Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM-)

BIDANG KEGIATAN :

PKM PENELITIAN KENAIKAN BERAT BADAN PADA BATITA (0-3 TH) UNTUK
MENDETEKSI DAN MENCEGAH TERJADINYA STUNTING DI POSYANDU
MUARA LAWAI KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


TAHUN 2023

1
USULAN PROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT
PENGESAHAN PROPOSAL PKM -……………..

1. Judul Kegiatan : Penelitian Kenaikan Berat Badan Pada Batita (0-3th)


Untuk Mendeteksi Dan Mencegah Terjadinya Stunting Di Posyandu Muara Lawai
Kabupaten Muara Enim Tahun 2023.
2. Bidang Kegiatan : PKM-P
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap :
b. NIM
c. Jurusan
d. Prodi
e. Alamat Rumah dan No Tel/Penulis :
4. Anggota Pelaksanaan Kegiatan/Penulis :
5. Dosen Pendamping : Jamila, S.SiT., M.Kes
6. Biaya Kegiatan Total
a. DIPA : Rp…….
b. Sumber lain : Rp……..
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : Bulan
Muara Enim,-April-2023

Menyetujui Mahasiswa Ketua Pelaksana Kegiatan


Ketua Jurusan/Program Studi/

( ) ( )
NIP/NIK. NIM.

Ka P2M Dosen Pendamping

( ) ( )
NIP/NIK. NIM.

Wakil Direktur III

(Nama Lengkap dan NIP)


Direktur

Nama NIP

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)


stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang
infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai. Seorang anak
didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan menurut usianya lebih dari dua standar
deviasi, di bawah ketetapan Standar Pertumbuhan Anak WHO.

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap


kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan gizi yang masih cukup
tinggi di Indonesia terutama masalah pendek (stunting) dan kurus (wasting) pada balita serta
masalah anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil. Masalah kekurangan gizi
pada ibu hamil ini dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah (BBLR) dan kekurangan
gizi pada balita, termasuk stunting. Hasil Riskesdas 2010 prevalensi stunting di Indonesia
masih tinggi, yaitu 36,5%. Lima provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia
adalah Nusa Tenggara Timur (58,4%), Papua Barat (49,2%), Nusa Tenggara Barat (48,2%),
Jawa Timur (42,3%), dan Sulawesi Barat (41,6%). Diprovinsi Aceh, juga ditemukan
prevalensi yang cukup tinggi yaitu 39%. Sedangkan pada hasil Riskesdas tahun 2013
prevalensi anak stunting secara nasional pada anak usia sekolah adalah sebesar 30,7% (12,3%
sangat pendek dan 18,4% pendek). Terjadi penurunan prevalensi jika dibandingkan dengan
tahun 2010 sebesar 36,5%. Sementara itu, Zahraini (2011) melaporkan bahwa lebih dari
sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek yang merupakan indikator
adanya kurang gizi kronis dan terjadinya penyakit infeksi berulang. Prevalensi stunting usia
sekolah di Jawa Timur menurut Riskesdas tahun 2010 sebesar 43,2% (sangat pendek sebesar
20,6% dan pendek sebesar 22,6%). Sedangkan menurut profil Jawa Timur (2013) di
kabupaten Kediri, prevalensi stunting mencapai 18,7% pada kategori sangat pendek, dan
19,0% pendek (stunting).

Menurut Bloem (2013) penyebab terjadinya stunting adalah malnutrisi yang


menyangkut berbagai aspek yaitu asupan gizi tidak adekuat, kesulitas akses terhadap pangan
yang sehat, kurangnya perhatian dan fasilitas kesehatan bagi ibu dan anak, kurangnya
pengetahuan, sampai pada aspek social, ekonomi dan politik sebagai aspek-aspek mendasar.
Selai itu kegagalan pertumbuhan. disebabkan oleh tidak memadainya asupan dari salah satu
atau lebih zat gizi termasuk energi, protein atau makronutrien seperti besi (Fe), seng (Zn),
fosfor (P), vitamin D, vitamin A, vitamin C. Kekurangan zat gizi makro (E, P) dan gizi mikro
(Fe, Zn) terutama pada masa pertumbuhan akan mengganggu proses pertumbuhan seorang
anak yang berdampak pada stunting (Mikhail et al. 2013).

Saat ini Indonesia dihadapkan pada Beban Gizi Ganda atau sering disebut Double
Burden, yang artinya pada saat kita masih terus bekerja keras mengatasi masalah Kekurangan
Gizi seperti kurus, stunting, dan anemia, namun pada saat yang sama juga harus menghadapi
masalah kelebihan gizi atau obesitas. Gizi buruk adalah salah satu hal yang menjadi masalah
global, termasuk di Indonesia. Pemenuhan gizi yang belum tercukupi baik sejak dalam
3
kandungan hingga bayi lahir dapat menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan, baik
pada ibu maupun bayinya. Salah satu gangguan kesehatan yang berdampak pada bayi yaitu
stunting atau tubuh pendek akibat kurang gizi kronik.

Dikatakan Medi, bahwa ada lima Strategi Percepatan Penurunan Stunting. Strategi
Pertama, peningkatan komitmen dan PC kepemimpinan di Kementerian/ Lembaga
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintahan desa.
Strategi Kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat.
Strategi Ketiga, peningkatan konvergensi, intervensi, spesifik dan intervensi sensitif di K/L,
Pemprov, Pemkot Kota dan pemerintahan desa. Strategi Keempat, peningkatan ketahanan
pangan dan gizi pada tingkat individu keluarga dan masyarakat. Strategi Kelima, penguatan
dan pengembangan sistem data informasi riset dan inovasi.

"Stunting itu pasti pendek, tapi kalau pendek belum tentu mengalami stunting, secara
fisik mungkin bisa pendek tapi memiliki kecerdasan intelektual, tidak masuk dalam kategori
stunting. Karena kalau anak yang sudah stunting itu tidak bisa apa-apa dan tidak bisa diapa-
apakan, maka dari itu lebih baik mencegah daripada mengobati," ujarnya.

Ditambahkan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana


(DPPKB) Kabupaten Muara Enim, H.Rinaldo, S.STP, MSi, mengatakan rapat Koordinasi ini
bertujuan untuk memperkuat komitmen dari Tim Percepatan Penurunan Stunting untuk
melakukan upaya konvergensi percepatan penurunan stunting di Kabupaten Muara Enim.
Berdasarkan Laporan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 bahwa stunting
secara nasional berada di angka 24,4 persen, sedangkan Provinsi Sumsel sebesar 24,8 persen
dan pada tahun 2022 turun menjadi 18,6 %. Dari 17 Kabupaten/Kota di Sumsel ternyata
Kabupaten Muara Enim menduduki peringkat tiga besar dengan menyumbang 29,7 persen.
Untuk itu, Provinsi Sumsel telah menargetkan prevelensi stunting tahun 2022-2024 menjadi
21,27 persen, dan khusus Kabupaten Muara Enim 26,28 persen. Kemudian dari hasil
Prevalensi balita stunting (Tinggi Badan Menurut Umur )Berdasarkan Kabupaten/kota di
Provinsi Sumatra Selatan,SSGI 2022 Kabupaten Muara Enim berada pada urutan ke empat
dengan presentase 22,8% balita stunting.

Prev. Stunting Kec. Muara Enim : 0,31%.7 desa/kel terdapat kasus stunting, 9 desa/kel tidak
ada kasus stunting di tahun 2021,11 desa/kel mengalami penurunan prevalensi stunting, 2 desa/kel
mengalami kenaikan (Pasar II dan Harapan Jaya),16 Desa/kel Prevalensi stunting berada dibawah
rata2 Kabupaten (3,23%).,5 Desa/kel prevalensi stunting diatas rata2 kecamatan (Pasar II, Lubuk
Empelas, Muara Lawai, Kepur, taniong Raja, harapan Jaya).

• Faktor Determinan penyebab stunting :


o Belum semua bumil minum 90 tablet Fe ( 79,75% )
o Belum semua balita dipantau tumbuh kembang di Posyandu ( 80,37%)
o Belum semua ibu nifas dilakukan kunjungan ( 74,80%).
o Belum semua bai 0-11 bin dimunisasi dasar lengkap (76,81%)

4
o Pendapatan Kelvarga Rendah, penyakit penyerta (TB Paru, Diare, Cerebral
Palsy)
o Pola asuh : tingkat Pendidikan ibu rendah, pola makan kurang baik/tidak
teratur (tidak gizi seimbang dan suka jajan), anak diasuh oleh orang
lain/nenek.
o Mitos : Bayi tidak boleh keluar rumah sebelum lepas tali pusat, menghambat
imunisasi HBO

Grafik Pravalensi Balita Stunting Di Kec. Muara Enim Kabupaten Muara Enim Tahun
2019-2021

Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) dari sekitar 86 Persen Balita atau sebanyak hampir
50 ribu Balita yang diukur antopometrinya, prevalensi kasus stunting sebesar 3.31 persen.
Berdasarkan data ini bahwa prevalensi stunting di Kabupaten Muara Enim sudah cukup
rendah. Namun berdasarkan. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021
Prevalensi Stunting di Kabupaten Muara Enim masih cukup tinggi yaitu sebesar 29,7 persen.
Melihat angka tersebut tentunya banyak tugas yang harus kita lakukan untuk mencapai target
penurunan angka stunting di Kabupaten Muara Enim.
Berbagai strategi perlu disiapkan mulai dari pengawalan calon pengantin, ibu hamil
dan pasca persalinan, serta 1000 hari pertama kehidupan. Langkah-langkah untuk memerangi
stunting tidak hanya melalui pemenuhan kebutuhan gizi sejak masa remaja hingga penyiapan
menuju kehidupan berkeluarga, namun juga peningkatan sarana dan prasarana seperti melalui
ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan. Oleh sebab itu,
melalui rapat ini marilah kita tingkatkan komitmen bersama dalam mengawal dan
mendukung program percepatan penurunan stunting melalui kegiatan-kegiatan yang diatur
dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Angka Stunting (RAN PASTI). Semoga
momentum ini dapat menggugah komitmen dan semangat kita semua untuk tidak mudah
menyerah dalam situasi sesulit apa pun demi Generasi Emas yang Berkualitas Bebas Stunting

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian tersebut maka dapat di rumuskan masalah pada kegiatan
penelitian ini sebagai berikut :

5
Strategi deteksi dini pencegahan angka stunting di Desa Muara Lawai Kabupaten
Muara Enim melalui Data Penelitian Operasional pendeteksian secara dini

1.3. Tujuan Kegiatan


1.1.1 Tujuan Umum

Diharapkan setelah kegiatan penelitian ini masyarakat mampu untuk memberdayakan


diri dalam mendeteksi secara dini kejadian stunting pada batita (0-3 tahun) dengan memantau
kenaikan berat badan pada batita.

1.1.2 Tujuan Khusus


a. Kader posyandu Desa Muara Lawai mengetahui tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan pada batita yang Normal
b. Kader posyandu Desa Muara Lawai mengetahui Makanan dan gizi seimbang untuk
mencegah stunting pada batita
c. Kader posyandu Desa Muara Lawai mampu mendeteksi secara dini kelainan tumbuh
kembang batita dengan Melalui Pendeteksian secara dini
1.4. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

a. Manfaat teoritis

Meningkatkan pengetahuan bagi tenaga kesehatan sebagai penerapan ilmu


pengetahuan mengenai mendeteksi dan mencegah terjadinya stunting

b. Manfaat praktis

Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan sebagai informasi bagi orang tua


tentang pemenuhan nutrisi pada anak untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya stunting

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stunting
A. Definisi Stunting
Stunting diartikan sebagai perbandingan tinggi badan seorang anak dengan
usia dan jenis kelamin yang berada dibawah standar deviasi. Anak- anak dikatakan
pendek jika tingginya berada dibawah -2 SD dari standar deviasi WHO. Stunting
terjadi oleh karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1000 hari pertama
kehidupan.
Stunting dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan irreversibel yang
sebagian besar dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak adekuat. Stunting juga
dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana kondisi tubuh bayi kekurangan gizi
kronis yang dimana berdampak pada tubuh anak yang pendek/tinggi tidak sesuai
dengan usianya (Candra MKes(Epid), 2020).

B. Epidemiologi Stunting
Negara Indonesia menunjukan perbaikan mengenai masalah gizi terutama
stunting. Meskipun terjadi penurunan, namun angka tersebut masing sangat tinggi
karena ambang batas dari WHO hanya sebesar 20%. Tahun 2018 angka stunting di
Indonesia sebesar 32,2%, 2019 (32%) dan pada tahun 2020 (31,8%). Indonesia juga
merupakan negara yang menduduki peringkat kedua terbanyak untuk masalah
stunting di wilayah Asia Tenggara.

C. Faktor Resiko Stunting


Adapun faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian stunting pada balita antara
lain.
1. Berat badan lahir
Berat badan lahir erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan
batita. Bayi yang lahir yang dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gr. Bayi yang lahir dengan
kondisi BBLR akan sulit mengejar ketertinggalan pertumbuhan awal, sehingga
akan mengalami hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya dan akan
terjadi kemunduran fungsi intelektualnya serta bayi lebih rentan terhadap infeksi.

Ketahui Pertumbuhan Berat Badan Bayi

Berat badan bayi normal akan berubah seiring pertambahan usia. Untuk
memantau pertumbuhan bayi yang normal, bayi perlu ditimbang secara rutin dan
Ibu perlu memiliki buku Kesehatan Ibu dan Anak. Untuk lebih jelasnya, berikut
ini patokan berat badan ideal bayi yang harus diketahui:

 Bayi 1- 3 bulan

7
Pada bulan-bulan awal setelah lahir, pertumbuhan bayi akan mengalami
perkembangan yang begitu cepat. Pertambahan berat badan dan panjang
badan akan terus terjadi pada bayi. Saat bayi menginjak usia 3 bulan, idealnya
berat badan bayi laki-laki berkisar antara 5,8 kg – 7 kg dengan panjang 60 cm
– 63 cm. Sedangkan pada perempuan, berat badan ideal berkisar antara 5,4 kg
– 6,5 kg dengan panjang badan 58 cm – 62 cm.

 Bayi 4 – 6 bulan

Pertumbuhan dan perkembangan bayi saat menginjak usia 4-6 bulan terbilang
cukup pesat. Pada usia 6 bulan, biasanya berat badan bayi akan mencapai 2
kali lipat dari berat awal lahir. Berat badan ideal bayi laki-laki pada usia ini
berkisar antara 7,8 kg hingga 8,5 kg, dengan panjang badan sekitar 66 cm –
70 cm. Sementara pada bayi perempuan, berat badan ideal berkisar antara 6,8
kg – 8 kg, dengan panjang badan 63,5 cm – 67 cm.

 Bayi 7- 12 bulan

Pada saat menginjak usia 12 bulan, berat badan bayi akan mengalami
kenaikan hingga 3 kali lipat dari berat badan lahirnya. Pada bayi laki-laki,
berat badan bisa mencapai 9 kg – 10, 3 kg, dengan tinggi 74 cm – 77 cm.
Sementara untuk bayi perempuan, berat badan idealnya berada pada kisaran
8,2 kg – 9,7 kg, dengan tinggi badan 72 cm – 76 cm.

2. ASI eksklusif
ASI eksklusif ialah pemberian air susu ibu tanpa memberikan tambahan atau
mengganti makanan atau minuman yang diberikan pada bayi sejak lahir sampai
usia 6 bulan. Manfaat dari ASI eksklusif sangat banyak diantaranya meningkatkan
daya tahan tubuh, meningkatkan kecerdasan mental dan emosional, perlindungan
terhadap penyakit infeksi, meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan balita serta
lebih ekonimis dan hemat.
Pemberian ASI yang tidak eksklusif merupakan faktor dominan untuk batita
stunting. Batita akan lebih berisiko mengalami stunting jika pemberian ASI
eksklusif dibawah atau diatas 6 bulan dibanding pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan. Oleh karenanya, pemberian ASI eksklusif pada bayi akan menurunkan
kejadian stunting pada batita, dan hal ini terdapat di gerakan 1000 HPK yang
dirancang oleh pemerintah.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan instrumen utama bagi pembangunan kehidupan
manusia. Seseorang yang memiliki Pendidikan yang lebih tinggi akan memilki
wawasan serta pengetahuan yang lebih baik dibanding yang berpendidikan
rendah.
4. Pendapatan orang tua
Pendapatan ialah semua penghasilan yang didapatkan baik satu orang ataupun
gabungan dari kedua orang tua dalam satu bulan. Pendapatan yang memadai tentu
akan dapat menunjang kebutuhan anggota keluarga dalam memperoleh pelayanan
8
kesehatan yang lebih baik.
5. Tinggi badan orang tua
Pertumbuhan fisik batita berhubungan dengan faktor genetik. Faktor genetik
tersebut termasuk tinggi badan orang tua yaitu ayah dan ibu. Ibu yang memiliki
perawakan pendek mempunyai pelvis yang lebih sempit sehingga akan
mempengaruhi lingkungan uterus sebagai tempat pertumbuhan janin dan akan
berakibat terhadap berat badan lahir rendah.

D. Dampak Stunting
Dampak stunting Menurut WHO, stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka
panjang :
1. Jangka Pendek
a. Sisi kesehatan : stunting akan meningkatkan angka kesakitan dan angka
kematian
b. Sisi perkembangan : keadaan stunting juga berpengaruh terhadap penurunan
fungsi kognitif, motori dan perkembangan Bahasa.
c. Sisi ekonomi : peningkatan pembiayaan perawatan baiita.
2. Jangka Panjang
a. Sisi kesehatan : terjadinya peningkatan obesistas serta komorbid yang
berhubungan dengan hal tersebut.
b. Sisi perkembangan : penurunan prestasi belajar
c. Sisi ekonomi : penurunan kapasitas kerja dan produktivitas kerja

E. Klasifikasi Stunting
Penilaian stutus gizi pada batita yang paling sering digunakan adalah penilaian
antropometri. Antropometri merupakan suatu cara untuk mengukur dimensi tubuh dan
massa tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa indeks antropometri
yang digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dalam
satuan standar deviasi. Penilaian stunting menggunakan antropomentri yaitu dengan
membandingkan tinggi badan atau panjang badan menurut umur dan jenis
kelaminnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2020 maka gizi kurang
dikategorikan seperti dalam tabel dibawah ini.

9
F. Pencegahan Stunting
Periode 1000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas dalam proses
tumbuh kembang batita. Gangguan pada proses ini akan mengakibatkan gagalnya
tumbuh kembang batita yang berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan pada
saat dewasa. Oleh karena itu, perlunya upaya untuk mencegah stunting mengingat
juga bahwa prevalensi stunting di Indonesia sangat tinggi. Pemerintah telah
mengeluarkan keputusan presiden nomor 24 tahun 2013 mengenai Gerakan Nasional
Peningkatan Percepatan Gizi yang berfokus pada kelompok usia pertama 1000 hari
kehidupan, sebagai berikut :
1) Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama
kehamilan.
2) Memberikan Makanan Tambahan ibu hamil.
3) Mencukupi kebutuhan gizi.
4) Melakukan persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli.
5) Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6) Memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga usia 6
bulan.
7) Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas 6 bulan
hingga 2 tahun.
8) Melakukan imunisasi dasar lengkap dan vitamin A.
9) Melakukan Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat.
10) Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

10
2.2 Tabel Deteksi Dini Stunting Pada Batita (0-3 Th)

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Posyandu Muara Lawai Kabupaten Muara
Enim.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai dari bulan Mei 2023 – September 2023.
3.3 Populasi Dan sampe
3.3.1 Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah batita (0-3 tahun).
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi dalam penelitian ini yaitu mendeteksi dan mencegah terjadinya
stunting pada batita (0-3 tahun) di Desa Muara Lawai Kabupaten Muara Enim.
3.3.3 Sampel
Sampel penelitian ini adalah batita (0-3 tahun) yang di pantau kenaikan berat
badannya untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya stunting di Desa Muara
Lawai Kabupaten Muara Enim.
3.4 Cara Pemilihan Sampel
Cara pemilihan sampel adalah dengan total sampling.
3.5 Prosedur Penelitian
Berikut langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian di
lapangan adalah sebagai berikut :
1. Memilih lokasi lapangan dan memperoleh akses untuk masuk dalam lokasi tersebut.
2. Memberikan informed consent untuk kesediaan mengikuti penelitian.
3. Memberikan kuesioner penelitian kepada responden.
4. Mengumpulkan data di lapangan.
5. Meninggalkan lokasi dan menulis laporan penelitian lapangan.

12
3.6. Tabel Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Berat Badan Penimbangan Kuesioner Kuesioner (Di  >2500 gr Nominal
Lahir berat badan isi oleh  <2500 gr
bayi yang orangtua)
dilakukan
setelah bayi
lahir.
Pemberian ASI ASI eksklusif Kuesioner Kuesioner (Di  ASI Eksklusif Nominal
Eksklusif yaitu bayi isi oleh  ASI + MPASI
hanya diberikan orangtua)  Tidak
ASI saja tanpa memberikan
memberikan ASI sama
makanan sekali
maupun
minuman
tambahan
lainnya seperti
susu formula,
air putih, air
jeruk, kecuali
vitamin dan
obat hingga
usia bayi 6
bulan.
Tinggi Badan Tinggi badan Microtoise Alat microtoise  Ibu >150 cm Ordinal
Ibu & Ayah ibu dan ayah dipasang pada atau <150 cm
adalah hasil dinding dengan  Ayah >162 cm
dari ketinggian 200 atau <162 cm
pengukuran cm, kemudian
tinggi badan ayah/ibu berdiri
saat penelitian membelakangi
dinding dengan
tumit, betis, dan
pundak
menyentuh
dinding.
Stunting Perbandingan Microtoise dan Alat microtoise  Tidak stunting Ordinal
tinggi badan Tabel dipasang pada  Stunting
seorang balita Antropometri dinding dengan
dengan usia & WHO ketinggian 200
jenis kelamin cm, kemudian
yg berada ayah/ibu berdiri
dibawah membelakangi
standar deviasi. dinding dengan
tumit, betis, dan
pundak
menyentuh
dinding. Hasil
pengukuran
tinggi badan
diamasukkan ke
dalam tabel
antopomentri
WHO untuk
melihat
perbandingan
tinggi badan

13
menurut usia.

BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

14
Daftar Pustaka

1. Dwijayanti,Lina Anggaraeni dkk.2021. DETEKSI DINI STUNTING DI TK NEGERI


SURAPATI. Bali : Jurnal Peduli Masyarakat.di akses melalui link
: https://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM/article/download/351/279
2. Yulaikhah, Lily dkk.2020.Upaya Pencegahan Stunting Melalui Deteksi Dini dan Edukasi
Orangtua Serta Kader Posyandu Di Dukuh Gupak Warak Desa
Di akses melalui link :
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/jice/article/download/520/457/
3. Sendangsari Pajangan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: JICE (The Journal of Innovation
in Community Empowerment)Kamila, Adilla . 2019. Berat Badan Lahir Rendah dengan
Kejadian Stunting pada Anak. Makassar : Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
Di akses melalui link :
https://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH/article/download/175/151
4. Martina,Siska Evi. Siregar,Rinco. 2020. DETEKSI DINI STUNTING DALAM UPAYA
PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA DI DESA DURIN TONGGAL,
PANCUR BATU, SUMATERA UTARA. Sumatera Utara: Jurnal Abdimas Mutiara.
Diakses melalui http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JAM/article/download/
1091/938/

15

Anda mungkin juga menyukai