Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

HUKUM JAMINAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Hukum Komersial

Dosen Pengampu Nurul farida, SE., MM

DISUSUN OLEH :

1. Dian Putri 20106620046


2. Leora Kayla Ivane 20106620105

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM BALITAR

BLITAR

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
nikmat, hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Hukum Jaminan”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas kelompok dari dosen pada mata kuliah Hukum Komersial.
Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut
terkait studi Hukum Perusahaan. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Nurul Farida, SE., MM


selaku dosen mata kuliah Hukum Komersial yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu tersusunnya makalah ini. Semoga segala kontribusi yang
diberikan Tuhan sebagai amal kebaikan.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Terdapat banyak
kekurangan baik dari segi kepenulisan atau materi itu sendiri. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi tercapainya sebuah
perbaikan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Blitar, 24 Maret 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................II

DAFTAR ISI.........................................................................................................III

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3

1.3 Tujuan........................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................4

PEMBAHASAN.....................................................................................................4

2.1 Tinjauan Umum Hukum Jaminan di Indonesia..............................................4

2.1.1 Pengertian Hukum Jaminan.....................................................................5

2.2 Jaminan Umum...............................................................................................8

2.3 Jaminan Khusus..............................................................................................9

2.3.1 Jenis-jenis Jaminan Khusus...................................................................10

2.4 Jenis-Jenis Jaminan Kebendaan...................................................................15

2.4.1 Gadai......................................................................................................15

2.4.2 Hipotik...................................................................................................18

2.4.3 Fiducia...................................................................................................20

2.4.4 Hak Tanggungan....................................................................................22

BAB III..................................................................................................................24

PENUTUP DAN KESIMPULAN.......................................................................24

3.1 Kesimpulan...................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan hukum jaminan di Indonesia tidak lepas dari pembahasan
perkembangan hukum jaminan di bawah pemerintahan Hindia Belanda, Jepang
dan zaman kemerdekaan hingga saat ini. dalam konteks munculnya apa yang
disebut agunan ketika ada hubungan pinjam meminjam maka timbul hak dan
kewajiban, ketika terjadi wanprestasi disitulah gagasan tentang apa yang disebut
dengan agunan yang dipelajari dalam hukum agunan adalah masalah perkreditan
yang terlibat atau berhubungan dengan bank. Berasal dari terjemahan
Zakerheidessteling atau jaminan hukum. Pengertian umum hukum agunan adalah
suatu benda yang dijadikan sebagai pegawai dalam suatu perjanjian utang piutang
antara seorang kreditur dengan seorang debitur. Yang dimaksud dengan jaminan
khusus adalah bahwa setiap jaminan kredit yang bersifat kontraktual, artinya
dikeluarkan oleh suatu kontrak tertentu, secara khusus ditujukan kepada objek
atau orang tertentu. Perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam
yaitu:

1. Perjanjian Pokok adalah Perjanjian antara debitur dan kreditur yang


berdiri sendiri tanpa bergantung pada adanya perjanjian. Contoh:
perjanjian kredit bank
2. Perjanjian tambahan (accesoir) adalah perjanjian antara debitur dan
kreditur yangdiadakan sebagai perjanjian tambahan dari pada
perjanjian Pokok. Contoh: per janjian pembebanan jaminan, seperti
perjanjian gadai, tanggungan dan fidusia

Perjanjian jaminan disebut juga perjanjian pelengkap karena perjanjian


penjaminan merupakan hasil dari suatu perjanjian kredit, dimana perjanjian kredit
yang sama merupakan perjanjian utama yang dihasilkan dari perjanjian tersebut

IV
yang menimbulkan perjanjian baru yaitu agunan. kontrak yang merupakan
kontrak pelengkap kontrak utama yaitu tergantung pada kontrak utama, sedangkan
keberadaan kontrak utama untuk kontrak pelengkap tidak tergantung pada kontrak
pelengkap dan independen. Pada zaman hindia belanda, ketentuan hukum yang
mengatur tentang hukum jaminan dapat kita kaji dalam Buku II KUHP Perdata
dan stb. 1980 Nomor 542 sebagaimana telah diubah menjadi stb. 1937 Nomor 190
tentang Credietverband. Dalam Buku II kitab Undang-undang Hukum Perdata,
ketentuaan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hukum jaminan adalah gadai
(pand) dan hipotik. Pand di atur dalam pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum
perdata sampai dengan 1160 Kitab Undang- undang Hukum Perdata, Sedangkan
hipotik di atur dalam pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Credietverband merupakan ketentuaan hukum yang berkaitan
dengan pembebanan jaminan bagi orang bumi putra (Indonesiaa asli) Hak atas
tanah yang dapat dibebani Credietverband adalah Hak Milik, Hak Guna Bagunan
(HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU), Hak atas tanah berupa Hak pakai atas tanah
Negara yang menurut ketentuan berlaku wajib memiliki sertifikat.

Pembebanan jaminan hak atas tanah berlaku ketentuan-ketentuan yang


terdapat dalam udang-undang Nomor tahun 1960, yang secara material yaitu yang
berkaitan dengan Hak dan Kewajiban para pihak berlaku ketentuan yang terdapat
dalam Buku II Kitab undang-undang Hukum Perdata dan Credieteverband. Tetapi
sejak dilindungkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan. Lembaga jaminan hak tanggungan digunakan untuk mengikat objek
jaminan utang yang berupa tanah atau benda-benda yang berkaitan dengan tanah
juga bersangkutan. Jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya, karena pemberian pinjaman modal dari
lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan) mensyaratkan adanya jaminan
yang harus dipenuhi oleh pemohon modal jika ingin memperoleh pinjaman atau
tambahan modal (dalam bentuk kredit) dalam jangka panjang dan pendek.
Kegiatan ekonomi terus berlangsung di mana-mana dan oleh siapa saja sebagai
pelaku korporasi, baik itu badan hukum swasta, swasta atau publik, bahkan
sekelompok orang yang bukan badan hukum.

V
Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh semua pihak
sebagai bagian dari upaya meningkatkan perekonomian negara. Salah satu faktor
yang menjadi modal penting bagi pengelolaan dan pengembangan suatu usaha
ekonomi adalah dana atau uang. Dana atau uang yang dibutuhkan untuk
mendirikan dan mengembangkan usaha dapat diperoleh melalui pinjaman atau
kredit melalui jasa perbankan. Berdasarkan bunyi Pasal 1 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, menyebutkan, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Jadi, berdasarkan pengertian tersebut
diatas kegiatan bank dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: Menghimpun
dana dari masyarakat seperti simpanan (tabungan, giro, deposito) dan Pemberian
pinjaman atau kredit. Pada dasarnya, pemberian kredit oleh bank diberikan kepada
siapa saja yang memiliki kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat
melalui suatu perjanjian utang piutang di antara kreditur dan debitur.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian tinjauan umum hukum jaminan di indonesia dan


hukum jaminan?
2. Jelaskan dan pengertian tentang apa saja jenis-jenis kebendaan seperti :
Gadai, Hipotik, Fiducia, dan Hak Tanggungan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penelitian adalah:

1. Mengetahui dan memahami penjelasan tentang tinjauan umum hukum


jaminan dan hukum jaminan
2. Mengetahui dan memahami penjelasan tentang apa saja jenis-jenis
kebendaan seperti : Gadai, Hipotik, Fiducia, dan Hak Tanggungan

VI
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Umum Hukum Jaminan di Indonesia


Hukum jaminan terdiri dari dua kata, hukum dan jaminan. Menurut
Soedikno Mertokusumo, hukum adalah kumpulan aturan atau peraturan untuk
hidup bersama, semua aturan yang berlaku untuk kehidupan II, yang dapat
dihukum. Dan yang dimaksud dengan jaminan adalah istilah atau definisi jaminan
yang tegas yang tidak terdapat dalam KUHPerdata. Namun menurut para ahli,
jaminan dapat diartikan sebagai sesuatu yang debitur pinjamkan kepada kreditur
untuk meyakinkan debitur bahwa debitur mau memenuhi kewajiban dengan uang
jaminan. Mendukung pengembangan undang-undang yang memberikan fasilitas
kredit, sebagai jaminan atas barang yang dibeli sebagai jaminan. Pengaturan
tersebut harus cukup persuasif dan memberikan kepastian hukum kepada lembaga
perkreditan di dalam dan luar negeri. Dengan hadirnya sejumlah besar lembaga
kredit jangka panjang dan suku bunga yang relatif rendah. Sifat kontrak agunan
dibangun sebagai kontrak yang litir, yang merupakan kontrak terkait dengan
kontrak utama dalam bentuk perjanjian, perpanjangan atau pembukaan kredit oleh
Bank. Perjanjian Garansi sebagai suatu perjanjian yang dibuat oleh untuk
memperoleh hasil hukum, seperti:

a. Adanya perjanjian pokok;


b. Hapusnya tergantung pada perjanjian pokok;
c. Jika perjanjian pokok batal - ikut batal;
d. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok;
e. Jika perutangan pokok beralih karena cessi, subrogasi maka ikut berali h juga
tanpa adanya penyerahan khusus

Lebih khusus lagi, komitmen perjanjian yang didedikasikan untuk perjanjian


kerangka kerja tidak dapat melebihi komitmen yang bersangkutan dengan
perjanjian kerangka kerja. Agunan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa

VII
klasifikasi tergantung pada sudut pandang tertentu, seperti cara memanifestasikan
dirinya, sifat objek yang digunakan sebagai objek jaminan, dll. Jaminan yang
timbul karena hukum bersifat bawaan atau memegang jaminan umum, hak
istimewa, dan reservasi Pasal 1132 dan 1134(1) Undang-undang Hukum perdata.
Sedangkan jaminan yang timbul dari perjanjian adalah jaminan Dibuat atau
disimpulkan berdasarkan kesepakatan antara para pihak, seperti: gadai, hipotek,
hak tanggungan, fidusia dan hak jaminan resi gudang

Dalam jaminan umum, semua kreditur memiliki martabat yang sama dengan
kreditur lain, tidak ada kreditur yang diistimewakan atau diistimewakan oleh
kreditur lain, jaminan umum kurang menguntungkan kreditur, pelepasan aset
tertentu harus secara khusus dijaminkan sebagai jaminan pembayaran utang
debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan istimewa
dalam hubungan dengan kreditur lain dalam pelunasan utangnya. untuk
pemiliknya. Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa hak mutlak atas sesuatu,
yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung dengan suatu hal tertentu oleh
debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti benda itu dan
dapat ditukar. langsung pada orang tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap
debitur tertentu, terhadap milik debitur pada umumnya

2.1.1 Pengertian Hukum Jaminan


Istilah agunan yang digunakan dalam lembaga penjaminan di Indonesia
adalah terjemahan dari kata Belanda, yaitu zekerhaid atau coutie yang mengacu
pada sarana yang kreditur menjamin pelaksanaan surat promes mereka, lebih
umum tanggung jawab debitur untuk mereka sendiri. Dasar hukum Undang-
undang Jaminan Tahun di Indonesia terdapat dalam Pasal 1131 KUHPerdata
tahun yang menyatakan bahwa: “Semua benda milik debitur, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru, akan
dibebankan di kemudian hari. Bertanggung jawab atas komitmen individu.
Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitanya demgan
pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. hukum jaminan adalah

VIII
ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan
(Debitur) dan penerima jaminan (Kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu
utang tertentu (Kredit) dengan suatu jaminan (Benda atau orang tertentu). Dalam
hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditur
sebagai pihak pemberian utang saja, melainkan mengatur perlindungan hukum
terhadap debitur sebagai pihak penerima utang. Arti jaminan menurut Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah "agunan" atau "tanggungan"
sedangkan "jaminan" menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 19985, diberi
arti lain, yaitu "Keyakianan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembaliakn pembiayaan
dimaksudkan sesuai dengan diperjanjikan". Berdasarkan pengertian diatas, unsur-
unsur yang terkandung didalam perumusan hukum jamian, yakni sebagai berikut:

1. Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan


hukum yang tertulis dan ketentuan hukum tidak tertulis, ketentuan hukum
jaminan tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan
perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, baik itu berupa peraturan
yang original (Asli) maupun peraturan derivatif (Turunan). adapun
ketentuan yang timbul yang terpelihara dalam praktik penyelanggaraan
pembebanan utang suatu jaminan.
2. ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum
antara pemberian jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur).
Pemberian jaminan, lazimnya dinamakan debitur, yakni pihak yang
berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentuan, yang
menyarakan suatu kebendaan tertentu sebagai (benda) jaminan kepada
penerima jaminan (kreditur) dalam hal ini yang dapat menjadi pemberian
jaminan bisa orang perseorangan atau badan hukum yang mendapatkan
fasilitas utang (kreditur) tertentu atau pemiliki benda yang menjadi objek
jaminan utang tertentu. adapun penerima jaminan, lazimnya dinamakan
kreditur, yaitu pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang
tertentu, yang penerima penyerahan suatu kebebanan tetentu sebagai
(benda) jaminan dari pemberian jaminan (beditur). Dalam hal ini yang

IX
dapat menjadi penerima jaminan bisa orang perseorangan atau badan
hukum yang mempunyai piutang yang pelunasanya dijaminkan dengan
suatu benda tertentu sebagai jaminan.
3. Adanya jaminan diserahkan oleh debitur kepada kreditur. kerena utang
yang dijamin itu berupa uang. maka jaminan di sisni bisa jaminan
kebendaan maupun jaminan perseorangan.
4. Pemberian jaminan yang akan dilakukan oleh pemberi jaminan
dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu,
artinya pembebanan kebendaan jaminan dilakukan dengan maksud untuk
dapat utang, pinjamana atau kredit, yang diberikan seseorang atau badan
hukum kepada seseoarang atau badan hukum berdasarkan kepercayaan,
yamg dipergunakan sebagai modal atau intervasi usaha. dengan kata lain
pembebanan kebendaan jaminan dimaksudkan untuk menjaminkan
pengamanan pelunasan utang tertentu terhadap kreditur bila debitur
mengalami wanperstasi.

Adapun dalam pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan


menjadi jaminan bersama bagi semua pihak yang berutang kepadanya; hasil dari
penjualan barang-barang ini Dengan keseimbangan, yaitu berdasarkan ukuran
utang satu sama lain, kecuali debitur ada alasan yang valid dan diutamakan.
Beberapa ahli juga mendefinisikan istilah jaminan antara lain:

a. Sedangkan Sri Soedewi Masjhoen Sofwan menjelaskan, hukum jaminan


merupakan undang-undang yang mengatur konstruksi yuridis dan
memungkinkan pemberian fasilitas kredit melalui penjaminan barang yang
dibeli sebagai jaminan.

b. Hartono Hadisapoetro berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang


diberikan kepada debitur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur
akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbull
dari suatu perikatan.

X
c. M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang
diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu hutang
piutang dalam masyarakat.

d. Mariam Darus Badrulzaman sebagaimana yang dikutip oleh Ny. Frieda


Husni Hasbullah menyatakan bahwa jaminan adalah suatu tanggungan
yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur
untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.

e. Thomas Suyanto berpendapat bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan


atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran
kembali suatu hutang

2.2 Jaminan Umum


Sesuai Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”),
semua barang yang dimiliki oleh pehutang, baik yang bergerak atau tidak
bergerak, saat ini atau yang akan datang, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan. Inilah yang disebut sebagai Jaminan umum. Definisi dari
jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur
yang menyangkut semua harta kekayaan debitur. Dari definisi tersebut dapat
dilihat bahwa benda-benda jaminan tidak hanya diperuntukkan untuk kreditur
tertentu, akan tetapi hasil dari penjualan benda yang menjadi jaminan akan dibagi
secara seimbang untuk seluruh kreditur sesuai dengan jumlah hutang yang dimilik
oleh debitur.

Dalam penjaminan umum ini, tidak akan ada masalah jika hasil penjualan
jaminan itu cukup untuk semua hutang peminjam kepada kreditur, tetapi jika hasil
dari penjualan jaminan tidak mencukupi untuk hutang kreditur, maka Hasil
penjualan barang jaminan tersebut akan dibagi sesuai dengan prosentase tagihan
yang dipegang oleh kreditur kepada debitur, namun hal ini akan menimbulkan
masalah, karena utang debitur belum dapat dilunasi, yang akan mengakibatkan

XI
kerugian bagi kreditur. Akibatnya, jaminan umum belum memberikan jaminan
kepada kreditur untuk mendapatkan penggantian penuh atas klaim mereka. suatu
bentuk jaminan yang memberikan hak kepada kreditur untuk menjadi kreditur
preferen, yaitu kreditur yang harus didahulukan pembayarannya atas kreditur lain
apabila debitur wanprestasi, kemudian diberikan bentuk jaminan lain, yaitu suatu
bentuk jaminan khusus. Adapun ciri-ciri dari jaminan umum adalah:

1. Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama atau seimbang, artinya


tidak ada yang didahulukan dalam pemenuhan piutangnya dan disebut
sebagai kreditur yang konkuren.
2. Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai hak yang
bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap
orang-orang tertentu.
3. Jaminan umum timbul karena undang-undang, artinya antara para pihak
tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para kreditur
konkuren secara bersama-sama memperoleh jaminan umum berdasarkan
undang-undang.

2.3 Jaminan Khusus


Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada jaminan umum,
undang-undang memungkinkan diadakannya jaminan khusus. Hal ini tersirat dari
Pasal 1132 Kitab Undangundang Hukum Perdata dalam kalimat “….kecuali
diantara para kreditur ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Dengan
demikian, Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mempunyai sifat
yang mengatur/mengisi/melengkapi (aanvullendrecht) karena para pihak diberi
kesempatan untuk membuat perjanjian yang menyimpang. Dengan kata lain ada
kreditur yang diberikan kedudukan yang lebih didahulukan dalam pelunasan
hutangnya dibanding kreditur-kreditur lainnya. Kemudian Pasal 1133 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata memberikan pernyataan yang lebih tegas lagi,
yaitu: “Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak
istimewa, dari gadai, dan dari hipotik”. Oleh karena itu alasan untuk didahulukan

XII
dapat terjadi karena ketentuan undang-undang, dapat juga terjadi karena
diperjanjikan antara debitur dan kreditur. Berdasarkan ketentuan undang-undang
misalnya, yang diatur dalam Pasal 1134 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
tentang hutang piutang yang didahulukan yaitu privilege, sedangkan yang terjadi
karena perjanjian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

1. kreditur dapat meminta benda-benda tertentu milik debitur untuk dijadikan


sebagai jaminan hutang atau
2. kreditur meminta bantuan pihak ketiga untuk menggantikan kedudukan
debitur membayar hutanghutang debitur kepada kreditur apabila debitur
lalai membayar hutangnya atau wanprestasi. Menjaminkan dengan cara-
cara tersebut diatas dikenal sebagai jaminan kebendaan dan jaminan
perorangan. Jaminan kebendaan dapat dilakukan melalui gadai, fidusia,
hipotik, dan hak tanggungan, sedangkan jaminan perorangan dapat
dilakukan dapat dilakukan melalui perjanjian penanggungan misalnya
borgtocht, garansi, dan lain-lain

2.3.1 Jenis-jenis Jaminan Khusus


a. Jaminan Perorangan (Personal Guarantee)
Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang atau
kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban si berhutang atau debitur. Dengan demikian jaminan perorangan
merupakan jaminan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang
tertentu atau pihak ketiga artinya tidak memberikan hak untuk didahulukan
pada benda-benda tertentu, karena harta kekayaan pihak ketiga tersebut
hanyalah merupakan jaminan bagi terselenggaranya suatu perikatan seperti
borgtocht. Penanggungan menurut Pasal 1820 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata adalah: Suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna
kepentingan si berhutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si
berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

Selanjutnya Pasal 1822 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan:

XIII
1. Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun
dengan syarat-syarat yang lebih berat, daripada perikatan si berutang.
2. Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari
utangnya, atau dengan syarat-syarat yang kurang. Jika penanggungan
diadakan untuk lebih dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih
berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah
hanya untuk apa yang diliputi oleh perikatan pokoknya.

Dengan demikian, untuk jumlah yang kurang, maka perikatan dapat


dilangsungkan; sedangkan apabila lebih besar dari jumlah yang ditentukan maka
tidak mengakibatkan batalnya perikatan karena perikatan itu tetap sah, hanya saja
terbatas pada jumlah yang telah disyaratkan dalam perikatan pokok. Jika debitur
wanprestasi, maka kewajiban memenuhi prestasi dari si penanggung dicantumkan
dalam perjanjian tambahannya (perjanjian accessoir) bukan dalam perjanjian
pokok sebab tujuan dan isi penanggungan adalah memberikan jaminan pokok,
artinya adanya penanggungan tergantung pada perjanjian pokoknya. Pada
dasarnya perjanjian penanggungan adalah perjanjian yang bersifat accessoir, jadi
apabila perjanjian pokoknya batal, maka perjanjian penanggungan juga batal.
Namun, terhadap sifat accessoir ini Kitab Undang-undang Hukum Perdata
memungkinkan adanya pengecualian. Hal ini tercantum dalam Pasal 1821 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan:

1. Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.
2. Namun dapatlah seorang memajukan diri sebagai penanggung untuk suatu
perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan
yang hanya mengenai dirinya pribadi si berhutang, misalnya dalam hal
kebelumdewasaan.

Dengan demikian perjanjian penanggungan tersebut akan tetap sah meskipun


perjanjian pokoknya dibatalkan sebagai akibat dilaksanakan oleh seorang yang
belum dewasa.

XIV
Penanggungan utang harus dinyatakan dengan pernyataan yang tegas, tidak boleh
dipersangkakan serta tidak diperbolehkan untuk memperluas penanggungan
hingga melebihi ketentuanketentuan yang menjadi syarat sewaktu
mengadakannya, demikian menurut ketentuan Pasal 1824 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Maksud diadakannya pernyataan yang tegas bukanlah berarti
harus diadakan secara tertulis, dapat juga diadakan secara lisan namun hal ini
dapat mempersulit kreditur untuk membuktikan sampai dimana kesanggupan si
penanggung tersebut. Selain itu pernyataan tegas dapat melindungi si penanggung
yang bersangkutan, karena dia tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas hal-
hal lain, selain apa yang sudah diperjanjikan.

Disamping perjanjian penanggungan (borgtocht), contoh lain dari jaminan


perorangan adalah perjanjian garansi. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa ciriciri jaminan perorangan adalah:

1. Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu.


2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu.
3. Seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan hutang,
misalnya borgtocht.
4. Menimbulkan hak perseorangan yang mengandung asas kesamaan atau
keseimbangan (konkuren) artinya tidak membedakan mana piutang yang
terjadi lebih dahulu dan mana piutang yang terjadi kemudian. Dengan
demikian tidak mengindahkan urutan terjadinya karena semua kreditur
mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan debitur.
5. Jika suatu saat terjadi kepailitan, maka hasil penjualan dari benda-benda
jaminan dibagi diantara para kreditur seimbang dengan besarnya piutang
masing-masing (Pasal 1136 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
b. Jaminan kebendaan
Jaminan kebendaan ialah jaminan yang memberikan kepada kreditur atas
suatu kebendaan milik debitur hak untuk memanfaatkan benda tersebut jika
debitur melakukan wanprestasi. Benda debitur yang dijaminkan dapat berupa
benda bergerak maupun tidak bergerak. Untuk benda bergerak dapat

XV
dijaminkan dengan gadai dan fidusia, sedangkan untuk benda tidak bergerak,
setelah berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Bendabenda yang Berkaitan
Dengan Tanah hanya dapat dibebankan dengan hipotik atas kapal laut dengan
bobot 20 m3 atau lebih dan pesawat terbang serta helikopter. Sedangkan
untuk tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dapat
dibebankan dengan hak tanggungan. Namun, apabila yang dijaminkan adalah
benda bergerak tidak berwujud, yaitu rekening bank dalam hal ini rekening
penampungan (escrow account) maka lembaga jaminan yang dapat digunakan
adalah gadai. Hal ini dikarenakan rekening penampungan tidak dapat
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Karena berdasarkan Pasal 10
ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran pada Kantor
Pendaftaran Fidusia berkaitan erat dengan lahirnya jaminan fidusia, karena
berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, lahirnya jaminan fidusia adalah pada tanggal jaminan
fidusia dicatat dalam Buku Daftar Fidusia. Sehingga apabila suatu benda
tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sama saja dengan
tidak terjadi/muncul suatu jaminan fidusia.

Jika debitur melakukan wanprestasi maka dalam jaminan kebendaan, kreditur


mempunyai hak didahulukan (preferent) dalam pemenuhan piutangnya
diantara kreditur-kreditur lainnya dari hasil penjualan harta benda milik
debitur. Dengan demikian jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri yang
berbeda dengan jaminan peroangan. Ciri-ciri yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Merupakan hak mutlak (absolute) atas suatu benda.
2. Kreditur mempunyai hubungan langsung dengan bendabenda tertentu
milik kreditur.
3. Dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh siapapun.

XVI
4. Selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (droit de
suit).
5. Mengandung asas prioritas, yaitu hak kebendaan yang lebih dahulu terjadi
akan lebih diutamakan daripada yang terjadi kemudian (droit de
preference).
6. Dapat diperalihkan seperti hipotik.
7. Bersifat perjanjian tambahan (accessoir).

Jika dibandingkan antara jaminan umum dengan jaminan khusus, maka dalam
praktek perbankan ternyata jaminan khusus lebih disukai. Dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan tidak dengan tegas (eksplisit)
mensyaratkan suatu jaminan namun secara tersirat (implisit) bank menghendaki
adanya suatu jaminan berdasarkan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur serta setelah melakukan analisis mendalam atas itikad nasabah debitur.
Secara umum jika ditinjau dari sudut tujuan dan manfaat atau kegunaan jaminan,
maka jaminan khusus mempunyai tujuan tertentu dan memberikan manfaat
khusus baik bagi debitur maupun bagi kreditur antara lain:

1. Jaminan khusus dapat menjamin terwujudnya perjanjian pokok atau


perjanjian hutang piutang;
2. Jaminan khusus melindungi kreditur (bank) dari kerugian jika debitur
wanprestasi;
3. Menjamin agar kreditur (bank) mendapatkan pelunasan dari bendabenda
yang dijaminkan;
4. Merupakan suatu dorongan bagi debitur agar sungguh-sungguh
menjalankan usahanya atas biaya yang diberikan kreditur;
5. Menjamin agar debitur melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sehingga
dengan sendirinya dapat menjamin bahwa hutang-hutang debitur dapat
dibayar lunas;
6. Menjamin debitur (nasabah) berperan serta dalam transaksi yang dibiayai
pihak kreditur.

XVII
Namun yang paling penting, agar suatu jaminan dapat digolongkan dalam suatu
jaminan yang dapat melindungi baik kepentingan debitur maupun kreditur, maka
harus diperhatikan pemenuhan atas kriteria atau syarat-syarat jaminan yang baik
(ideal) sebagai berikut:

1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang
memerlukannya.
2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk
melakukan atau meneruskan usahanya.
3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa
barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu
dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima kredit.

2.4 Jenis-Jenis Jaminan Kebendaan


2.4.1 Gadai
Pengertian dari gadai berdasarkan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Karena benda-benda yang digadaikan menyangkut benda-benda
bergerak, maka ketentuan pasal-pasal tersebut dinyatakan masih berlaku. Apa
yang dimaksud dengan gadai dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata merumuskan sebagai berikut:

Gadai merupakan suatu hak yang diperoleh berpiutang atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang
lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang
itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang-orang berpiutang lainnya, kecuali haruslah didahulukan
biaya untuk melelang barang serta biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan barang yang digadaikan tersebut.

Berdasarkan rumusan tersebut maka gadai pada dasarnya adalah suatu hak
jaminan kebendaan atas benda bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain
dan bertujuan tidak untuk memberi kenikmatan atas benda tersebut melainkan

XVIII
untuk memberi jaminan bagi pelunasan hutang orang yang memberikan jaminan
tersebut.

Dengan demikian benda-benda itu khusus disediakan bagi pelunasan hutang si


debitur atau pemilik benda. Bahkan gadai memberi hak untuk didahulukan dalam
pelunasan hutang bagi kreditur tertentu setelah terlebih dahulu didahulukan dari
biaya untuk lelang dan biaya menyelamatkan barang-barang gadai yang diambil
dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang
digadaikan, serta memberi wewenang bagi si kreditur untuk menjual sendiri
benda-benda yang dijaminkan.

Sebagai hak kebendaan, hak gadai selalu mengikuti objek atau barang-
barang yang digadaikan dalam tangan siapapun berada. Penerima gadai
mempunyai hak untuk menuntut kembali barang-barang yang digadaikan yang
telah hilang atau dicuri orang dari tangannya dari tangan siapapun barang-barang
yang digadaikan itu ditemukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Hal ini dapat
disimpulkan dari ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (3) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, menyatakan:

Apabila, namun itu barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini
atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembali
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat (2) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, sedangkan apabila barang gadai didapatnya kembali, hak
gadai dianggap tidak pernah hilang.

Pasal 1152 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini


mencerminkan adanya sifat droit de suite, karena hak gadai terus mengikuti
bendanya di tangan siapapun. Demikian juga didalamnya terkandung hak
menggugat karena penerima gadai berhak menuntut kembali barang yang hilang
tersebut.

Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu


kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan
perjanjian hutang piutang dan karenanya dikatakan, bahwa perjanjian gadai

XIX
mengikuti perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang bersifar
accessoir. Pada prinsipnya (barang) gadai dapat dipakai untuk menjamin setiap
kewajiban prestasi tertentu. Artinya perjanjian (jaminan) gadai hanya akan ada
bila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang
menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya
dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan bergerak berwujud maupun
kebendaan bergerak tidak berwujud. Tujuan gadai memberikan kepastian hukum
yang kuat bagi kreditur-kreditur dengan menjamin pelunasan piutangnya dari
benda yang digadaikan, jika debitur wanprestasi.

Dalam rangka mengamankan piutang kreditur, maka secara khusus oleh


debitur kepada kreditur diserahkan suatu kebendaan bergerak sebagai jaminan
pelunasan hutang debitur, yang menimbulkan hak bagi kreditur untuk menahan
kebendaan bergerak yang digadaikan tersebut sampai dengan pelunasan hutang
debitur. Dengan demikian, pada dasarnya perjanjian gadai akan terjadi bila
barang-barang yang digadaikan berada dibawah penguasaan kreditur (penerima
gadai) atau atas kesepakatan bersama ditunjuk seorang pihak ketiga untuk
mewakilinya. Penguasaan kebendaan gadai oleh penerima gadai tersebut
merupakan syarat esensial bagi lahirnya gadai. Persyaratan ini selain ditentukan
dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam kata-kata
“…..yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas
namanya,….”. selanjutnya ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1) dan (2) Kitab
Undang-undang Hukum Perdata menyatakan, sebagai berikut:

1. Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa


diletakkan dengan membawa barang gadainya dibawah kekuasaan si
berpiutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh
kedua belah pihak.
2. Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam
kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas
kemauan si berpiutang.

XX
Dari ketentuan Pasal 1152 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, untuk terjadinya hak gadai atau sahnya suatu perjanjian gadai itu
didasarkan kepada penyerahan benda yang digadaikan ke dalam penguasaan
kreditur atau pihak ketiga yang ditunjuk bersama. Apabila benda yang digadaikan
tetap berada di tangan debitur (pemberi gadai) ataupun dikembalikan oleh kreditur
atas kemauannya, maka hak gadainya tidak sah demi hukum. Walaupun
kebendaan yang digadaikan berada dalam penguasaan kreditur, namun kreditur
(penerima gadai) tidak boleh menikmati atau memanfaatkan kebendaan yang
digadaikan tadi, karena fungsi gadai (barang yang digadaikan) hanyalah sebagai
jaminan pelunasan hutang yang jika debiturnya wanprestasi dapat digunakan
sebagai pelunasan hutangnya. Penyerahan benda-benda yang digadaikan kepada
kreditur dimaksudkan bukan merupakan penyerahan yuridis, bukan penyerahan
yang mengakibatkan penerima gadai menjadi pemilik dan karenanya penerima
gadai dengan penyerahan tersebut tetap hanya berkedudukan sebagai pemegang
saja, tidak akan pernah berdasarkan penyerahan seperti itu saja menjadi bezitter
daalam arti bezit keperdataan (burgerlijk bezit). Disini keadaan kreditur yang
piutangnya dijamin, terhadap perbuatan debitur terjamin, karena kreditur yang
menguasai bendanya jaminan

2.4.2 Hipotik
Berdasarkan pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, definisi
dari hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak,
untuk diambil daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Seperti hak jaminan
yang lainnya, hipotek bersifat assesoir. Dalam pasal 1164 Kitab Undang-Undang
Hukum perdata, objek hipotek adalah benda tidak bergerak, merupakan sebuah
larangan untuk menjadikan benda bergerak sebagai objek hipotek, hal ini diatur
dalam pasal 1167 Kitab Undang-Undang akan tetapi setelah diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, maka hak atas tanah yaitu hak milik (pasal 25 UUPA), hak guna

XXI
usaha (pasal 33 UUPA), hak guna bangunan (pasal 39 UUPA), dan hak pakai atas
tanah negara tidak dapat lagi dibebani dengan hak hipotek melainkan telah diganti
dengan hak tanggungan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan. Hingga sekarang benda-benda yang dapat menjadi
objek hipotek adalah kapal laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang pelayaran.

Menurut Frieda Husni Hasbullah, hipotek mempunyai sifat yang hak


kebendaan umumnya, antara lain:

1. Absolut, yaitu hak yang dapat dipertahankan terhadap tuntutan siapapun.


2. Droit de suite atau zaaksgevolg, artinya hak tersebut selalu mengikuti
bendanya di tangan siapapun benda tersebut berada (pasal 1163 ayat 2 dan
pasal 1198 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
3. Droit de preference, yaitu seseorang mempunyai hak untuk didahulukan
pemenuhan piutangnya di antara orang-orang yang berpiutang
lainnya,Pasal 1132, 1134 (ayat 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Selain itu Hipotek juga mempunyai sifat-sifat khusus, antara lain:


1. Hipotek bersifat memaksa
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, telah dinyatakan secara
tegas bahwa ketentuan hipotek bersifat memaksa sebagaimana diatur
dalam Pasal 1162 juncto Pasal 1167 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dapat diketahui bahwa hipotek hanya diberikan atas benda tidak
bergerak, terhadap benda bergerak tidak dapat diberikan hipotek sebagai
jaminan dalam bentuk hipotek. Ketentuan ini bersifat memaksa dan tidak
dapat disimpangi.
2. Hipotek dapat beralih atau dipindahkan
Hipotek adalah suatu bentuk perjanjian yang bersifat assesoir yang
mengikuti perikatan pokok, dengan sifat assesoir ini, selama dan
sepanjang perikatan pokoknya memungkinkan untuk dilakukan peralihan,
maka hipotek yang mengikuti perjanjian pokok tersebut dapat juga beralih.

XXII
Ketentuan yang mengatur tentang peralihan hipotek terdapat dalam pasal
1172 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3. Hipotek bersifat individualiteit
Maksud dari hipotek bersifat individualiteit adalah bahwa hipotek tidak
akan hapus hanya karena pembayaran sebagian yang telah dilakukan oleh
debitor, melainkan hanya hapus dalam hal telah dipenuhinya ketentuan
yang telah diberikan dalam pasal 1209 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
4. Hipotek bersifat menyeluruh (Totaliteit)
Ketentuan tentang hipotek yang bersifat menyeluruh terdapat dalam pasal
1165 dan pasal 1169 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dari rumusan
kedua pasal ini dapat diketahui bahwa pemberian hipotek meliputi segala
perlekatan yang terjadi atas benda tersebut sebagai suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini benda tersebut keberadaannya
digantungkan kepada suatu syarat tertentu. Hipoteek tidak dapat diberikan
secara sebagian demi sebagian, dan hanya dapat diberikan secara
menyeluruh, berdasarkan pada suatu title hak yang sah.
5. Hipotek tidak dapat dipisah-pisahkan (onsoplitsbaarheid)
Makna tidak dapat dipisah-pisahkan adalah menunjuk pada suatu keadaan
misalnya, seorang pemilik kebendaan tertentu tidak mungkn melepaskan
sebagian hak miliknya atas suatu kebenda yang utuh. Meskipun seorang
pemilik diberikan kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan
hak kebendaan lainnya yang bersifat terbatas, namun pembebanan yang
dilakukan inipun hanya dapat dibebankan terhadap keseluruan kebendaan
yang menjadi miliknya tersebut.

2.4.3 Fiducia
Pengertian fidusia berdasarkan Pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Fidusia

XXIII
merupakan lembaga jaminan yang mirip dengan gadai yaitu keduanya sama-sama
mensyaratkan benda bergerak sebagai jaminan. Dasar Hukum dari praktek fidusia
adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Sama
dengan gadai, fidusia pada dasarnya adalah suatu perjanjian accessoir antara
debitur dan kreditur yang isinya pernyataan penyerahan hak milik secara
kepercayaan atas benda-benda milik debitur kepada kreditur, namun benda-benda
tersebut masih tetap dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai dan bertujuan
hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman. Untuk
penyerahannya dilakukan secara constitutum possessorium artinya penyerahan
dengan melanjutkan penguasaan atas benda-benda yang bersangkutan karena
benda-benda tersebut masih di tangan debitur.

Sebagaimana jaminan gadai, jaminan fidusia juga memiliki ciri-ciri


khusus, adapau cirri-ciri jaminan fidusia adalah:

1. Accessoir
Timbulnya fidusia didahului dengan suatu perjanjian meminjam uang atau
perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokok. Kemudian sebagai
jaminan pelunasan hutang dibuatlah suatu perjanjian tambahan berupa
perjanjian dengan jaminan fidusia tersebut. Oleh karena itu jika perjanjian
pokok berupa hutang piutang dilunasi, maka otomatis perjanjian fidusia
berakhir. Dengan berakhirnya penyerahan hak milik berdasarkan
kepercayaan ini tergantung pada perjanjian pokoknya.
2. Constitutum Possessorium
Jika dalam perjanjian gadai benda harus dilepaskan dari kekuasaan
pemberi gadai/debitur dan hak milik atas benda tetap berada dalam tangan
debitur, maka dalam perjanjian fidusia terjadi penyimpangan yaitu benda
tetap dikuasai oleh debitur walaupun hak milik atas benda tersebut telah
berpindah ke tangan kreditur. Oleh karena itu kkonstruksi demikian
dinamakan penyerahan hak milik dengan melanjutkan penguasaan atas
benda jaminan.
3. Parate executie

XXIV
Sehubungan dengan kedudukan separatis dan hak preferen yang dimiliki
kreditur, demikian juga adanya pengakuan oleh yurisprudensi bahwa
fidusia merupakan hukum jaminan kebendaan yang seperti halnya gadai
dan hipotek, maka kreditur selaku penerima fidusia berhak melakukan
parate executie atau menagih piutangnya dari hasil penjualan benda yang
dijaminkan tanpa suatu executorial title.

2.4.4 Hak Tanggungan


Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, hak
tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah (sebagaimana dimaksud dalam UUPA) berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, ciri-ciri dari hak


tanggungan adalah sebagai berikut:

1. Memberikan kedudukan yang diutamaknan atau mendahului kepada


pemegangnya. Hal ini sesuai denganmaksud dari Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1996. Demikian juga sebagaimana yang dimaksud
dengan Pasal 20 (ayat 1 b) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang
antara lain menyatakan bahwa objek hak tanggungan dijual melalui
pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan
dengan hak mendahuku daripada kreditur-kreditur lainnya.
2. Selalu mengikuti objek yang dijamin oleh siapapun objek itu berada.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996. Dalam penjelasan atas Pasal 7 tersebut, dinyatakan bahwa sifat ini
merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang hak
tanggungan. Walupun objek hak tanggungan sudah berpindahtangan dan

XXV
menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dpat menggunakan haknya
melalui eksekusi jika debitur cidera janji.
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak
ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Sebagaimana diketahui dalam
eksekusi putusan dikenal 4 (empat) macam eksekusi yaitu:
a. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR merupakan eksekusi
putusan yang menghukum hak yang dikalahkan untuk membayar
sejumlah uang.
b. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, adalah eksekusi putusan
yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Untuk
memenuhi prestasi melakukan suatu perbuatan sudah tentu seseorang
tidak dapat dipaksakan, oleh karena itu pihak yang dimenangkan dapat
meminta kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya
dinilai dengan uang.
c. Eksekusi parate (parate executie) terjadi apabila seorang kreditur
menjual barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai title
executorial tercantum dalamPasal 1155, 1178 (ayat 2) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata) artinya, merupakan pelaksanaan perjanjian
tanpa melalui gugatan atau tanpa melalui pengadilan.

Kemudian untuk persyaratan objek hak tanggungan antara lain:

1. Dapat dinilai dengan uang, karena hutang yang dijamin adalah berupa
uang.
2. Termasuk hak yang wajib didaftar dalam daftar umum karena harus
memenuhi syarat spesialitas dan publisitas.
3. Mempunyai sifat yang dapat dipindahtangankan karena apabila
kreditur cidera janji, benda yang dijadikan jaminan akan dijual dimuka
umum.
4. Memerlukan penunjukan oleh Undang-Undang.

XXVI
BAB III

PENUTUP DAN KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Jaminan yang timbul dari perjanjian adalah jaminan yang dibuat atau
disimpulkan berdasarkan kesepakatan antara para pihak, seperti: gadai,
hipotek, hak tanggungan, fidusia dan hak jaminan resi gudang. Dalam
jaminan umum, semua kreditur memiliki martabat yang sama dengan
kreditur lain, tidak ada kreditur yang diistimewakan atau diistimewakan
oleh kreditur lain. Jika jaminan umum kurang menguntungkan kreditur,
pelepasan aset tertentu harus secara khusus dijaminkan sebagai jaminan
pembayaran utang debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan
mempunyai kedudukan istimewa dalam hubungan dengan kreditur lain
dalam pelunasan utangnya.
2. Perkembangan hukum jaminan di Indonesia tidak lepas dari pembahasan
perkembangan hukum jaminan di bawah pemerintahan Hindia Belanda,
Jepang dan zaman kemerdekaan hingga saat ini. Dalam konteks
munculnya apa yang disebut agunan ketika ada hubungan pinjam
meminjam maka timbul hak dan kewajiban, ketika terjadi wanprestasi
disitulah gagasan tentang apa yang disebut dengan agunan yang dipelajari
dalam hukum agunan adalah masalah perkreditan yang terlibat atau
berhubungan dengan bank. Berasal dari terjemahan Zakerheidessteling
atau jaminan hukum. Pengertian umum hukum jaminan adalah suatu benda
yang dijadikan sebagai pegawai dalam suatu perjanjian utang piutang
antara seorang kreditur dengan seorang debitur.
3. Jaminan merupakan suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang,
yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur
sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian hutang piutang atau
perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur
dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang

XXVII
diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya
tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan
dinilai dengan uang, selanjutnya akan digunakan untuk pelunasan seluruh
atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada krediturnya.
Dengan kata lain, jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin
pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum
sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.

XXVIII
DAFTAR PUSTAKA

https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/139/
Rowina.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://www.rumah.com/panduan-properti/hukum-jaminan-18289

https://prospeku.com/artikel/hukum-jaminan---2932

https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/
lt5534a8b030088/node/9/peraturan-pemerintah-nomor-21-tahun-
2015

ontar.ui.ac.id/file?file=digital/122013-T+25985-Analisis+terhadap-
Analisis.pd

XXIX
XXX

Anda mungkin juga menyukai