Anda di halaman 1dari 46

COVER

MODUL
SEKOLAH ISLAM DAN GENDER (SIG) IX
KOPRI RAYON PENCERAHAN GALILEO
MASA KHIDMAT 2022-2023

“Optimalisasi Pemahaman Islam dan Gender dalam Mewujudkan Gender Equality di Tubuh PMII”

Penanggung Jawab
Nur’aini Nanda Maharani

Tim Penyusun
Jihan Setyo Rini, Rifatul Fauziah, Khoiratun Nisa,
M. Riza Putra Pratama, Titan Aprillia, Rizky Muamanah

Editor
Hafiz Danizwara

Pengumpulan Data
Jihan Setyo Rini, Rifatul Fauziah, Khoiratun Nisa,
Riza Putra Pratama, Titan Aprillia, Rizky Muamanah

Cover Design
M. Daisak Syamaidzar

Penerbit
Galileo Press Lowokwaru, Malang
Email : sahabatgalileo@gmail.com

i
BIODATA DIRI

NAMA LENGKAP :
TEMPAT, TGL LAHIR :
ALAMAT ASAL :
FAKULTAS/JURUSAN :
NO. TELP/HP :
KELOMPOK :
IG/E-MAIL :
MINAT/HOBBY :
MOTO HIDUP :
BAKAT/SKILL :
Kesan Mengikuti SIG :

Harapan Pasca Mengikuti SIG :

ii
DAFTAR ISI

BIODATA DIRI……………………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….... iii

BAB I PENDAHULUAN

Sambutan Ketua KOPRI Rayon Pencerahan Galileo….……………………………... 1

BAB II MATERI

Gender, Seks, dan Seksualitas………………………………………………………..... 2

Fiqih Perempuan………………………………………………………………………. 10

Konsep Dasar Gender Islam…………………………………………………………... 18

Gender Perspektif Al-Qur’an dan Hadist…………………………………………..... 23

Hukum Islam Indonesia……………………………………………………………….. 30

Strategi Pengembangan Diri dan Citra Diri Kader Eksakta……............................. 35

BAB III PENUTUP

Susunan Kepanitiaan SIG 2023……………………………………………………… 40

iii
BAB I
PENDAHULUAN

SAMBUTAN KETUA KOPRI RAYON PENCERAHAN GALILEO

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya Modul
Sekolah Islam dan Gender IX KOPRI Rayon Pencerahan Galileo dapat diselesaikan. Sholawat
serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Para sahabat dan para
pengikutnya.

Modul ini digunakan untuk semua anggota dan kader PMII Pencerahan Galileo dalam mengikuti
rangkaian agenda pada Sekolah Islam dan Gender yang akan dilaksanakan. Besar harapan kami
dengan modul ini seluruh anggota dan kader PMII terutama Rayon Pencerahan Galileo bisa lebih
giat mengenal gender dalam kacamata islam serta dapat mengaktualisasikan diri dengan baik
setelah mengikuti rangkaian acara yang telah dilaksanakan.

Sebagai kata akhir, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian modul ini, terutama kepada Tim Penyusun yang telah berkeja keras dalam
menyiapkan segalanya sejak awal hingga akhir proses penyusunan.

Wallahulmuwafik Ilaa Aqwamitthoriq


Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Nur’aini Nanda Maharani

1
BAB II
MATERI

GENDER, SEKS, DAN SEKSUALITAS

1. PENGERTIAN GENDER, SEKS, DAN SEKSUALITAS


Pengertian Gender
Secara sederhana gender bisa dimaknai sebagai peranan, perilaku, dan kegiatan yang
dikonstruksikan secara sosial, yang dianggap oleh masyarakat sesuai untuk laki - laki atau perempuan.
Penggolongan gender :

a. Maskulin : Karakter yang macho.

b. Feminin : Karakter yang lemah lembut.

c. Androgini : Karakter terletak diantara feminin dan maskulin.

Penggolongan gender adalah maskulin, feminin dan androgini gender merujuk pada peranan,
perilaku dan kegiatan yang dikontruksikan secara sosial yang dianggap oleh masyarakat sesuai untuk
laki - laki atau perempuan. Konsep gender berubah bersamaan dengan waktu dan berbeda antara satu
budaya dengan budaya lainnya. Gender berbicara tentang peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
emosional yang dibentuk oleh masyarakat.

Meskipun ada banyak orang yang merasa bahwa mereka memiliki aspek feminin dan maskulin
di dalam dirinya dan beberapa mereka yang merasa tidak nyaman dengan keadaan ini akan
mempresentasikan dirinya secara berlebihan sesuai dengan identitas gender tertentu, misalnya berlaku
secara ekstrim feminin atau ekstrim maskulin.

Seorang laki - laki diharapkan memiliki bentuk fisik yang besar dan mempunyai karakteristik
yang tegas dan rasional. Sementara perempuan diharapkan memiliki bentuk fisik yang langsing, cantik
dan bersih serta mengambil peran sebagai tokoh di belakang layar dan penurut. Androgini merupakan
kata berasal dari Yunani yang berarti laki - laki dan perempuan. Androgini merujuk pada percampuran
antara karakteristik, sosial dan fisik, laki - laki dan perempuan dimana tidak ada karakteristik yang
dominan. Contoh dari karakteristik gender adalah:

a. Laki - laki merokok dipandang biasa, sementara perempuan merokok dipandang aneh.

b. Perempuan dianggap pengemudi mobil yang lebih buruk dibandingkan laki-laki.

c. Perempuan dipandang lebih cocok melakukan pekerjaan rumah dibandingkan laki-laki.

d. Tenaga kerja perempuan dipandang lebih murah daripada tenaga kerja laki-laki

2
Pengertian Seks
Seks adalah alat kelamin, mengacu pada sifat - sifat biologis yang secara kasat mata berbentuk
fisik yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan atau laki - laki. Istilah seks seringkali diartikan
sebagai kegiatan seksual tetapi dalam konteks perbincangan tentang seksualitas seks diartikan sebagai
jenis kelamin. Karakteristik seks yang primer adalah bagian tubuh manusia yang berperan penting
dalam reproduksi misalnya: perempuan memiliki serviks, klitoris, tuba fallopi, indung telur, uterus,
vagina, dan vulva. Sementara laki - laki mempunyai epididimis, penis, prostat, skortum, vesikula
seminalis dan testis. Penggolongan sederhana jenis kelamin adalah laki - laki, perempuan dan
interseks.
Seks (jenis kelamin) pada dasarnya ditentukan oleh alat kelamin bagian luar kelamin, alat
reproduksi bagian dalam, kromosom, hormon dan berbagai karakteristik tambahan lainnya, misalnya:
payudara, rambut muka dan rambut bagian tubuh lainnya. Semua karakteristik ini dapat diukur dengan
menggunakan teknologi yang tepat. Penggolongan jenis kelamin:
a. Laki - laki.
b. Perempuan.
c. Interseks (seseorang memiliki karakteristik jenis kelamin laki - laki dan perempuan).
Sebelum abad 20 jenis kelamin seseorang hanya ditentukan dari penampilan alat kelaminnya,
tetapi sejalan dengan pemahaman orang akan kromosom dan gen, maka kromosom dan gen digunakan
untuk membantu menentukan jenis kelamin seseorang. Mereka yang digolongkan sebagai perempuan
mempunyai kelamin perempuan dan kromosom XX, sedangkan mereka yang dimasukkan ke dalam
kategori laki - laki mempunyai alat kelamin laki - laki serta kromosom X dan Y. Mereka yang memiliki
gabungan kromosom, hormon dan alat kelamin laki -laki dan perempuan (secara kovensional) tidak
dapat dikategorikan ke dalam jenis kelamin laki - laki atau perempuan. Kecanggihan teknologi saat
ini bisa mengetahui bahwa ada manusia berkromosom XXY yang dikenal dengan jenis kelamin
interseks.
Penelitian terbaru di Amerika mengatakan bahwa ada satu diantara ratusan individual
mempunyai karakteristik interseks. Status jenis kelaminnya ambigu. Sebagian kaum interseks
mengidentifikasikan gendernya sebagai laki-laki atau perempuan. Ada pula yang merasa tak
sepenuhnya laki-laki atau perempuan. Bahkan ada interseks yang dibesarkan sebagai laki-laki dan
perempuan. Apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, interseks juga bisa mengalami kelahiran
dengan genetika mozaik atau berkaitan dengan kromosom. Ini tidak mempengaruhi penampilan fisik
tetapi pada tingkat hormon seks, perkembangan seksual secara keseluruhan, dan perubahan
kromosom seks.
Pengertian Seksualitas

Seksualitas adalah sebuah proses sosial budaya yang mengarahkan hasrat atau birahi manusia.
Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktorfaktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik,
agama, dan spiritual. Seksualitas merupakan hal positif, berhubungan dengan jati diri seseorang
dan juga kejujuran seseorang terhadap dirinya.

3
Berikut kalimat yang bisa membantu kita memaknai seksualitas:

1. Salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan dengan alat
kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran khayalan, gairah, kepercayaan,
sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan hubungan.

2. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan apa dengan siapa.

3. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan keseluruhannya.

2. PERBEDAAN GENDER, SEKS & SEKSUALITAS

Ada perbedaan penting antara seks dan seksualitas. Seks sebagaimana dipaparkan
sebelumnya adalah sesuatu yang bersifat biologis dan karenanya seks dianggap sebagai sesuatu
yang stabil. Seks biasanya merujuk pada alat kelamin dan tindakan penggunaan alat kelamin secara
seksual. Meskipun seks dan seksualitas secara analisisis merupakan istilah yang berbeda, namun
istilah seks sering digunakan untuk menjelaskan keduanya.

Perbedaan antara Seks dan Seksualitas

Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut
jenis kelamin sedangkan Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu
dimensi biologis, sosial, psikologis, dan kultural.

Perbedaan antara Seks dan Gender

Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan
yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai denganperkembangan jaman.
Sedangkan Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang sudah
dibawa sejak lahir. Keduanya memiliki hubungan dengan jenis kelamin. Akan tetapi, seks bersifat
mutlak, sementara gender cenderung tidak. Komponen seks tidaklah berbeda jauh antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya. Sementara itu komponen gender berbeda secara
signifikan.

4
No Seks Gender
1 Jenis Kelamin Fisik Sifat dan karakteristik yang dilekatkan
kepada laki laki dan perempuan secara
sosial
2 Jenis Kelamin yang sudah di bawa Konstruksi sosial masyarakat
sejak lahir
3 Diberikan oleh Tuhan Ditentukan oleh manusia
4 Penggolongan Seks adalah laki-laki, Penggolangan Gender adalah maskulin,
perempuan dan interseks feminism dan androgini

3. DAMPAK POSITIF & NEGATIF KEBIJAKAN dari GENDER, SEKS &


SEKSUALITAS

Dampak Positif

Untuk para wanita akan memiliki lebih banyak bentuk akan kebebasan untuk melakukan
kegiatan sekolah hingga kepada jenjang yang dimana kemudian lebih tinggi, melakukan sebuah
pengembangan ide, kreatifitas hingga kemudian kepada bakat dan juga kemampuan yang dimiliki.

Terdapat hubungan positif langsung dan secara statistik signifikan antara teman sebaya
terhadap perilaku seksual remaja, dapat dikatakan remaja yang berteman dengan kelompok teman
sebaya yang baik atau memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang seksualitas, dapat
memberi dampak yang baik pula terhadap perilaku seksualnya. Namun sebaliknya, jika remaja
memilki kelompok teman sebaya yang memilki pengetahuan dan sikap yang buruk tentang
seksualitas, dapat meningkatkan perilaku seksual yang buruk atau tidak sehat. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Qomarasari (2015) yang menyatakan bahwa teman sebaya mempunyai
pengaruh kuat terhadap remaja. Keberadaan teman sebaya memberikan pengaruh positif terhadap
nilai - nilai pergaulan remaja di lingkungan sosialnya, sehingga sebagai kelompok kehadiran
teman sebaya mampu memberikan motivasi, dukungan dan peluanguntuk mengaktualisasikan diri
secara positif kepada semua anggotanya.

Dampak Negatif

Dengan adanya kesetaraan gender maka akan didapatkan beberapa macam masalah yang
akan dirasakan para wanita tersebut untuk melakukan penyalahgunaan terhadap sebuah bentuk arti
daripada emansipasi wanita dan juga kesetaraan wanita itu sendiri. Kemudian akan sangat banyak
wanita yang dimana melakukan penyalah artian terhadap sebuah bentuk dari arti emansipasi dan
juga persamaan terhada gender yang dimana akan menyebabkan sebuah bentuk dari hubungan
keluarga yang terjadi diantara suami dan juga istri menjadi sebuah hubungan yangdimana tidaklah
harmonis.

5
Konsekuensi perilaku seks berisiko tersebut, selain melanggar nilai dan norma agama
(Islam), juga adat istiadat yang berlaku di Aceh. Akibat perilaku seks berisiko itu, tak sedikit
remaja laki - laki yang mengidap penyakit kelamin seperti sipilis atau raja singa. Bagi perempuan
yang melakukannya di bawah umur umumnya mengalami perasaan trauma hingga depresi.
Kehamilan ditimbulkan dari hubungan seks tersebut berbahaya bagi organ reproduksi perempuan.
Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta, dan treponema
pallidum.

Penularan penyakit ini, umumnya terjadi melalui kontak seksual tetapi, ada beberapa
contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam
uterus). Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes sero logikal,
diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut " Peniru Besar " karena sering dikira
penyakit lainnya. Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan
sistem saraf, jantung atau otak. Berdasarkan beberapa literatur yang didapat, ada beberapa dampak
perilaku seks berisiko anak muda terhadap kesehatan reproduksi, antara lain pertama, kehamilan
yang tidak diinginkan.

Kehamilan yang tidak dinginkan membawa anak muda pada dua pilihan, melanjutkan
kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan melahirkan dalam usia muda merupakan salah satu
faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut Wibowo (1994)
terjadinya perdarahan pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan persalinan kasip merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan anak muda. Selain itu kehamilan di usia muda juga
berdampak pada anak yang dikandung, kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian
perinatal sering dialami oleh bayi - bayi yang lahir dari ibu usia muda. Dampak lain dari perilaku
seks berisiko anak muda terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV / AIDS.

4. ISU-ISU GENDER di KALANGAN MASYARKAT & CARA MENYIKAPINYA

Dalam hal ini kita membahas kondisi - kondisi yang mempengaruhi penerapan gender yang
keliru. Dalam kehidupan kita sehari - hari cukup banyak kondisi yang terjadi serta memberikan
pengaruh pada cara pandang kita terhadap laki - laki dan perempuan yang kemudianmembentuk
takaran tertentu bagi laki - laki dan perempuan untuk bertindak. Beberapa kondisi yang
mempengaruhi penerapan gender yang keliru, yaitu:

a. Adat-Adat Lokal

Banyak sekali adat lokal yang memberikan kekuasaan pada laki - laki untuk memiliki perempuan
sehingga ketika masih muda perempuan adalah milik ayahnya, setelah menikah menjadi milik
suaminya, dan ketika tua menjadi milik anak laki - lakinya.

b. Materi Pendidikan Formal Sejak Dini

6
Banyak sekali materi dalam pendidikan yang kita jalani memberikan kontribusi terhadap pola
pandang Gender melalui contoh dalam buku pelajaran yang terkadang bias Gender. Misalnya
penuturan tentang peran laki - laki dan perempuan dalam keluarga Ayah pergi ke kantor, ibu
memasak di dapur."

c. Pendidikan dalam Rumah

Permasalahan Gender dalam keluarga yang mensosialisasi nilai - nilai yang berbeda untuk anak
laki - laki dan anak perempuan. "Anwar bercita - cita menjadi dokter, Fatimah bercita - cita menjadi
perawat." "Andi adalah sorang pilot yang gagah, Dewi adalah seorang pramugari yang cantik."

d. Pendidikan Umum

Pendidikan umum masyarakat Sosialisasi dan penyebaran informasi media massa yang
mensosialisasikan konsep Gender yang sering merugikan perempuan. Misalnya, sinetron yang
menggambarkan bahwa perempuanlah yang mengundang terjadinya kekerasan (seksual) karena
berpakaian terbuka, seronok dan mengundang.

Cara Pandang Masyarakat

Kondisi yang sedemikian kuat berlangsung dalam keseharian mendukung terbentuknya


pola nilai tentang cara pandang masyarakat yang kemudian diimplementasikan pada perbuatan
keseharian, diantaranya:

a. Penerimaan dan permakluman pada perilaku masa lalu yang populer Sejarah dan masa lalu
seringkali menjadi acuan dan batasan terhadap apa yang dianggap sah dan benar pada saat ini.
Cukup banyak perilaku yang menggambarkan pembagian peran laki - laki dan perempuan yang
berasal dari masa lalu yang kemudian tetap dibenarkan untuk dijadikan standar perilaku saat ini
yang oleh penikmatnya dipertahankan untuk mengukuhkan nilai kebenaran dari kondisi tersebut.
Misalnya, budaya yang mengijinkan laki - laki atau suami untuk menyabung ayam sedangkan isteri
harus berada di rumah untuk mengurus anak, memasak, mengurus kebun dan lain - lain. Contoh
lainnya adalah dalam pertemuan atau rapat desa sudah selayaknyalah perempuan di belakang dan
mengurusi konsumsi sedangkan laki - laki sebagai pemikir yang hadir di dalam pertemuan atau
rapat desa.

b. Ketidaksadaran akan bias Gender dan diskriminasi yang masih terjadi saat ini. Persoalan yang
dialami perempuan sangat beragam dan dapat terjadi dimana saja baik di rumah, lingkungan
ataupun masyarakat. Demikian pula halnya dengan kelompok yang kita dampingi. Ada persoalan
Gender yang mereka alami yang mempengaruhi peran, tanggung jawab, akses dan kontrolmereka
untuk menjalani kehidupan sebagai manusia yang bermartabat.

7
Persoalan Gender dalam Masyarakat Sosial

Persoalan seputar seksualitas yang dipengaruhi persoalan Gender dalam masyarakat.


Persoalan Gender yang terus berlangsung di masyarakat menyelubungi semua aspek kehidupan
seseorang, terutama perempuan. Salah satu aspek yang dipengaruhinya adalah bagaimana
seksualitas perempuan menjadi subordinat dalam sebuah relasi seksualitas dengan pasangannya.
Banyak kejadian seputar kehidupan seksualitas antara perempuan dan laki-laki dimana perempuan
lebih banyak menjadi korban karena ketidaksetaraan yang ada. Ditinjau dari beberapa aspek
diantaranya, yaitu:

a. Masyarakat

Masyarakat kita masih memandang bahwa seksualitas adalah hal yang tabu untuk dibicarakan
secara terbuka , terutama bagi perempuan Banyak sekal anak dan remaja mendapatkan informasi
seksualitas dari sumber yang tidak tepat dan mendapatkan informasi yang salah Banyak remaja
melakukan perilaku yang berhubungan dengan seksualitasnya berdasarkan pengetahuan yang
tidak benar sehingga menempatkan anak atau remaja tersebut pada risiko yang besar terhadap IMS,
kekerasan seksual, pelecehan seksual, bahkan ancaman terhadap nyawa mereka. Sampai saat ini
permasalahan seksualitas yang ada di masyarakat masih menyebabkan kerugian yang lebih besar
pada anak atau remaja perempuan dibandingkan kerugian yang dialami anak atau remaja laki –
laki

b. Budaya Menempatkan Urusan Pribadi menjadi Urusan Publik

Budaya yang masih saja terjadi memberikan tekanan pada laki laki dan perempuan , dan dalam
kenyataannya lebih memberikan tekanan pada perempuan sehingga seakan - akan sudah menjadi
hak bagi masyarakat untuk menggugatnya ( perempuan ) apabila kejadiannya tidak sesuai dengan
kebiasaan yang dilakukan masyarakat misalnya tentang keputusan menikah atau tidak , melahirkan
atau tidak, kapan menikah , kapan melahirkan dan sebagainya Pemahaman masyarakat pada hak
reproduksi dan hak menikah yang sesungguhnya merupakan hak pribadi masih rendah sehingga
sering terjadi kekerasan psikologis pada seorang anggota masyarakat terutama perempaun ketika
dia tidak melakukan kebiasaan yang dilakukan oleh orang - orang dalam komunitasnya.

c. Budaya yang Tidak Memihak pada Perempuan

Sampai saat ini masih banyak budaya dalam masyarakat yang berhubungan dengan permasalahan
seksualitas yang cara penggunaannya tidak berpihak pada perempuan dan memiliki
kecenderungan merugikan pihak perempuan serta lebih sering menempatkan perempuan sebagai
korban Sampai saat ini kepedulian masyarakat terhadap permasalahan seksualitas masih sangat
rendah. Sudut pandang yang sempit seringkali mengaburkan permasalahan yang sebenarnya
dikarenakan sikap kristis masyarakat yang masih kurang antara lain karena tidak memadainya
pendidikan seksualitas sejak dini.

8
d. Mitos Seksualitas tentang Relasi Perempuan & Laki-laki

Sampai saat ini mitos - mitos seksualitas seputar keperkasaan manusia yang tendensius dimiliki
secara hakiki oleh laki - laki sangat memberikan pengaruh terhadap hubungan antara laki - laki
dan perempuan dimana laki - laki yang " dipaksa " harus menjadi perkasa akan melakukan banyak
upaya untuk mendapatkan predikat perkasa tersebut dan sebaliknya menekan perempuan untuk
mendapatkan citra isteri ideal dan penurut Pemahaman yang sempit tentang makna perkasa juga
adalah salah satu pemicu tindakan - tindakan tidak masuk akal yang dilakukan oleh laki – laki.
Pengetahuan yang keliru yang didapat dari sumber - sumber yang tidak tepat menjadi menyebab
terjadinya perilaku perilaku yang mengukuhkan mitosmitos seksualitas makin dipercaya oleh
orang – orang.

9
FIQIH PEREMPUAN

Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat amaliyah, yang diambil dari
dalil-dalilnya yang terperinci. Dari sini kemudian dirumuskan bahwa fiqh perempuan memiliki
dua konsep. Pertama, fiqh perempuan adalah hukum-hukum amaliyah dalam melaksanakan
syariat, misalnya masalah wali nikah bagi kaum perempuan yang hendak melaksanakan
perkawinan. Kedua, fiqh perempuan adalah dalil-dalil tentang hukum, misalnya dalil tentang
kepemimpinan kaum perempuan. Karena fiqh perempuan berkatan denga hukum syara‘ dan dall-
dalil naqli maupun aqli, maka secara esensial fiqh perempuan dalam artian pemahaman tentang
eksistensi kaum perempuan merupakan hasil ijtihad yang disebut dengan fiqh ijtihady.

A. Fiqih Perempuan dalam Kehidupan Masyarakat


Yang seringkali menjadi sorotan terhadap kaum perempuan di era kekinian, adalah masalah
kepemimpinan mereka di tengah-tengah masyarakat. Di dalam Al-Qur‘an dan Hadis memang ada
dalil yang dipahami sebagai ajaran bahwa kaum laki-laki itu pemimpin kaum perempuan. Tetapi
hal ini menjadi kontroversial, sehingga memerlukan konsep fiqh yang lebih sesuai dengan kondisi
berkembang di era kekinian

Antara lain ayat Al-Qur‘an yang sering dijadikan wacana kontroversial adalah QS.An-Nisa
(4):34, yang bermakna : ―Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan Sebagian dari harta mereka.‖

Kemudian dalam hadist yang bermakna : ― Tidak akan beruntung suatu kaum yang
menyerahkan kepemimpinan mereka pada perempuan.‖

Secara tekstual ayat dan hadist diatas, tidak membenarkan kaum perempuan menjadi
pemimpin dalam berbagai medan dan wilayah, termasuk menjadi kepala negara (presiden)/ ahli
fiqh klasik sepakat bahwa dalam rumah tangga, suamilah yang menjadi pemimpin bagi istrinya.
Didalam masyarakat kaum laki-laki juga bertindak sebagai pemimpin.

Sementara itu, diketahui bahwa perempuan sejak kedatangan islam melalui Al-Qur‘an dan
Hadist juga, digambarkan sebagai kaum yang aktif, sopan, dan terpelihara akhlaknya. Bahkan
dalam Al-Qur‘an, figure ideal seorang Muslimah disimbolkan sebagai pribadi yang memiliki al-
istiqlal al-siyasah, atau kemandirian politik, seperti figure Ratu Bulqis yang memimpin kerajaan
superpower (‗arsyun ‘azhim), memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtisadiy).
Perempuan juga digambarkan sebagai fitur perempuan pengelolah peternakan sebagaimana dalam
kisah Nabi Musa as di Madyan. Bagi perempuan yang sudah menikah, memiliki kemandirian
dalam menentukan pilihan pribadi, al-istiqlal al syakhsi yang diyakni kebenarannya, sekalipun
berhadapan dengan suami, atau menentang pendapat orang banyak (public opinion) bagi
perempuan yang belum menikah. Lebih dari itu, al-qur‘an juga,

10
mengizinkan kaum perempuan melakukan Gerakan ―opisisi‖ terhadap segala bentuk sistem yang
bersifat tirani demi tegaknya kebenaran.

B. Fiqih empat madzhab dalam memandang permasalahan isu kesetaraan laki-laki dan
perempuan
Tidak ada konsep yang final mengenai kesetaraan gender. Secara terminologis, gender
digunakan untuk menandai perbedaan segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat dengan
perbedaan seksual. Perbedaan yang dimaksud termasuk di dalamnya adalah bahasa, tingkah laku,
pikiran, makanan, ruang, waktu, harta milik, teknologi, media massa, mode, pendidikan, profesi,
alat-alat produksi, dan alat- alat rumah tangga (Andik Wahyun Muqoyyidin, 2013:494).
Munculnya istilah kesetaraan gender dalam Islam juga karena beberapa pemikir liberal
yang menggagas, sebagian besar umat Islam, tidak sepakat adanya konsep kesetaraan gender.
Kesetaraan gender dalam Islam beorientasi kepada berkeadilan, yang merupakan perbincangan dari
pemikiran liberal, karena satu sisi umat Islam tidak sepakat dengan istilah kesetaraan gender.
Sedangkan (Hillary M. Lips,1993:4) dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender: an
Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan
perempuan (Cultural Expectation for Women and Men). Misalnya perempuan dikenal dengan
lemah lembut, cantik dan keibuan. Sementara laki-laki dikenal dengan kuat, rasional, jantan dan
perkasa. Berfikir dari sudut gender seolah-olah Islam tidak bermuatan gender. Apabila dicermati
kehadiran Islam ke atas dunia salah satunya adalah untuk mengangkat derajat kaum perempuan.
Ada beberapa bukti sejarah yang menunjukan Islam sangat respon pada permaslahan gender.
Diantaranya ketika Nabi Muhammad SAW belum diutus sebagai Rasul di tanah Arab kaum
perempuan merupakan warganegara tidak berarti, bahkan memiliki anak perempuan menjadi aib,
perempuan tidak mendapatkan warisan. Namun tradisi ini langsung dihapuskan setelah Islam
datang, menjadikan kaum perempuan yang bermartabat, mendapatkan warisan. Di samping itu
Islam mewajibkan perempuan menutup aurat, pembatasan laki-laki menikahi perempuan dan
masih banyak lagi.

Dalam konteks universal, perempuan dan laki-laki dituntut memiliki peran sosial, budaya,
negara yang sama. Demikian juga halnya dalam Islam tidak hanya menuntut kaum laki-laki saja
yang melakukan perubahan dan tanggung jawab sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan, kaum
perempuan juga dituntut berpartisipasi. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah dan al-
Isra: ―Orang- Orang yang percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, laki-laki dan perempuan
saling membantu dalam kerja-kerja mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran‖ (Q.S.
At-Taubah ayat 7).

Demikina juga halnya dalam surat al-Isra‟: ―Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rizki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dari kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan‖ (Al Isra ayat 70). Ayat di atas menunjukan Al-Qur‟an memposisikan laki-
laki dan perempuan sama dalam tanggung jawab sosial, budaya, dan politik.

11
Dalam ayat lainnya misalnya an-Nahl : 97 laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah, al-
A‟raaf:165 manusia adalah khalifah di muka bumi termasuk perempuan, dan lainnya. Surat adz-
Dzariyat:56, al-An‟am:165 dan al-Baqarah: Laki-laki dan perempuan mempunyai potensi dan
peluang yang sama untuk menjadi hamba yang ideal yakni sebagai orang yang bertaqwa
(mutaqqun). Surat Al-A‟raaf laki-laki dan perempuan sama-sama melakukan perjanjian
keberadaan Allah, Surat Ali-Imran :195, An-Nisa 124, An-Nahl, 97 merupakan konsep kesetaraan
gender bahwa perempuan dan laki-laki sama dihadapan Allah dan sama dalam bidang karier tidak
didominasi jenis kelamin.

Konsep gender dalam Al-Qur‟an secara akademis tidak dapat disangkal, tetapi pada tataran
aplikasi mungkin terjadi diskursus pemikiran, tafsir atau takwil. Terlebih pada lapangan hukum
Islam atau fiqh, dimana pengakuan kesetaraan gender mengalami pasang surut sesuai dengan
evolusi dan kontinuitas fiqh. Di kalangan pemerhati gender bahwa fiqh klasik berpandangan terjadi
bias interpretation terhadap nash-nash (al-Qur‟an dan Hadis) yang berbicara tentang perempuan.
Para mujtahid masih memposisikan perempuan pada garis marjinal, seperti pesan al-Qur‟an
tentang kesetaraan gender tidak bisa diterima dalam konteks kesetaraan dibidang hukum, misalnya
masih ada larangan pemimpin Islam dari kalangan perempuan, saksi di muka pengadilan, menjadi
hakim, dan pembagian waris. Hanya Abu Hanifah (700-767M) yang membolehkan perempuan
menjadi hakim dalam menangani perkara- perkara perdata dan perkara lain yang menyangkut
harta. Demikian juga al-Thabariy (839- 923M) lebih longgar yang mengizinkan perempuan
menjadi hakim dalam segala perkara. Meskipun dikatakan bahwa pada umumnya pakar hukum
Islam era klasik tidak memberi peluang kepada kaum perempuan untuk berperan aktif dalam
mengatur masyarakat atau dalam kancah politik, tetapi tidak menutup kemungkinan ide semacam
itu juga masih dijumpai dalam masyarakat kontemporer. Banyak kalangan menilai kitab-kitab fiqh
klasik secara general memberikan keterbatasan peran perempuan sebagai istri dan perempuan
karier, kewajiban melayani suami, berpergian dengan izin suami, membatasi ruang perempuan
untuk meraih pendidikan, dan karir yang lebih baik. Dalam hal ini kritik bias gender lebih nampak
ketika membahas perempuan melalui kitab-kitab fiqh klasik.

Apabila dicermati kitab-kitab fiqh memang lebih maskulin, seolah-olah lebih berpihak
kepada kaum laki-laki dan secara khusus tidak akan ditemukan bab-bab yang membahas tentang
perempuan, (M. „Abid al-Jabiri, 2009:109). Dalam wacana kritik hukum Islam terdapat tiga
golongan pandangan gender; perspektif hukum Islam, diantaranya aliran konservatif, liberal dan
aliran kolaborasi, (Rahim Afandi Abdul dan Mohd Anwar Ramli, tt. :84). Golongan konservatif
memandang hukum Islam memberikan ruang yang terbatas bagi perempuan, pandangan ini
berangkat dari pemikiran perempuan adalah makhluk yang lemah dan berotot kurang kuat,
sehingga harus dilindungi pada segala segi kehidupan, atas pandangan inilah laki-laki lebih
superior dari perempuan, (Jajat Burhanudin, Oman Fathurahman,2004:187).Pandangan liberal
lebih bermuatan counter discourse terhadap fiqh atau hukum Islam, yang menuntut persamaan
hak laki-laki dan perempuan sama secara mutlak.

12
Sekitar tahun 1960-an dan 1970-an, kebanyakan dari feminisme dan teori feminis telah disusun dan
difokuskan pada permasalahan yang dihadapi oleh perempuan- perempuan barat, ras kulit putih
dan kelas menengah. Kemudian permasalahan-permasalahan tersebut diklaim sebagai persoalan
universal mewakili seluruh perempuan. Sejak itu, banyak teori-teori feminis yang menantang
asumsi bahwa "perempuan" merupakan kelompok individu-individu yang serba sama dengan
kepentingan

C. Fungsi Fiqih dalam interaksi kemanusiaan (penegakan hak dan kewajiban laki-laki
dan perempuan)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) disetujui tanggal 10 Desember
1948. Deklarasi universal tersebut yang merupakan Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia
(Resolusi 217A/III) telah diakui sebagai perangkat internasional yang merupakan dasar bagi
pelaksanaan hak-hak dan prinsip-prinsip tentang persamaan, keamanan, integritas dan
martabat seluruh pribadi manusia tanpa diskriminasi, yang intinya adalah hak asasi manusia.
HAM mempunyai arti penting bagi harkat dan martabat dalam kehidupan berkeluarga, berbangsa
dan bernegara. Menyadari akan hal-hal yang diskriminatif yang dihadapi perempuan, maka para
aktivis perempuan dunia mengadakan Konferensi Dunia tentang ‖Wanita‖. Setelah beberapa
kali kali diadakan, sejak diadakan di Mexico City 1975, Copenhagen 1980, Nairobi 1985 dan
Beijing 1995, dan terakhir pada tahun 2005 (Millenium Development Goals/MDgs) serta
beberapa kali survey dunia tentang Wanita Dalam Pembangunan serta sejumlah publikasi
tentang Wanita di dunia, ternyata peran dan kedudukan perempuan masih memprihatinkan.
Berbagai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) diadakan, aktivis perempuan turut aktif, seperti:
KTT tentang ‖ Lingkungan Hidup‖ di Rio de Janerio (1992), Issue Gender dalam pembangungan
dimasukkan dalam agenda sebagai upaya untuk meningkatkan kedudukan dan peran perempuan
sebagai mitra sejajar laki- laki atau untuk pencapaian kesetaraan dan keadilan gender dalam
pembangunan pada tingkat dunia. KTT yang perlu disoroti berkaitan dengan HAM adalah
Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia di Wina Tahun 1993, yang dalam paragraf
operatifnya menyebutkan bahwa: ‖HAM dari perempuan dan anak perempuan adalah
bagian dari HAM yang tidak dapat dicabut, integral dan tidak dapat dipisahkan‖.

Keprihatinan PBB akan peran dan kedudukan perempuan di dunia dalam proses globalisasi
berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada seperti yang dijelaskan di atas, mendorong PBB
berinisiatif untuk mengadakan Sidang Khusus Majelis Umum PBB tentang: ‖Women 2000 :
Gender Equality, Development and Peace for the Twenty First Century‖ di New York (4-9 Juni
2000).

Tujuan dari penyelenggaraan seminar tersebut adalah untuk menyamakan persepsi di antara
negara-negara di dunia tentang pengertian dan pemahaman yang meliputi:

a. Saling keterkaitan antara issu-issu yang dibahas maupun rekomendasi yang dihasilkanoleh
berbagai KTT.

13
b. Dampaknya dalam proses demokrasi, transformasi dan Govermance di tingkat nasional.
c. Terbentuknya mekanisme koordinasi pada tingkat nasional yang menghasilkan
kinerja untuk suatu pelaksanaan akuntabilitas publik.

Rumusan materi yang melandasi semua butir-butir yang terkandung dalam pasal-pasal
Konvensi dapat dilihat dalam pasal 1 yang memberikan pengertian tentang diskriminasi.Dengan
diskriminasi terhadap wanita dimaksudkan setia pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang
dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan. Untuk mengurangi,
menghapuskan pengkuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan pokok
di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita terlepas
dari status perkawiman mereka atas dasar persamaan antara pria dan wanita.

D. Landasan berpikir fiqih kontemporer


a. Tantangan fiqih kontemporer
Melihat referensi fikih zaman klasik, dan antisipasi tantangan fikih pada masa
kontemporer, banyak resistensi dalam intern fikih itu sendiri, untuk selalu eksis menjawab
tantangan zaman. Moderenisasi yang berkiblat ke Barat pada gilirannya telah
menjungkirbalikkan budaya Timur termasuk di bidang fiqih. Westernisasi telah
melumpuhkan budaya-budaya yang masih berbau Islam diseluruh belahan dunia.
Sehingga, dari implikasi ini, dapat dibuktikan bahwa budaya luhur Islam sudah semakin
rapuh, bahkan tidak ada yang simpati lagi. Realitas lainnya adalah tantangan demi
tantangan harus dihadapi oleh fikih, mulai dari banyak orang telah mengabaikannya
karena dipengaruhi oleh dokrtin-doktrin dan ajaran-ajaran kapitalisme dan sekulerisme
yang sangat mengakar pada pemikiran umat Islam saat ini. Mereka pun beranggapan
bahwa fikih sudah tidak relefan lagi. Westernisasi telah melumpuhkan budaya-budaya
yang masih berbau Islam diseluruh belahan dunia. Sehingga, dari implikasi ini, dapat
dibuktikan bahwa budaya luhur Islam sudah semakin rapuh, bahkan tidak ada yang
simpati lagi. Realitas lainnya adalah tantangan demi tantangan harus dihadapi oleh fikih,
mulai dari banyak orang telah mengabaikannya karena dipengaruhi oleh dokrtin- doktrin
dan ajaran-ajaran kapitalisme dan sekulerisme yang sangat mengakar pada pemikiran
umat Islam saat ini. Mereka pun beranggapan bahwa fikih sudah tidak relefan lagi.
b. Wajah fiqih kontemporer
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai inovasi dan kreasi
ilmiahnya menjadi tantangan mendasar bagi akseptabilitas hukum Islam di tengah
masyarakat Islam yang realitasnya berjalan lambat, pasif bahkan terasa sangat
konfensional. Iptek bersifat futuristik dan tidak berjalan surut ke belakang. Ia merekayasa
peradaban manusia dengan kekayaan kreasi dan progresifitasnya. Munculnya teknologi
medis bayi tabung, bank sperma, pil pengatur haid, face off (operasi wajah total),
moderenisasi alat transportasi, komunikasi, mesin perang, alat olah raga, sistem ekonomi,
dan lain semisalnya adalah ranah yang membutuhkan respon dinamis dari fiqih atau
hukum Islam.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyah menegaskan bahwa prinsip dan dasar penetapan hukum Islam
adalah kemaslahatan hamba di dunia dan akhirat. Hukum Islam semuanya adil, membawa rahmat,
mengandung maslahat dan membawa hikmat. Setiap masalah yang keluar dari keadilan menuju
kepada kedzaliman, dari rahmat ke laknat, dari maslahat ke mafsadat (kehancuran) dan

14
dari hikmah kepada sesuatu yang hampa tidaklah termasuk hukum Islam. Hukum Islam adalah
keadilan Allah di antara hamba-hambaNya, kasih saying Allah terhadap mahlukNya, naungan
Allah di atas bumi, dan hikmah Allah yang menunjukkan kepadaNya, dan kebenaran RasulNya
secara tepat dan benar.
Kemaslahatan yang ingin diraih dan diwujudkan oleh hukum Islam dalam wadah fiqih
kontemporer adalah bersifat universal, kemaslahatan sejati, bersifat duniawi dan ukhrawi, lahir-
batin, material spiritual, maslahah individu dan umum, maslahah hari ini dan esok. Semua
terlindungi dan terlayani dengan baik tanpa membedakan jenis dan golongan, status sosial, daerah
dan asal keturunan, orang lemah atau orang kuat, penguasa atau rakyat. Kemaslahatan sebagai
spirit merespon dinamika permasalahan kekinian, bersumber dari otoritas utama sumber fiqih itu
sendiri yaitu al-Qur‘an dan sunnah, Fiqih kontemporer adalah hasil ijtihad terhadap masalah
hukum Islam yang terjadi pada masa kekinian right now, dengan menggali sumber hukum Islam
berupa Alqur‘an dan sunnah dan jurisprudensi ulama terdahulu serta mengintegrasikan iptek dalam
menyimpulkan hasil ijtihad yang berspirit pada kemaslahatan umat manusia di dunia dan akhirat.
E. Landasan Fiqih Perempuan
Term fiqh (Indonesia: fikih) berasal dari akar kata fā, qāf, dan hā ( ‫ ) ق ف ه‬yang berarti
paham atau pengetahuan tentang sesuatu, Kemudian secara istilah, pengertian fiqh tidak jauh
berbeda dengan pengertian secara bahasa sebagaimana yang disebutkan tadi. Abū Zahrah
mendefinisikan bahwa fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat amaliyah,
yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci.5 Dengan demikian obyek fiqh ada dua. Pertama,
hukum-hukum amaliyah (perbuatan jasmaniah). Kedua, dalil-salil tentang hukum perbuatan itu.
Untuk mengetahui batasan yang akurat tentang fiqh perempuan, maka batasan perempuan
lebih awal perlu diketahui. Dalam hal ini, perempuan dalam terminologi Arab seringkali
disinonimkan dengan kata al- unsa, al-nisa, imro‘ah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
perempuan diartikan sebagai perempuan dewasa, yakni orang yang mempunyai puki, dapat
menstruasi, hamil, dan melahirkan anak. Tampak pengertian ini lebih melihat kepada aspek fisik
perempuan. Pengertian perempuan yang lebih luas dikemukakan oleh Adil Athi Abdullah yaitu
makhluk Allah swt. yang mulia, pasangan lelaki, yang dilebihkan oleh Allah dengan ciri
kehamilan, melahirkan, dan menyusui, serta ketajaman kejiwaan seperti kasih sayang yang
tinggi, kesabaran yang dalam mendidik anak, serta kelembutan jiwa. Pada hakikatnya,
perempuan memiliki nilai lebih dibandingkan lelaki. Allah Swt telah menganugerahkan
kelebihan-kelebihan kepada perempuan berkaitan dengan status keperempuanannya yang
membedakannya dengan lelaki. Ciri khas perempuan yang dapat hamil, melahirkan, dan
menyusui, kasih sayang, ketabahan, dan kesabaran dalam mendidik anak merupakan kelebihan
perempuan. Karena fiqh perempuan berkaitan dengan hukum syarah‟dan dalil naqli maupun aqli,
maka secara esensial fiqh perempuan dalam artian pemahamantentang eksistensi kaum perempuan
merupakan hasil ijtihad yang disebut dengan fiqh ijtihādiy. Oleh karena itu, tidak diherankan
jika dalam memahami suatu obyek hukum, hasil pemahaman (fiqh) yang dihasilkan oleh
seorang mujtahid terkadang bertentangan dengan dan atau berbeda dengan pemahaman (fiqh)
yang diperoleh mujtahid lainnya.
F. Refleksi Fiqih Perempuan dalam kehidupan sehari-hari
a. Fiqh Perempuan dalam Kehidupan Rumah Tangga
Dalam Islam, kehidupan suami isteri merupakan hubungan kerja sama kedua bela
pihak untuk mewujudkan kehidupan yang mawaddah wa rahmah (penuh cint dan

15
kasing sayang), juga sakīnah (ketenangan). Dalam mewujud-kan kehidupan tersebut,
Alquran memberikan petunjuk bagi suami isteri. Bagi suami ada petunjuk seperti yang
dalam QS. al-Nisā (4):19. KH. Hussein Muhammad dalam bukunya Fiqh Perempuan
mendefinisikan mu‘āsyarah bi al-ma‘rūf sebagai ―pergaulan, pertemanan,
persahabatan, kekeluargaan, dan kekerabatan yang dibangun bersama (antara suami
isteri) dengan cara-cara yang baik.11 Dengan prinsip mu‘asyarah bi al-ma‘rūf, persoalan-
persoalan yang timbul dalam urusan rumah tangga bisa terselesaikan dengan baik. Namun
dalam kenyataannya di era kekininan yang sering terjadi di dalam rumah tangga
kaum muslim Indonesia, suami dianggap sebagai orang yang mempunyai posisi
tertinggi dalam pengambilan keputusan. Ia harus diutamakan dalam banyak hal, dan isteri
(perempuan) harus taat kepada segala ketentuannya. Jika ia berusaha untuk melanggar,
ia akan dikenakan sanksi nusyūz.Arti nusyūz adalah menantang, namun dalam istilah
fiqh, nusyūz adalah ketidakpedulian atau pembangkangan isteri terhadap suami.
Ringkasnya, nusyūz mencakup segala sesuatu yang tidak disukai suami. Sehingga, wajah
seorang isteri yang kurang ceria di hadapan suami juga dianggap sebagai salah satu
bentuk nusyūz. Dalam konteks nusyūz ini, menjadi semacam pembenaran dari sikap
sewenang- sewenang suami terhadap isterinya. Karena demikian halnya, maka perlu
dipahami fiqh kekinian tentang nusyūz. Fiqh kekinian tentang nusyūz terutama dalam
konteks fiqh ke- indonesiaan, kelihatanya harus dimasukkan dalam RUU tentang
Kekerasan di Rumah Tangga dengan mengacu pada sikap ma‘rūf yang telah singgung
oleh ayat. Di samping itu, banyak ayat dalam Alquran yang menjelaskan betapa Allah
menganjurkan sikap ma‘rūf dalam perkawinan. Kekerasan terhadap isteri justerui
bertentangan dengan konsep dengan mu‘asyarah bi al-ma‘rūf. Lagi pula, apakah
mungkin Allah swt yang Maha Adil akan membiarkan tidak adil dan kekerasan
terhadap sebagian makhluknya. Karena itu, fiqh perempuan yang diharapkan di era
kekinian adalah memberikan peluang yang sama secara proporsional kepada jenis
perempuan dan laki-laki untuk memperoleh hak-hak dan kewajiban yang seimbang (adil)
dalam kehidupannya. Tak ada jenis yang harus menempati posisi pertama dan kedua,
sebab semuanya sama derajat dan martabatnya di hadapan Allah.
b. Fiqh Perempuan dalam Kehidupan Masyarakat
Yang seringkali menjadi sorotan terhadap kaum perempuan di era kekinian, adalah
masalah kepemipinan mereka di tengah-tengah masyarakat. Di dalam Alquran dan
hadis memang ada dalil yang dipahami sebagai ajaran bahwa kaum laki-laki itu
pemimpin kaum perempuan. Tetapi hal ini menjadi kontroversial, sehingga memerlukan
konsep fiqh yang lebih sesuai dengan kondisi berkembangdi era kekinian. Antara
lain ayat Alquran yang sering dijadikan wacana kontroversial adalah QS. al-Nisa
(4):34, artinya yakni: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.
Sementara itu, diketahui bahwa kaum perempuan sejak kedatangan Islam melalui
Alquran dan hadis juga, digambarkan sebagai kaum yang aktif, sopan, dan
terpelihara akhlaknya. Bahkan dalam al- Qur‟an, figur ideal seorangmuslimah
disimbolkan sebagai pribadi yang memiliki al-istiqlāl al-siyāsah, atau

16
kemandirian politik, seperti figur Ratu Bulqis yang me-mimpin kerajaan superpower
(‗arsyun ‗azhīm), memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlāl al-iqtisādiy). Perempuan
juga digambarkan sebagai figur perempuan pengelolah peternakan sebagaimana dalam
kisah Nabi Mūsa as di Madyan. Bagi perempuan yang sudah menikah, memiliki
kemandirian dalam menentukan pilihan pribadi, al-istiqlāl al- syakhsi yang diyakini
kebenarannya, sekalipun berhadapan dengan suami, atau menentang pendapat orang
banyak (publik opinion) bagi perempuan yang belum menikah. Lebih dari itu, al- Qur‟an
juga, mengizinkan kaum perempuan melakukan gerakan ―opisisi‖ terhadap segala
bentuk sistem yang bersifat tirani demi tegaknya kebenaran.
c. Fiqih perempuan dalam konteks keindonesiaan
Empat sumber yang dijadikan sebagai acuan utama sebagai produk pemikiran islam,
yakni fiqh, fatwa ulama, yurispundensi, dan perundang-undangan islam. Fiqh sebagai
produk ijtihad adalah sesuatu yang mutlah adanya. Dengan demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa mengabaikan fiqih termasuk pengabaian terhadap fiqh perempuan
sama halnya dengan mengabaikan setengah dari konep ajaran islam. Dikatakan demkian,
karena ajaran islam yang termaktub dalam sumber pokoknya (Al- Qur‘an dan Hadist),
senantiasa menyebut eksistensi kaum perempuan. Eksistensinya ini,menyangkut perlunya
mendudukan perempuan pada kedudukan yang sebenarnya, serta memberi mereka
peranan bukan saja dalam kehidupan rumah tangga, tetap juga dalam kehidupan
bermasyarakat.

17
KONSEP DASAR GENDER ISLAM

Pemikiran Islam klasik yang bersifat patriakhi banyak dikritisi, dengan argumen bahwa
wacana Islam klasik didasarkan pada dalil-dalil dan asumsi yang diskriminatif, dan pada gilirannya
melahirkan, standarisasi dan melestarikan relasi gender yang tidak setara antara laki- laki dan
perempuan. Fiqh hak perempuan dengan porsi setengah dari hak laki-laki dalam ketentuan
warisan, kesaksian dan hukum 'aqiqah. Perempuan dipandang sebagai makhluk yang tidak
sempurna, kemampuan intelektual yang lemah, emosional, tidak rasional. Pada gilirannya, semua
hal di atas berusaha untuk dianalisis kembali, karena sesungguhnya Al-Qur'an mengajarkan bahwa
Islam datang untuk memberikan kenyamanan, ketenangan hidup (rahmatan lil 'alamin).

A. Gender Dan Diskursus Feminisme Di Dunia Islam


Perbedaan gender (yang dikenal dengan gender differences) sebenarnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender (gender inequality).
Akan tetapi realitas historis memperlihatkan bahwa perbedaan gender telah melahirkan berbagai
ketidakadilan gender, terlebih lagi bagi perempuan. Realitas historis semacam ini perbedaan
gender terbentuk bahkan tersosialisasi, terkokohkan dan terbakukan, dan terkonstruksi secara
sosial kultural melalui ajaran keagamaan bahkan melalui negara; karena itu sering kali diyakini
sebagai ketentuan Tuhan bahwa yang bersifat biologis tidak dapat diubah lagi dan kodrat laki-laki
serta perempuan difahami sebagai perbedaan gender. Ini kemudian memunculkan berbagai teori;
dari yang psikologis, fungsional struktural, konflik, sosio-biologis, sampai ekologis. Dikarenakan
perbedaan analisis tentang terjadinya ketidakadilan dimaksud, maka dalam feminismetampak
adanya berbagai aliran: Feminisme liberal, Feminisme Marxis, Feminisme radikal, Feminisme
sosialis, dan feminisme ekologis, dan bukanlah suatu yang mustahil bahwa masih banyak
kemungkinan munculnya aliran-aliran yang lainnya lagi.

Dalam perkembangan feminis di Barat, Pada dua dekade ini telah muncul suatu perspektif
baru dalam perkembangan feminisme; yaitu yang tetap menerima perbedaan antara perempuan
dan laki-laki dan bahwa perbedaan gender bukan hanya konstruksi sosial budaya akan tetapi
memang ada perbedaan yang sangat intrinsik. Analisis feminisme yang berkesimpulan bahwa
perbedaan gender tidak terkonstruksi sosial dan kultural sepanjang sejarah manusia, memunculkan
berbagai teori yang lebih menekankan mengapa terjadi perbedaan tersebut. Di antaranya teori
psikoanalisis, teori fungsional struktural dan teori konflik yang biasanya terkait dengan teori sosio-
biologis dan faktor sosial. Bilamana dicermati, teori-teori feminisme demikian memiliki kesamaan
asumsi yang dipakai yaitu sistem patriarki.

Asumsi feminisme tentang ideologi patriarki adalah negatif; ideologi ini menempatkan
perempuan pada posisi subordinat, dan demi tercapainya sistem yang lebih egaliter maka
penolakan terhadap sistem patriarki ini terbaca bahwa dalam mencapai sistem yang lebih egaliter
tersebut, gerakan feminisme lalu memiliki dua pola; pertama dengan transformasi sosial melalui
perubahan eksternal yang revolusioner, dan kedua dengan transformasi sosial melalui perubahan

18
internal yang evolusioner. Dari gerakan-gerakan feminisme tadi, realitas apa yang kemudian
terjadi dalam masyarakat? Ternyata, satu setengah decade yang lalu, 1990-an, telah memunculkan
pembalikan arah perkembangan pemikiran feminisme. Para feminis sendiri terbalik mulai
melakukan kritik teori mereka sendiri. Yaitu bahwa teori-teori feminisme yangada hampir tidak
pernah menyentuh masalah kesejahteraan anak-anak dan kelestarian lingkungan hidup. Cukup
menarik, bahwa di Barat sendiri, muncul karya The Prioner‘s of Men‘s Dream karya Susan
Gordon. Karya ini mengungkapkan pengalaman pribadinya yang merasa terkhianati. Sebagai
seorang feminis yang yakin dengan slogan feminisme, masuk dan berpartisipasinyakaum
perempuan ke dunia laki-laki yang seharusnya dapat mentransformasi dunia yang semakin damai,
ternyata sebaliknya, ia mendapatkan justru dunia semakin rusak. Kerusakan dunia ini dikarenakan
oleh telah masuknya perempuan dalam perangkap sistem patriarkis; karena itu yang terjadi adalah
bahwa perempuan telah menjadi male clone. Perempuan mengalami pemiskinan, dikarenakan
adanya pembalasan laki-laki (dikenal dengan male blacklash); bahwa laki-laki kesulitan
melindungi perempuan karena sudah setara bahkan bisa saja terjadi pergeseran (shift) laki-laki
tersubordinasi perempuan. Karena itu perempuan tidak lagi diperlakukan secara khusus.

Adapun dalam Islam (Islamic World), wacana keperempuanan atau yang kini dikenal
dengan wacana feminisme menjadi kontroversial. Terlepas dari masalah bias kebahasaan
(linguistic) yang selama ini digunakansebagai dalih penolakan terhadap feminisme, kontroversi ini
lebih banyak dipicu oleh konstruksi feminisme itu sendiri yang dibangun di atas kesadaran
ketertindasan kaum perempuan. Kesadaran ketertindasan inilah yang menjadikan feminisme
memiliki karakter memihak dan tidak jarang menggugat. Bahkan tidak menutup kemungkinan
bahwa keberpihakan feminisme terhadap nasib kaum perempuan itu diterjemahkan sebagai
ancaman bagi kaum laki-laki, dan pada ranah kolektif utamanya pada otoritas akses terhadap
kontrol ideologis, politis dan wacana. Kedua ranah ini secara tradisional telah diklaim secara
otoritas laki-laki, termasuk otoritas wacana keagamaan. Tak jera dengan berbagai gelombang
kontroversial di atas, kalangan perempuan Kristen dengan tegar dan konsisten telah
mengkonstruksikan suatu pendekatan feminis terhadap wacana keagamaan kontemporer. Sederet
nama seperti Elizabeth Fiorenza, Yudith Plasko dan Rosemary Redford Ruether adalah sekian
pioneer wacana teologi feminis Kristen. Rosemary Redford, sekedar contoh, memulai dengan
menganalisis bentuk hubungan representasi gender dengan image ketuhanan. Di mana budaya
patriarkhi laki-laki di anggap lebih merepresentasikan image Tuhan daripada perempuan (Reuther,
1983 : 23).

Kecenderungan menarik terjadi di Indonesia di mana wacana agama dan perempuan ramai
dibicarakan, tetapi istilah feminis tidak secara eksplisit digunakan karena reaksi penolakan
terhadap isu-isu feminisme lebih keras dibandingkan dengan istilah gender (Dhuhayatin, 2002 :
4). Hal serupa juga terjadi didunia Islam di mana para penulis lebih cenderung menggunakan istilah
women daripada feminism. Para teolog perempuan seperti Rifaat Hasan, Fatima Mernissi dan
Amina Wadud Muhsin yang selama ini dipandang sangat progressif juga tidak menggunakanistilah
ini. Rifaat Hasan menggunakan Women and Religion: An Islamic Perspective ketika

19
membahas tentang penciptaan langit dan perempuan (Hasan, 1990 ; 93). Demikian juga yang
ditempuh oleh Mernissi yang cenderung menggunakan kata Women and Islam sementara Amina
Wadud memilih Women in the Qur‘an, kenapa para teolog perempuan tersebut tidak menggunakan
atribut feminis? Teologi feminis sebenarnya berpotensi menimbulkan kecurigaan ganda di
kalangan umat Islam. Pertama, istilah teologi meski bersifat netral sebagai pengetahuan tentang
agama, namun cenderung dianggap bias Kristen. Kedua, kerancuan untuk melihatfeminisme hanya
sebagai ideologi kebebasan perempuan Barat yang identik dengan free-sex, aborsi dan anti rumah
tangga (seperti feminis radikal di atas), telah mengaburkan semangat dasar feminisme sebagai
kesadaran untuk menghilangkan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan karena mereka
berjenis kelamin perempuan (Boucher, 1983 : 121).

Sebenarnya pada dataran pengetahuan, feminisme harus difahami sebagai sebuah


pengetahuan atau feminist Knowledge telah digunakan oleh Sneja Gunew, 1992, Metodologi atau
Feminist Methodology oleh Shulamit Reinharz, 1991 atau sistem analisis atau Feminist Analysis
oleh Marsha Aileen Hewitt, 1995, Kritik feminis atau Feminist Critics yang harus dilihat secara
objektif. Perlakuan yang serupa juga tidak seharusnya diterapkan pada istilah teologi yang tidak
harus selalu dianggap bias Kristen karena selama ini pemikir Islam seperti Fazlur Rahman, 1979
atau Kuntowijoyo sendiri tahun 1993 telah menggunakannya. Persoalan iman kata Kuntowijoyo
diletakkan pada dataran objektifitas dan subjektifitas dari karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Atau dalam bahasa Edward Said disebut pure and political knowledge: bebas nilai atau sarat nilai.
Jikalau metode dikategorikan sebagai pengetahuan objektif maka seharusnya tidak perlu ada
hambatan untuk meletakkan feminisme pada dataran ini dengan tidak berpretensi bahwa
feminisme sebagaimana pengetahuan yang lain, Juga memiliki sisi ideologis dan politis (political
knowledge) sebagaimana disinyalir oleh Said. Masih mengacu pada Islamisasi pengetahuan yang
dilontarkan oleh kuntowijoyo, konstruk teologi feminis Islam hendaknya tetap menjadikan iman
sebagai framework atau niatan dalam menggunakan teologi feminis sebagai tools of analysis
terhadap masalahmasalah yang muncul dari pengalaman keberagamaan yang cenderung
diskriminatif dari sudut pandang perempuan.

B. Kesetaraan Gender Dalam Pemikiran Islam


Pemikiran keislaman secara konseptual umumnya, untuk tidak mengatakan seluruhnya,
didasarkan pada asumsi ideologi patriarki; satu worldview yang menempatkan posisi dan peranan
laki-laki di atas signifikansi peran fungsional perempuan. Rumusan interpretasi teks-teks suci
(sacred texts) keislaman yang patriarkis di maksud terangkum dalam bentuk kompilasi yang
tertuangkan dalam beragam kitab kuning baik menyangkut aspek teologi, hukum, tafsir, dan
tasawuf. Menurut banyak pakar gender (Muhammad, 2001 : 35), pemikiran keislaman dalam
tradisi ini sangat dipengaruhi oleh budaya dan sistem sosial Arab pra Islam yang sangat patriarkis
(Umar, 2001 : 136). Dalam sejarah pembentukannya, oleh para ulama penerus (disciples),
diskursus keislaman tersebut diambil apa adanya (taken for granted) dengan mengabaikan aspek
kritisisme kontekstual, untuk kemudian dikodifikasi dalam berbagai literature keislaman klasik.
Literature tersebut sampai kini, oleh mayoritas umat Islam, dijadikan

20
standar normative yang baku (al-Maraji‘ al-Mu‘tabarat) dalam tata kehidupan beragama,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. perlu dicatat bahwa kitab-kitab fiqh pada umumnya
ditulis dalam tradisi arab yang patriarkis bermazhab Shafi‘i. Pemikiran keislaman klasik yang
patriarkis mendapat sorotan kritis dari berbagai kalangan. Mereka umumnya beralasan bahwa
diskursus keislaman klasik sungguh didasarkan pada postulat dan asumsi yang deskriminatif, dan
pada gilirannya melahirkan, membakukan dan melestarikan relasi gender yang tidak seimbang
antara laki-laki dan perempuan. karenanya polemik pro dan kontra terus menggelinding.

Di antara citra dan potret perempuan yang dominan yaitu:

(1) . Perempuan secara hukum dinilai dan diperlakukan sebagai makhluk setengah laki-laki. Dalam
ketentuan fiqh hak-hak perempuan ditakar setengah hak laki-laki seperti dalam banyak ketentuan
warisan, kesaksian dan hukum ‗aqiqah.
(2) . Perempuan sebagai makhluk yang tidak sempurna (deficient); lemah kemampuan
intelektualnya; tidak mampu menguasai gejolak emosional; berpikir irrasional. Akibatnya,
menurut al-Mawardi, perempuan tidak boleh menjadi hakim, terutama untuk kasus-kasus pidana
(yate, 1996 : 98), dalam sebuah hadits riwayat Bukhari disebutkan, tidak akan pernah beruntung
bangsa yang diperintah perempuan. Sementara itu, jumhur ulama fiqh sepakat bahwa perempuan
tidak diperbolehkan mengimami shalat jama‘ah yang salah satu ,makmumnya adalah lakilaki (al-
Qurtubi, tt : 103),
(3) . Perempuan adalah makhluk penggoda dan mudah tergoda oleh bujuk rayu angan. Dalam hal
pemikiran hukum Islam, suara perempuan adalah aurat yang dapat mengusik gairah seksualitas
laki-laki (Iqbal, 1994 :27),
(4) . Ada pembagian kavling domain gerak laki-laki dan perempuan secara sosial, ranah perempuan
adalah dunia domestik dan wilayah laki-laki adalah publik. Dalam hadits (dhaif hasil takhrij), jika
seorang perempuan keluar rumahnya, sementara suaminya keberatan, maka semua penghuni langit
mengutuknya.
(5) . Masih banyak beban hukum lainnya yang dibedakan semata-mata atas dasar jenis kelamin.
Contoh; jumhur fuqaha sepakat bahwa perempuan tidak diwajibkan melaksanakan shalat jum‘at,
shalat berjama‘ah perempuan di masjid. Bahkan dalam hal hukum qisas, beberapa imam mazhab
menilai qisas perempuan yang membunuh laki-laki belumlah cukup, masih harus ditambahdengan
hukuman lain. Artinya nyawa laki-laki tidak sebanding dengan nyawa perempuan (Aini, 2001 : 1-
9).
Beberapa pendapat di atas, terus dipertahankan pemaham Islam klasik dan terus berupaya
merasionalisasikan perlakuan syari‘at yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. karenanya,
seluruh bentukan pematokan peran tradisional perempuan sering dibarengi dengan pandangan
biologi, sosio-biologi, psikologi bahkan agama. Yang terakhir ini malah begitu menentukan,
karena agama- seperti kata Peter L. Bergeradalah suatu universum symbolicum, karena itu
memiliki legitimasi sacral, bahkan implikasi eskatologis dengan dosa (punishment)dan reward
(pahala) (Rahman, 2002 : 42). Dalam hal kepemimpinan perempuan sebagai larangan perempuan
sebagai kepala negara, Safia Iqbal merinci sebagian alasan-alasannya:

21
a. Dunia politik adalah ranah publik, sementara perempuan adalah ranah domestik, di dalam
rumah.
b. Keharusan pemimpin politik untuk berbicara di forum publik, padahal suara perempuan tidak
direkomendasikan untuk diperdengarkan di tempat terbuka, umum;
c. Pemimpin harus memimpin rapat tertutup, menghadiri jamuan ;
d. Seorang pemimpin lumrah dituntut berdialog interaktif di mana dia harus menatap mata orang
asing, bukan muhrimnya;
e. Seorang pemimpin sulit mengelak dari tugas kunjungan kenegaraan, padahal perempuan harus
bersama muhrimnya;
f. Konflik status dan peranan, serta ketidakseimbangan suami-isteri.

Semua tugas di atas menurut Safia Iqbal, selalu berbenturan dengan ketentuan normative
agama Islam, dan tidak memungkinkan perempuan terutama yang bersuami untuk memimpin
publik. Di sisi lain, Safia nampak mereduksi eksistensi perempuan, istri, ke lingkup pelayan. Pada
gilirannya, semua hal di atas dicoba untuk dianalisis ulang, sebagaimana kita ketahui bahwa
AlQur‘an mengajarkan bahwa Islam datang untuk memberikan kenyamanan, kedamaian hidup
(rahmatan lil ‗alamin). Di masa periode awal Islam, Rasulullah sangat menjunjung tinggi harkat
martabat perempuan. beberapa argumen yang sudah ditawarkan mungkin memberi kejelasan akan
nampaknya kesetaraan gender dalam Islam antara lain oleh Nasaruddin Umar lewat tulisannya
Argumen kesetaraan gender, yakni: Ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar
dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur‘an yakni:

a. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba ( QS al-Zariyat/51:56), keduanya memiliki


potensi untuk menjadi hamba yang ideal (Muttaqun) (QS al-Hujurat/49: 13)
b. Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. (QS al-An‘am/6: 165); Al-Baqarah/2:30),
kata khalifah tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin atau kelompok etnis tertentu.
c. Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian Primordial. (QS. Al‘A‘raf/7:172).
d. Adam dan Hawa, terlibat secara aktif dalam drama kosmis. (QS. AlBaqarah/2:35). e. Laki-laki
dan perempuan berpotensi meraih prestasi. (QS. Ali ‗Imran/3:195). Selain argumen di atas,
Noryamin Aini juga menjelaskan ketimpangan relasi gender dengan dua alasan dasar yakni
pertama, mengacu pada dasar kebebasan, beban hukum dan tanggung jawab. Yang kedua adalah
terkait dengan keadilan Tuhan.

22
GENDER PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS

Dalam sepuluh tahun belakangan ini, gender mulai banyak dibicarakan di kalangan akademisi
Indonesia, baik dalam tinjauan yang bersifat umum terutama menyangkut hak-hak dan
pemberdaya-an perempuan maupun yang dikaitkan dengan pemikiran Islam, terutama tentang
penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an dan pemahaman hadits-hadits Nabi yang berhubungan dengan
masalah perempuan.

Dalam beberapa tulisan yang dipublikasikan, khusus yang menyangkut Al-Qur'an, kritik tidaklah
ditujukan kepada eksistensi dan otentitas teks-teksnya, tetapi dialamatkan kepada beberapa
penafsiran tentang teks-teks tersebut oleh beberapa mufassir yang dinilai bersikap diskriminasi
terhadap perempuan atau paling kurang mengalami bias gender. Sedangkan mengenai hadits,
kritikan tidak hanya ditujukan kepada pemahaman teks, tapi juga kepada otentitas dan validitas
teks itu sendiri.

1. Perspektif Gender

Secara bahasa, gender sama saja artinya dengan seks yaitu jenis kelamin. Tapi dalam perspektif
gender, konsep seks dibedakan dengan gender. Perbedaan-perbedaan secara biologis dan fisiologis
adalah perbedaan seks, sedangkan yang menyangkut fungsi, peran, hak dan kewajiban adalah
konsep gender. Yang bersifat kodrati, dibawa dari lahir dan tidak bisa diubah, hanyalah jenis
kelamin dan fungsi-fungsi biologis dari perbedaan jenis kelamin itu saja. Sedangkan konsep gender
merupakan hasil kontruksi sosial dan kultural sepanjang sejarah kehidupan manusia, dan dengan
demikian tidak bersifat kodrati atau alami. Gender adalah hasil kontruksi sosial- kultural sepanjang
sejarah kehidupan manusia. Bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional,
keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa dan lain-lain adalah konsep
gender hasil konstruksi sosial dan kultural, bukan kodrati atau alami.

Dalam analisis feminisme, sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan
terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan gender
dikarenakan oleh banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, dan diperkuat bahkan
dikonstruksi secara sosial, kultural, selain melalui ajaran keagamaan juga oleh negara. Melalui
proses panjang sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan- seolah-
olah bersifat biologis-- yang tidak bisa diubah lagi. Kodrat laki-laki dan kodrat perempuan
dipahami sebagai perbedaan gender. Misalnya sifat lemah lembut, sifat memelihara dan sifat
emosional yang dimiliki oleh kaum perempuan dikatakan sebagai kodrat kaum perempuan.

Dapat diasumsikan bahwa perbedaan seks antara laki-laki dan perempuan tentu akanberpengaruh
kepada fungsi dan peran keduanya dalam kehidupan baik yang domestik maupun yang publik.
Pengaruh tersebutlah yang menyebabkan secara gender keduanya memiliki perbedaan-perbedaan
yang sifatnya fungsional bukan statusional. Artinya perbedaan-perbedaan tersebut. tidak
berpengaruh apapun terhadap nilai kesetaraan antara keduanya. Dalam

23
hubungannya dengan doktrin Al-Qur'an tentang perbedaan gender tersebut, ada yang bersifat
normatif dan ada yang kontekstual. Antara keduanya harus dapat dipisahkan secara tepat, supaya
kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Al-Qur'an dapat dijelaskan secara rasional dan
sekaligus menghindari tafsir yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan.

Jadi yang paling penting dan substantif dari perspektif gender memandang teks-teks baik Al-
Qur'an dan Hadits adalah ide tentang kesetaraan antara laki laki dan perempuan, walaupun dalam
pemaknaan apalagi dalam dataran praktis hukum, bisa saja terjadi perbedaan pendapat tentang arti
kesetaraan itu sendiri. Misalnya perbedaan bagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan
apakah bertentangan dengan ide kesetaraan atau tidak. Hal itu sangat bersifat interprestatif.

2. Perspektif Gender dalam Penafsiran Al-Qur'an Al-Qur'an, menurut Asghar Ali Engineer,
seorang feminis Muslim dari India, secara normatif menegaskan konsep kesetaraan status antara
laki-laki dan perempuan. Konsep kesetaraan itu mengisyarakatkan dua hal: Pertama, dalam
pengertiannya yang umum, yaitu penerimaan martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang
setara. Kedua, orang harus mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang
setara dalam bidang sosial, ekonomi dan politik, keduanya memiliki hak yang setara untuk
mengadakan kontrak perkawinan atau memutuskannya; keduanya memiliki hak untuk memiliki
atau mengatur harta miliknya tanpa campur tangan yang lain, keduanya bebas memilih profesi atau
cara hidup; keduanya setara dalam. tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan."

Dalam beberapa ayat Al-Qur'an masalah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ini mendapat
penegasan. Secara umum dinyatakan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa
semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit dan perbedaan-perbedaan yang
bersifat given lainnya, mempunyai status yang sama di sisi Allah. Mulia dan tidak mulianya
mereka di sisi Allah ditentukan oleh ketaqwaannya, yaitu sebuah prestasi yang dapat diusahakan.
Secara khusus kesetaraan laki-laki dan perempuan itu ditegaskan oleh Allah dalam Surat Al-
Ahzab ayat 35 yang artinya:

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-
laki dan perempuan yang tetap dalam ketaalannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki
dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (QS. Al- Ahzab 33:35).

Namun demikian, dalam beberapa ayat yang lain, muncul problem kesetaraan, terutama dalam
penafsiran terhadap teks-teks tersebut. Misalnya problem kesetaraan muncul dalam masalah
penciptaan laki-laki (Adam as) dari tanah, sementara perempuan (Hawa) dari tulang rusukAdam.
Dalam tugas tugas keagamaan problem kesetaraan muncul mulai dari tidak adanyaperempuan jadi
Nabi dan tidak bolehnya perempuan mengimani jamaah laki laki dalam shalat,

24
atau jadi khatib shalat Jum'at dan ledain (penafsiran terhadap ayat-ayat tentang shalat berdasarkan
hadits Nabi), bahkan kaum perempuan tidak dibolehkan shalat selagi mereka haidh. Dalam
perkawinan muncul problem kesetaraan dalam masalah perwalian (perempuan harus menikah
dengan wali), perceraian (kenapa hak menjatuhkan talak hanya ada pada laki-laki), poligami (laki-
laki boleh poligini sedangkan perempuan tidak boleh poliandri), nikah beda agama (kenapa laki-
laki Muslim boleh menikahi perempuan Ahlul Kitab, sementara perempuan Muslimah tidak
diizinkan menikah dengan laki-laki non Muslim manapun, termasuk dengan Ahlul Kitab). Dalam
bidang lain muncul problem kesetaraan dalam masalah pembagian warisan (anak laki-laki dapat
dua bagian anak perempuan), kesaksian dalam transaksi kredit (formula duasaksi laki-laki atau
satu laki-laki dua perempuan). Dan juga problem kesetaraan muncul dalam masalah pembagian
tugas publik dan domestik antara laki-laki dan perempuan. Bagi Asghar problem kesetaraan di atas
dapat diatasi dengan menafsirkannya secara kontekstual. Karena secara konstektual, Al-Qur'an
memang menyatakan adanya kelebihan tertentu kaum laki-lakiatas perempuan. Tetapi dengan
mengabaikan konteksnya, para fuqaha', kata Asghar menyayangkan, berusaha memberikan status
suami sebagai qawaman dalam surat An-Nisa' ayat
34. Meskipun demikian, Al-Qur'an memang berbicara tentang laki-laki yang memiliki kelebihan
dan keunggulan sosial atas perempuan. Ini sebagaimana ditunjukkan di atas, harus dilihat dalam
konteks sosialnya yang tepat S sosial pada zaman Nabi tidaklah benar-benar mengakui kesetaraan
lak danperempuan. Orang tidak dapat mengambil pandangan yang semon teologis dalam hal
semacam ini. Orang harus menggunakan pandangan teologis. Bahkan Al-Qur'an pun terdiri dari
ajaran yang kontekstual dan juga normatif Tidak akan ada kitab yang bisa efektif, jikamengabaikan
kom sama sekali Sependapat dengan Asghar, bahwa salah satu cara untuk menghind penafsiran
yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan adalah deng pendekatan kontekstual Tapi
sebelumnya, harus didiskusikan lebih da apakah bentuk sebuah penafsiran bersifat diskriminatif
sehingga pela ditafsirkan secara kontekstual. Dalam kasus kepemimpinan rumah tangg misalnya,
menafsirkan tekskepemimpinan suami atas istri dalam rumah ta apa adanya secara tekstual (dengan
argumen yang disebutkan sendiri oleh teka itu), apakah bersifat diskriminatif yang dengan
sendirinya bertentangandengan ide tentang kesetaraan, atau memang sudah seharusnya demikian
dengan alasan-alasan yang rasional dan realistis? Apakah kesetaraan harus dianikas bahwa segala
sesuatu harus sama? Tidakkah posisi pemimpin dan yang dipimpin atau status struktural tersebut
hanyalah sesuatu yang bersif fungsional semata yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan
persoalan kesetaraan, sebab kesetaraan menyangkut nilai yang esensi misalnya kemanusiaan?
Namun demikian, kita tidak menutup mata bahwa bisa saja terjadi sebuah penafsiran bersifat
diskriminatif terhadap perempuan, atau paling kurang mengalami bias gender. Zamakhsyari
misalnya, tatkala menjelaskan kelebihan laki-laki atas perempuan dalam konteks kepemimpinan
rumah tang menyebutkan sejumlah hal seperti kelebihan akal, keteguhan hati, keman keras,
kekuatan fisik, kemampuan menulis pada umumnya, naik kuda, memanah, menjadi nabi, ulama,
kepala negara, imam shalat, jihad, azan, khutbah, 'itikaf, bertakbir pada hari tasyrik, kesaksian
dalam hudud dan qishash, tambahan bagian dan mendapatkan sisa dalam pembagian warisan,
menjadi wali pernikahan, menjatuhkan talak, menyatakan ruju, boleh

25
berpoligami, nama-nama anak dinisbahkan kepada mereka, serta punya jenggot dan sorban9
Sederet kelebihan yang disebutkan Zamakhsyari di atas di samping umumnya tidak relevan dengan
konteks kepemimpinan dalam rumah tangga, juga mengandung bias kelelakian atau ke- Araban
terutama tatkala menyebutkan dua alasan yang terakhir (jenggot dan sorban). Apakah faktor
jenggot dan sorban menentukan dalam keberhasilan memimpin rumah tangga
.Sebagaimana bias, bias gender bisa terjadi tatkala memper superioritas laki-laki juga bisa terjadi
tatkala membela perempuan. P penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam, tidak dari tanah seperti
Adan dalam penafsiran Surat An- Nisa' ayat 1 dengan argumen bahwa proses penciptaan seperti
itu menjadikan perempuan sebagai subordinasi laki-laki karena diciptakan dengan bahan yang
berbeda dan sebagai makhluk kelas dua setelah laki-laki karena diciptakan sesudah Adam,seperti
diungkapkan oleh Riffat Hassan misalnya," penolakan tersebut di atas mempunyai argumen yang
bias. Asumsi bahwa tulang rusuk lebih rendah dari tanah atau argumen yang diciptakan belakangan
lebih rendah dari pada yang diciptakan lebih dahulu, adalah asumsi yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya setidak-tidaknya bila diukur dengan penilaian Al-Qur'an. Bukankah
manusia dinyatakan sebagai makhluk yang lebih mulia dibandingkan matahari, bulan dan bintang-
bintang dan berbeda-beda alam lainnya, lebih mulia dari para Malaikat, padahal manusia
diciptakan lebih akhir dari penciptaan alam yang disebutkan itu.

Jadi perspektif gender memang diperlukan dalam menafsirkan ayat-ay Al-Qur‘an, terutamadalam
masalah perempuan, dalam hubungannya denges laki-laki. Tetapi baik para mufassir maupun
parapengkritiknya dari kalangan feminis haruslah berusaha sama-sama menjaga kejernihan cara
pandang sehingga masing-masing tidak terjebak dari bias-bias yang tidak diperlukan

3. Perspektif Gender dalam Kritik Hadits

Kritik hadits lebih rumit dari kritik tafsir. Karena dalam kritik tafsir otentitas dan validitas ayat-
ayat Al-Qur‘an tidak lagi menjadi persoalan. Yang menjadi persoalan hanyalah semata-mata
penafsiran dan lagi pula merujuk secara teknis—kepada Al-Qur‘an jauh lebih mudah dari pada
merujuk kepada teks-teks hadits yang secara kuantitas lebih banyak dan lebih bervariasi.

Pertama-tama dalam kritik hadits yang dinilai adalah otentitas dan validitas hadits itu sendiri.
Untuk itu diperlukan studi tentang sanad dan matan dengan seperangkat ilmu-ilmu teknis yang
dibutuhkan. Tidak banyak yang dapat memasuki wilayah ini, karena memerlukan ketekunan dan
kesabaran luar biasa menilai satu persatu rijal al-hadits dan hubungan satu sama lain dalam sebuah
rangkaian sanad. Para kritikus dalam bidang ini kemudian membuat kriteria- kriteriamana
yang kualitas haditsnya dapat dipercaya dan mana yang tidak. Jika sebuah hadits dipercayaotentik
dan valid barulah diperlukan penelitian dan pengkajian tentang maksud matan hadits tersebut. Bila
ternyata tidak otentik dan valid, matan hadits tersebut tidak perlu lagi jadi obyek pembahasan
karena nilainya sebagai sebuah hadits sudah dinyatakan lemah atau ditolak.

26
Apakah para kritikus hadits dalam menilai sebuah matan hadits, misalnya bertentangan atau
tidak bertentangan dengan mempertimbangkan persoalan gender atau lebih khusus lagi persoalan
Al-Qur‘an sudah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan? Menurut hemat penulis, sekalipun
belum mengenal istilah gender, tapi melihat dari esensinya, yaitu kesetaraan, maka tentu saja para
ulama kritikus hadits seperti Imam Bukhari dan Muslim dan lain-lainnya tidak lupa untuk
mempertimbangkan faktor kesetaraan itu Tetapi tentu saja dengan interpretasi yang sesuai dengan
historisitas mereka masing-masing yang boleh jadi berbeda dengan historisitas masa kini. Namun
demikian, kritik ulang terhadap otentitas dan validitas sebuah hadits tetap saja terbuka dan dapat
dibenarkan, baik dengan metode yang sama atau dengan metode baru. Fatimah Mernissi (1994)
misalnya, mencoba untuk mengkritik ulang hadits riwayat Bukhari tentang "anjing, keledai dan
wanita, akan membatalkan shalat seseorang apabila ia melintas di depan mereka, menyela dirinya
antara orang yang shalat dan kiblat" yang dinilai misogini. Mernissi menolak kesahihan hadits ini
dengan melakukan kritik terhadap salah seorang rijal hadits yaitu Abu Hurairah. Mernissi
menyerang kredibilitas Abu Hurairah melalui interpretasi historis kehidupan Abu Hurairah.
Mernissi menyimpulkan bahwa pada dasarnya Abu Hurairah benci kepada wanita. Untuk lebih
menghancurkan citra Abu Hurairah, Mernissi juga menyatakan bahwa Abu Hurairah adalah
seorang pemalas yang tidak suka bekerja. Untuk yang terakhir ini penuliskutipkan ungkapan
Mernissi selengkapnya: ―Umar bin Khaththab yang terkenal dengan kekuatan fisiknya, yang
biasa membangunkan para penduduk untuk shalat Subuh, sangatlah tidak menyukai orang yang
malas, bersantai-santai tanpa memiliki suatu pekerjaan tertentu. Pada suatu kesempatan ia
memanggil Abu Hurairah dan menawarkan pekerjaan. Ia sangat terkejut karena Abu Hurairah
menolak tawarannya. Umar yang tidak menganggap penolakannya sebagai sesuatu lelucon,
mencelanya: "Engkau menolak untuk bekerja? Orang yang lebih dari kamu sekalipun, meminta
pekerjaan". "Siapa gerangan yang lebih dari saya itu?" tanya Abu Hurairah. "Yusuf, putra Yakub,
misalnya" jawab Umar untuk mengakhiri percakapan. "la", ujar Abu Hurairah secara tak tahu malu
"adalah seorang Rasul, juga putra seorang Rasul, sedangkan saya Abu Hurairah, putra Umaimah
(ibunya)"." Jika benar Abu Hurairah memang seperti yang diceritakan Mernissi pantaslah dia
disebut pemalas, tetapi dalam penelitian penulis ternyata, sengaja atau tidak, fakta yang
dikemukakan Mernissi tidak lengkap, terkesan manipulatif untuk memojokkan Abu Hurairah.
Muhammad Ajjaj al-Khattibmasing-masing yang boleh jadi berbedadengan historisitas masa kini.
Namun demikian, kritik ulang terhadap otentitas dan validitas sebuah hadits tetap saja terbuka dan
dapat dibenarkan, baik dengan metode yang sama atau dengan metode baru. Fatimah Mernissi
(1994) misalnya, mencoba untuk mengkritik ulang haditsriwayat Bukhari tentang ―anjing, keledai
dan wanita, akan membatalkan shalat seseorang apabila ia melintas di depan mereka, menyela
dirinya antara orang yang shalat dan kiblat‖ yang dinilai misogini. Mernissi menolak kesahihan
hadits ini dengan melakukan kritik terhadap salah seorangrijal hadits yaitu Abu Hurairah. Mernissi
menyerang kredibilitas Abu Hurairah melalui interpretasi historis kehidupan Abu Hurairah.
Mernissi menyimpulkan bahwa pada dasarnya AbuHurairah benci kepada wanita. Untuk lebih
menghancurkan citra Abu Hurairah, Mernissi juga

27
menyatakan bahwa Abu Hurairah adalah seorang pemalas yang tidak suka bekerja. Untuk yang
terakhir ini penuliskutipkan ungkapan Mernissi selengkapnya:

―Umar bin Khattab yang terkenal dengan kekuatan fisiknya, yang biasa membangunkan para
penduduk untuk shalat Subuh, sangatlah tidak menyukai orang yang malas, bersantai-santaitanpa
memiliki suatu pekerjaan tertentu. Pada suatu kesempatan ia memanggil Abu Hurairah dan
menawarkan pekerjaan. Ia sangat terkejut karena Abu Hurairah menolak tawarannya. Umar yang
tidak menganggap penolakannya sebagai sesuatu lelucon, mencelanya: ―Engkau menolak untuk
bekerja? Orang yang lebih dari kamu sekalipun, meminta pekerjaan‖. ―Siapa gerangan yang
lebih dari saya itu?‖ tanya Abu Hurairah. ―Yusuf, putra Yakub, misalnya‖ jawab Umar untuk
mengakhiri percakapan. ―la‖, ujar Abu Hurairah secara tak tahu malu ―adalah seorang Rasul,
juga putra seorang Rasul, sedangkan saya Abu Hurairah, putra Umaimah (ibunya)‖.‖

Jika benar Abu Hurairah memang seperti yang diceritakan Mernissi pantaslah dia disebut pemalas,
tetapi dalam penelitian penulis ternyata, sengaja atau tidak, fakta yang dikemukakan Mernissi tidak
lengkap, terkesan manipulatif untuk memojokkan Abu Hurairah. Muhammad Ajjaj al-Khattib
menyebutkan dalam kitabnya As-Sunnah Qabla at-Tadwin, bahwa sebelum tawaran itu, Abu
Hurairah sudah pernah ditugaskan oleh Umar menjadi Gubernur di Bahrain. Setelah selesai tugas,
Umar mencurigai asal-usul kekayaan Abu Hurairah sebanyak 10.000 (dinar?). Tetapi setelah
melakukan penyelidikan, Umar dapat mempercayai laporan Abu Hurairah tentang asal usul
hartanya itu. Itulah sebabnya Umar kembali menawarkan kepada Abu Hurairah untuk menjadi
Gubernur di suatu daerah. Tawaran kedua itulah yang ditolak Abu Hurairah. Jadi bukan pekerjaan
biasa mencari penghasilan. Dan penolakan Abu Hurairah bukan karena dia pemalas seperti yang
dituduhkan Merissi. Pada bagian akhir dialog itu (tidak dikutip Mernissi) Abu Hurairah
mengemukakan alasan penolakannya: "Akhafu an aqula bi ghairi 'ilmin, wa aqdhiya bi ghairi
hilmin, wa anyudhraba zhahri, wa yunza 'amali wa yusylama ardhi" Jika ketidaklengkapan fakta
yang diungkapkan Mernissi itu, bukan karena kelalaian, tapi kesengajaan, maka kredibilitas
Mernissi sebagai kritikus hadits menjadi lemah. Apabila memang merupakan kesengajaan,
perbuatan seperti itu tidak lagi sekedar bias gender, tapi sudah masuk kategori manipulatif data.
Bagaimana dengan matan hadits tersebut? Apakah memang bersifat misogini? Menurut Imam
Nawawi, jumhur ulama berpendapat ketiga hal yang disebutkan dalam hadits riwayat Abu
Hurairah itu (wanita, keledai dan anjing) tidak akan membatalkan shalat seseorang jika melintas
di depannya dan tidak pula yang lainnya. Mereka menakwilkan hadits bahwa yang dimaksud
dengan memutuskan shalat adalah berkurangnya kesempurnaan shalat karena konsentrasi mushalli
terganggu dengan hal tersebut. Sebagian berpendapat bahwa hadits Aisyah dan Ibn Abbas
menasakhkan wanita dan keledai, tinggal yang membatalkan adalah anjing. Imam Nawawi tidak
sependapat dengan nasakh tersebut, karena nasakh baru dipakai bila tidak dapat dikompromikan
semua riwayat tersebut. Mernissi menilai hadits ini misogini karena wanita, anjing dan keledai
disebut dalam satu kalimat. Pertanyaan yang perlu kita teliti jawabannya adalah kenapa ketiga hal
tersebut disebut dalam satu hadits oleh Nabi ? tentu ada latar belakangnya kenapa bukan kambing,
ayam atau binatang lain misalnya, atau bukan laki-

28
laki. Dari beberapa riwayat yang terdapat dalam Bab sart al-mushalli wa nahyu 'an a-murur baina
yadaih kita dapat mengetahui bahwa ada beberapa peristiwa, dua binatang dan wanita itu yang
melintas di depan orang shalat. Sejalan dengan hadits riwayat Abu Hurairah di atas, Abu Dzar juga
meriwayatkan bahwa Nabi menyatakan memutuskan shalat, keledai, wanita dan anjing hitam.
Menurut hemat penulis, penyebutan wanita senafas dengan dua binatang itu bukan dalam rangka
melecehkan wanita, karena dalam latar-belakang peristiwanya yang shalat adalah kaum laki-laki
dan yang melintas adalah wanita dan dua binatang itu, maka Rasulullah mengingatkan bahwa kalau
shalat harus membuat batas shaf di depan orang yang shalat untuk mencegah orang lain melintas.
Andai yang melintas laki-laki, tentu Nabi juga akan menyebutkannya. Kasus Abu Hurairah dalam
riwayat di atas adalah sebuah ilustrasi yang menunjukkan bahwa kritik sanad dan matan tetap saja
terbuka, tetap harus dilakukan dengan jujur, jemih dan obyektif, tidak manipulatif. Walaupun
demikian bias faham, ideologi, atau paling kesahihan sebuah hadits, atau yang melemahkannya.

29
HUKUM ISLAM INDONESIA

Sejarah Masuknya Islam di Indonesia


Di Indonesia terkenal dengan penduduknya yang mayoritas memeluk agama islam, sejarah
masuknya islam pada awalnya dibawah oleh pedagang Gujarat lalu di ikuti oleh pedagang Arab
dan Persia. Sambil berdagang mereka menyebarkan agama islam ke tempat mereka berlabuh di
seluruh Indonesia. Banyak yang berspekulasi bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7
atau 8, karena pada abad tersebut terdapat perkampungan islam di Selat Malaka.
Selain berdagang ada juga penyebaran islam melalui berdakwah, seperti penyebaran islam
di tanah Jawa yang dilakukan oleh Walisongo. Mereka sang pendakwah dan sang ulama‘ yang
menyeberkan islam dengan cara pendekatan sosial budaya.
Di Jawa islam masuk melalui pesisir utara pulau Jawa dengan ditemukannya makam
Fatimah Binti Maimun bin Habibatullah. Di Mojokerto juga di temukan ratusan makam islam
kuno, yang diperkirakan makam ini adalah makam para keluarga istana Majapahit. Selain itu di
Kalimantan islam masuk melalui Pontianak pada abad ke-18. Di Hulu Kalimantan Barat
ditemukan pemakaman islam kuno, juga pada pulau lain seperti Sumatra juga Sulawesi.

Konsepsi dan Korelasi Hukum Islam dengan Hukum Adat Indonesia


Dapat diketahui bahwa adanya hubungan antara hukum islam dan hukum adat disebabkan
oleh dua hal, yang pertama yaitu diterimanya hukum islam tersebut oleh masyarakat, seperti
hukum perkawinan dan hukum warisan. Kedua islam dapat mengakui hukum tersebut dengan
syarat-syarat tertentu, seperti hukum adat gono gini, Gunakarya, dan masih banyak lagi. Syarat-
syarat diterimanya hukum adat oleh islam adalah adata itu dapat diterima oleh perasaan yang sehat
dan diakui oleh pendapat umum, tidak ada persetujuan lain antara kedua belah pihak, tidak
bertentangan dengan nash, baik nash Al-quran maupun hadis. Menurut Abu Yusuf Al- Hanafy
nash yang dimaksud disini adalah yang tidak didasarkan atau dipengaruhi oleh adat kebiasaan
sebelumnya.

Kebudayaan Lokal dan Proses Pembentukan Hukum Islam di Indonesia


Islam sebagai agama wad‘un ilahiyyun, senantiasa sejalan dengan budaya masyarakat
selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan doktrin islam, karena doktrin tersebut
memasuki masyarakat dan mewujudkan diri dalam konteks sosial budaya pada masing-masing
wilayah atau kawasan. Hasil budaya tersebut menjadi peradaban yang spesifik. Agama merupakan
sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai kontruksi realitas, yang berperan
besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan
dunia sekitar. Sementara kebudayaan merupakan ekpresi cita, karya, dan karsa manusia yang berisi
nilai-nilai dan pesan-pesan religius, wawasan filosifi dan kearifan local. Agama maupun
kebudayaan, keduanya memberikan wawasan dan cara pandang menyikapi kehidupan sesuai
kehendak Tuhan dan kemanusiaan. Agama melambangkan nilai ketaatan pada

30
Tuhan, sedangkan kebudayaan mengandung nilai dan simbol supaya manusia dinamis dalam
kehidupannya.
Keanekaragaman budaya lokal merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter
dan cita budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi
pembentukan citra dan identitas suatu daerah. Dimana budaya lokal ini bisa beruoa hasil seni,
tradisi, pola pikir atau hukum adat. Karena itu, pada dasarnya komunitas masyarakat memiliki
budaya lokal, ini terdapat dalam masyarakat tradisional sekalipun terdapat suatu proses untuk
menjadi pintar dan berpengetahuan. Budaya lokal berisi berbagai macam kearifan lokal yang
digunakan oleh kelompok manusia menyelenggarakan penghidupannya.

Reflesi Tekini :

1. Polemik Hijab
Persoalan kewajiban memakai hijab di Indonesia adalah polemik rutin yang selalu ada
setiap tahun. Hal ini terjadi karena pada tahun 2021 lalu ada salah satu sekolah Negeri di daerah
Sumatra yang mewajibkan murid non muslim mengenakan hijab, hal ini lantas direspon cepat oleh
beberapa menteri di Indonesia melarang pemaksaan ini dengan dasar yang kuat. Pemaksaan
penggunaan jilbab bagi siswa yang bukan muslimah yang pertama karena hal ini pernah beberapa
kali terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

2. Poligami
Di Indonesia terdapat hukum negara yang mengatur secara ketat mengenai praktik
poligami, baik untuk pegawai negeri maupun masyarakat umum. Pada dasarnya, hukum
perkawinan di Indonesia menganut asas monogami dan hanya menikah dengan satu pasangan saja.
Hal ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan
bahwa seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang perempuanhanya boleh
mempunyai seorang suami. Namun, dalam Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan menyebutkan bahwa
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. UU Perkawinan tersebut memberikan
pengecualian di mana seorang suami dapat memiliki istri lebih dari satu dengan alasan-alasan
tertentu. Perlu dikatahui juga bahwa poligami dapat dikatakan sah di mata hukum negara apabila
pihak sang Suami telah memenuhi syarat-syarat yang sesuai.
Dalam ajaran agama Islam, laki-laki diperbolehkan memiliki 4 istri dengan catatan harus bisa
berlaku adil. Walau diperbolehkan, baik secara hukum agama maupun hukum negara, tetapi
terdapat berbagai persyaratan yang begitu ketat ketika laki-laki ingin melakukan poligami.
Persyaratan ketat ini bertujuan agar pelaku poligami dapat melakukan perannya dengan baik,
termasuk bisa adil kepada istri-istrinya. Perlu diketahui bahwa syarat poligami di Indonesia
diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan. Disebutkan dalam aturan tersebut bahwa Pengadilan
hanya akan memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu jika sangistri nggak bisa
menjalankan kewajibannya, istri memiliki cacat badan atau penyakit yang nggak bisa disembuhkan
dan jika istrinya nggak dapat melahirkan keturunan. Suami yang mengajukan permohonan untuk
beristri lebih dari satu orang harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU
Perkawinan, yakni:

31
 Adanya persetujuan dari istri pertama atau istri-istri lainnya.
 Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka.
 Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri
dan anak-anak mereka.

3. Pernikahan Usia Dini


Pernikahan pada usia dini masih juga marak meskipun pemerintah sudah menaikkan
batas minimal usia pernikahan laki-laki dan perempuan. Trennya memang menurun, namun
jumlahnya masih cukup mengkhawatirkan.Dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 disebutkan
bahwa batas usia pernikahan untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Batas usia ini
kemudian direvisi melalui UU No. 16/2019 menjadi sama-sama 19 tahun, baik untuk pria
maupun perempuan.Undang-undang memang memberikan lubang (loophole) untuk pengesahan
perkawinan usia dini. Perkawinan di bawah umur bisa disahkan jika ada dispensasi dari
Pengadilan Agama. Peluang inilah yang banyak dimanfaatkan orang tua untuk menikahkan anak
perempuannya dengan berbagai alasan, di antaranya ekonomi, dan hamil sebelum nikah.Seorang
pembantu pegawai pencatat nikah (P3N) sebuah desa di Kabupaten Bandung, Jawa Barat
menuturkan betapa mudahnya proses itu. ―Nanti mereka (calon pengantin) dites baca Al-
Quran, dan solat. Dengan bawa orang tua mereka ditanya alasannya ingin menikahapa. Sudah
itu dapat dispensasi.Selain itu, pernikahan tersebut seringkali tak tercatat secara hukum.
Akibatnya, pengantin anak tak memiliki buku nikah. Kelak, anak mereka pun sulit mengurus
akte kelahiran. ―Selama masih ada dispensasi, Undang-Undang tak ada gunanya,‖ kata petugas
P3N yang tak mau disebut namanya itu kepada Lokadata. Dampak buruk pernikahan anak begitu
banyak, baik fisik maupun psikis, terutama pada kaum perempuan. Beberapa yang terekam di
media massa adalah tingginya tingkat kematian ibu usia remaja, dan bayi, kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), perceraian pada perkawinan usia muda, hingga hambatan karier perempuan.Itu
sebabnya, pemerintah harus memasukkan variabel lain di luar batasan usia. Misalnya, pendidikan
minimal, terutama untuk anak perempuan, setidaknya SMA atau yang sederajat. Sosialisasi
tentang dampak buruk pernikahan anak juga harus menjangkau orang tua, terutama di daerah-
daerah yang memiliki angka perkawinan dini yang tinggi.

4. Pembagian Hak Waris


Berdasarkan asalnya, warisan adalah kata serapan dari bahasa Arab yang diterjemahkan sebagai
berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Bisa juga disebut sebagai peninggalan.
Harta warisan biasanya dibagi menjadi dua jenis yaitu harta tidak bergerak dan harta bergerak.
Menurut hukum perdata di Indonesia, harta tidak bergerak adalah tanah dengan segala yang
melekat di atasnya, hak pakai atau hak usaha, dan pabrik atau perusahaan beserta produk yang
dihasilkan. Di Indonesia terdapat 3 macam hukum pembagian warisan, seperti Hukum waris
adat, hukum waris Islam, dan juga Hukum waris perdata.
Dimana hukum waris adat terbagi menjadi tiga bagian menurut sistem kekerabatan, diantaranya :
 Sistem patrilineal yang didasarkan pada garis keturunan ayah atau laki-laki. Hukum
adat dengan sistem patrilineal dapat ditemui di tatanan masyarakat Tanah Gayo, Alas,
Batak, Bali, Papua, dan Timor.

32
 Sistem matrilineal yang didasarkan pada garis keturunan ibu atau perempuan. Hukum
ini dapat ditemui di masyarakat Minangkabau.
 Sistem bilateral yang didasarkan pada garis keturunan ayah dan ibu. Hukum inibanyak
ditemui di masyarakat Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan,
Lombok, dan Ternate.
Sedangkan hukum waris agama merajuk pada surat an-nisa ayat 11-12 dan juga intruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1991, sebagai berikut :
 Anak perempuan yang hanya seorang diri berhak mendapat warisan sebanyak separuh
bagian.
 Anak perempuan berjumlah dua atau lebih berhak mendapat dua pertiga bagian.
 Anak perempuan bersama anak laki-laki maka bagian anak laki-laki adalah dua
berbanding satu dengan anak perempuan.
 Ayah mendapat sepertiga bagian kalau pewaris tidak meninggalkan anak. Kalau
memiliki anak, maka ayah mendapat seperenam bagian.
 Ibu mendapat seperenam bagian kalau ada anak atau dua saudara atau lebih. Kalau
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih maka ia mendapat sepertiga bagian.
 Ibu mendapat seperenam bagian kalau ada anak atau dua saudara atau lebih. Kalau
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
 Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisi sesudah diambil janda atau duda kalau
bersama-sama dengan ayah.
 Duda mendapat separuh bagian kalau pewaris tidak meninggalkan anak dan kalau
pewaris meninggalkan anak, duda mendapat seperempat bagian.
 Janda mendapat seperempat bagian kalau pewaris tidak meninggalkan anak dan kalau
pewaris meninggalkan anak, janda mendapat seperdelapan bagian.
 Kalau seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian.
 Kalau mereka itu dua orang atau lebih, mereka bersama-sama dapat sepertiga bagian.
 Kalau seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah yang mana ia mempunyai
satu saudara perempuan kandung atau seayah, ia mendapat separuh bagian.
 Kalau saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung
atau seayah dua orang atau lebih, mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.
 Kalau saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung
atau seayah, bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
Pada hukum perdata yang mewakili hukum Negara menegaskan bahwa harta warisan baru bisa
dilakukan apabila telah terjadi kematian. Berdasarkan pasal 832, orang yang bisa menjadi ahli
waris yaitu :
 Golongan I = keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri
yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih
lama.
 Golongan II = keluarga yang berada pada garis lurus ke atas seperti orang tua dan
saudara beserta keturunannya.
 Golongan III = terdiri dari nenek, kakek, dan leluhur.
 Golongan IV = anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga
lainnya hingga derajat keenam.

33
Sementara cara hitung pembagian harta warisan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata
yaitu:
 Suami atau istri dan anak-anak yang ditinggal mati pewaris mendapat seperempat
bagian.
 Kalau pewaris belum punya suami atau istri dan anak, hasil pembagian warisan diberi
ke orang tua, saudara, dan keturunan saudara pewaris sebesar seperempat bagian.
 Kalau pewaris tidak memiliki saudara kandung, harta warisan diberikan ke garis ayah
sebesar setengah bagian dan garis ibu sebesar setengah bagian.
 Keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup berhak menerima warisan sesuai
dengan ketentuan yang besarannya setengah bagian.

5. RUU Ketahanan Keluarga


RUU Ketahanan Keluarga menjadi kontroversi pada April 2020 lalu. Sejumlah pasal dalam
RUU tersebut dianggap terlalu mengatur soal moral dan kehidupan pribadi warga negara.
Misalnya, kewajiban suami-istri untuk saling mencintai, menerapkan wajib lapor bagi warga yang
memiliki penyimpangan seksual, mengharuskan pemisahan tempat tidur orang tua dan anak.
Peneliti Institut for Criminal Justice Reform (ICJR), Genoveva Alicia menilai RUU Ketahanan
Keluarga membuka lebar peluang kekerasan dalam rumah tangga karena memperkecil peluang
pemidanaan dan mendorong penyelesaian di internal rumah tangga.
Akibat adanya RUU ketahanan Keluarga mendapatkan kritik dari banyak pihak dikarenakan RUU
ini terlalu mereduksi peran agama, deskriminasi gender, juga dinilai menghina kelompok tertentu.
Sehingga menyebabkan banyak pihak meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana
pembahasan RUU tersebut.

34
STRATEGI PENGEMBANGAN DIRI DAN CITRA DIRI KADER EKSAKTA

Tujuan PMII
Terbentuknya pribadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap,
dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas
perwujudan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Senafas dengan tujuannya tersebut PMII dituntut untuk membuktikan bahwa arah gerakannya
memanifestasikan cita-cita yang dituju. Sebagai organisasi yang etos pergerakannya bersandar pada
aspek kemahasiswaan, keislaman dan keindonesiaan, maka pengejawantahan gerakan PMII juga
mencirikan ketiga aspek di atas. Aspek kemahasiswaan harus diselaraskan dengan tipologi
mahasiswa sebagai agent of social change. Dimana mahasiswa mempunyai kekuatan intelektual
untuk mendobrak bentuk-bentuk kemapanan yang menghalangi kemajuan dan secara intens
menembus kebekuan realitas menuju dinamika yang mengarah pada pemecahan masalah-masalah
sosial.

Pada aspek keislaman, PMII meyakini bahwa kehadiran atau eksistensinya adalah untuk
mewujudkan peran khalifatullah fi al-ardl, meneruskan risalah kenabian untuk merahmati alam Islam
seharusnya selalu menjadi cahaya (nur) bagi umatnya di setiap waktu dan di setiap zaman. Oleh
karena itu wacana keislaman yang dipahami oleh PMII harus mampu melakukan tafsir terhadap
dirinya agar relevansi dan kontekstualisasinya aktual dengan perkembangan zaman Sementara aspek
kebangsaan PMII harus dibuktikan dengan antusiasme aktif terhadap nilai kebangsaan yang
ditunjukkan oleh sikap penghargaan atas pluralitas dan inklusivitas serta menghindari ekslusivitas
dan sektarian.

Ketiga aspek di atas harus terintegrasi dalam satu perspektif yang saling menopang satu dengan
lainnya. Oleh karena itu dialektika aktif di dalam kehidupan masyarakat harus ditunjukkan dengan
sikap penghargaan, solidaritas, persamaan, kesetaraan, dan anti diskriminasi yang dilandasi suatu
kesadaran yang utuh, bukan sebaliknya Dialektika ini juga harus mengatasi problema yang tumbuh
dan berkembang di masyarakat baik menyangkut aspek politik, budaya, ekonomi, hukum, pendidikan
dan agama.

A. Penguatan Ideologi Gerakan


PMII selama ini mendasarkan dan menyandarkan pada ideologi dan wacana kritis sebagai
upaya pembacaan terhadap realitas sosial dan keberpihakan kepada masyarakat lemah, terpinggirkan,
dan perjuangan terhadap nilai-nilai universal (keadilan, persamaan, kesetaraan, solidaritas,
pluralisme dan lainnya). Penguatan ideologi harus ditekankan agar gerakan PMII mempunyai
kekuatan yang terarah dan konsisten. Penguatan ideologi harus bersifat membantu dan mengarahkan
nilai perjuangan, bukan sebaliknya. Fungsi ideologi tidak hanya membantu dan mengarahkan, tetapi
kadang juga menjadi perintang. Ide ideologi sebagai perintang gerakan disebabkan ide yang dijadikan
pedoman telah menjadi sistem yang menghasilkan perilaku yang mempertahankan tatanan yang ada.

Ideologi mempunyai kekuatan merintangi apabila ia telah menjadi kekuatan yang


mengendalikan tata pikir, tata bicara, dan tata tindak dari setiap anggotanya Dengan demikian
ideologi mengabsahkan kemapanan bukan sebaliknya mengarahkan kepada perubahan. Ideologi
membantu arah gerakan ketika ia membenarkan arah baru, baik dengan mengacaukan tatanan lama
35
maupun dengan mengampanyekan dan mensahkan tatanan yang baru muncul. Oleh karena itu
ideologi harus mengarahkan perilaku menuju perubahan Dalam hal ini, ideologi menjadi mekanisme

pemersatu, harus berfungsi untuk meredakan konflik yang terjadi di masyarakat.

Ideologi harus mampu memotivasi individu agar terlibat dalam proses perubahan Tetapi memang
sering kali ideologi tidak selaras dengan realitas sosial sehingga menggerakkan orang untuk
menyelesaikannya. Oleh karena itu ideologi harus menjadi pengarah untuk meretas perubahan sesuai
bayangan masa depan. Dengan adanya penguatan ideologi PMII akan membuat gerakan PMII lebih
bermakna. Pencarian dan penguatan terus menerus sebagaimana yang menjadi watak PMII sebagai
organisasi kader dan massa harus dilakukan sepanjang zaman, sesuai dengan tuntutan zaman agar

ideologi yang dibangun tidak menghalangi gerakan PMII itu sendiri.

B. Desentralisasi Gerakan
Desentralisasi sebagai komponen penting dalam gerakan sosial pemberdayaan masyarakat
mempunyai arti strategis karena akan membuka peluang yang lebar kepada masyarakat dalam
perumusan dan pemantauan kebijakan pemerintah atau organisasi Suatu gerakan sosial organisasi
massa yang terdesentralisasi akan semakin besar potensi pemberdayaan warga anggota organisasi
PMII level Koordinator Cabang, Cabang, Komisariat, dan Rayon mempunyai kekuatan dan fungsi
strategis dalam pemberdayaan masyarakat. Ada dua fungsi desentralisasi gerakan

Pertama, agar sesuai dengan kepentingan lokal, yaitu gerakan sosial harus disesuaikan dengan
masalah dan potensi daerah, dan harus melibatkan keterlibatan anggota dalam keputusan organisasi
Dari sinilah struktur organisasi di daerah berfungsi sebagai institusi desentralisasi gerakan sosial,
terutama dalam wacana politik, dan sosial kemasyarakatan Semakin terdorongnya desentralisasi
gerakan sosial PMII akan mendorong political equality (kesempatan yang sama dalam pengambilan
keputusan), accountability (meningkatkan tanggung jawab), responsiveness (peningkatan pelayanan
sosial organisasi).

Kedua, fungsi pengadministrasian, yaitu mengurangi kemacetan organisasi di pusat dan


meningkatkan pengadministrasian wewenang gerakan sosial pusat di daerah Untuk itu gerakan harus
dibangun dengan kekuatan yang platformnya dipahami secara bersama. Pertama, dalam gugus ideal
gerakan PMII diikat dengan pemikiran dan kesadaran bersama sebagai upaya menyederhanakan
konflik yang ada dalam internal organisasi maupun masyarakat luas. Dari pemikiran bersama ini akan
memunculkan paradigma dan ideologi gerakan untuk membentuk tingkah laku bersama. Kedua,
gerakan sosial butuh kampanye untuk mensosialisasikan ide dan kesadaran sosialnya Oleh karena itu
kampanye sebagai strategi harus dilakukan untuk meraih dukungan, baik melalui komunikasi massa,
negosiasi, maupun mobilisasi.

C. Menghargai Kompetisi dan Konflik


Kompetisi adalah pendorong organisasi agar dinamis, memaksa organisasi meningkatkan laju
perubahan program dan tingkat keterampilannya. Kompetisi juga merupakan faktor yang
menimbulkan kreativitas dan inovasi Harapan masa depan yang dirumuskan bersama akan selalu
menunggu kader-kader yang kreatif. Oleh karena itu organisasi PMII harus digerakkan dengan
kreativitas dan inovasi di berbagai bidang
36
Konflik berpengaruh efektif terhadap seluruh tingkat realitas sosial. Organisasi yang efektif dan
berhasil akan mengalami persoalan integrasi yang paling gawat dan derajat konflik yang paling
tinggi. Organisasi yang efektif harus mempunyai mekanisme formal dalam menyelesaikan konflik
yang berperan sebagai pemersatu. Mekanisme ini bukan berarti mengurangi konflik tetapi hanya
dapat menyelesaikan apabila itu terjadi. Konflik berperan penting dalam menyukseskan gerakan
sosial. Berlawanan dengan apa yang mungkin dipikirkan orang, konflik internal dalam gerakan sosial
akan berdampak positif untuk mencapai tujuan gerakan bersama. Konflik internal akan fungsional
bila tujuannya adalah mempercepat gerakan dan perubahan sosial masyarakat.

D. Pemanfaatan Teknologi Informasi


Untuk mencapai masyarakat komunikatif yang diangan-angankan dalam sebuah masyarakat sipil,
peran teknologi terutama teknologi informasi sangat besar artinya. Teknologi menciptakan beberapa
alternatif pilihan gerakan Teknologi baru akan membawa cita-cita yang sebelumnya tidak dapat

dicapai ke alam kemungkinan dan dapat mengubah kesulitan relatif atau memudahkan menyadari
nilai-nilai yang berbeda. Dengan adanya inovasi teknologi masyarakat mempunyai banyak alternatif,
dan jika ia memilih alternatif baru, maka ia memulai perubahan besar di berbagai bidang.

Teknologi informasi akan mengubah pola interaksi antar manusia. Setelah teknologi baru diterima
akan terjadi pergeseran pola interaksi sebagaimana pergeseran yang dituntut oleh teknologi itu
sendiri. Pemanfaatan teknologi informasi akan membantu menciptakan tatanan gerakan sosial yang
baru yang sebelumnya tidak ada atau tidak terpecahkan Teknologi informasi berkait erat dengan
industri informasi yang menopang terjadinya perubahan besar dalam struktur sosial. Perjuangan
mengakses informasi merupakan keharusan untuk membangun ide perubahan dan sebagai alat
perjuangan menuju cita-cita yang dinginkan. Dengan mengakses informasi sekaligus memiliki daya
dukung material teknologinya, PMII akan hadir sebagai organisasi transnasional, menembus batas-
batas yang sebelumnya tidak bisa ditembus.

IMPLEMENTASI

Sandaran terhadap wacana kritis, pengembangan organisasi, dan pengembangan perjuangan, maka
dibutuhkan target-target sebagai hasil pencapaian dari cita-cita yang diinginkan. Pencapaian target
merupakan proses logis manakala di dalamnya terjadi silogisme, deduksi atau induksi. Apabila
mengacu kepada fakta-fakta di dalam PMII saat ini dan masa lalu dengan serentetan sejarah
gerakannya, maka induksi dialektika target yang dicapai akan tergambar. Demikian pula sebaliknya,
ketika paradigma masa lalu dan saat ini sebagai acuan maka target apa yang dicapai juga akan
tergambar Sebab dua dialektika ini, secara jelas menggambarkan sebuah proses hipotesis empiris
PMII, antitesis terhadap paradigma gerakan yang akan terlahir pada setiap generasi, dan sintesis
kebaruan paradigma yang terus menerus. Dari sinilah dapat dibaca target yang mewujud dengan
pedoman model wacana yang dikembangkan mekanisme apa yang dijalankan, dan barometer apa
yang digunakan.

Pertama, pengawalan PMII terhadap moralitas bangsa sebagai bentuk keberpihakan riil masa depan.
Keterbukaan, kesetaraan dan keterlibatan dalam kancah kebangsaan merupakan pencapaian target
PMII dari paradigma yang dikembangkan. Bangunan kebangsaan terbuka harus dilakukan sebagai
upaya counter wacana atas pola masyarakat tertutup. Paradigma keterbukaan sebagai sebuah target
37
gerakan PMII dapat dipandang sebagai sebuah model teoritis yang tata hubungannya bersifat
kontraktual di mana ekstensi institusi dengan keanggotaannya wajib atau terbatas tidak
mempengaruhi interpretasi ini Kebebasan perseorangan terjamin selama ada beberapa
institusi berbeda yang setara terbuka bagi setiap orang hingga dia dapat memilih salah satu yang akan
dimasukinya.

Kesetaraan menyangkut aspek kesadaran yang mampu berbagi kepada yang lain. Pencapaian dari
kesetaraan akan memunculkan keberdayaan Emansipasi yang berarti pada pengangkatan merdeka
dari hambatan atau mengeluarkan diri dari segala himpitan menuju gerak yang merdeka adalah
strategi yang merespon atas situasi-situasi. Situasi yang mengunjungi dan mewujud dalam
ketidakberdayaan merupakan hegemoni atas gerak dari keterbukaan, kesetaraan dan emansipasi akan
mendasari gerakan pada kekuatan konseptual dan profesionalitas. Dengan demikian warga
merupakan ruh komunal yang padanya mewujud proses discurve-formation yang memberikan
kebebasan dan menerima segenap eksplorasi pemikiran. Keadaan ini dapat tumbuh bila dihadapkan
pada realitas sosial, utamanya kebobrokan sistem budaya dan warga PMII harus selalu menjarak
dengan segala bentuk kemapanan.

Kedua, individu, grup dan struktur sosial. Individu menjadi penting di dalam PMII, karena gerak
paradigma yang mewujud dalam ekstensi tiap warga PMII adalah resonansi dari paradigma yang
empiris berjalan dalam dikursus pergerakan. Tipologi individu yang menebar dalam ragam wacana,
sub sistem karakter wacana yang berkembang menempatkan proses pengkaderan sumber daya
manusia harus diproses secara laten untuk menciptakan hulu teknologi wacana dan muaranya nanti
pada peran-peran sosial. Penguatan kualitas individu melalui pendidikan formal maupun informal
sebagai kekuatan profesionalitas nantinya mampu mendobrak dan menghasilkan penataan kembali
terhadap sistem intelektualitas, pola bergaining pada tingkat negara dan sistem religiositas
menyadarkan bagaimana sistem kepercayaan dalam tradisi keagamaan dapat menjadi nilai
transformatif yang membebaskan

Sementara grup sebagai sistem yang dapat diidentifikasi sebagai sub sistem terorganisasi yang saling
terkait untuk mencapai tujuan tertentu. Di dalamnya menuntut komitmen-komitmen pencapaian
target. Lewat grup pencapaian target PMII dapat diwujudkan Suatu grup dapat mencapai target
keseluruhan dalam suatu hubungan yang kompleks manakala terdapat perangkat bangunan target
lewat grup yang saling terkait. Bangunan target lewat grup dalam sistem pergerakan PMII bisa
melalui delegasi kepanitiaan dalam aktivitas PMII maupun dalam aktivitas institusi lainnya.

Struktur sosial dapat diidentifikasi sebagai sub sistem yang terorganisasi yang saling terkait untuk
mencapai tujuan tertentu. Struktur sosial selalu mempertahankan batas-batas yang memisahkan dan
membedakan dari lingkungan lain. Pencapaian target melalui struktur sosial adalah bagaimana kader
PMII mampu mentransformasi nilai, wacana, paradigma dalam situasi sosial

Target pencapaian ini harus didukung dengan proses implementasi yang lebih operasional.
Dibutuhkan agen untuk mensosialisasikan apa yang dimiliki PMII kepada basis-basis sosial baik
internal maupun eksternal Pertama, kelompok strategis sebuah kekuatan yang memiliki bergaining
position Dalam wilayah PMII bisa dipetakan pada wilayah internal dan eksternal Keberadaan struktur
kepengurusan dalam sebuah organisasi memiliki konsekuensi terhadap jalannya organisasi Dalam
PMII pengurus sebagai pengelola organisasi memiliki kewenangan untuk menjadi agen sosialisasi
wacana dan sekaligus di dalamnya sebagai penggerak dari ide-ide yang hendak diaktualisasikan Oleh
karena itu pengawalan terhadap institusi dan memberikan penguatan menjadi sangat penting Visi
38
harus sama yang dimanifestasikan pada pola-pola kerja-kerja keorganisasian Visi yang tidak sama
akan menggulingkan organisasi pada perjalanan yang tidak terarah. Selain organ di dalam PMII,
organ di luar PMII merupakan wilayah yang harus dirambah dalam pola strategi gerakan sebagai
agen NGO's (LSM), kelompok diskusi, kajian, penelitian dan kelompok-kelompok masyarakat
merupakan wilayah mitra dalam membangun sinergisitas bangunan PMII.

Kedua, partisipasi warga. Keterlibatan warga dalam gerak langkah PMII merupakan hal penting
dalam keberlangsungan organisasi. Dalam konteks ini partisipasi warga adalah bagaimana
kemandirian agar dapat terbangun dari kesadaran yang tumbuh dari pemahaman komprehensif
terhadap ruh gerakan. Sebagai agen, partisipasi warga diharapkan mampu mengimplementasikan dan
mengaktualisasikan misi pergerakan.

Keterlibatan warga PMII sebagai jaminan bagaimana rumusan-rumusan yang ada dalam wacana
kritis, komitmen sosial dan kemanusiaan bisa dijalankan dengan kemandirian.

Metode yang digunakan adalah non violence, konfrontatif dan korporatif non kooptasi Pertama, anti
kekerasan adalah melakukan perubahan yang paling substansial dalam semangat kemanusiaan tanpa
kekerasan. Karenanya sebagai aktualisasi visi yang dikembangkan PMII, pendekatan model anti

kekerasan adalah salah satu pilihan alternatif dalam konteks penghargaan atas hak asasi manusia.
Kedua, sering kali untuk menyelesaikan kontradiksi bangunan struktur sosial lama menuju bangunan
struktur sosial baru, cara konfrontatif merupakan suatu hal yang tidak terelakkan. Ini akibat lemahnya
kekuatan struktural dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dialami di masyarakat, padahal
masyarakat ingin perubahan secara cepat Ketiga. kooperatif non kooptasi. Metode kooperatif adalah
merupakan cara efektif untuk mempengaruhi pihak lain dengan prinsip win-win solution. Metode
kooperatif harus didasari dengan konsep, sikap kemandirian, dan kedewasaan melakukan hubungan
dengan pihak lain. Dengan kekuatan ini kooperatif yang dilakukan tidak menjebak kepada kooptatif
baik terhadap dirinya maupun kepada pihak lain.
Strategi Kaderisasi dan Gerakan KOPRI PMII Eksakta
 Strategi Kaderisasi
Menjadikan PMII sebagai ruang yang aman dan nyaman bagi setiap kader untuk berproses dengan
cara:
- Peka dan paham terkait kebutuhan kader
- Menanamkan nilai-nilai adil gender demi keberlangsungan dalam berorganisasi

 Strategi Gerakan
a. Melakukan kajian-kajian terkini mengenai isu gender dan perkembangan teknologi serta kajian
eksakta.
b. Menanamkan nilai-nilai kesetaraan dalam setiap arah gerak kader.
c. Terlibat aktif dalam kajian, gerakan, ataupun isu-isu terkini.
d. Mengimplementasikan disiplin keilmuan yang dimiliki dalam setiap gerakan untuk mencapai
kesetaraan dan keadilan.

39
BAB III
PENUTUP

SUSUNAN KEPANITIAAN SIG 2023

STEERING COMMITE :

Jihan Setyo Rini (CO)


Rifatul Fuziah
Khoiratun Nisa
Mohammad Riza Putra P
Titan Aprilia Fitri Z.
Rizky Mu’amanah

OC

Ketua Pelaksana : Wulan Wahyu Rifana

Sekretaris : Mareta Helmalia Putri

Bendahara : Nur Wakhidah Fitriani Maryuananda

SIE ACARA SIE AKOMODASI SIE HUMAS


Okdania Tinara Handani Erik Candra Permana Kurnia Rafi Darajad (CO)
(CO) (CO) Muhammad Rizqi
Yunita Nur Aini Nuzul Nurul Fatony M. Alvin Khoiri
M. Yoga Bintang Pratama Adini Apriliani Mochamad Ikhiyak U. F.
Salma Afiatul Faizah Meri Puspita Sari Mega Silvia Ha
Akromul Huda Rifki Fieha Refana Ainur R Rohmatus Shoumiyah
Tahira Khuwalidia Shabirah Ahmad Khaninur R. Dinda Dewi Mauila
Dimas Bagus K. Khoiratun Nisa Silvi Ayuk Hartyastika
Evi Rosita Nurul Wulandari Muhammad Hilmy
Dhafin Afa Awayna Denisa Imutiana Ghilmany
Rienke Anastasya Wyanti Alfin AlHabib Hany'atul Muflihah
Amira Nur Fariha Moch Ali Shodiqi Z. Dewi Susilowati
Kamelia Nafiah Wahyu Wibowo A. Risa Nur Faizatur Rohmah
Gita Ramadhani W.S. Ananda Syawal D. Muhammad Fathun Nuha
Rosa Maulida Putri Siti Aisyatul M. Risma Amelia
Abdul Khayi Indah Nur Sobach Dewi Muna Larasati
Salsabina Diva Fitria Nayunda Bella J. Robi’atul Adawiyyah
Fitri Nur Rahayu Amirah Salsabila Dina Okta Viani
Nur Azizah Arif Viyani Nur Vita Silvi Afni Arizatul Khoiroh
Faizah fajar Putri Muthia Afifi Alfina Tri Widyaningrum
Syafira AZ Zahra Rifatul Fauziah Muhamad Bayu Ramdhani
Lailatul Zahroh Putri Wahyu Cahyani Edi Slamet Saputra
Diajeng Maharani Putri D. Nuril Ma’rifatul Husna Nursilmi
40
Jauharotus Shofiyah Riza Firdiyansah
Safiratul Amanah Khairut Tamimi

Isna Fifa Vilandra Maulidha Marizcha Lutfiana Putri


Silvia Dhia Shifa’ul Qolbina
Sisilia Firda Laila Akhadah Roghip Akrama Fikri
Faris Majdi Shidieq
Dhina Adila Rahmasari
Indah Nur Qomariyah
M. Toha Hasan

SIE PUBDEKDOK SIE KONSUMSI SIE PENDAMPING


Hafiz Daniswara (CO) Liturgi Dzauqi Rahmi Maghfirotun Nadiyah
M. Daisak Syamaidzar (CO) (CO)
Rohimullah At Thobroni Baiq Afifah Zahra H. Bayhaqi Al Haq
Ednan Nauzal Huda Afidatul Mufarihah K Mohamad Afif Zaky Z
Ahmad Zakaria Mega Silvia Ha Alivia Faizatuz Zahro
Bella Septia Rizki P. Alfina Safira Maulidah Khasanah
Naula Fahimatur R. Ahmad Mahfud Lutfi Reza Aulia Fahmi
Mohammad Agus S. Idris Firmansah Isna Anisatun Sofia
Yoga Pratama Kusendi Fitri Syarifah Noer H. Safrizal Rahmat Rozaqi
Qurotul Aeni Lengga Priyani Moch. Choirurroziqin
Agata Bella Monica Briliantien Dila Latifah
Rahmad Arjun Satrio Ardi Nur Aisyah
Anisa Suryanti Maylan Chusna Haris
Miftakhul Firdaus Pratiwi Siti Faizah fajar Putri
Lailatul Zahroh Vindi Almas Martini
Rini Ariyani Shinta Rohmatul Umami
Muhammad Faiz Fadhil Robi’atul Adawiyyah
Siti Wahyuni Komariyah Nur Nisa'atul Khasanah
Fachru Nisa Salsabila Nabila Diana
Avina Anggun Puspita Putri Ismi Fatimatuzzahro
Anisah Frida Andriani Khumairoh Nur Abidah
Lintang Al kaesa
Risma Dwi Wulandari
Ayu Qomariyah
Purwita Putri Mihdadiya
Dian Putri Sefia H
Wakhidah Ayu P

41
SIE KESEKRET
Devi Cindy Aprilia (CO)
Siti Mu’arifatussolikah
Lathifatuz Zahroh
Lambang Putri Ayu Ariska

Tiara Aulia Agustine


Siti Fatimah
Nur Latifa
Zaimah Rosyidah
Fitri Ramadhani
Nanda Oktavia Dwi Lestari
Aldina Laili Chusnia
Nabila Nur Aini
Talida Aisyah
Reta Wanda M.
Istiana Kautsarani
Septianti Windi Anggraeni
Shinta Dewi Permatasari
Maulidah Khasanah
Dian Silva Rahmalia
Fitria Amalia Putri
Emilia Fitriana
Zakiyah Nur Millah
Luluk Rochiyana
Fitria Nurul Farida
Najwa Qotrunnada Anastasya
Muhammad Rifkan Afifi

42

Anda mungkin juga menyukai