Anda di halaman 1dari 2

Dewasa ini, infeksi bakteri Heliobacter pylori (H.

pylori) mendapat perhatian besar di


dunia medis karena terbukti berhubungan dengan kejadian kanker lambung. Sejumlah
penelitian mengungkapkan penderita dengan riwayat atau infeksi H. plyori mengalami
risiko kejadian kanker lambung sebanyak 2,7 hingga 12 kali. Risiko ini meningkat
terutama ketika infeksi H.pylori terjadi saat usia muda.

Prevalensi H.pylori di setiap negara sangat bervariasi. Di negara maju, prevalensi H.pylori
tidak lebih dari 40% dengan usia muda dan remaja mempunyai kejadian infeksi lebih
rendah daripada usia dewasa. Namun, berbeda dengan negara berkembang, prevalensi
infeksi pada anak di bawah umur lima tahun lebih tinggi. Angka kejadian infeksi H.pylori
meningkat dengan cepat dan tinggi. “Hal ini menunjukkan bahwa infeksi H.pylori terjadi
pada usia dini,” kata Prof. dr. Muhammad Juffrie, Sp.A(K), Ph.D., saat menyampaikan
pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM di Balai Senat,
Rabu (2/2).

Data menunjukkan prevalensi infeksi H.pylori pada anak di Indonesia juga bervariasi.
Penelitian di Jakarta memperlihatkan prevalensi infeksi mencapai20%, di Mataram 40%,
dan di Yogyakarta diketahui 25% dari pasien yang datang ke RSUP Dr. Sardjito
megeluhkan sakit perut yang berulang. Keganasan lambung merupakan hasil dari
serangkaian proses yang dipicu oleh infeksi H.pylori, yang ditandai dengan akumulasi
gangguan molekuler. Keganasan lambung merupakan salah satu tumor dengan
frekuensi metilasi gugus.

Dalam pidato berjudul “Eradikasi Dini Heliobacter Pylori Epigenetik Keganasan Lambung,
Suatu Tantangan Masa Depan”, pria kelahiran Pamekasan, 14 Januari 1955 ini
menyebutkan eradikasi/menghilangkan bakteri H.pylori pada anak dapat mencegah
proses epigenetik keganasan kanker lambung sehingga kejadian kanker lambung pada
saat dewasa bisa dihindari. Penentuan eradikasi infeksi bakteri ini pada masa anak-anak
merupakan ‘masa emas’ karena pada masa ini epitel lambung belum mencapai fase pre
kanker akibat proses epigenetk dari infeksi H. Pylor. “Jika eradikasi dilakukan setelah
masa anak-anak di mana epitel lambung sudah pada stadium pre kanker, maka eradikasi
ini tidak bermanfaat untuk mengubah epigenetik kanker lambung,” terang Kepala Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UGM ini.

Kondisi tersebut, menurut dokter spesialis anak konsultan gastrohepatologi ini, menjadi
sebuah tantangan bagi para dokter spesialis anak untuk lebih mencermati gejala tanda
yang muncul. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan penunjang diagnosis infeksi H.pylori
sehingga diagnosis dapat ditegakkan sedini mungkin dan eradikasi dapat lebih awal
sebelum terlambat.

Dipaparkan suami Hj. Herawaty, eradikasi H.pylori pada tahap awal dengan melakukan
uji tapis melalui pengujian dan pengobatan sangat menguntungkan dengan keuntungan
biaya yang tinggi, bahkan saat menurunkan angka kematian sebesar 10%. Suatu
penelitian uji acak terkendali di Cina menunjukkan risiko terhadap penurunan risiko
terjadinya kanker dengan kemoprevensi sebesar 37% setelah 7,5 tahun.

Di negara maju yang insidensi kanker lambungnya masih rendah, eradikasi H.pylori
bertujuan untuk mengurangi biaya pengobatan dispepsia/ganguan pencernaan.
Penelitian di Inggris menunjukkan eradikasi H.pylori menurunkan biaya pengobatan yang
berhubungan dengan dispepsia hingga 30%. “Hal ini sangat berarti karena meningkatkan
kualitas hidup penderita infeksi H.pylori,” kata Ketua UKK Gastrohepatologi IDAI ini.

Anda mungkin juga menyukai