Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PDP BERAT DENGAN SYOK

SEPTIK

Pembimbing : Yunita Carolina, Ns., M.Kep

DISUSUN
OLEH:

CHRISTIYANTI MATONENG
LORENSA DEPE’ PONGGALO’
NOVITRI ADA’ MANGAGO
YOUNIKE BARA

PROGRAM PROFESI NERS


STIK STELLA MARIS
MAKASSAR
2020
PASIEN DALAM PENGAWASAN (PDP BERAT)

I. DEFENISI COVID-19

COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang


bernama sars-cov-2 atau disebut dengan virus corona. Virus ini menyerang
saluran pernapasan dan sangat mudah menular dari satu orang ke orang
lainnya. Virus ini dapat menimbulkan gejala mulai dari gejala ringan sampai
berat.

II. ETIOLOGI
COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang
bernama sars-cov-2 atau disebut dengan virus corona.
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke
manusia melalui droplet atau percikan tubuh ketika seseorang yang positif
COVID-19, batuk, bersin atau berbicara. kontak erat seperti jabat tangan,
cium tangan, berpelukan, dan menyentuh permukaan benda yang
terkontaminasi. Virus ini dapat bertahan di udara selama 8 jam (pada
aluminium dan besi) dan 5 hari (pada kayu dan kaca). Orang yang paling
beresiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien
COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19.
III. PATHWAY

Virus SARS-Cov-2

Droplet/feses

Masuk kedalam saluran pernapasan

Menyebar ke seluruh pernapasan bawah

Virus bereplikasi

Infeksi pada alveloli

Penumpukan virus dalam alveoli


Stimulasi toksin

Gram negatif (endotoksin) gram positif (eksotoksin)

Berperan lipopolisakarida (LPS) lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG)

LPS masuk ke sirkulasi eksotosin sebagai superantigen

Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP berikatan dengan molekul MHC kelas II

dari antigen presenting cells dan v-chains

Sehingga akan mempercepat ikatan dengan CD14 dan reseptor sel T

Kompleks CD14-LPS terbentuk mengaktivasi sel T

Menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like reseptor (TLR-2) memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih
Mengaktifkan jalur transduksi sinyal intraseluler melalui

NFKB, tyrosin kinase (TK), protein kinase C (PKC)

NFKB yang aktif berpindah dari sitoplasma ke nukleus

Merangsang produksi RNA sitokinin oleh sel

Kemudian akan meingkatkan transkipsi proinflmasi

Seperti TNFα, IL-1, dan IL-6

SYOK SEPSIS

Proses inflamasi mediator gangguan seluler berbagai organ autoregulasi ginjal terganggu edema alveolar
Merangsang pengeluaran sitokinin gangguan pompa jantung output urine menurun penurunan volume tidal

Pembentukan prostaglandin di otak volume darah dalam otot jantung oliguria suplai O2 menurun
menurun
Merangsang hipotalamus DX: Gangguan eliminasi peningkatan HR dan RR
meningkatkan suhu urin T.G: sesak
DX : Penurunan curah NOC:Eliminasi urine
jantung
T.G : demam NIC :Kateterisasi urine
DX: Ketidaefektifan pola
NOC: Ketidakefektifan
napas
pompa jantung
DX :Hipertermia NOC : Status
NIC : Pengaturan
pernapasan: kepatenan
NOC:Keparahan infeksi hemodinamik
jaln napas
NIC :Perawatan demam NIC: Manajemen jalan
Kontrol infeksi napas

Penurunan permeabilitas pembuluh


darah
cairan masuk ke interstitial

kompensasi jantung

takikardi

penyempitan pemb. Darah

HR menurun

Tubuh mengalami metabolisme anaerob

Asidosis laktat

O2, glukosa, nutrisi tidak sampai ke sel-sel tubuh


PCO2 meningkat
Dx : Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer Vasokontriksi pem. Darah serebral
NOC: Perfusi jaringan perifer

NIC: Aliran darah keotak menurun

• Manajemen syok

• Manajemen asam-basa
Pe resistensi pem.darah perifer

Kontraksi jantung disertai hipotensi

Gagal jantung, edema paru

Fibrilasi ventrikel

Kematian
IV. MANIFESTASI KLINIS

Gejala ringan Gejala sedang Gejala berat

• Demam ≥38˚C • Demam ≥38˚C • Demam ≥38˚C

• Batuk • Sesak napas, batuk • ISPA


menetap, dan sakit bera/pneumonia
tenggorokan berat
• Nyeri
tenggorokan
Pada anak: batuk dan Pasien remaja dan dewasa
takipneu. dengan demam atau
• Hidung
dalam pengawasan infeksi
tersumbat
saluran napas, ditambah
Anak dengan pneumonia
satu dari: frekuensi napas
ringan mengalami batuk
• Malaise (tanpa >30x/menit, distress
atau kesulitan bernapas dan
pneumonia, pernapasan berat atau
napas cepat.
tanpa saturasi
komorbid) oksigen(Spo2)<90%.

Pasien anak dengan batuk


• Frekuensi napas atau kesulitan bernapas
umur <2 bulan ditambah satu dari:
:≥60x/menit

• Sianosis sentral
• Umur 2-11 bulan: atau SpO2 <90%
:≥50x/menit

• Distres pernapasan
• Umur 1-5 tahun: berat (seperti:
:≥40x/menit dan tidak mendengkur,
ada tanda pneumonia tarikan dinding dada
berat yang berat).

• Tanda pneumonia
berat:
ketidakmampuan
menyusui atau
minum, letargi, atau
penurunan
kesadaran, atau
kejang.

Dalam pemeriksaan darah:


leukopenia, peningkatan
monosit, dan peningkatan
limfosit.

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi COVID-19:

Uncomplicated Pasien dengan gejala non-spesifik seperti demam,


illness batuk, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat, malaise,
sakit kepala, nyeri otot. Perlu waspada pada usia
lanjut dan imunocompromised karena gejala dan tanda
tidak khas

Pneumonia ringan Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda


pneumonia berat.
Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk
atau kesulitan bernapas + napas cepat: frekuensi
napas: <2 bulan, ≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit;
1–5 tahun, ≥40x/menit dan tidak ada tanda pneumonia
berat.

Pneumonia berat / Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam
ISPA berat pengawasan infeksi saluran napas, ditambah satu dari :
frekuensi napas >30x/menit, distres pernapsan berat atau
SpO2 <90% pada udara kamar.

Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas,


ditambah setidaknya satu dari berikut ini :

1. Sianosis sentral atau Sp02 <90%

2. Distress pernapasan berat (seperti mendengkur,


tarikan dinding dada yang berat)

3. Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan


menyusu dan minum, letargi atau penurunan
kesadaran, atau kejang.

Tanda lain dari pneumonia adalah: tarikan dinding dada,


takipneu <2 bulan, ≥60x/menit; 2-11 bulan, ≥50x/menit; 1-
5 tahun ≥40x/menit; >5 tahun ≥30x/menit.
Acute Respiratory Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu

Distress minggu.
Pencitraan dada (CT scan toraks, atau ultrasonografi
Syndrome
paru): opasitas bilateral, efusi pluera yang tidak dapat
(ARDS)
dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps lobus
atau nodul.

Penyebab edema: gagal napas yang bukan akibat


gagal jantung atau kelebihan cairan. Perlu
pemeriksaan objektif (seperti ekokardiografi) untuk
menyingkirkan bahwa penyebab edema bukan akibat
hidrostatik jika tidak ditemukan faktor risiko.

Kriteria ARDS pada dewasa:

• ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2 ≤ 300


mmHg (dengan PEEP atau continuous positive
airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O, atau yang
tidak diventilasi)

• ARDS sedang: 100 mmHg <PaO2 / FiO2 ≤200


mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak
diventilasi)

• ARDS berat: PaO2 / FiO2 ≤ 100 mmHg dengan


PEEP ≥5 cmH2O, atau yang tidak diventilasi)

• Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2 ≤315


mengindikasikan ARDS (termasuk pasien yang
tidak diventilasi)

Kriteria ARDS pada anak berdasarkan


Oxygenation Index dan

Oxygenatin Index menggunakan SpO2:

• PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264:


Bilevel noninvasive ventilation (NIV) atau CPAP
≥5 cmH2O dengan menggunakan full face mask

• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation


Index (OI) <8 atau 5 ≤ OSI <7,5

• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI <16 atau 7,5


≤ OSI <12,3

Sepsis Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam


nyawa disebabkan oleh disregulasi respon tubuh
terhadap dugaan atau terbukti infeksi*. Tanda
disfungsi organ meliputi: perubahan status
mental/kesadaran, sesak napas, saturasi oksigen
rendah, urin output menurun, denyut jantung cepat,
nadi lemah, ekstremitas dingin atau tekanan darah
rendah, ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil
laboratorium menunjukkan koagulopati,
trombositopenia, asidosis, laktat yang tinggi,
hiperbilirubinemia.

Pasien anak: terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan


kriteria systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) ≥2, dan disertai salah satu dari: suhu tubuh
abnormal atau jumlah sel darah putih abnormal.

syok septik Pasien dewasa: hipotensi yang menetap meskipun


sudah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan
vasopresor untuk mempertahankan mean arterial
pressure (MAP) ≥65 mmHg dan kadar laktat serum>
2 mmol/L.
Pasien anak: hipotensi (TDS < persentil 5 atau >2 SD di
bawah normal usia) atau terdapat 2-3 gejala dan
tanda berikut: perubahan status mental/kesadaran;
takikardia atau bradikardia (HR <90 x/menit atau >160
x/menit pada bayi dan HR <70x/menit atau >150
x/menit pada anak); waktu pengisian kembali kapiler
yang memanjang (>2 detik) atau vasodilatasi hangat
dengan bounding pulse; takipnea; mottled skin atau
ruam petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria;
hipertermia atau hipotermia.

FASE-FASE SYOK SEPTIK

Dalam syok septik terjadi 2 fase yang berbeda yaitu :

a. Fase pertama disebut sebagai fase “hangat” atau


hiperdinamik ditandai oleh tingginya curah jantung dan
fase dilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau
hipertermi dengan kulit hangat kemerahan. Frekuensi
jantung dan pernafasan meningkat. Pengeluaran urin
dapat meningkat atau tetap dalam kadar normal. Status
gastroinstestinal mungkin terganggu seperti mual,
muntah, atau diare.

b. Fase lanjut disebut sebagai fase “dingin” atau


hipodinamik, yang ditandi oleh curah jantung yang rendah
dengan fasekontriksi yang mencerminkan upaya tubuh
untuk mengkompensasi hipofolemia yang disebabkan
oleh kehilangan volume intravsakuliar melalui kapiler.
Pada fase ini tekanan darah pasien turun, dan kulit dingin
dan serta pucat. Suhu tubuh mungkin normal atau
dobawah normal. Frekuensi jantung dan pernafasan tetap
cepat. Pasien tidak lagi membentuk urin dan dapat terjadi
kegagalan organ multipel.
V. KATEGORI PASIEN COVID-19
1) Orang Dalam Pemantauan (ODP)
a) Orang yang mengalami demam (≥38˚C) atau riwayat demam, atau
gejala gangguan sistem pernapsan seperti pilek/ sakit tenggorokan/
batuk dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis
yang meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/ wilayah yang
melaporkan transmisi lokal
b) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/ sakit tenggorokan/ batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum
timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi
COVID-19.

2) Pasien Dalam Pengawasan (PDP)


a) Orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu demam
(≥38˚C) atau riwayat demam, disertai salah satu gejala/ tanda
penyakit pernapasan seperti: batuk/ sesak nafas/ sakit
tenggorokan/ pilek/ pneumonia berat dan tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran kinis yang meyakinkan dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/ wilayah yang melaporkan transmisi lokal
b) Orang dengan demam (≥38˚C) atau riwayat demam atau ISPA dan
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi COVID-19
c) Orang dengan ISPA berat/ pneumonia berat yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.

PDP berat adalah pasien dengan infeksi saluran pernapasan


akut (ispa) berat dengan demam (≥38˚c) dan pneumonia berat
ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress
pernapasan berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada
udara kamar dan tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal
di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal. Alur
penangannya pasien dimasukkan ke dalam ruangan ICU
apabila pasien mengalami gagal napas akan dibantu oleh alat
bantu napas (ventilator).

Kegiatan surveilans terhadap PDP dilakukan selama 14


hari sejak mulai munculnya gejala. Terhadap PDP dilakukan
pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk
pemeriksaan RT PCR. Pengambilan spesimen dilakukan oleh
petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan
berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.

Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT PCR, dilakukan


pemeriksaan Rapid Test. Apabila hasil pemeriksaan Rapid
Test pertama menunjukkan hasil:

a) Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah sesuai kondisi:


ringan (isolasi diri di rumah), sedang (rujuk ke RS Darurat),
berat (rujuk ke RS Rujukan); pemeriksaan ulang pada 10 hari
berikutnya. Jika hasil pemeriksaan ulang positif, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali
selama 2 hari berturut turut, di Laboratorium pemeriksa yang
mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.

b) Positif, tatalaksana selanjutnya adalah adalah sesuai


kondisi: ringan (isolasi diri di rumah), sedang (rujuk ke RS
Darurat), berat (rujuk ke RS Rujukan); Pada kelompok ini juga
akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2
kali selama 2 hari berturut-turut, di Laboratorium pemeriksa
yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.

Apabila PDP yang terkonfirmasi menunjukkan gejala


perburukan maka :

a) Jika gejala ringan berubah menjadi sedang, dilakukan isolasi


di RS darurat.
b) Jika gejala sedang berubah menjadi berat, dilakukan isolasi
di RS rujukan.

3) Orang Tanpa Gejala (OTG)


Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki resiko tertular dari orang
konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak
erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Kontak erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau
berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan
kasus pasien dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari
sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul
gejala.
Termasuk kontak erat adalah:
a) Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan
membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa
menggunakan APD sesuai standar.
b) Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus
(termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari
sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus
timbul gejala.
c) Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala
jenis alat angkut/ kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
4) Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif
melalui pemeriksaan CPR.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6.1 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis:
a) Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
b) Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas
meningkat, tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh
meningkat. Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
c) Dapat disertai retraksi otot pernapasan
d) Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris
statis dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah
konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki
kasar.
1. Pemeriksaan penunjang lainnya:
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:
a) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral,
konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul,
tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat bayangan
multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas
menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi
bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada
kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-
lung” dan efusi pleura (jarang).
A

Gambar 6. Gambaran CT Scan Toraks pasien pneumonia


COVID-19 di Wuhan, Tiongkok.
(A) CT Toraks Transversal, laki-laki 40 tahun, menunjukkan
multiple lobular bilateral dan area subsegmental
konsolidasi hari ke-15 setelah onset gejala.
(B) CT Toraks transversal, wanita 53 tahun, opasitas ground-
glass bilateral dan area subsegmental konsolidasi, hari
ke-8 setelah onset gejala.
(C) Dan bilateral ground-glass opacity setelah 12 hari onset
gejala.
b) Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
• Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring
dan orofaring)
• Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL,
bila menggunakan endotrakeal tube dapat berupa
aspirat endotrakeal)

Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila


tersedia). Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan
APD yang tepat. Ketika mengambil sampel dari saluran napas
atas, gunakan swab viral (Dacron steril atau rayon bukan
kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil
atau hidung. Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19
terutama pneumonia atau sakit berat, sampel tunggal saluran
napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan tambahan
saluran napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi dapat
hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung
tersedia seperti pasien dengan intubasi. Jangan menginduksi
sputum karena meningkatkan risiko transmisi aerosol. Kedua
sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat diperiksakan
jenis patogen lain.
Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi.
Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi
pengambilan sampel dari saluran napas atas dan bawah untuk
petunjuk klirens dari virus. Frekuensi pemeriksaan 24 hari
sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta secara
klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan
untuk keperluan pencegahan infeksi dan transmisi, specimen
dapat diambil sesering mungkin yaitu harian.

c) Bronkoskopi
d) Pungsi pleura sesuai kondisi

e) Pemeriksaan kimia darah


● Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan normal
atau menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada
kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
● Analisis gas darah
● Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot
meningkat)
● Fungsi ginjal
● Gula darah sewaktu
● Elektrolit
● Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat,
Ddimer meningkat
● Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
● Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

f) Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran


napas (sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah.
Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi
antibiotik. Namun, jangan menunda terapi antibiotik dengan
menunggu hasil kultur darah)

g) Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi


kemungkinan penularan).

VII. PENATALAKSANAAN

TATALAKSANA PENYAKIT DAN COVID-19 KRITIS: SEPTIC SHOCK

• Kenali septic shock pada pasien dewasa suspek atau terkonfirmasi


DAN vasopresor dibutuhkan untuk menjaga MAP ≥ 65 mmHg DAN
laktat ≥ 2mmol/L, jika tidak terjadi hipovolemia.
• Kenali septic shock pada pasien anak dengan hipotensi (tekanan
darah sistolik [TDS] < persentil 5 atau SD > 2 di bawah normal
usianya) atau dua dari gejala berikut: perubahan status mental;
takikardia atau bradikardia (denyut jantung < 90 x/menit atau > 160
x/menit pada bayi dan < 70 x/menit atau > 150 x/menit pada anak);
kenaikan waktu pengisian ulang kapiler (> 2 detik) atau denyut
yang lemah; takipnea; kulit berbintik atau kulit dingin atau ruam
petekie atau purpura; peningkatan laktat; oliguria; hipertermia atau
hipotermia.

Catatan 1: Jika tidak ada pengukuran laktat, gunakan tekanan darah


(MAP) dan tanda-tanda klinis perfusi untuk menentukan adanya
renjatan.

Catatan 2: Perawatan standar meliputi pengenalan dini dan


tatalaksana berikut dalam waktu 1 jam sejak dikenali: terapi
antimikrobial, dan pemberian bolus cair dan vasopresor untuk
hipotensi (5). Penggunaan kateter vena dan arteri sentral harus
didasarkan pada ketersediaan sumber daya dan kebutuhan pasien
secara individu. Panduan terperinci dari Surviving Sepsis
Campaign dan WHO tersedia untuk tatalaksana septic shock pada
pasien dewasa (5) dan pasien anak (6, 16). Saat merawat pasien
dewasa dan pasien anak di situasi sumberdaya terbatas,
disarankan melakukan tatalaksana cairan alternatif (56, 57).

Rekomendasi berikut berkaitan dengan strategi resusitasi pasien


dewasa dan pasien anak yang mengalami septic shock.

• Untuk resusitasi septic shock pada pasien dewasa, beri cairan


cairan kristaloid 250-500mL sebagai bolus cepat dalam 15-30
menit pertama dan perhatikan lagi tanda-tanda kelebihan cairan
setelah setiap bolus.
• Untuk resusitasi septic shock pada pasien anak, beri cairan cairan
kristaloid 10-20mL/kgBB sebagai bolus cepat dalam 30-60 menit
pertama dan perhatikan lagi tanda-tanda kelebihan cairan setelah
setiap bolus.
• Resusitasi cairan dapat mengakibatkan kelebihan volume, seperti
gagal pernapasan, terutama pada ARDS. JIka tidak ada respons
pemberian cairan atau jika timbul tanda-tanda kelebihan volume
(mis., distensi vena jugularis, ada rales jika dilakukan aukultasi
paru, edema pulmoner jika dilakukan pencitraan, atau
hepatomegali pada anak), kurangi atau hentikan pemberian cairan.
Langkah ini penting terutama bagi pasien yang mengalami gagal
pernapasan hipoksemia.

Catatan 1: Kristaloid meliputi normal salin dan Ringer laktat.

Catatan 2: Tentukan kebutuhan bolus cair tambahan (250-500 mL


pada pasien dewasa atau 10-20 mL/kg pada pasien anak)
berdasarkan respons klinis dan kenaikan target perfusi. Target
perfusi meliputi MAP (> 65 mmHg atau target sesuai umur pada
pasien anak), keluaran urin (>0,5 mL/kg/jam pada pasien dewasa,
1 mL/kg/jam pada pasien anak), dan membaiknya kulit berbintik
dan perfusi ekstremitas, waktu pengisian kembali kapiler, detak
jantung, tingkat kesadaraan, dan laktat.

Catatan 3: Pertimbangkan indeks dinamis dari respon pemberian


cairan sebagai panduan untuk memberikan cairan setelah
resusitasi cairan awal berdasarkan sumber daya dan pengalaman
yang ada, (5). Indeks-indeks ini meliputi angkat kaki pasif, fluid
challenge dengan pengukuran volume sekuncup (stroke
volume)berurut, atauperubahan tekanan sistolik, tekanan nadi,
ukuran vena kava inferior, atau respons tekanan sekuncup
perubahan tekanan intratorakal selama ventilasi mekanis.

Catatan 4: Pada pasien perempuan hamil, kompresi vena kava


inferior dapat menyebabkan penurunan curah vena dan beban
hulu jantung dan dapat mengakibatkan hipotensi. Karena itu,
pasien dengan kehamilan yang mengalami sepsis atau septic
shock perlu ditempatkan dalam posisi dekubitus lateral untuk
melonggarkan vena kava interior (58).

Catatan 5: Uji klinis yang dilakukan dalam penelitian dengan sumber


daya terbatas yang membandingkan pengobatan cairan agresif
dengan konservatif mengindikasikan angka kematian yang lebih
tinggi pada pasien yang dirawat dengan pengobatan cairan agresif
(56, 57).

Jangan menggunakan hipotonik kristaloid, glukosa, atau gelatin untuk


resusitasi

Catatan 1: Glukosa dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dan


cedera ginjal akut dibandingkan kristaloid. Efek gelatin masih
belum jelas, tetapi gelatin lebih mahal dibandingkan kristaloid (5,
59). Larutan hipotonik (dibandingkan isotonik) kurang efektif
meningkatkan volume intravaskular. Surviving Sepsis juga
menyarankan pemberian albumin untuk resusitasi saat pasien
memerlukan jumlah kristaloid yang substansial, tetapi rekomendasi
sebagian ini didasarkan pada bukti yang berkualitas rendah (5).

• Pada pasien dewasa, berikan vasopresor jika renjatan tetap terjadi


selama atau setelah resusitasi cairan. Tekanan darah awal adalah
MAP ≥ 65 mmHg pada pasien dewasa dan peningkatan penanda
perfusi.
• Pada pasien anak, berikan vasopresor jika:
• Tanda-tanda renjatan seperti perubahan status mental; bradikardia
atau takikardia (denyut jantung < 90 denyut/menit atau > 160
denyut/menit pada bayi dan denyut jantung 70 denyut/menit atau
150 denyut/menit pada pasien anak); kenaikan waktu pengisian
ulang kapiler.(> 2 detik) atau denyut yang lemah; takipnea; kulit
berbintik atau kulit dingin atau ruam petekie atau purpura;
peningkatan laktat; oliguria tetap ada setelah dua bolus ulang; atau
• Target tekanan darah sesuai umur tidak tercapai; atau
• Tampak tanda-tanda kelebihan cairan (6).

Jika kateter vena sentral tidak tersedia, vasopresor dapat


diberikan melalui intravena periferal, tetapi gunakan vena yang
besar dan perhatikan betul jika ada tanda ekstravasasi dan
nekrosis jaringan lokal.

Jika terjadi ekstravasasi, hentikan infus. Vasopresor juga dapat


diberikan melalui jarum intraoseus.Jika tanda perfusi lemah dan
disfungsi jantung tetap ada meskipun target MAP telah tercapai
dengan cairan dan vasopresor, pertimbangkan inotropik seperti
dobutamin.

Catatan 1: Vasopresor (norepinefrin, epinefrin, vasopresin, dan


dopamin) idealnya, paling aman diberikan melalui kateter vena
sentral dengan tingkat aliran yang sangat dikendalikan, tetapi jika
tidak tersedia kateter vena sentral, dapat diberikan melalui vena
periferal (60) dan jarum intraoseus. Amati tekanan darah secara
rutin dan titrasikan vasopresor dengan dosis minimum yang
dibutuhkan untuk menjaga perfusi dan mencegah efek samping.
Sebuah penelitian baru mengindikasikan bahwa pada pasien
dewasa berusia 65 tahun atau lebih target MAP 60-65 mmHg
setara dengan ≥ 65 mmHg (61).

Catatan 2: Norepinefrin dianggap sebagai pengobatan lini pertama


pada pasien dewasa; epinefrin atau vasopresin dapat ditambahkan
untuk mencapai target MAP. Dopamin dicadangkan untuk
digunakan pada kasus dengan risiko takiaritmia yang rendah atau
pasien dengan bradikardi karena mempunyai resiko timbulnya
takiaritmia.

Catatan 3: Pada pasien anak, epinefrin dianggap sebagai pengobatan


lini pertama, sementara norepinefrin dapat ditambahkan jika
renjatan tetap terjadi meskipun dosis epinefrin sudah optimal.
Catatan 4: Tidak tersedia data RCT penggunaan dobutamin
dibandingkan dengan plaseboCatatan 5: Catatan lebih lanjut
tentang kortikosteroid dan sepsis dapat dilihat di bagian 11 tentang
terapi-terapi penunjang.

Catatan :

Pertimbangkan dopamin vasopressor alternatif jika terdapat


sinus bradikardia

Pertimbangkan pemberian fenilefrin apabila timbul takiaritmia


berbahaya akibat pemberian norepinefrin atau epinefrin

Berdasarkan penilitian seusai dengan EBM tidak ditemukan


batasan pemberian norepinefrin , epinefrin dan fenilefrin. Rentang
dosis yang dicantumkan pada alogritma ini berdasarkan
pengalaman peneliti. Dosis maksimal dievaluasi berdasarkan
respons fisiologis

TAHAP SYOK I: Pemberian epinefrin

TAHAP SYOK II: Pemberian dopamin dosis rendah untuk


menurunkan vasokontriksi, jika tinggi peningkatan pembekuan
darah (PT/aPTT) maka diberikan heparin.

VIII. KOMPLIKASI

Pada kasus yang parah, infeksi virus corona bisa menyebabkan beberapa
komplikasi serius berikut ini:

a) Pneumonia (infeksi paru)

b) Infeksi sekunder pada organ lain

c) Gagal ginjal

d) Acute cardiac injury

e) Acute respiratory distress syndrome

f) Kematian

IX. PENCEGAHAN KOMPLIKASI

9.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Masyarakat :

a) Melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan


tidak terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat
kotor;

b) Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;


c) Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut
dengan lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke
tempat sampah;
d) Pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan
melakukan kebersihan tangan setelah membuang masker;
e) Menjaga jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala gangguan
pernapasan.

9.2 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan Pelayanan


kesehatan :
a) Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua
pasien, meliputi :
Kebersihan tangan dan pernapasan;
Penggunaan APD sesuai risiko
Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik
Pengelolaan limbah yang aman sesuai prosedur
Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan
pasien.
b) Memastikan identifikasi awal dan pengendalian sumber
Penggunaan triase klinis di fasilitas layanan kesehatan untuk tujuan
identifikasi dini pasien yang mengalami infeksi pernapasan akut (ARI)
untuk mencegah transmisi patogen ke tenaga kesehatan dan
pasien lain. Tempatkan pasien ARI di area tunggu khusus yang
memiliki ventilasi yang cukup Selain langkah pencegahan standar,
terapkan langkah pencegahan percikan (droplet) dan langkah
pencegahan kontak (jika ada kontak jarak dekat dengan pasien
atau peralatan permukaan/material terkontaminasi).

c) Menerapkan pengendalian administratif\

Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi PPI,


meliputi penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam
mencegah, mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama
perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif bila dilakukan mulai dari
antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari
sarana pelayanan

d) Menggunakan pengendalian lingkungan dan rekayasa


Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa
ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam
fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta
kebersihan lingkungan yang memadai. Harus dijaga jarak minimal 1
meter antara setiap pasien dan pasien lain, termasuk dengan
petugas kesehatan (bila tidak menggunakan APD).

e) Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas


kasus pasien dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-19

9.3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Isolasi di Rumah


(Perawatan di Rumah) :

a) Tempatkan pasien/orang dalam ruangan tersendiri yang memiliki


yang baik (memiliki jendela terbuka, atau pintu terbuka)

b) Batasi pergerakan dan minimalkan berbagi ruangan yang sama.


Pastikan ruangan bersama (seperti dapur, kamar mandi) memiliki
ventilasi yang baik.

c) Anggota keluarga yang lain sebaiknya tidur di kamar yang


berbeda, dan jika tidak memungkinkan maka jaga jarak minimal 1
meter dari pasien (tidur di tempat tidur berbeda)

d) Batasi jumlah orang yang merawat pasien. Idelanya satu orang yang
benar-benar sehat tanpa memiliki gangguan kesehatan lain atau
gangguan kekebalan. Pengunjung/penjenguk tidak diizinkan sampai
pasien benar-benar sehat dan tidak bergejala.
e) Lakukan hand hygiene (cuci tangan) segera setiap ada kontak
dengan pasien atau lingkungan pasien. Lakukan cuci tangan
sebelum dan setelah menyiapkan makanan, sebelum makan,
setelah dari kamar mandi, dan kapanpun tangan kelihatan kotor.Jika
tangan tidak tampak kotor dapat menggunakan handsanitizer, dan
untuk tangan yang kelihatan kotor menggunakan air dan sabun.
f) Jika mencuci tangan menggunakan air dan sabun, handuk kertas
sekali pakai direkomendasikan. Jika tidak tersedia bisa
menggunakan handuk bersih dan segera ganti jika sudah basah.

g) Untuk mencegah penularan melalui droplet, masker bedah


(masker datar) diberikan kepada pasien untuk dipakai sesering
mungkin.

h) Orang yang memberikan perawatan sebaiknya menggunakan


masker bedah terutama jika berada dalam satu ruangan dengan pasien.
Masker tidak boleh dipegang selama digunakan.Jika masker kotor
atau basah segera ganti dengan yang baru. Buang masker dengan cara
yang benar (jangan disentuh bagian depan, tapi mulai dari bagian
belakang). Buang segera dan segera cuci tangan.

i) Hindari kontak langsung dengan cairan tubuh terutama cairan


mulut atau pernapasan (dahak, ingus dll) dan tinja. Gunakan sarung
tangan dan masker jika harus memberikan perawatan mulut atau
saluran nafas dan ketika memegang tinja, air kencing dan kotoran lain.
Cuci tangan sebelum dan sesudah membuang sarung tangan dan
masker.

j) Jangan gunakan masker atau sarung tangan yang telah terpakai.


k) Sediakan sprei dan alat makan khusus untuk pasien (cuci
dengan sabun dan air setelah dipakai dan dapat digunakan
kembali)

l) Bersihkan permukaan di sekitar pasien termasuk toilet dan


kamar mandi secara teratur. Sabun atau detergen rumah tangga dapat
digunakan, kemudian larutan NaOCl 0.5% (setara dengan 1 bagian
larutan pemutih dan 9 bagian air).

m) Bersihkan pakaian pasien, sprei, handuk dll menggunakan


sabun cuci rumah tangga dan air atau menggunakan mesin cuci dengan
suhu air 60-90C dengan detergen dan keringkan. Tempatkan
pada kantong khusus dan jangan digoyang-goyang, dan hindari
kontak langsung kulit dan pakaian dengan bahan- yang bahan
terkontaminasi.

n) Sarung tangan dan apron plastic sebaiknya digunakan saat


membersihkan permukaan pasien, baju, atau bahan-bahan lain
yang terkena cairan tubuh pasien. Sarung tangan (yang bukan
sekali pakai) dapat digunakan kembali setelah dicuci
menggunakan sabun dan air dan didekontaminasi dengan
larutan NaOCl 0.5%. Cuci tangan sebelum dan setelah
menggunakan sarung tangan.

o) Sarung tangan, masker dan bahan-bahan sisa lain selama


perawatan harus dibuang di tempat sampah di dalam ruangan
pasien yang kemudian ditutup rapat sebelum dibuang sebagai kotoran
infeksius.
p) Hindari kontak dengan barang-barang terkontaminasi lainya seperti
sikat gigi, alat makan-minum, handuk, pakaian dan sprei)

q) Ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan


rumah sakit selalu perhatikan APD dan ikut rekomendasi pencegahan
penularan penyakit melalui droplet.

9.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan Pelayanan Kesehatan


a) Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.

b) APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika


pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.

c) Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang


tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
d) Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah.

e) Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah


meninggal dunia.

f) Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk


melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah
dengan menggunakan APD.

g) Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga


tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan
penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus
diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular meninggal
dunia.

h) Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.

i) Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika


diijinkan oleh keluarga dan Direktur Rumah Sakit.

j) Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

k) Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.


Ilustrasi Kasus:

Seorang pasien laki-laki umur 72 tahun masuk ruang ICU. Sebelumnya pasien
dirawat di ruang perawatan isolasi khusus covid-19 selama 5 hari sebagai pasien
PDP sedang dengan riwayat demam, batuk dan sesak nafas dengan pemeriksaan
rapid test dan hasilnya IgM (+) dan IgG (-). Selama perawatan di isolasi pasien
demam tidak turun kemudian pada hari ke 4 pasien mengalami penurunan
kesadaran GCS E1V3M4 dan suhu 39°C kemudian perawat isolasi membawa
pasien ke ruang ICU khusus covid-19. Setelah itu pasien diklasifikasikan sebagai
PDP berat dengan syok sepsis ditandai dengan pemeriksaan fisik ditemukan adanya
sesak (laju respirasi 30 kali/menit), tekanan darah 80/50 mmHg (MAP= 60 mmHg),
kadar laktat: 3 mmol/L , saturasi 85% via non rebreathing mask oksigen 10 liter per
menit, denyut nadi 122 kali per menit, . Dari pemeriksaan fisik paru ditemukan
adanya ronkhi bilateral, akral teraba dingin. Pemeriksaan laboratorium adanya
Leukosit: 20.000µL, adanya peningkatan dari ureum: 137mg/dl dan kreatinin:
2,1mg/dl. Pemeriksaan foto thorax hasil gambar pada pasien didapatkan adanya
gambaran konsolidasi pada kedua lapangan paru yang disimpulkan sebagai
pneumonia.
PENGKAJIAN

Breath (B1) Pergerakan dada Simetris antara kiri dan kanan

Pemakaian otot bantu napas Ada

Palpasi Vocal premitus : getaran dinding paru


kiri dan kanan simetris
Nyeri tekan : tidak ada
Krepitasi : tidak ada
Perkusi Sonor
Lokasi : kedua lapang paru bagian
basal
Suara nafas Mengi
Lokasi :
Batuk Produktif

Sputum Tidak ada


Warna lain : Tidak ada
Alat bantu napas Ada
Jenis : Oksigen NRM 10 liter/menit
Lain – lain Pernapasan: 30x/i,

SPO2: 85%

Blood (B2) Suara jantung S1 S2 S3 S4

Tunggal
Irama jantung Regular

CRT < 3 detik

JPV Normal

CVP Tidak ada


Edema Tidak ada

EKG Sinus Ritme

Lain – lain TTV: TD: 80/50 mmHg, MAP:


60mmHg, N: 122x/i, S: 39°C, kadar
laktat 3mmol/L

Brain (B3) Tingkat kesadaran Kualitatif : Composmentis


Kuantitatif
E:1

V:3

M:4

Reaksi pupil :

Kanan
Ada: tampak reflex pupil mengecil saat
diberikan cahaya.

Kiri Ada: tampak reflex pupil mengecil saat


diberikan cahaya.
Refleks fisiologis Ada : Tricep (+), Bicept (+), Patella (+),
Achiles (+)
Refleks patologis Tidak ada : Babinsky (-)

Meningeal sign Tidak ada

Lain – lain

Bladder Urin Jumlah :


(B4) Warna
Kateter Ada

Kesulitan BAK Tidak

Lain – lain

Bowel (B5) Mukosa bibir Kering


Lidah Bersih

Keadaan gigi Lengkap

Nyeri tekan Tidak ada

Abdomen Tidak distensi

Peristaltik usus Normal


Nilai : 12 x/mnt
Mual Tidak

Muntah Tidak

Hematemesis Tidak

Melena Tidak

Terpasang NGT Tidak

Terpasang Colostomi Bag Tidak

Diare Tidak

Konstipasi Tidak

Asites Tidak

Lain – lain

Bone (B6) Turgor Baik

Perdarahan kulit Tidak ada

Icterus Tidak ada

Akral Hangat

Pergerakan sendi Bebas

Fraktur Tidak ada

Luka Tidak ada

Lain – lain
2. Diagnosa Keperawatan : (Berdasarkan data yang diperoleh saat pengkajian
primer)

B-1 : Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pola jalan napas berhubungan


dengan

DATA:

Ekspansi paru teratur dan pergerakan dada cepat


Suara napas Mengi
Tampak sesak frekuensi napas 30x/menit
Terpasang O2 NRM 10 liter/menit, SPO2 85%

B-2 dan B-3: Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung berhubungan


dengan

DATA:

TTV (TD: 80/50mmHg, MAP: 60mmHg, nadi: 122x)

Kadar laktat 3mmol/L

GCS: E1VEM4

B-4 :-

B-5 :

B-6 : -

3. Tindakan keperawatan yang dilakukan : (Berdasarkan Diagnosa)

Diangnosa I: ketidakefektifan pola napas b/d keletihan otot pernapasan

NOC:

Status Pernafasan : kepatenan jalan nafas

• Frekuensi pernafasan dipertahankan pada skala 2 (deviasi cukup berat dari


kisaran normal) ditingkatkan ke skala 3(deviasi sedang dari kisaran normal)
• Irama pernafasan dipertahankan pada skala 2 (deviasi berat dari kisaran
normal) dtingkatkan ke skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal)

• Suara nafas tambahan dipertahankan pada skala 2 (berat) ditingkatkan ke


skala 3 (cukup)

• Penggunaan otot bantu nafas dipertahankan pada skala 2(berat) ditingkatkan


ke skala 3 (cukup)

NIC: Manajemen jalan napas

• Monitor pernafasan

• Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas

• Monitor suara nafas tambahan

• Catat pergerakan dada, dan penggunaan otot-otot bantu nafas

• Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

• Manajemen jalan nafas

• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

• Identifikasi kebutuhan atual/potensial pasien untuk memasukkan alat


membuka jalan napas

• Monitor status pernafasan dan oksigenasi , sebagaimana mestinya

• Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi

Diagnosa II: Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload

NOC:

Keefektifan pompa jantung:

• Tekanan darah sistol dipertahankan pada skala 1 (devisiasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 3 (devisiasi sedang dari kisaran normal)
• Tekanan darah diastol dipertahankan pada skala 1 (devisiasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 3 (devisiasi sedang dari kisaran normal)

• Denyut nadi perifer dipertahankan pada skala 1 (devisiasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 3 (devisiasi sedang dari kisaran normal)

• Urin output dipertahankan pada skala 2 (devisiasi cukup besar dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 3 (devisiasi sedang dari kisaran normal)

• Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam dipertahankan pada skala 2


(devisiasi cukup besar dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 3 (devisiasi
sedang dari kisaran normal)

NIC:

Pengaturan Hemodinamik:

• Lakukan penilainan komperhensif terhadap status hemodinamik (yaitu


memeriksa tekanan darah, denyut jantung, denyut nadi, tekanan vena
jugularis, tekanan vena sentral, atrium kiri dan kanan, tekanan ventrikel dan
tekanan arteri pulmonalis)

• Monitor adanya tanda dan gejala status perfusi (hipotensi, simptomatik, dingin
diujung kaki dan tangan, evaluasi ditingkat serum kreatinin dan BUN)

• Lakukan asukultasi jantung

• Monitor dan catat tekanan darah, denyut jantung, irama, dan denyut nadi

• Monitor resistensi sitemik pembuluh darah dan paru

• Evaluasi efek dari terapi cairan

• Pasang kateter urin

• Berkolaborasi dengan dokter sesuai indikasi.

DX.III Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d Hipotensi

NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×7 jam diharapkan :


Perfusi jaringan perifer:

• Tekanan darah sistolik dipertahankan pada skala 2(deviasi yang cukup besar
dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala 3 (deviasi sedang dari kisaran
normal)
• Tekanan darah diastolic dipertahankan pada skala 2 (deviasi cukup besar dari
kisaran normal) dtingkatkan ke skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal)

NIC:

1. Manajemen Syok
• Monitor tanda-tanda vital, tekanan darah orthostatic, status mental,
output urin
• Monitor gambaran dalam parameter hemodinamik (mis, CVP, MAP,
desakan tekanan kapiler paru atau arteri)
• Berikan cairan IV kristaloid dan koloid sesuai kebutuhan
• Berikan vasopressor, sesuai kebutuhan
• Berikan diuretik, sesuai kebutuhan
• Berikan dukungan emosi pada keluarga , dorong harapan yang
realistis

2. Manajemen Asam Basa


• Pertahankan kepatenan jalan nafas
• Monitor kecenderungan pH arteri, PaCO2 dan HCO3, dalam rangka
mempertimbangkan jenis ketidaseimbangan yang terjadi (mis,
respiratorik atau metabolik) dan kompensasi mekanisme fisiologis
yang terjadi (misalnya, kompensasi paru atau ginjal)
• Monitor gas darah arteru (ABGs), level serum serta urin elektrolit
• Ambil spesimen yang diinstruksikan untuk mendapatkan Analisa
keseimbangan asam basa (misalnya Analisa gas darah, urine, dan
ureum)
• Monitor komplikasi dari koreksi yang dilakukan terhadap
ketidakseimbangan asam-basa (misalnya penurunan dalam
respiratorik alkalosis klinik karena metabolic asidosis)
• Sediakan dukungan ventilator mekanik, jika memang dibutuhkan
• Instruksikan keluarga pasien mengenai tindakan yang telah disarankan
untuk megatasi ketidakseimbangan asam-basa.

Diagnosa IV: Hipertermi berhubungan dengan penyakit

NOC:

Keparahan infeksi:

• Demam dipertahankan pada skala 1 (berat) ditingkatkan pada skala 3


(sedang)

• Keridakstabilan suhu dipertahankan pada skala 1 (berat) ditingkatkan pada


skala 3 (sedang)

• Peningkatan jumlah sel darah putih dipertahankan pada skala 1 (berat)


ditingkatkan pada skala 3 (sedang)

NIC:

Perawatan demam:

• Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya.

• Beri obat dan cairan IV (misalnya antipiretik, agen antibakteri dan agen anti
menggigil)

• Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan demam serta tanda


dan gejala kondisi penyebab demam.

• Lembabkan bibir dan mukosa yang kering

Kontrol infeksi:

• Alokasikan kesesuain luas ruang per pasien, seperti yang diindikasikan oleh
pedoman pusat pengendakian dan pencegahan penyakit.

• Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien

• Ganti peralatan perawatanper pasien setiap sesuai protokol institusi


• Isolasi pasien yang terkena penyakit menular

• Pertahankan teknik isolasi yang sesuai

• Batasi jumlah pengunjung

• Jaga lingkungan aseptik yang optimal selama penusukan disamping tempat


tidur dari saluran penghubung

• Jaga lingkungan aseptik mengganti tabung dan botol TPN

• Pastikan penanganan aseptik dari semua saluran IV

• Berikan terapi antibiotik yang sesuai

4. Evaluasi hasil tindakan: (Kondisi yang didapatkan setelah tindakan yang


dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan)

5. Pengkajian sekunder (Meliputi pengkajian riwayat keperawatan dan Head to


toe)

a) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Sebelum sakit:
Keluarga Pasien mengatakan ia selalu menjaga kesehatannya dengan
menjaga pola makannya. Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki
riwayat penyakit asma sejak ± 3 tahun yang lalu. Keluarga Pasien
mengatakan jarang memeriksakan kesehatannya pada tempat pelayanan
terdekat. Keluarga Pasien juga mengatakan jika pasien demam atau
mengalami flu pasien hanya mengkonsumsi obat yang dibeli di apotik.

Sejak sakit:
Keluarga pasien mengatakan pasien masuk rumah sakit karena mengeluh
sesak dan demam. Sejak 4 hari yang lalu dia mulai merasakan nyeri pada
tenggorokannya. Kemudian mulai ada batuk, demam dan sesak ringan
akhirnya pasien memeriksakan diri ke rumah sakit. Pasien mengatakan 1
minggu yang lalu dia melakukan perjalanan ke Bali untuk rapat kerja. Pada
saat pengkajian pasien masih mengatakan masih sesak, demam dan batu
.TTV: TD: 80/50 mmHg, P: 30x/i, N: 89x/i, S: 39°C dengan terpasang Non
Reabreathing Mask 10 liter.

Riwayat penyakit sebelumnya:


Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit Asma

b) Pola Nutrisi dan Metabolik


Sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan teratur di rumah,
pasien makan ±3x sehari dengan menu makan nasi, ikan dan sayur.

Sejak sakit:
Tampak terpasang NGT

c) Pola Aktivitas dan Latihan


Sebelum sakit:
Keluarga pasien mengatakan bekerja sebagai karyawan swasta.
Sejak sakit:
Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien dibantu sepenuhnya.
Observasi:
Tampak dalam posisi semifowler

Aktivitas Harian:
Makan :4
Mandi :4
Pakaian :4
Kerapihan :4
Buang air besar :4
Buang air kecil :4
Mobilisasi di tempat tidur: 4
Uji kekuatan otot:
kaki 4 4
tangan 4 4
6. Pemeriksaan penungjang (Meliputi pemeriksaan lab, Rongten, CT scan dan lain-
lain)

Lab:

• Leukosit 20000µL

• Ureum 137mg/dl

• Kreatinin 2,1 mg/dl

Foto thoraks : gambaran konsolidasi pada kedua lapang paru yang menunjukkan
pneumonia

Terapi yang diberikan:

• Resusitasi cairan kristaloid 30cc/kgBB

• Dopamine

• Norepinephin

• Epinefrin

7. Diagnosa Keperawatan: ( Diagnosa utama untuk data yang didapat dari


pengkajian sekunder)

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan

DATA:

• Ekspansi paru teratur dan pergerakan dada cepat


• Suara napas Mengi
• Tampak sesak frekuensi napas 30x/menit
• Terpasang O2 NRM 10 liter/menit, SPO2 85%
8. Prinsip-prinsip tindakan: (Meliputi Tindakan mandiri dan Kolaborasi serta
rasional Tindakan)

DX. Ketidakefektifan pola napas b/d keletihan otot pernapasan

NOC:

Status Pernafasan : kepatenan jalan nafas

• Frekuensi pernafasan dipertahankan pada skala 2 (deviasi cukup berat dari


kisaran normal) ditingkatkan ke skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal)

• Irama pernafasan dipertahankan pada skala 2 (deviasi berat dari kisaran


normal) dtingkatkan ke skala 3 (deviasi sedang dari kisaran normal)

• Suara nafas tambahan dipertahankan pada skala 2 (berat) ditingkatkan ke


skala 3 (cukup)

• Penggunaan otot bantu nafas dipertahankan pada skala 2(berat) ditingkatkan


ke skala 3 (cukup)

NIC:

• Monitor pernafasan

• Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas

• Monitor suara nafas tambahan

• Catat pergerakan dada, dan penggunaan otot-otot bantu nafas

• Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

• Manajemen jalan nafas

• Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

• Identifikasi kebutuhan atual/potensial pasien untuk memasukkan alat


membuka jalan napas

• Monitor status pernafasan dan oksigenasi , sebagaimana mestinya


• Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi

9. Monitor klien: Monitor pengkajian berkelanjutan dan hasil yang didapatkan)

10. Evaluasi diri: (Selama merawat pasien)


DAFTAR PUSTAKA

Fehr, A.R., Perlman, S. (2015). Coronavirus: An Overview of Their Repkication


and Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015 ; 1282: 1-5

Isbania, Fathiyah, dkk. 2020. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian


Coronavirus Disease (COVID-19). Jakarta : Kementerian Kesehatan RI &
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktik Klinis: Pneumonia


2019- nCoV. PDPI: Jakarta

Lumbantoruan, pirton, dkk (2017) BTCL and disaster management. Medhatama


testyan: Tangerang selatan

Anda mungkin juga menyukai