Anda di halaman 1dari 12

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM-)

BIDANG KEGIATAN :

PKM PENELITIAN KENAIKAN BERAT BADAN PADA BATITA (0-3TH) UNTUK


MENDETEKSI DAN MENCEGAH TERJADINYA STUNTING DI POSYANDU
MUARA LAWAI KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


TAHUN 2023

1
Lampiran 2.2 Format Halaman Pengesahan Proposal PKM-
USULAN PROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT
PENGESAHAN PROPOSAL PKM-……………..

1. Judul Kegiatan : Kenaikkan berat badan pada batita (0-3 th) untuk
mendeteksi dan mencegah terjadinnya stunting di posyandu muara lawai kabupatekan
muara enim, Tahun 2023
2. Bidang kegiatan : PKM-P
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap :
b. NIM
c. Jurusan
d. Prodi
e. Alamat Rumah dan No Tel/Penulis :
4. Anggota Pelaksanaan Kegiatan/Penulis :
5. Dosen Pendamping
6. Biaya Kegiatan Total
a. DIPA : Rp…….
b. Sumber lain : Rp……..
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : Bulan
Kota,Tanggal-Bulan-Tahun

Menyetujui Mhs Ketua Pelaksana Kegiatan


Ketua Jurusan/Programstudi/

( ) ( )
NIP/NIK. NIM.

Ka P2M Dosen Pendamping

( ) ( )
NIP/NIK. NIM.

Wakil Direktur III

(Nama Lengkap dan NIP)

Direktur

(Nama lengkap dan NIP )

2
BAB I
PENDAHULUAN

Deteksi dini atau stimulasi anak menjadi satu hal yang sangat penting. Deteksi dini
perkembangan seorang anak merupakan salah satu indicator untuk menentukan setiap anak
mengalami penyimpangan saat bayi, balita dan anak prasekolah. Pemantauan tumbuh dan
kembang meliputi berbagai aspek mulai dari fisik, psikologis dan social. Pemantauan yang
dilakukan harus secara berkala dan rutin dilakukan.
Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan hal yang harus diperhatikan sejak
usia dini. Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan akan berakibat terhadap kesejahteraaan
anak. Salah satu gangguan dalam pertumbuhan anak yang saat ini sedang marak dibicarakan
adalah stunting. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 Angka
kejadian stunting di Indonesia sebesar 30,8%. Hal ini masih jauh dari target WHO dimana
angka stunting targetnya adalah 20%.

Stunting merupakan retardasi pertumbuhan linier yang digunakan sebagai indikator


untuk mengukur status gizi individu (Sudiman, 2012). Stunting dapat ditentukan berdasarkan
nilaiPB/U atau TB/U yang dapat dilihat pada Z score. Anak di bawah 5 tahun dikatakan
stunting jika nilai pada Z score <-2.0 standar deviasi(Kusumawati, Marina & Wuryaningsih,
2019). Masalah stunting seringkali tidak disadari, dimana perawakan pendek telah dianggap
normal.

Stunting sangat berkaitan erat dengan tumbuh kembang. Anak yang sehat akan
memiliki tumbuh kembang yang baik (Maryunani, 2010). Pertumbuhan dan perkembangan
berjalan dengan sinkron. Perkembangan berfungsi untuk mematangkan sel dan berkaitan
dengan fungsi faal tubuh sedangkan pertumbuhan adalah berkaitan dengan dampak fisik yang
terlihat (Diana, 2017).

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stunting diantaranya adalah kurangnya


pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi pada masa sebelum dan masa kehamilan serta
setelah melahirkan sehingga mengakibatkan kurang baiknya praktik pengasuhan anak,
pelayanan kesehatan terutama ANC dan PNC sehingga akses untuk memperoleh
pembelajaran dini yang berkualitas berkurang, masih kurangnya akses keluarga untuk
memperoleh makanan bergizi yang disebabkan oleh masalah ekonomi yang rendah,
kurangnya akses terhadap penggunaan air bersih dan sanitasi yang baik.

   Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE /
mikronutrien), yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah lahir, terkait dengan
ukuran ibu, gizi selama ibu hamil, dan pertumbuhan janin.1 Menurut Sudiman dalam
Ngaisyah, stunting pada anak balita merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang
dapat memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa
lampau dan pada 2 tahun awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit
diperbaiki. Salah satu faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi stunting yaitu status
ekonomi orang tua dan ketahanan pangan keluarga.
3
Status ekonomi orang tua dapat dilihat berdasarkan pendapatan orang tua. Pendapatan
keluarga merupakan pendapatan total keluarga yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu
hasil kepala keluarga, hasil istri, hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha sampingan
per bulan.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngaisyah pada tahun 2015
menunjukkan bahwa pada kelompok stunting lebih banyak pendapatannya adalah dibawah
UMR yakni sebanyak 67 responden (35,8%) , sedangkan yang memiliki pendapatan diatas
UMR hanya sedikit yakni sebanyak 45 orang (22%).2 Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Lestari et all. tahun 2014 menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang rendah
merupakan faktor resiko kejadian stunting pada balita 6- 24 bulan. Anak dengan pendapatan
keluarga yang rendah memiliki resiko 2 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2 menjadi stunting
sebesar 8,5 kali dibandingkan pada anak dengan pendapatan tinggi. Rendahnya tingkat
pendapatan secara tidak langsung akan menyebabkan terjadinya stunting hal ini dikarenankan
menurunnya daya beli pangan baik secara kuantitas maupun kualitas atau terjadinya
ketidaktahanan pangan dalam keluarga.

Menurut Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 dan UU Pangan No 18 Tahun


2012 tentang Ketahanan Pangan, maka ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah,
maupun mutunya, aman, merata, dan konsumsi pangan yang cukup merupakan syarat mutlak
terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga. Ketidaktahanan pangan dapat digambarkan
dari perubahan konsumsi pangan yang mengarah pada penurunan kuantitas dan kualitas
termasuk perubahan frekuensi konsumsi makanan pokok. Ketahanan pangan keluarga erat
hubungannya dengan ketersediaan pangan yang merupakan salah satu faktor atau penyebab
tidak langsung yang berpengaruh pada status gizi anak. Gizi buruk menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan pada balita, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan
umurnya atau disebut dengan balita pendek atau stunting.

Berdasarkan hasil RISKESDAS pada tahun 2013 kasus stunting di Indonesia


mencapai (37,2 %), tahun 2010 (35,6%), dan tahun 2007 (36,8 %). Hal tersebut tidak
menunjukkan penurunan yang signifikan. Sementara itu dari presentase menurut Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki prevalensi stunting sebanyak 27,2%.5 Berdasarkan
hasil Pemantauan Status Gizi tahun 3 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 3 2017 di Provinsi
Yogyakarta prevalensi stunting sebanyak 19,8%. Senada dengan hal itu prevalensi stunting di
kabupaten Gunungkidul 27,9% atau terbanyak di provinsi DIY.

Stunting yang terjadi pada balita dapat berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan intelektual anak. Secara tidak langsung dampak tersebut dapat berakibat pada
penurunan produktivitas, peningkatan risiko penyakit degenaratif, peningkatan kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah di masa mendatang. Dampak tersebut dapat meningkatkan
kemiskinan dimasa yang akan datang dan secara tidak langsung akan mempengaruhi
ketahanan pangan keluarga. Stunting pada balita di negara berkembang dapat disebabkan
karena faktor genetik dan faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang
anak yang optimal. Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya
stunting pada balita yaitu pendapatan orang tua. Pendapatan orang tua yang memadai akan

4
menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan
anak baik yang primer maupun yang sekunder.

Sedangkan, apabila pendapatan orang tua rendah maka sebagian besar pendapatan
akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga dapat menyebabkan keluarga
rawan pangan. Keluarga yang pemiliki pendapatan rendah dan rawan pangan dapat
menghambat tumbuh kembang balita (stunting).

BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stunting
Stunting diartikan sebagai perbandingan tinggi badan seorang anak dengan
usia dan jenis kelamin yang berada dibawah standar deviasi. Anak- anak dikatakan
pendek jika tingginya berada dibawah -2 SD dari standar deviasi WHO. Stunting
terjadi oleh karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1000 hari pertama
kehidupan.
Stunting dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan irreversibel yang
sebagian besar dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat. Stunting juga
dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana kondisi tubuh bayi kekurangan gizi
kronis yang dimana berdampak pada tubuh anak yang pendek/tinggi tidak sesuai
dengan usianya (Candra MKes(Epid), 2020).
B. Epidemiologi Stunting
Negara Indonesia menunjukan perbaikan mengenai masalah gizi terutama
stunting. Meskipun terjadi penurunan, namun angka tersebut masing sangat tinggi
karena ambang batas dari WHO hanya sebesar 20%. Tahun 2018 angka stunting di
Indonesia sebesar 32,2%, 2019 (32%) dan pada tahun 2020 (31,8%). Indonesia juga
merupakan negara yang menduduki peringkat kedua terbanyak untuk masalah
stunting di wilayah Asia Tenggara.
C. Faktor Resiko Stunting
Adapun faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian stunting pada balita antara
lain.
1. Berat badan lahir
Berat badan lahir erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan
batita. Bayi yang lahir yang dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr. Bayi yang lahir dengan
kondisi BBLR akan sulit mengejar ketertinggalan pertumbuhan awal, sehingga
akan mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya dan akan
terjadi kemunduran fungsi intelektualnya serta bayi lebih rentan terhadap infeksi.

Ketahui Pertumbuhan Berat Badan Bayi

Berat badan bayi normal akan berubah seiring pertambahan usia. Untuk
memantau pertumbuhan bayi yang normal, bayi perlu ditimbang secara rutin dan
Ibu perlu memiliki buku Kesehatan Ibu dan Anak. Untuk lebih jelasnya, berikut
ini patokan berat badan ideal bayi yang harus diketahui:

 Bayi 1- 3 bulan

Pada bulan-bulan awal setelah lahir, pertumbuhan bayi akan mengalami


perkembangan yang begitu cepat. Pertambahan berat badan dan panjang
badan akan terus terjadi pada bayi. Saat bayi menginjak usia 3 bulan, idealnya
berat badan bayi laki-laki berkisar antara 5,8 kg – 7 kg dengan panjang 60 cm

6
– 63 cm. Sedangkan pada perempuan, berat badan ideal berkisar antara 5,4 kg
– 6,5 kg dengan panjang badan 58 cm – 62 cm.

 Bayi 4 – 6 bulan

Pertumbuhan dan perkembangan bayi saat menginjak usia 4-6 bulan terbilang
cukup pesat. Pada usia 6 bulan, biasanya berat badan bayi akan mencapai 2
kali lipat dari berat awal lahir. Berat badan ideal bayi laki-laki pada usia ini
berkisar antara 7,8 kg hingga 8,5 kg, dengan panjang badan sekitar 66 cm –
70 cm. Sementara pada bayi perempuan, berat badan ideal berkisar antara 6,8
kg – 8 kg, dengan panjang badan 63,5 cm – 67 cm.

 Bayi 7- 12 bulan

Pada saat menginjak usia 12 bulan, berat badan bayi akan mengalami
kenaikan hingga 3 kali lipat dari berat badan lahirnya. Pada bayi laki-laki,
berat badan bisa mencapai 9 kg – 10, 3 kg, dengan tinggi 74 cm – 77 cm.
Sementara untuk bayi perempuan, berat badan idealnya berada pada kisaran
8,2 kg – 9,7 kg, dengan tinggi badan 72 cm – 76 cm.

2. ASI eksklusif
ASI eksklusif ialah pemberian air susu ibu tanpa memberikan tambahan atau
mengganti makanan atau minuman yang diberikan pada bayi sejak lahir sampai
usia 6 bulan. Manfaat dari ASI eksklusif sangat banyak diantaranya meningkatkan
daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan mental dan emosional, perlindungan
terhadap penyakit infeksi, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan balita serta
lebih ekonimis dan hemat.
Pemberian ASI yang tidak eksklusif merupakan faktor dominan untuk batita
stunting. Batita akan lebih berisiko mengalami stunting jika pemberian ASI
eksklusif dibawah atau diatas 6 bulan dibanding pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan. Oleh karenanya, pemberian ASI eksklusif pada bayi akan menurunkan
kejadian stunting pada batita, dan hal ini terdapat di gerakan 1000 HPK yang
dirancang oleh pemerintah.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan instrumen utama bagi pembangunan kehidupan
manusia. Seseorang yang memiliki Pendidikan yang lebih tinggi akan memilki
wawasan serta pengetahuan yang lebih baik dibanding yang berpendidikan
rendah.
4. Pendapatan orang tua
Pendapatan ialah semua penghasilan yang didapatkan baik satu orang ataupun
gabungan dari kedua orang tua dalam satu bulan. Pendapatan yang memadai tentu
akan dapat menunjang kebutuhan anggota keluarga dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang lebih baik.
5. Tinggi badan orang tua
Pertumbuhan fisik batita berhubungan dengan faktor genetik. Faktor genetik
tersebut termasuk tinggi badan orang tua yaitu ayah dan ibu. Ibu yang memiliki
7
perawakan pendek mempunyai pelvis yang lebih sempit sehingga akan
mempengaruhi lingkungan uterus sebagai tempat pertumbuhan janin dan akan
berakibat terhadap berat badan lahir rendah.
D. Dampak Stunting
Dampak stunting Menurut WHO, stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka
panjang :
1. Jangka Pendek
a. Sisi kesehatan : stunting akan meningkatkan angka kesakitan dan angka
kematian
b. Sisi perkembangan : keadaan stunting juga berpengaruh terhadap penurunan
fungsi kognitif, motori dan perkembangan Bahasa.
c. Sisi ekonomi : peningkatan pembiayaan perawatan baiita.
2. Jangka Panjang
a. Sisi kesehatan : terjadinya peningkatan obesistas serta komorbid yang
berhubungan dengan hal tersebut.
b. Sisi perkembangan : penurunan prestasi belajar
c. Sisi ekonomi : penurunan kapasitas kerja dan produktivitas kerja
E. Klasifikasi Stunting
Penilaian stutus gizi pada batita yang paling sering digunakan adalah penilaian
antropometri. Antropometri merupakan suatu cara untuk mengukur dimensi tubuh dan
massa tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa indeks antropometri
yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dalam
satuan standar deviasi. Penilaian stunting menggunakan antropomentri yaitu dengan
membandingkan tinggi badan atau panjang badan menurut umur dan jenis
kelaminnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2020 maka gizi kurang
dikategorikan seperti dalam tabel dibawah ini.

8
F. Pencegahan Stunting
Periode 1000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas dalam proses
tumbuh kembang batita. Gangguan pada proses ini akan mengakibatkan gagalnya
tumbuh kembang batita yang berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan pada
saat dewasa. Oleh karena itu, perlunya upaya untuk mencegah stunting mengingat
juga bahwa prevalensi stunting di Indonesia sangat tinggi. Pemerintah telah
mengeluarkan keputusan presiden nomor 24 tahun 2013 mengenai Gerakan Nasional
Peningkatan Percepatan Gizi yang berfokus pada kelompok usia pertama 1000 hari
kehidupan, sebagai berikut :
1) Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama
kehamilan.
2) Memberikan Makanan Tambahan ibu hamil.
3) Mencukupi kebutuhan gizi.
4) Melakukan persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli.
5) Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6) Memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga usia 6
bulan.
7) Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas 6 bulan
hingga 2 tahun.
8) Melakukan imunisasi dasar lengkap dan vitamin A.
9) Melakukan Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat.
10) Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

9
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Posyandu Muara Lawai Kabupaten Muara
Enim.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai dari bulan Mei 2023 – September 2023.
3.3 Populasi Dan sampe
3.3.1 Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah batita (0-3 tahun).
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi dalam penelitian ini adalah batita (0-3 tahun) yang mengalami stunting di
Desa Muara Lawai Kabupaten Muara Enim.
3.3.3 Sampel
Sampel penelitian ini adalah batita (0-3 tahun) yang mengalami stunting di Desa
Muara Lawai Kabupaten Muara Enim.
3.4 Cara Pemilihan Sampel
Cara pemilihan sampel adalah dengan total sampling.
3.5 Prosedur Penelitian
Berikut langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian di
lapangan adalah sebagai berikut :
1. Memeilih lokasi lapangan dan memperoleh akses untuk masuk dalam lokasi tersebut.
2. Memberikan informed consent untuk kesediaan mengikuti penelitian.
3. Memberikan kuesioner penelitian kepda responden.
4. Mengumpulkan data di lapangan.
5. Meninggalkan lokasi dan menulis laporan penelitian lapangan.

10
BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

11
Daftar Pustaka

1. Dwijayanti,Lina Anggaraeni dkk.2021. DETEKSI DINI STUNTING DI TK NEGERI


SURAPATI. Bali : Jurnal Peduli Masyarakat.di akses melalui link
: https://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM/article/download/351/279
2. Yulaikhah, Lily dkk.2020.Upaya Pencegahan Stunting Melalui Deteksi Dini dan Edukasi
Orangtua Serta Kader Posyandu Di Dukuh Gupak Warak Desa
Di akses melalui link :
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/jice/article/download/520/457/
3. Sendangsari Pajangan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: JICE (The Journal of Innovation
in Community Empowerment)Kamila, Adilla . 2019. Berat Badan Lahir Rendah dengan
Kejadian Stunting pada Anak. Makassar : Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Di akses melalui link :
https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/download/175/151
4. Martina,Siska Evi. Siregar,Rinco. 2020. DETEKSI DINI STUNTING DALAM UPAYA
PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA DI DESA DURIN TONGGAL,
PANCUR BATU, SUMATERA UTARA. Sumatera Utara: Jurnal Abdimas Mutiara.
Diakses melalui http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JAM/article/download/
1091/938/

12

Anda mungkin juga menyukai