Makalah Hukum Jaminan Print
Makalah Hukum Jaminan Print
HUKUM JAMINAN
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS EKONOMI
BLITAR
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat,
nikmat, hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Hukum Jaminan”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas kelompok dari dosen pada mata kuliah Hukum Komersial.
Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut
terkait studi Hukum Perusahaan. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Terdapat banyak
kekurangan baik dari segi kepenulisan atau materi itu sendiri. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi tercapainya sebuah
perbaikan.
Penulis
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................II
DAFTAR ISI.........................................................................................................III
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................4
2.4.1 Gadai......................................................................................................15
2.4.2 Hipotik...................................................................................................18
2.4.3 Fiducia...................................................................................................20
BAB III..................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26
III
BAB I
PENDAHULUAN
IV
yang menimbulkan perjanjian baru yaitu agunan. kontrak yang merupakan
kontrak pelengkap kontrak utama yaitu tergantung pada kontrak utama, sedangkan
keberadaan kontrak utama untuk kontrak pelengkap tidak tergantung pada kontrak
pelengkap dan independen. Pada zaman hindia belanda, ketentuan hukum yang
mengatur tentang hukum jaminan dapat kita kaji dalam Buku II KUHP Perdata
dan stb. 1980 Nomor 542 sebagaimana telah diubah menjadi stb. 1937 Nomor 190
tentang Credietverband. Dalam Buku II kitab Undang-undang Hukum Perdata,
ketentuaan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hukum jaminan adalah gadai
(pand) dan hipotik. Pand di atur dalam pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum
perdata sampai dengan 1160 Kitab Undang- undang Hukum Perdata, Sedangkan
hipotik di atur dalam pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Credietverband merupakan ketentuaan hukum yang berkaitan
dengan pembebanan jaminan bagi orang bumi putra (Indonesiaa asli) Hak atas
tanah yang dapat dibebani Credietverband adalah Hak Milik, Hak Guna Bagunan
(HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU), Hak atas tanah berupa Hak pakai atas tanah
Negara yang menurut ketentuan berlaku wajib memiliki sertifikat.
V
Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh semua pihak
sebagai bagian dari upaya meningkatkan perekonomian negara. Salah satu faktor
yang menjadi modal penting bagi pengelolaan dan pengembangan suatu usaha
ekonomi adalah dana atau uang. Dana atau uang yang dibutuhkan untuk
mendirikan dan mengembangkan usaha dapat diperoleh melalui pinjaman atau
kredit melalui jasa perbankan. Berdasarkan bunyi Pasal 1 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, menyebutkan, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Jadi, berdasarkan pengertian tersebut
diatas kegiatan bank dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: Menghimpun
dana dari masyarakat seperti simpanan (tabungan, giro, deposito) dan Pemberian
pinjaman atau kredit. Pada dasarnya, pemberian kredit oleh bank diberikan kepada
siapa saja yang memiliki kemampuan untuk membayar kembali dengan syarat
melalui suatu perjanjian utang piutang di antara kreditur dan debitur.
1.3 Tujuan
VI
BAB II
PEMBAHASAN
VII
klasifikasi tergantung pada sudut pandang tertentu, seperti cara memanifestasikan
dirinya, sifat objek yang digunakan sebagai objek jaminan, dll. Jaminan yang
timbul karena hukum bersifat bawaan atau memegang jaminan umum, hak
istimewa, dan reservasi Pasal 1132 dan 1134(1) Undang-undang Hukum perdata.
Sedangkan jaminan yang timbul dari perjanjian adalah jaminan Dibuat atau
disimpulkan berdasarkan kesepakatan antara para pihak, seperti: gadai, hipotek,
hak tanggungan, fidusia dan hak jaminan resi gudang
Dalam jaminan umum, semua kreditur memiliki martabat yang sama dengan
kreditur lain, tidak ada kreditur yang diistimewakan atau diistimewakan oleh
kreditur lain, jaminan umum kurang menguntungkan kreditur, pelepasan aset
tertentu harus secara khusus dijaminkan sebagai jaminan pembayaran utang
debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan mempunyai kedudukan istimewa
dalam hubungan dengan kreditur lain dalam pelunasan utangnya. untuk
pemiliknya. Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa hak mutlak atas sesuatu,
yang mempunyai ciri-ciri hubungan langsung dengan suatu hal tertentu oleh
debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti benda itu dan
dapat ditukar. langsung pada orang tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap
debitur tertentu, terhadap milik debitur pada umumnya
VIII
ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan
(Debitur) dan penerima jaminan (Kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu
utang tertentu (Kredit) dengan suatu jaminan (Benda atau orang tertentu). Dalam
hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditur
sebagai pihak pemberian utang saja, melainkan mengatur perlindungan hukum
terhadap debitur sebagai pihak penerima utang. Arti jaminan menurut Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah "agunan" atau "tanggungan"
sedangkan "jaminan" menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 19985, diberi
arti lain, yaitu "Keyakianan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembaliakn pembiayaan
dimaksudkan sesuai dengan diperjanjikan". Berdasarkan pengertian diatas, unsur-
unsur yang terkandung didalam perumusan hukum jamian, yakni sebagai berikut:
IX
dapat menjadi penerima jaminan bisa orang perseorangan atau badan
hukum yang mempunyai piutang yang pelunasanya dijaminkan dengan
suatu benda tertentu sebagai jaminan.
3. Adanya jaminan diserahkan oleh debitur kepada kreditur. kerena utang
yang dijamin itu berupa uang. maka jaminan di sisni bisa jaminan
kebendaan maupun jaminan perseorangan.
4. Pemberian jaminan yang akan dilakukan oleh pemberi jaminan
dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu,
artinya pembebanan kebendaan jaminan dilakukan dengan maksud untuk
dapat utang, pinjamana atau kredit, yang diberikan seseorang atau badan
hukum kepada seseoarang atau badan hukum berdasarkan kepercayaan,
yamg dipergunakan sebagai modal atau intervasi usaha. dengan kata lain
pembebanan kebendaan jaminan dimaksudkan untuk menjaminkan
pengamanan pelunasan utang tertentu terhadap kreditur bila debitur
mengalami wanperstasi.
X
c. M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang
diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu hutang
piutang dalam masyarakat.
Dalam penjaminan umum ini, tidak akan ada masalah jika hasil penjualan
jaminan itu cukup untuk semua hutang peminjam kepada kreditur, tetapi jika hasil
dari penjualan jaminan tidak mencukupi untuk hutang kreditur, maka Hasil
penjualan barang jaminan tersebut akan dibagi sesuai dengan prosentase tagihan
yang dipegang oleh kreditur kepada debitur, namun hal ini akan menimbulkan
masalah, karena utang debitur belum dapat dilunasi, yang akan mengakibatkan
XI
kerugian bagi kreditur. Akibatnya, jaminan umum belum memberikan jaminan
kepada kreditur untuk mendapatkan penggantian penuh atas klaim mereka. suatu
bentuk jaminan yang memberikan hak kepada kreditur untuk menjadi kreditur
preferen, yaitu kreditur yang harus didahulukan pembayarannya atas kreditur lain
apabila debitur wanprestasi, kemudian diberikan bentuk jaminan lain, yaitu suatu
bentuk jaminan khusus. Adapun ciri-ciri dari jaminan umum adalah:
XII
dapat terjadi karena ketentuan undang-undang, dapat juga terjadi karena
diperjanjikan antara debitur dan kreditur. Berdasarkan ketentuan undang-undang
misalnya, yang diatur dalam Pasal 1134 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
tentang hutang piutang yang didahulukan yaitu privilege, sedangkan yang terjadi
karena perjanjian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
XIII
1. Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun
dengan syarat-syarat yang lebih berat, daripada perikatan si berutang.
2. Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari
utangnya, atau dengan syarat-syarat yang kurang. Jika penanggungan
diadakan untuk lebih dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih
berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah
hanya untuk apa yang diliputi oleh perikatan pokoknya.
1. Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.
2. Namun dapatlah seorang memajukan diri sebagai penanggung untuk suatu
perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan
yang hanya mengenai dirinya pribadi si berhutang, misalnya dalam hal
kebelumdewasaan.
XIV
Penanggungan utang harus dinyatakan dengan pernyataan yang tegas, tidak boleh
dipersangkakan serta tidak diperbolehkan untuk memperluas penanggungan
hingga melebihi ketentuanketentuan yang menjadi syarat sewaktu
mengadakannya, demikian menurut ketentuan Pasal 1824 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Maksud diadakannya pernyataan yang tegas bukanlah berarti
harus diadakan secara tertulis, dapat juga diadakan secara lisan namun hal ini
dapat mempersulit kreditur untuk membuktikan sampai dimana kesanggupan si
penanggung tersebut. Selain itu pernyataan tegas dapat melindungi si penanggung
yang bersangkutan, karena dia tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas hal-
hal lain, selain apa yang sudah diperjanjikan.
XV
dijaminkan dengan gadai dan fidusia, sedangkan untuk benda tidak bergerak,
setelah berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Bendabenda yang Berkaitan
Dengan Tanah hanya dapat dibebankan dengan hipotik atas kapal laut dengan
bobot 20 m3 atau lebih dan pesawat terbang serta helikopter. Sedangkan
untuk tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dapat
dibebankan dengan hak tanggungan. Namun, apabila yang dijaminkan adalah
benda bergerak tidak berwujud, yaitu rekening bank dalam hal ini rekening
penampungan (escrow account) maka lembaga jaminan yang dapat digunakan
adalah gadai. Hal ini dikarenakan rekening penampungan tidak dapat
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Karena berdasarkan Pasal 10
ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran pada Kantor
Pendaftaran Fidusia berkaitan erat dengan lahirnya jaminan fidusia, karena
berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, lahirnya jaminan fidusia adalah pada tanggal jaminan
fidusia dicatat dalam Buku Daftar Fidusia. Sehingga apabila suatu benda
tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sama saja dengan
tidak terjadi/muncul suatu jaminan fidusia.
XVI
4. Selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (droit de
suit).
5. Mengandung asas prioritas, yaitu hak kebendaan yang lebih dahulu terjadi
akan lebih diutamakan daripada yang terjadi kemudian (droit de
preference).
6. Dapat diperalihkan seperti hipotik.
7. Bersifat perjanjian tambahan (accessoir).
Jika dibandingkan antara jaminan umum dengan jaminan khusus, maka dalam
praktek perbankan ternyata jaminan khusus lebih disukai. Dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan tidak dengan tegas (eksplisit)
mensyaratkan suatu jaminan namun secara tersirat (implisit) bank menghendaki
adanya suatu jaminan berdasarkan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur serta setelah melakukan analisis mendalam atas itikad nasabah debitur.
Secara umum jika ditinjau dari sudut tujuan dan manfaat atau kegunaan jaminan,
maka jaminan khusus mempunyai tujuan tertentu dan memberikan manfaat
khusus baik bagi debitur maupun bagi kreditur antara lain:
XVII
Namun yang paling penting, agar suatu jaminan dapat digolongkan dalam suatu
jaminan yang dapat melindungi baik kepentingan debitur maupun kreditur, maka
harus diperhatikan pemenuhan atas kriteria atau syarat-syarat jaminan yang baik
(ideal) sebagai berikut:
1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang
memerlukannya.
2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk
melakukan atau meneruskan usahanya.
3. Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa
barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu
dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima kredit.
Gadai merupakan suatu hak yang diperoleh berpiutang atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang
lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang
itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan
daripada orang-orang berpiutang lainnya, kecuali haruslah didahulukan
biaya untuk melelang barang serta biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkan barang yang digadaikan tersebut.
Berdasarkan rumusan tersebut maka gadai pada dasarnya adalah suatu hak
jaminan kebendaan atas benda bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain
dan bertujuan tidak untuk memberi kenikmatan atas benda tersebut melainkan
XVIII
untuk memberi jaminan bagi pelunasan hutang orang yang memberikan jaminan
tersebut.
Sebagai hak kebendaan, hak gadai selalu mengikuti objek atau barang-
barang yang digadaikan dalam tangan siapapun berada. Penerima gadai
mempunyai hak untuk menuntut kembali barang-barang yang digadaikan yang
telah hilang atau dicuri orang dari tangannya dari tangan siapapun barang-barang
yang digadaikan itu ditemukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Hal ini dapat
disimpulkan dari ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (3) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, menyatakan:
Apabila, namun itu barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini
atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembali
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat (2) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, sedangkan apabila barang gadai didapatnya kembali, hak
gadai dianggap tidak pernah hilang.
XIX
mengikuti perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang bersifar
accessoir. Pada prinsipnya (barang) gadai dapat dipakai untuk menjamin setiap
kewajiban prestasi tertentu. Artinya perjanjian (jaminan) gadai hanya akan ada
bila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang
menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya
dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan bergerak berwujud maupun
kebendaan bergerak tidak berwujud. Tujuan gadai memberikan kepastian hukum
yang kuat bagi kreditur-kreditur dengan menjamin pelunasan piutangnya dari
benda yang digadaikan, jika debitur wanprestasi.
XX
Dari ketentuan Pasal 1152 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, untuk terjadinya hak gadai atau sahnya suatu perjanjian gadai itu
didasarkan kepada penyerahan benda yang digadaikan ke dalam penguasaan
kreditur atau pihak ketiga yang ditunjuk bersama. Apabila benda yang digadaikan
tetap berada di tangan debitur (pemberi gadai) ataupun dikembalikan oleh kreditur
atas kemauannya, maka hak gadainya tidak sah demi hukum. Walaupun
kebendaan yang digadaikan berada dalam penguasaan kreditur, namun kreditur
(penerima gadai) tidak boleh menikmati atau memanfaatkan kebendaan yang
digadaikan tadi, karena fungsi gadai (barang yang digadaikan) hanyalah sebagai
jaminan pelunasan hutang yang jika debiturnya wanprestasi dapat digunakan
sebagai pelunasan hutangnya. Penyerahan benda-benda yang digadaikan kepada
kreditur dimaksudkan bukan merupakan penyerahan yuridis, bukan penyerahan
yang mengakibatkan penerima gadai menjadi pemilik dan karenanya penerima
gadai dengan penyerahan tersebut tetap hanya berkedudukan sebagai pemegang
saja, tidak akan pernah berdasarkan penyerahan seperti itu saja menjadi bezitter
daalam arti bezit keperdataan (burgerlijk bezit). Disini keadaan kreditur yang
piutangnya dijamin, terhadap perbuatan debitur terjamin, karena kreditur yang
menguasai bendanya jaminan
2.4.2 Hipotik
Berdasarkan pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, definisi
dari hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak,
untuk diambil daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Seperti hak jaminan
yang lainnya, hipotek bersifat assesoir. Dalam pasal 1164 Kitab Undang-Undang
Hukum perdata, objek hipotek adalah benda tidak bergerak, merupakan sebuah
larangan untuk menjadikan benda bergerak sebagai objek hipotek, hal ini diatur
dalam pasal 1167 Kitab Undang-Undang akan tetapi setelah diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, maka hak atas tanah yaitu hak milik (pasal 25 UUPA), hak guna
XXI
usaha (pasal 33 UUPA), hak guna bangunan (pasal 39 UUPA), dan hak pakai atas
tanah negara tidak dapat lagi dibebani dengan hak hipotek melainkan telah diganti
dengan hak tanggungan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan. Hingga sekarang benda-benda yang dapat menjadi
objek hipotek adalah kapal laut berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 tentang pelayaran.
XXII
Ketentuan yang mengatur tentang peralihan hipotek terdapat dalam pasal
1172 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3. Hipotek bersifat individualiteit
Maksud dari hipotek bersifat individualiteit adalah bahwa hipotek tidak
akan hapus hanya karena pembayaran sebagian yang telah dilakukan oleh
debitor, melainkan hanya hapus dalam hal telah dipenuhinya ketentuan
yang telah diberikan dalam pasal 1209 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
4. Hipotek bersifat menyeluruh (Totaliteit)
Ketentuan tentang hipotek yang bersifat menyeluruh terdapat dalam pasal
1165 dan pasal 1169 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dari rumusan
kedua pasal ini dapat diketahui bahwa pemberian hipotek meliputi segala
perlekatan yang terjadi atas benda tersebut sebagai suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini benda tersebut keberadaannya
digantungkan kepada suatu syarat tertentu. Hipoteek tidak dapat diberikan
secara sebagian demi sebagian, dan hanya dapat diberikan secara
menyeluruh, berdasarkan pada suatu title hak yang sah.
5. Hipotek tidak dapat dipisah-pisahkan (onsoplitsbaarheid)
Makna tidak dapat dipisah-pisahkan adalah menunjuk pada suatu keadaan
misalnya, seorang pemilik kebendaan tertentu tidak mungkn melepaskan
sebagian hak miliknya atas suatu kebenda yang utuh. Meskipun seorang
pemilik diberikan kewenangan untuk membebani hak miliknya dengan
hak kebendaan lainnya yang bersifat terbatas, namun pembebanan yang
dilakukan inipun hanya dapat dibebankan terhadap keseluruan kebendaan
yang menjadi miliknya tersebut.
2.4.3 Fiducia
Pengertian fidusia berdasarkan Pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Fidusia
XXIII
merupakan lembaga jaminan yang mirip dengan gadai yaitu keduanya sama-sama
mensyaratkan benda bergerak sebagai jaminan. Dasar Hukum dari praktek fidusia
adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Sama
dengan gadai, fidusia pada dasarnya adalah suatu perjanjian accessoir antara
debitur dan kreditur yang isinya pernyataan penyerahan hak milik secara
kepercayaan atas benda-benda milik debitur kepada kreditur, namun benda-benda
tersebut masih tetap dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai dan bertujuan
hanya untuk jaminan atas pembayaran kembali uang pinjaman. Untuk
penyerahannya dilakukan secara constitutum possessorium artinya penyerahan
dengan melanjutkan penguasaan atas benda-benda yang bersangkutan karena
benda-benda tersebut masih di tangan debitur.
1. Accessoir
Timbulnya fidusia didahului dengan suatu perjanjian meminjam uang atau
perjanjian hutang piutang sebagai perjanjian pokok. Kemudian sebagai
jaminan pelunasan hutang dibuatlah suatu perjanjian tambahan berupa
perjanjian dengan jaminan fidusia tersebut. Oleh karena itu jika perjanjian
pokok berupa hutang piutang dilunasi, maka otomatis perjanjian fidusia
berakhir. Dengan berakhirnya penyerahan hak milik berdasarkan
kepercayaan ini tergantung pada perjanjian pokoknya.
2. Constitutum Possessorium
Jika dalam perjanjian gadai benda harus dilepaskan dari kekuasaan
pemberi gadai/debitur dan hak milik atas benda tetap berada dalam tangan
debitur, maka dalam perjanjian fidusia terjadi penyimpangan yaitu benda
tetap dikuasai oleh debitur walaupun hak milik atas benda tersebut telah
berpindah ke tangan kreditur. Oleh karena itu kkonstruksi demikian
dinamakan penyerahan hak milik dengan melanjutkan penguasaan atas
benda jaminan.
3. Parate executie
XXIV
Sehubungan dengan kedudukan separatis dan hak preferen yang dimiliki
kreditur, demikian juga adanya pengakuan oleh yurisprudensi bahwa
fidusia merupakan hukum jaminan kebendaan yang seperti halnya gadai
dan hipotek, maka kreditur selaku penerima fidusia berhak melakukan
parate executie atau menagih piutangnya dari hasil penjualan benda yang
dijaminkan tanpa suatu executorial title.
XXV
menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dpat menggunakan haknya
melalui eksekusi jika debitur cidera janji.
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak
ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Sebagaimana diketahui dalam
eksekusi putusan dikenal 4 (empat) macam eksekusi yaitu:
a. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR merupakan eksekusi
putusan yang menghukum hak yang dikalahkan untuk membayar
sejumlah uang.
b. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, adalah eksekusi putusan
yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Untuk
memenuhi prestasi melakukan suatu perbuatan sudah tentu seseorang
tidak dapat dipaksakan, oleh karena itu pihak yang dimenangkan dapat
meminta kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya
dinilai dengan uang.
c. Eksekusi parate (parate executie) terjadi apabila seorang kreditur
menjual barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai title
executorial tercantum dalamPasal 1155, 1178 (ayat 2) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata) artinya, merupakan pelaksanaan perjanjian
tanpa melalui gugatan atau tanpa melalui pengadilan.
1. Dapat dinilai dengan uang, karena hutang yang dijamin adalah berupa
uang.
2. Termasuk hak yang wajib didaftar dalam daftar umum karena harus
memenuhi syarat spesialitas dan publisitas.
3. Mempunyai sifat yang dapat dipindahtangankan karena apabila
kreditur cidera janji, benda yang dijadikan jaminan akan dijual dimuka
umum.
4. Memerlukan penunjukan oleh Undang-Undang.
XXVI
BAB III
3.1 Kesimpulan
1. Jaminan yang timbul dari perjanjian adalah jaminan yang dibuat atau
disimpulkan berdasarkan kesepakatan antara para pihak, seperti: gadai,
hipotek, hak tanggungan, fidusia dan hak jaminan resi gudang. Dalam
jaminan umum, semua kreditur memiliki martabat yang sama dengan
kreditur lain, tidak ada kreditur yang diistimewakan atau diistimewakan
oleh kreditur lain. Jika jaminan umum kurang menguntungkan kreditur,
pelepasan aset tertentu harus secara khusus dijaminkan sebagai jaminan
pembayaran utang debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan
mempunyai kedudukan istimewa dalam hubungan dengan kreditur lain
dalam pelunasan utangnya.
2. Perkembangan hukum jaminan di Indonesia tidak lepas dari pembahasan
perkembangan hukum jaminan di bawah pemerintahan Hindia Belanda,
Jepang dan zaman kemerdekaan hingga saat ini. Dalam konteks
munculnya apa yang disebut agunan ketika ada hubungan pinjam
meminjam maka timbul hak dan kewajiban, ketika terjadi wanprestasi
disitulah gagasan tentang apa yang disebut dengan agunan yang dipelajari
dalam hukum agunan adalah masalah perkreditan yang terlibat atau
berhubungan dengan bank. Berasal dari terjemahan Zakerheidessteling
atau jaminan hukum. Pengertian umum hukum jaminan adalah suatu benda
yang dijadikan sebagai pegawai dalam suatu perjanjian utang piutang
antara seorang kreditur dengan seorang debitur.
3. Jaminan merupakan suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang,
yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur
sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian hutang piutang atau
perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur
dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang
XXVII
diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya
tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan
dinilai dengan uang, selanjutnya akan digunakan untuk pelunasan seluruh
atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada krediturnya.
Dengan kata lain, jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin
pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum
sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.
XXVIII
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/139/
Rowina.pdf?sequence=1&isAllowed=y
https://www.rumah.com/panduan-properti/hukum-jaminan-18289
https://prospeku.com/artikel/hukum-jaminan---2932
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/
lt5534a8b030088/node/9/peraturan-pemerintah-nomor-21-tahun-
2015
ontar.ui.ac.id/file?file=digital/122013-T+25985-Analisis+terhadap-
Analisis.pd
XXIX
XXX