalah

ini disusun untuk mengetahui mengenai interaksi antar gen pada mahluk

hidup dan apa saja jenis-jenis interaksi gen yang ada dalam mahluk hidup.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penyimpangan semu hukum Mendel ?

2. Apa yang dimaksud dengan interaksi gen ?

3. Apa saja macam-macam bentuk interaksi gen pada mahluk hidup ?

C. Tujuan

1. Mengetahui tentang penyimpangan semu hukum Mendel.

2. Mengetahui tentang interaksi gen.

3. Mengetahui macam-macam bentuk interaksi gen pada mahluk hidup.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Penyimpangan semu hukum mendel bermula dari adanya penemuan

hukum pewarisan sifat yang dikenalkan oleh Gregor Johann Mendel.

Mendel memiliki dua hukum yang sesuai dnegan jenis persilangan yang

ditemukan. Pada persilangan monodihibrid yang memperhatikan satu sifat

beda berlaku hukum segregasi atau pemisahan. Pada persilangan dihibrid

mendel menyilangkan individu dengan dua sifat yang berbeda dan terjadi

hukum asortasi atau berpasangan bebas. Pada hukum mendel I keturunan

kedua (F2) memiliki rasio fenotipe 3 : 1 dan pada hukum mendel II rasio

fenotipe adalah 9 : 3 : 3 : 1.2 Pada awalnya rasio ini dianggap berlaku untuk

semua bentuk persilangan, namun ternyata terdapat beberapa bentuk

persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe keturunan kedua yang

menyimpang atau berbeda dari yang ditetapkan mendel.

Perbedaan rasio ini kemudian menjadi pembuka adanya

penyimpangan dari hukum mendel. Setiap gen yang membawa sifat dapat

melakukan interaksi dimana interaksi tersebut dapat membuat gen

mempengaruhi atau menerima pengaruh dari gen lainnya dalam

menghasilkan suatu sifat untuk individu. Gen yang saling berinteraksi dapat

berasal dari kromosom yang sama dan juga mungkin berasal dari kromosom

yang berbeda. Interaksi gen-gen pada akhirnya dapat mempengaruhi

2
Ibid, 53-54

3
fenotipe yang dimunculkan dalam suatu persilangan sehingga rasio fenotipe

dapat berbeda-beda dan tidak selalu 9 : 3 : 3 : 1, ada beberapa diantaranya

yang memiliki rasio fenotipe 9:7, 9 : 3 : 4 atau 15 : 1.

Hasil persilangan dengan rasio fenotipe yang berbeda ini kemudian

disebut sebagai bentuk penyimpangan semu hukum mendel. Penyimpangan

semu hukum mendel adalah bentuk penyimpangan yang terjadi ketika hasil

persilangan yang masih berpatokan pada rasio persilangan mendel tetapi

menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar persilangan

dihibrid pada hukum mendel. fenotipe adalah karakter yang muncul dan

dapat diamati. 3

Penyimpangan dianggap semu sebab perbandingan yang dihasilkan

pada persilangan yang menyimpang masih berpatokan pada rasio fenotipe

9 : 3 : 3 : 1 pada persilangan dihibrid. Sebagaimana dicontohkan pada

persilangan yang menghasilka rasio fenotipe 9 : 7 berati merupakan

gabungan dari rasio 9 : (3+3+1), dan perbandingan 9 : 3 : 4 berasal dari

perbandingan 9 : 3 : (3+1). Interaksi gen yang menjadi dasar munculnya

penyimpangan semu hukum mendel pertama kali diungkaplan oleh William

Bateson (1861-1926) disusul oleh R.C. Punnet pada 1906, dan di ikuti oleh

H Nilsson Ehle (1873-1949) serta E.M. East pada 1913.4

3
D.Nyoman oka dan I. Gede Sudigaryasa, Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu
Hukum Mendel, (Bali : Pustaka Larasan, 2021), 39.
4
Ibid, 40

4
B. Interaksi Gen

Interaksi gen yang diketahui merupakan awal mula penyebab

adanya penyimpangan semu pada huku mendel, pertama kali ditemukan

oleh William Bateson (1861-1926) dan R.C.Punnet pada 1906. Gen

merupakan substansi genetik yang berperan untuk menumbuhkan suatu

karakter atau sifat pada individu. Gen dapat melakukan interaksi dengan gen

yang lainnya dalam menampilkan suatu sifat atau fenotipe. Gen-gen yang

berinteraksi dapat berasal dari kromosom yang sama maupun dari

kromosom yang berbeda. Peristiwa yang terjadi ketika ada dua gen atau

lebih saling mempengaruhi disebut sebagai interaksi gen. Interaksi gen

menghasilkan rasio fenotipe yang beragam sesuai dengan jenis

interaksinya.5

Interaksi gen juga dapat diartikan sebagai bentuk penyimpangan

semu hukum mendel yang tidak mengubah patokan angka rasio fenotipe

fenotipe, tapi menghasilkan perbedaan rasio fenotipe sebab fenotipe-

fenotipe yang ada terbentuk dari adanya kerja sama atau interaksi dari gen

gen yang berasal dari alel lain. Interaksi gen yang pertama kali diamati oleh

William Bateson dan R.C.Punnet terjadi pada perbedaan jengger ayam.

Gambar 1. William Bateson dan R.C.Punnet

5
Elya Nusantari, Genetika : Belajar Genetika dengan Mudah dan Komprehensif, (Sleman
: Deepublis, 2015), 188.

5
William D. Stanfield mengungkapkan bahwa fenotipe muncul karen
6
adanya produk gen yang di ekspresikan dalam suatu lingkungan.

lingkungan tersebut meliputi lingkungan eksternal dan internal. Secara

eksternal lingkungan terditi dari temperatur dan kualitas cahaya. Sementara

secara internal meliputi hormon dan enzim. Struktur protein yang ada akan

dirinci oleh gen, dan semua enzim merupakan sebuah protein. Enzim

berperan untuk mengkatalis sehingga molekul dapat terpecah terpecah atau

bergabung. Reaksi-reaksi yang melibatkan enzim berkaitan dengan adanya

metabolisme. Reaksi ini akan mengubah secara bertahap suatu substansi ke

suatu bentuk substansi lain. Setiap tahapan selalu melibatkan suatu enzim

tertentu. Semua tahapan yang mengubah suatu substansi akan memiliki

produk akhir yang dapat menyusun suatu jalur biosintesis. Interaksi antar

gen kemudan terjadi apabila terdapat dua atau lebih gen yang

mengekspresikan protein enzim yang berperan sebagai katalis di setiap

tahapan dalam jalur yang bersama.

Dilihat berdasarkan tempatnya di sebuah kromosom interaksi gen

dapat berlangsung dalam suatu lokus yang sama dan juga lokus yang

berbeda. Interaksi gen yang berada dalam suatu lokus yang sama disebut

juga sebagai interaksi antar alel (intra-alelik) sementara yang berbeda lokus

disebut sebagai interaksi gen (inter-alelik). Interaksi gen menyebabkan

penyimpangan semu terhadap hukum mendel karena menghasilkan

beberapa fenotip yang berbeda akibat gen memngearuhi ekspresi gen lain.

Sementara pada interaksi antar alel interaksi hanya terjadi apabila ada gen

6
William D. Stansfield, Genetika Edisi kedua (Jakarta: Erlangga, 1991), 66.

6
dominan yang mampu menutupi sifat gen resesifnya baik secara

keseluruhan maupun sebagian. Interaksi antar alel ini tidak menghasilkan

rasio fenotipe yang menyimpang dari rasio perbandingan pada hukum

mendel.

Berikut beberapa bentuk interaksi antar alel :

1. Dominan Sempurna

Dominan sempurna terjadi ketika gen dominan mampu menutupi sifat

resesifnya secara keseluruhan dalam keadaa homozigot dan juga

heterozigot. Dengan demikian sifat resesif tidak akan muncul selama

ada gen dominan.

Contoh : persilangan antara kacang ercis biji hijau dengan kacang ercis

biji kuning yang menghasilkan F1 dengan perbandingan fenotipe kuning

(3) : hijau (1).

2. Dominan tidak sempurna (intermediet)

Dominan tidak sempurna terjadi apabila gen dominan dan resesif

memiliki sifat yang sama kuatnya sehingga kita terjadi persilangan gen

dominan tidak dapat menutupi secara sempurna sifat gen resesifnya dan

menghasilkan sifat baru yang merupakan sifat intermediet atau sifat

tengah dari kedua induknya. Sifat intermediet muncul ketika ada

genotipe heterozigot.

Contoh

Persilangan antara tanaman berbunga merah homozigot (RR) dengan

tanaman berbunga putih homozigot (rr) yang menghasilkan keturunan

pertama tanaman berbunga merah muda (Rr). Keadaan ini terjadi karena

7
pada persilangan tersbeut gen dominan R tidak mampu menutupi sifat

gen resesif (r) secara sempurna.

3. Kodominan

Kodominan merupakan bentuk interaksi yang akan menciptakan sifat

gabungan antar gen. Pada interaksi gen heterozigot hasil persilangan

akan memunculkan fenotipe yang merupakan hasil ekspresi dari masing

masing gen.

Contoh :

Persilangan pada sapi yang memiliki rambut merah (R) yang kodominan

terhadap sapi berambut putih (r). Hasil persilangan pada keturunan

pertama memunculkan sapi bergenotipe Rr yang memiliki fenotipe

cokelat kemerahan dengan bercak-bercak putih.

4. Alel ganda

Alel ganda ialah adanya tiga atau lebih gen dalam satu alel. Alel ganda

terjadi karena adanya mutasi pada gen sehingga dalam satu alel dapat

diisi oleh lebih dari dua alel. Interaksi alel ganda dapat memunculkan

fenotipe baru.7

Contoh :

Alel ganda pada gn rambut kelinci. Kelinci memiliki empat macam

warna rambut yaitu abu-abu tua, abu-abu muda, putih dengan bercak

hitam apda beberapa bagian, dan albino. Ke empat warna pada rambut

kelinci dibentuk dari adanya empat alel dengan urutan alel yang paling

dominan hingga ke yang paling resesif yaitu C+, Cch, Ch, dan C.

7
Yusuf Effendi, Genetika Dasar. (Magelang : Pustaka Rumah Cinta, 2020), 60

8
5. Alel letal

Alel letal ialah alel yang dapat menyebabkan kematian. Dengan

demikian interaksi alel letal akan mengakibatkan individu yang

memiliki gen letal. Kematian disebabkan karena gen tersebut seharunya

memunculkan sifat yang penting.8 Alel letal terbagi menjadi dua yaitu :

a. Gen letal dominan

Pada peristiwa ini penyebab kematian diakibatkan adnaya gen

dominan. Gen dominan dalam keadaan homozigot dapat

menyebabkan kematian sementara gen dominan heterozigot akan

memunculkan kelainan pada individu tersebut.

Contoh : Gen letal pada ayam redep.

Pada ayam redep gen dominan homozigot akan menyebabkan

kematian dan gen dominan heterozigot akan membuat ayam

memiliki kelainan berupa kaki dan sayap yang lebih pendek dari

keadaan normal.

b. Gen letal resesif

Gen letal dalam keadaan resesif homozigot akan menyebabkan

kematian pada individu. Gen resesif heterozigot akan muncul dalam

keadaan normal namun bersifat carrier atau pembawa gen letal.

Contoh :

Gen letal resesif pada jagung. Pada jagung reseif homozigot terjadi

hilangnya pigmen klorofil sehingga jagung menjadi albino dan dapat

mengalami kematian.

8
Ibid, 62.

9
C. Macam-Macam Interaksi Gen

Interaksi gen terdiri dari beberapa jenis dengan menghasilkan

fenotipe dan rasio fenotipe yang berbeda-beda. Interaksi terbagi menjadi

atavisme , kriptomeri, epistasis-hopstasis, polimeri dan gen komplementer.

1. Atavisme

Pada persilangan dihibrid hukum Mendel kedua alel yang terlibat

memberikan kontribusi pada fenotip keturunannya secara bebas

(independent). Ketika Mendel menyilangkan tanaman kacang ercis

homozigot round-yellow (RRYY) dengan tanaman homozigot wrinkle-

hijau (rryy) dan dilanjutkan dengan menyilangkan sesamanya, keturunan

F1 nya maka didapat keturunan F2 dengan proporsi :

Pada contoh tersebut kedua alel yakni alel Y dan alel R keduanya
memberikan efek pengaruhnya secara terpisah dan bebas. Artinya alel Y
akan memberikan efek permukaan biji kacang ercis apakah halus atau
keriput, tanpa memberikan kontribusi efek ke sifat warna biji kacang
ercisnya. Hal ini yang disebut dengan warna independent pada hukum
mendel yang terungkap pada persilangan dihibrid. Namun kenyataannya di
alam banyak terdapat kasus dimana dua alel atau lebih yang berbeda saling
memberikan pengaruhdan berinteraksi sehingga memunculkan efek
kombinasi fenotip yang berbeda dengan induknya, fenomena ini yang
disebut dengan interaksi gen atau atavisme.9

9
Wildan Yatim, Genetika, (Bandung : Tarsito, 1980)

10
Salah satu contoh interaksi atavisme terjadi pada bentuk pial
(jengger) ayam yang pertama kali diperkenalkan oleh W. Bateson dan
R.C.Punnet dimana karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi
oleh dua gen yang berinteraksi. Pada beberapa jenis ayam, gen R mengatur
jengger untuk bentuk ros, gen P untuk fenotip pea, gen R dan gen P jika
bertemu akan membentuk fenotip walnut. Adapun gen r bertemu p akan
membentuk fenotip single.

Gambar 2. Diagram persilangan atavisme pada pembentukan


jengger ayam.
Tabel 1. Fenotipe dan genotipe pada jengger ayam

Genotipe Fenotipe
RRPP Walnut
RRpp Rose
rrPP Pea
Rrpp Single
Berdasarkan hasil persilangan tersebut dapat diketahui rasio fenotip
model pilial ayam mendapatkan rasio fenotip 9 Walnut : 3 Ros : 1 Single.
Berbeda dengan persilangan kacang ercis yang dilakukan Mendel maka
sifat dua buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil. Dengan
adanya interaksi antara dua gen dominan dan gen resesif seluruhnya akan

11
menghasilkan variasi fenotip baru, yakni ros dan pea. Gen dominan R yang
berinteraksi dengan gen dominan P akan menghasilkan bentuk jengger pea.
Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme.10
2. Kriptomeri
Kriptomeri merupakan suatu peristiwa dimana suatu faktor tidak
tampak pengaruhnya bila berdiri sendiri, tetapi baru tampak pengaruhnya
bila ada faktor lain yang menyertainya. Dengan kata lain bahwa kriptomeri
adalah peristiwa dimana suatu faktor dominan baru nampak pengaruhnya
bila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya. Kriptomeri
memiliki ciri khas ada karakter baru muncul bila ada 2 gen dominan yang
bukan alelnya berada bersamaan. Faktor dominan ini seolah olah sembunyi
(kriptos). Jadi faktor yang tersembunyi tersebut adalah faktor kriptomer.
Interaksi bentuk kriptomeri sifatnya menyembunyikan karakter yang
terdapat pada leluhur (atavisme).
Kriptomeri pertama kali diungkapkan oleh Corens pada saat
menyilangkan bunga Linaria marrocana galur murni warna merah dan
putih. Dimana generasi F1 hasil persilangan didapatkan semua bunga
berwarna ungu. Kemudian bunga tersebut disilangkan dengan sesamanya
menghasilkan generasi F2 hasilnya didapatkan fenotip bunga ungu , merah,
dan putih dengan perbandingan 9:3:4. Dari hasil tersebut diduga kuat
bahwa persilangan tersebut merupakan persilangan dihibrida. Berdasarkan
penelitian Correns gen pembentuk antosianin dominan terhadap gen tanpa
antosianin. Pigmen antosianin berwarna merah jika berada dalam
sitoplasma sel yang bersifat asam, jika ditoplasma bersifat basa, pigmen
akan berwarna ungu. Sifat asam basa sitoplasma ini dipengarhi oleh gen
lain. Dan gen penyebab sitoplasma basa ini bersifat dominan.
Keterangan :
A = ada pigmen warna anthosianin
B = protoplasma basa
a = tidak ada pigmen warna anthosianin
b = protoplasma tidak basa (asam)

10
Elrod Susan, Genetika edisi keempat, (Jakarta : Erlangga, 2007)

12
Gambar 3. Diagram persilangan kriptomeri bunga Linaria marocanna
Berdasarkan dua ciri pembentukan anthosianin dan derajat
keasaman sitoplasma menyebabkan fenotip bunga warna ungu
tersembunyi. Warna ungu akan tampak jika kedua gen dominan muncul.
Karena itulah peristiwa ini disebut kriptomeri (kriptos tersembunyi).
Perbandingan fenotip F2 yaitu 9:3:4 terlihat tidak sesuai dengan
perbandingan fenotip dihibrid menurut Mendel.11
3. Epistasis-Hipostasis
Pada interaksi gen, terdapat gen-gen yang memiliki kemampuan
untuk menutupi sifat dari gen lain. Keadaan semacam ini disebut sebagai
epistasis dan hipostasis. Epistasis dan hipostatis merupakan jenis dari
interaksi gen dimana tedapat gen dominan yang akan menutupi sifat gen
dominan lain. Gen yang berhasil menutupi sifat gen lain disebut sebagai
epistasis, sementara gen yang terkalahkan atau tertutupi sifatnya disebut
sebagai hipostasis. Pada peristiwa epistasis dan hipostasis ini, gen yang
bertindak sebagai epistasis tidak akan menutupi sifat gen yang menjadi
pasangannya. 12
Peristiwa epistasis dan hipostasis bermula dari adanya percobaan
yang dilakukan oleh H.Nilon dan Ehle (1873-1949) melalui persilangan

11
Bambang, Irawan, Genetiks amaolekuler (Surabaya : Airlangga University)
12
Yusuf Effendi, Genetika Dasar, (Magelang : Pustaka Rumah Cinta, 2020), 66.

13
dua jenis gandum, yakni gandum dengan kulit berwarna hitam dan gandum
yang memiliki kulit berwarna kuning yang keduanya bergalur murni.13
Selain pada gandum peristiwa epistasis-hopstasis juga dijumpai pada
beberapa keadaan lain misalnya pada warna kulit labu, warna rambut pada
tikus, warna bulu pada aym dan juga warna mata manusia.
Gen epistasis dapat berasal dari gen dominan maupun gen resesif.
Dilihat dari pasangan gen yang bersifat epistasis peristiwa epistasis-
hipostasis dapat dibedakan menjadi epistasis dominan, epistasis resesif,
epistasis dominan-resesif, dan juga epistasis dominan rangkap.
a. Epistasis Dominan

aa epistasis terhadap B dan b


Epistasis dominan terjadi apabila alel yang berisi gen dominan
mampu menutupi sifat resesif pada gen yang bukan pasangannya baik
dalam keaadaan homozigot maupun heterozigot. Peristiwa epistasis
dominan menghasilkan rasio fenotipe 12 : 3 : 1.
Contohnya epistasis dominan terlihat pada interaksi 2 lokus
yang menentukan warna buah pada labu yang umumnya ditemukan
salah satu dari 3 warna labu : kuning, putih atau hujau. Ketika tanaman
homozigot warna putih disilangkan dengan tanaman homozigot hijau,
pada generasi F1 dihasilkan tanaman dengan buah berwarna putih
semua. Hal ini terjadi jika ada alel atau gen dominan yang bersifat
menutupi sehingga menghasilkan perbandingan fenotip F2 sebesar
12:3:1. Dimana pada warna buah labu dikendalikan oleh gen P (warna
putih), gen K (warna kuning) dan gen k (warna hijau). Gen P epistasis
terhadap gen K dan gen k. Jika semuanya alel resesif maka akan muncul
warna hijau. Bagaimana jika perbandingan fenotip F2 pada persilangan
labu putih (PPkk) dengan labu kuning (ppKK)?

13
Elya Nusantari, Genetika : Belajar Genetika dengan Mudah dan Komprehensif,
(Sleman : Deepublis, 2015), 193.

14
Gambar 4. Diagram persilangan epistasis dominan pada labu
b. Epistasis Resesif
aa epistasis terhadap B dan b
Epistasis resesif dapat terjadi apabila gen yang menutupi sifat
gen lainnya berasal dari gen homozigot resesif. Gen homozigot resesif
ini dapat menutupi sifat gen lainnya dalam keadaan dominan homozigot
maupun dominan heterozigot yang bukan alelnya. Pada epistasis resesif
rasio fenotipe pada keturunan kedua (F2) adalah 9 : 3 : 4, rasio ini
merupakan penyimpangan semu dari rasio fenotipe F2 hukum mendel.
Epistasis resesif dapat dijumpai pada warna rambut tikus. Pada
tikus diketahui terdapat beberapa gen penentu warna dan juga gen yang
menentukan enzim yang menyebabkan warna pada rambut tikus dapat

15
muncul atau tidak.14 Berikut rincian gen yang menimbulkan adanya
warna pada rambut tikus :
Gen A : gen pengendali warna krem
Gen aa : gen pengendali warna hitam
Gen C : gen yang mengandung pigmen warna
Gen c : gen yang menghambar pigmen warna muncul (gen putih, karena
putih dianggap tidak berwarna).
Untuk memunculkan warna pada rambut tikus maka pasangan
gen A (krem) dan pasangan gen a (hitam) harus memiliki gen C.
Dengan demikian apabila menginkan tikus warna krem harus ada gen
A dan gen C dan tikus hitam ada jika terdapat gen aa dan gen C dan
jika semua gen resesif maka akan terbentuk tikus albino.
Tabel 2. Fenotipe dan genotipe warna tikus
Genotipe Fenotipe
C*A* Krem
C*aa Hitam

cc* * Putih

Keterangan : * = gen dominan maupun resesif


Contoh persilangan :
Seekor tikus betina berwarna kream dengan genotipe (CCAA)
dikawinkan dengan tikus jantan berwarna putih dengan genotipe (ccaa),
maka tentukanlah hasil perkawinan pada keturunan pertama dan kedua
!
Penyelesaian :

14
Suryo, Genetika untuk Strata 1, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2012),
132

16
Gambar 5. Diagram persilangan epistasis resesif pada tikus
Pada hasil persilangan tersebut diketahui gen cc epistasis terhadap gen
A dan gen a. Gen A seharusnya membawa warna krem, tetapi gen cc
merupakan epistasis dan menutupi warna yang ada pada gen A
sehingga gen A yang bersama gen cc akan kehilangan warna atau
menjadi putih.
4. Polimeri
Peristiwa polimeri pada mahluk hidup diungkap pertama kali pada
tahun 1813 oleh H. Nilson Ehle di Swedia. Polimeri adalah bentuk interaksi
gen yang bersifat saling menambah atau menguatkan (kumulaif).15
Fenotipe yang muncul pada peristiwa polimeri dimunculkan oleh lebih dari
satu pasang gen yang bersal dari lokus yang berbeda tetapi tetap
16
mengekspresikan sifat yang sama. Ciri utama yang menandai peristiwa
polimeri ialah apabila semakin banyak gen dengan sifat dominan pada

15
Elya Nusantari, Genetika : Belajar Genetika dengan Mudah dan Komprehensif,
(Sleman : Deepublis, 2015), 190.
16
D.Nyoman oka dan I. Gede Sudigaryasa, Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu
Hukum Mendel, (Bali : Pustaka Larasan, 2021), 45.

17
suatu lokus maka sifat fenotipenya akan menjadi lebih kuat atau sifatnya
akan lebih menonjol. Rasio fenotipe pada persilangan F2 ialah 15 : 1. 17
Polimeri pertama kali terjadi melalui persilangan biji gandum
(Tritiicum vulgare). H.Nilson Ehle menyilangkan biji gandum warna
merah homozigot dengan biji gandum warna putih homozigot. Hasil
persilangan pada keturunan pertama (F1) menghasilkan biji gandum warna
merah muda. Hasil persilangan ini hampir menyerupai persilangan dihibrid
intermediet yang manghasilkan warna tengah dari kedua induknya. Namun
perbedaannya dapat dilihat ketika F1 disilangkan dengan sesamanya, yang
ternyata memunculkan beragam warna merah dengan kepekatan yang
berbeda dan warna putih.
Persilangan gandum biji merah homozigot (M1M1M2M2) dengan
biji gandum homozigot (m1m1m2m2) yang dilakukan H. Nilson Ehle
dapat dipaparkan dalam bentuk persilangan berikut ini :
P: Biji merah X Biji putih
(M1M1M2M2) (m1m1m2m2)
G: M1M2 m1m2/
F1 : M1m1M2m2 (Biji merah sedang)
P2 : Biji merah sedang X Biji merah sedang
(M1m1M2m2) (M1m1M2m2)
G : M1M2, M1m2 M1M2, M1m2
m1M2, m1m2 m1M2, m1m2
F2 :
Gamet M1M2 M1m2 m1M2 m1m2
M1M2 M1M1M2M2 M1M1M2m2 M1m1M2M2 M1m1m2M2
M1m2 M1M1M2m2 M1M1m2m2 M1m1M2m2 M1m1m2m2
m1M2 M1m1M2M2 M1m1M2m2 M1m1M2M2 m1m1M2m2
m1m2 M1m1M2m2 M1m1m2m2 m1m1M2m2 M1m1m2m2
Rasio fenotipe :
Merah (15) : putih (1)

17
Yusuf Effendi, Genetika Dasar, (Magelang : Pustaka Rumah Cinta, 2020), 57.

18
Warna merah yang dihasilkan dari persilangan diatas muncul
karena adanya gen dominan. Gen dominan M1 dan M2 sama-sama
menghasilkan warna merah, dan ketika gen-gen dominan berkumpul maka
fenotipe yang keluar akan semakin merah. Hal inilah yang menyebabkan
adanya variasi warna merah mulai dari warna merah tua, merah, merah
sedang, merah muda, dan merah pudar. Dapat dilihat pada papan
persilangan semakin banyak gen dominan yang menyusunnya maka akan
semakin pekat warna merah yang nampak. Dengan demikian benar bahwa
keberadaan gen dominan akan bersifat akumulatif pada fenotipe warna
merah.
Tabel 4. variasi genotip dan fenotipe warna merah pada biji gandum

5. Gen komplementer
Gen komplementer ialah interaksi saling mendukung untuk
memunculkan fenotipe atau sifat pada gen. Interaksi ini terjadi antara dua
gen dominan, kedua gen dominan harus bekerja sama untuk memunculkan
suatu sifat. Apabila hanya terdapat satu gen yang dominan maka sifat atau
fenotipe tidak dapat muncul atau terhalang.18
Interkasi gen saling mendukung ini muncul diawali dengan adanya
percobaan yang dilakukan W.Bateson dan R.C Punet menggunakan bunga
Lathyrus odoratus. Percobaan yang menyilangkan sesama bunga Lathyrus

18
Elya Nusantari, Genetika : Belajar Genetika dengan Mudah dan Komprehensif,
(Sleman : Deepublis, 2015), 194.

19
odoratus berwarna putih menghasilkan keturunan pertama yang
seluruhnya berwarna ungu. Kemudian hasil keturunan pertama dibiarkan
hingga menyerbuk sendiri dan didapatkan keturunan kedua bunga Lathyrus
odoratus menghasilkan dua warna bunga yaitu bunga ungu dan putih
dengan perbandingan fenotipe 9 : 7. Berikut diagram persilangan pada
bunga Lathyrus odoratus

Gambar 6. Diagram persilangan gen komplementer pada Lathyrus


odoratus

Berdasarksn penelitian lanjutan yang dilakukan oleh W.Bateson


dan R.C Punet diketahui pada bunga Lathyrus odoratus terdapat dua gen
berbeda yang berperan memunculksn warna bunga. Kedua gen yang
mengontrol warna bunga tersebut adalah adanya gen dominan C dan gen P.
Gen C merupakan gen yang membawa pigmen warna dan gen P ialah gen
yang mengaktifkan gen C. Untuk memunculkan warna bunga gen C harus
berdampingan dengan gen P, apabila gen C tidak berdampingan dengan
gen P maka pigmen antosianin tidak akan terbentuk dan bunga menjadi
kehilangan warna atau menjadi putih. Begitu pula sebaliknya apabila gen P
sebagai bahan pengaktif muncul tetapi pigmen warna yang dibawa gen C
tidak ada maka tidak akan terbentuk warna pada bunga.
Peristiwa gen komplementer juga dialami oleh manusia dalam
kondisi yang dikenal dengan kelainna bisu-tuli. Keadaan normal manusia
yang dapat berbicara dan mendengar dipengaruhi oleh adanya gen dominan

20
D dan E. Jika gen dominan D dan E hadir secara bersamaan maka manusia
lahir secara normal. Namunn apabila seseorang lahir dalam keadaan hanya
memiliki gen dominan D atau gen E saja maka dapat menyebabkan
kelainan bisu-tuli.
Contoh perkawinan antara wanita bisu tuli dengan genotipe (DDee) dan
laki-laki bisu tuli bergenotipe (ddEE)
P : wanita bisu-tuli X Laki-laki bisu-tuli
(DDee) (ddEE)
G: De dE
F1 : DdEe (normal)
P2 : DdEe X DdEe
G2 : DE, De, dE, de DE,De, dE, de
F2 :

Gamet DE De dE De
DE DDEE DDEe DdEE DdEd
(Normal) (Normal) (Normal) (Normal)
De DDEe DDee DdEe Ddee
(Normal) (Bisu tuli) (Normal) (Bisu tuli)
dE DeEe DdEe ddEE ddEe
(Normal) (Normal) (Bisu tuli) (Bisu tuli)
de DdEe Ddee ddEe Ddee
(Normal) (Bisu tuli) (Bisu tuli) (bisu tuli)

Rasio fenotipe : normal (9) : bisu tuli (7)


Kelainan bisu-tuli juga dapat muncul ketika gen dominan yang muncul
hanya satu atau tidak ada sama sekali. Sifat normal akan muncul bila gen
dominan muncul secara bersamaan sehingga rasio fenotipe F2 adalah 9:7.
Sebab rasio fenotipe hampir sama besar maka pada perkawinan terakhir
hanya akan menghasilkan 1 atau dua anak saja dengan kemungkinan dapat
normal semua atau bisu tuli semua.19

19
Suryo, Genetika untuk Strata 1, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2012),
137.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyimpangan semu hukum mendel terjadi ketika persilangan antar individu
yang mengacu pada dasar dihibrid namun memiliki perbedaan rasio fenotipe.
Perbedaan ini muncul karena adanya interaksi gen. Interaksi gen adalah interaksi
yang terjadi antara dua gen atau lebih yang dapat mempengaruhi fenotipe individu.
interaksi gen dapat terjadi antar alel dan juga di dalam alel yang sama.
Interaksi gen yang terjadi dalam alel tidak dikategorikan sebagai
penyimpangan semu hukum mendel. Sementara itu interaksi antar alel yang
menghasilkan rasio fenotipe berbeda dari rasio fenotipe persilangan dihibrid hukum
mendel dikategorikan sebagai bentuk penyimpangan semu hukum mendel. Bentuk-
bentuk interaksi gen terdiri dari atavisme yang memunculkan sifat baru, kriptomeri
yang menyembunyikan fenotipe, epistasis-hipostasis yang saling menutupi,
polimeri yang saling menambahkan fenotipe dan komplementer yang saling
menguatkan.
B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
bagi seluruh mahasiswa yang mempelajari ilmu genetika. Penulis juga
mengharapkan kritik yang membangun dan perbaikan apabila terdapat kesalahan
dalam kepenulisan makalah sehingga di lain hari maklah yang di tulis menjadi lebih
baik dari sebelumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bharudin Harianto, Misteri Pewarisan Sifat Mahluk Hidup, Jakarta : Kementrian


Pendidikan dan Kebudayaan, 2020.

Efenndi, Yusuf, Genetika Dasar, Magelang : Pustaka Rumah Cinta, 2020.

Irawan Bambang, Genetik amaokuler, Surabaya : Airlangg University.

Nusantari Elya, Genetika : Belajar Genetika dengn Mudah dan Komprehensif,


Sleman : Deepublis,2015.

Oka. D Nyoman dan I Gede Sudigaryasa, Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu
Hukum Mendel, Bali : Pustaka Larasan, 2021.

Stansfield William D., Genetika Edisi Kedua, Jakarta : Erlangga, 1991.

Suryo, Genetika untuk Strata 1, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2012.

Susan Erlod, Genetika Edisi Keempat, Jakarta : Erlangga, 2007.

Yatim Wildan, Genetika, Bandung : Tarsito, 1980.

23

Anda mungkin juga menyukai