Anda di halaman 1dari 64

KOMPETENSI KOMUNIKASI DOSEN PEMBIMBING

KEPADA MAHASISWA BIMBINGAN TERHADAP MOTIVASI MEREKA


SELAMA PROSES PENYELESAIAN SKRIPSI MAHASISWA FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN POLITIK
DI UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
(Studi Kuantitatif Mengenai Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing Kepada
Mahasiswa Bimbingan Terhadap Motivasi Mereka Selama Proses Penyelesaian Skripsi
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Di Universitas Komputer Indonesia Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh gelar Sarjana (S1)


Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh :
DITA MURIH FERDIANA
NIM 41819071

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2023
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah suatu bagian yang penting dalam penelitian ilmiah

yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menganalisis literatur atau referensi yang

relevan dengan topik penelitian. Tinjauan pustaka biasanya dilakukan sebagai

langkah awal dalam proses penelitian untuk mengidentifikasi kerentanan penelitian

terdahulu, menggali pengetahuan yang sudah ada, dan membangun dasar teoritis atau

kerangka konseptual yang kuat untuk penelitian yang akan dilakukan. Dalam tinjauan

pustaka, peneliti mengumpulkan, membaca, meringkas, dan menganalisis publikasi

ilmiah, jurnal, artikel, buku, atau sumber-sumber lain yang relevan dengan topik

penelitian.

Tinjauan pustaka memiliki beberapa tujuan yang penting. Pertama, tinjauan

pustaka membantu peneliti untuk memahami landasan teoritis yang sudah ada dalam

topik penelitian yang akan dilakukan. Dengan mempelajari penelitian terdahulu,

peneliti dapat mengidentifikasi kelemahan atau kekurangan penelitian sebelumnya,

mengidentifikasi perkembangan terbaru dalam bidang penelitian, dan mengenali

kesenjangan penelitian yang bisa diisi dalam penelitian baru. Kedua, tinjauan pustaka

membantu peneliti untuk menghindari duplikasi penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya dan memastikan bahwa penelitian yang akan dilakukan memiliki


kontribusi ilmiah yang orisinal dan berbeda. Selain itu, tinjauan pustaka juga

berfungsi untuk menyusun dasar teoritis atau kerangka konseptual yang akan menjadi

landasan untuk merancang metode penelitian yang tepat dan merumuskan pertanyaan

penelitian yang relevan dan signifikan.

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Tinjauan penelitian terdahulu adalah tahap penting dalam proses penelitian.

Peneliti melakukan tinjauan penelitian terdahulu untuk mengidentifikasi penelitian-

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang relevan dengan topik penelitian

mereka. Berkaitan dengan dijabarkan pada bab maupun sub bab sebelumnya bahwa

judul dari penelitian ini adalah “Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing

kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka Selama Proses

Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung”.

Peneliti merujuk pada judul penelitian tersebut sebagai panduan dalam

melakukan studi pendahuluan yang melibatkan tinjauan terhadap penelitian

sebelumnya yang telah melakukan penelitian dengan topik yang sama dan relevan

dengan kajian yang akan diteliti oleh peneliti. Hasil tinjauan penelitian terdahulu

tersebut dapat ditemukan dalam Tabel 2.1, di mana peneliti menemukan beberapa

temuan dari penelitian sebelumnya yang telah mengkaji kompetensi komunikasi dan

motivasi dalam konteks penelitian serupa.


Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Judul Nama Metode Hasil Perbedaan


Penelitian Peneliti yang Penelitian dengan
Digunakan Penelitian
Ini
1 Penanaman Kartikawati Metode Peningkatan Penelitian
Nilai-Nilai et al. (2019), penelitian kompetensi bertujuan
Multikultural Fakultas kualitatif komunikasi untuk
yang Ilmu Sosial dengan guru yang meneliti
Dipengaruhi dan Politik pendekatan meliputi tiga pengaruh
oleh Universitas studi kasus komponen: kompetensi
Kompetensi Nasional tunggal motivasi, komunikasi
Komunikasi Jakarta, pengetahuan, dosen
Guru di Indonesia dan pembimbing
Sekolah keterampilan terhadap
Dasar Inklusi merupakan motivasi
Trirenggo, kebutuhan mahasiswa
Yogyakarta mutlak jika Fakultas
ingin Ilmu Sosial
mewujudkan dan Politik
cita-cita Universitas
profesionalnya Komputer
di bidang Indonesia
pendidikan. Bandung
Seorang dalam
pendidik yang penyelesaian
cakap akan skripsi
memiliki
kemampuan
untuk secara
signifikan
membangun
lingkungan dan
dampak yang
menguntungkan
di antara para
siswa, yang
kemudian
No Judul Nama Metode Hasil Perbedaan
Penelitian Peneliti yang Penelitian dengan
Digunakan Penelitian
Ini
memungkinkan
mereka untuk
berhasil
menanamkan
cita-cita yang
diperlukan. Di
sekolah khusus
ini, cita-cita
multikultural
dimasukkan ke
dalam
kurikulum,
evaluasi siswa,
teknik
pembelajaran
khusus,
pembentukan
karakter siswa,
dan kegiatan
yang sering
melibatkan
kelompok
orang.
2 Hubungan Adela et al. Metode Hasil pengujian Penelitian
Kompetensi (2021), explanatif hipotesis yang bertujuan
Komunikasi Mahasiswa dengan dilakukan untuk
Dosen Fakultas pendekatan dengan bantuan meneliti
terhadap Ilmu Sosial kuantitatif SPSS 17.0 pengaruh
Motivasi dan Ilmu menunjukkan kompetensi
Belajar Poliitk, bahwa komunikasi
Mahasiswa Universitas koefisien dosen
Andalas, determinasi pembimbing
Padang yang disebut terhadap
juga dengan R motivasi
Square sebesar mahasiswa
0,947 yang Fakultas
setara dengan Ilmu Sosial
94,7%. dan Politik
No Judul Nama Metode Hasil Perbedaan
Penelitian Peneliti yang Penelitian dengan
Digunakan Penelitian
Ini
Berdasarkan Universitas
gambar tersebut Komputer
dapat ditarik Indonesia
kesimpulan Bandung
bahwa variabel dalam
kompetensi penyelesaian
komunikatif skripsi
(X) secara
bersamaan
mempengaruhi
variabel
motivasi belajar
(Y) sebesar
94,7%,
sedangkan
sisanya sebesar
5,3%
dipengaruhi
oleh faktor lain
yang tidak
termasuk dalam
persamaan
regresi ini.
3 Kompetensi Sirait et al. Metode Menurut Penelitian
Komunikasi (2020), penelitian temuan bertujuan
Pengajar Mahasiswa deskriptif penelitian ini, untuk
Perguruan Ilmu kualitatif yang meneliti
Tinggi di Era Komunikasi didasarkan pengaruh
Digital , Universitas pada teori kompetensi
Telkom, kompetensi komunikasi
Bandung komunikasi dosen
dari dimensi pembimbing
kognitif, terhadap
jawaban yang motivasi
mendominasi mahasiswa
adalah jawaban Fakultas
yang sesuai Ilmu Sosial
antara siswa dan Politik
No Judul Nama Metode Hasil Perbedaan
Penelitian Peneliti yang Penelitian dengan
Digunakan Penelitian
Ini
dan instruktur. Universitas
Lebih khusus Komputer
lagi, guru yang Indonesia
berkompeten Bandung
adalah guru dalam
yang harus penyelesaian
memiliki sikap skripsi
dan kepribadian
yang ramah
serta mampu
memberikan
pengertian
kepada
siswanya.
Karena fakta
bahwa setiap
siswa memiliki
tingkat
penerimaan
yang unik,
komponen
perilaku
berfokus pada
pentingnya
partisipasi aktif
dalam interaksi
guru sebagai
sarana
memfasilitasi
peningkatan
pemahaman
siswa tentang
materi
pelajaran yang
diajarkan.

Sumber: Analisa Peneliti, 2023


2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

Komunikasi sangat penting bagi keberadaan manusia, dan salah satu cara

manusia berkomunikasi adalah melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah instrumen

komunikasi yang paling efektif karena membantu manusia untuk menciptakan

hubungan kerja sama satu sama lain, serta mengungkapkan pesan, ide, emosi, dan

tujuan kepada orang lain. Sampai-sampai fungsi bahasa mulai memiliki peran utama

dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari (Mailani et al., 2022).

Komunikasi merupakan komponen penting dan tidak terpisahkan dari

kegiatan yang membentuk keberadaan manusia, baik pada tingkat individu maupun

komunal. Dalam konteks interaksi sosial, komunikasi berfungsi sebagai wahana

untuk bertukar informasi, terlibat satu sama lain, mengungkapkan keinginan, emosi,

gagasan, fakta, pandangan, dan saran seseorang, serta berbagi pengalaman satu sama

lain. Tidak ada manusia yang mampu menjalani kehidupannya tanpa melakukan

komunikasi, baik secara langsung dengan orang lain secara langsung maupun secara

tidak langsung melalui penggunaan berbagai teknologi media, termasuk media cetak

dan elektronik. Berdasarkan hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi

berfungsi baik sebagai mesin maupun sistem saraf keberadaan manusia sebagai

makhluk sosial (Mahadi, 2021).

2.1.2.1 Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggrus communication berasal dari kata

latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di
sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi,

misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung

selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa

yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan

makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna

yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat

dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang

dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi, yaitu upaya yang sistematis untuk

merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan

pendapat dan sikap. Jadi, definisi Hovland di atas menunjukkan bahwa yang

dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan

juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude)

yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat

penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian

komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa :

“Komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is

the process to modify the behavior of other individuals)”

Paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya yang

menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai berikut :

- Komunikator (communicator, source, sender)

- Pesan (message)
- Media (channel, media)

- Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient)

- Efek (effect, impact, influencer)

Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2017)

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi

adalah tindakan menyampaikan informasi, pesan, gagasan, atau pengertian antara satu

individu atau kelompok kepada individu atau kelompok lain melalui penggunaan

simbol-simbol yang mengandung arti atau makna, baik secara lisan maupun non-

verbal. Tujuan komunikasi dapat beragam, antara lain untuk membangun saling

pengertian dan/atau kesepakatan bersama, mempengaruhi sikap, perilaku, dan

keyakinan.

Komunikasi juga dapat didefinisikan sebagai tindakan menyampaikan

informasi dari satu komunikator ke komunikator lainnya, yang melibatkan

penyampaian pesan, pemikiran, dan konsep dari satu pihak kepada pihak lain.

Komunikasi juga dapat terjadi antara dua atau lebih makhluk hidup, termasuk

manusia, hewan, tumbuhan, atau jin, yang melibatkan pertukaran informasi dan pesan

dengan tujuan mendapatkan umpan balik. Komunikasi juga berfokus pada upaya

untuk menciptakan pikiran, mengungkapkan perasaan, dan memastikan pemahaman

antara pihak-pihak yang terlibat.


2.1.2.2 Fungsi Komunikasi

Sendjaja dalam Jumrad dan Sari (2019) mengemukakan beberapa fungsi

komunikasi dalam sebuah organisasi, yakni sebagai berikut:

1. Fungsi Informatif

Setiap orang yang menjadi bagian dari organisasi memandangnya sebagai sistem

pemrosesan informasi, dan mereka semua memiliki tujuan yang sama: untuk

mengumpulkan lebih banyak informasi yang terkini, akurat, dan relevan. Anggota

organisasi dapat melaksanakan tugasnya dengan tingkat kepastian yang lebih

tinggi karena mereka memiliki akses ke informasi baru.

2. Fungsi Regulatif

Fungsi regulatif organisasi berkaitan dengan aturan dan peraturan yang sudah ada.

Terdapat dua faktor yang berdampak pada kinerja fungsi ini di organisasi mana

pun. Pertama-tama, atasan (manajemen) diberi kemampuan untuk melakukan

kontrol atas setiap dan semua informasi yang disediakan. Kedua, berkaitan dengan

komunikasi (pesan). Artinya, komunikasi yang dianggap peraturan seringkali

berorientasi pada pekerjaan, karena ini adalah konteks di mana bawahan

membutuhkan kejelasan peraturan tentang jenis kegiatan yang boleh dan tidak

boleh dilakukan.

3. Fungsi Persuasif

Dalam organisasi, kekuasaan dan wewenang tidak selalu memberikan hasil yang

diinginkan. Oleh karena itu, banyak pemimpin lebih suka meyakinkan

bawahannya daripada mengeluarkan perintah kepada mereka. Hal ini dikarenakan


suatu pekerjaan yang dilakukan secara bebas akan menghasilkan kepedulian yang

lebih tinggi daripada ketika pemimpin menunjukkan kekuasaan dan kontrolnya

terhadap bawahan.

4. Fungsi Integratif

Setiap organisasi berusaha untuk membuat sistem yang menyediakan pekerja alat

yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif dan

memenuhi tanggung jawab mereka. terdapat dua jenis saluran komunikasi yang

dapat mewujudkan hal ini, yakni saluran komunikasi formal, seperti publikasi

khusus dalam organisasi (buletin) dan saluran komunikasi informal, seperti

obrolan antarpribadi saat istirahat.

2.1.2.3 Tujuan Komunikasi

Hastuti et al. (2021) mengemukakan bahwa tujuan komunikasi adalah untuk

memberikan informasi atau pengetahuan kepada individu lain agar informasi tersebut

dapat dipahami oleh individu tersebut dan agar individu dapat memahami inti dari

komunikasi yang terjadi. Sementara itu, Widjaja dalam Alfian dan Sari (2022)

menyebutkan bahwa tujuan komunikasi, yakni untuk meyakinkan orang lain untuk

mengambil tindakan, untuk mendapatkan pemahaman tentang orang lain, untuk

memastikan bahwa apa yang diungkapkan mudah dipahami, dan untuk memastikan

bahwa orang lain akan menerima pandangan yang berbeda.


Tujuan komunikasi adalah untuk menciptakan kesejajaran antara orang yang

mengirim pesan dan orang yang menerima pesan, juga dikenal sebagai pengirim dan

pengirim pesan (Wijaya & Paramita, 2019).

Selanjutnya tujuan dari komunikasi yang dikemukakan oleh Dan B. Curtis

dalam buku Komunikasi Bisnis Prefesional (Solihat et al., 2015), sebagai berikut :

1. Memberikan informasi, kepada para klien, kolega, bawahan dan

penyelia (supervisor)

2. Menolong orang lain, memberikan nasihat kepada orang lain, ataupun

berusaha memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan.

3. Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan

4. Mengevaluasi perilaku secara efektif

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi Komunikasi

tujuan komunikasi sebagai berikut :

1. Social Change/Social Participation

Perubahan sosial dan partisipan sosial. Memberikan berbagai

informasi pada masyarakat tujuan akhirnyua supaya masyarakat mau

mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu disampaikan.

Misalnya supaya masyarakat ikut serta dalam pilihan suara pada

pemilu atau ikut serta dalam berperilaku sehat dan sebagainya.

2. Attitude Change
Perubahan Sikap. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada

masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya.

Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat

tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan

sikap masyarakat akan positif terhadap pola hidup sehat.

3. Opinion Change

Perubahan pendapat. Memberikan berbagai informasi pada masyarakat

tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan

persepsinya terhadap tujuan informasi

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Interpersonal

2.1.3.1 Definisi

Komunikasi interpersonal merupakan hal yang dihasilkan dari setiap tindakan

yang melibatkan kontak interpersonal. Hasil yang dicapai mungkin bisa diterima atau

tidak diinginkan, dan bisa dalam berbagai bentuk. Komunikasi interpersonal yang

tidak ideal. Pesan dapat dikirim melalui penggunaan simbol dalam komunikasi.

Mengenai interpretasi sinyal-sinyal ini, terkadang ada perbedaan antara individu yang

berpartisipasi dalam percakapan antarpribadi. Ketika individu berkomunikasi satu

sama lain, mereka sering memiliki kesan yang salah bahwa semua pihak yang terlibat

memahami hal yang sama mengenai pentingnya simbol yang digunakan. Hal ini

dapat menjadi hambatan dalam cara komunikasi (Barus et al., 2020).


R. Wayne Pace (1979) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau

communication interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung

antara dua orang atau lebih secara tatap muka di mana pengirim dapat menyampaikan

pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara

langsung. Menurut Johnson, secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah

laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Setiap

bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan bentuk

komunikasi. Sedangkan secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang

dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk

memengaruhi tingkah laku si penerima. (Ngalimun, 2022)

Kemampuan dalam komunikasi interpersonal mengacu pada proses interaksi

yang dilakukan antara dua orang atau lebih dalam rangka mengkomunikasikan pesan.

Proses ini melibatkan individu sebagai pengirim pesan dan orang lain sebagai

penerima pesan, dan kemampuan ini bermanfaat untuk pembentukan hubungan sosial

yang sehat (Sari & Amran, 2020). Perilaku komunikasi biasanya berorientasi pada

tujuan dalam arti bahwa perilaku seseorang biasanya dimotivasi oleh keinginan untuk

mendapatkan tujuan tertentu. Dengan kata lain, perilaku komunikasi terutama

didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.

Perilaku komunikasi diartikan sebagai tindakan atau tanggapan dalam

lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, atau dengan kata lain perilaku

komunikasi adalah cara berpikir, berilmu dan berwawasan, merasa dan bertindak atau

mengambil tindakan yang dianut oleh seseorang, keluarga, atau masyarakat. dalam
mencari dan menyampaikan informasi melalui berbagai saluran dalam jaringan

komunikasi masyarakat setempat. Menurut Harapan dan Ahmad dalam (Widodo et

al., 2021), komunikasi interpersonal merupakan cara penyampaian informasi yang

diyakini paling efektif, dan prosesnya dapat dilakukan dengan cara yang sangat

mudah.

2.1.3.1 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

De Vito dalam Yuliani (2023) menyebutkan ciri-ciri dari komunikasi

interpersonal adalah adanya keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif dan

kesamaan. Sementara itu, menurut Arnold dan Bowers dalam Gunawan (2021), ciri-

ciri komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Alur pesan bersifat dua arah, yang berarti bahwa posisi atau peran pengirim dan

penerima pesan dapat berpindah tempat pada setiap titik selama proses

komunikasi.

2. Lingkungan bersifat informal, yang menunjukkan bahwa hangat dan mengundang

untuk berinteraksi dengan orang lain di dalamnya. Baik pengirim maupun

penerima komunikasi memilih pendekatan yang lebih personal dan tidak

bergantung pada status.

3. Umpan balik langsung menunjukkan bahwa komunikasi dilakukan secara

langsung dengan tatap muka, sehingga orang yang menerima pesan dapat dengan

cepat memberikan umpan balik kepada orang yang mengirim pesan.

4. Berada dalam jarak dekat berarti menjaga jarak fisik dan mental antara pengirim

pesan dan penerima komunikasi itu. Berada dalam jarak dekat juga memastikan
bahwa pesan tersebut tidak disalahartikan. Ketika berbicara tentang jarak fisik,

yang dimaksud adalah orang yang mengirim pesan dan orang yang menerima

pesan berada di ruangan atau tempat yang sama. Ketika seseorang berbicara

tentang jarak psikologis, manusia menyiratkan bahwa orang yang mengirim pesan

dan orang yang menerima pesan memiliki hubungan pribadi yang lebih dalam dari

sekedar hubungan formal.

5. Selama proses komunikasi, pengirim dan penerima pesan saling membujuk,

mempengaruhi, dan memaksimalkan penggunaan komunikasi verbal dan non-

verbal. Artinya komunikasi dilakukan secara serentak dan spontan baik secara

verbal maupun non verbal.

Berdasarkan ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang telah dibahas sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat membangun komunikasi

antarpribadi yang efektif diperlukan adanya jarak yang dekat antara komunikan

dengan komunikator, komunikasi nonformal. suasana, dan aliran pesan harus terjadi

dua arah sehingga baik komunikan maupun komunikator dapat saling memberikan

umpan balik secara spontan.

2.1.3.2 Bentuk-bentuk Komunikasi Interpersonal

2.1.3.3 Tujuan Komunikasi Interpersonal

Tujuan utama komunikasi adalah modifikasi mentalitas (sikap), perspektif

(pendapat atau pandangan), dan tindakan (perilaku). Komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang mencapai tujuan tertentu dengan menghasilkan hasil yang

diinginkan sesuai dengan tujuan tersebut. Dampak kognitif, efek emosional, dan efek

perilaku adalah tiga kategori di mana efek komunikasi saat ini dapat ditempatkan.

Dampak kognitif adalah dampak yang terkait dengan pemikiran, penalaran, dan rasio

dan bertanggung jawab untuk membawa individu yang sebelumnya tidak sadar

menjadi tahu. Istilah "efek afektif" mengacu pada setiap konsekuensi yang

berdampak pada emosi seseorang. Efek yang bersifat konatif adalah efek yang terikat

pada suatu aktivitas (Syafaruddin et al., 2020).

Tujuan komunikasi interpersonal meliputi penyebaran informasi, pertukaran

pengalaman, pengembangan afeksi, promosi kerjasama, ekspresi kekecewaan dan

kejengkelan, dan stimulasi motivasi (Setiawan & Winduwati, 2020). Sementara itu,

Widjaya dalam Mustofa et al. (2020) menyebutkan komunikasi interpersonal

bertujuan untuk menjadi akrab dengan diri sendiri serta orang lain, untuk menjadi

akrab dengan dunia luar, untuk membangun dan mempertahankan hubungan, untuk

mengubah sikap dan perilaku, dan untuk membantu orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan komunikasi interpersonal yang dapat

disimpulkan adalah:

1. Modifikasi mentalitas (sikap)

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk mengubah atau memodifikasi sikap atau

pandangan seseorang terhadap suatu hal, sehingga individu yang sebelumnya tidak

sadar menjadi tahu.

2. Pertukaran informasi
Komunikasi interpersonal bertujuan untuk menyebarkan informasi dan

mengadakan pertukaran pengalaman antara individu.

3. Pengembangan afeksi

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk membangun kedekatan emosional

dengan diri sendiri dan orang lain, serta mempromosikan ekspresi kasih sayang.

4. Promosi kerjasama

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk mempromosikan kerjasama antara

individu atau kelompok dalam mencapai tujuan bersama.

5. Ekspresi emosi

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk mengungkapkan kekecewaan,

kejengkelan, atau emosi lainnya sebagai bentuk ekspresi diri.

6. Stimulasi motivasi

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk merangsang motivasi individu dalam

melakukan tindakan atau mengambil keputusan.

7. Membantu orang lain

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk memberikan bantuan atau dukungan

kepada orang lain dalam memahami suatu hal atau menghadapi situasi tertentu.

8. Membangun dan mempertahankan hubungan

Komunikasi interpersonal bertujuan untuk membangun dan memelihara hubungan

yang baik antara individu atau kelompok.

2.1.4 Tinjauan Tentang Kompetensi Komunikasi


Kapasitas seseorang, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja,

yang dapat disaksikan dalam penyelesaian suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan

kriteria yang telah ditetapkan disebut sebagai kompetensi (Nashihuddin, 2019). Payne

(2005) mengemukakan bahwa kompetensi komunikasi mencakup hal-hal seperti

pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi isi (content),

serta bentuk dan kualitas. Konsep kompetensi saat ini terus bergantung pada kriteria

asli dari Spitzberg dan William Cupach. sinyal komunikasi, misalnya, pengetahuan

bahwa subjek mungkin cocok untuk disampaikan kepada pendengar tertentu dalam

konteks tertentu, tetapi mungkin tidak sesuai untuk pendengar dan keadaan lain) serta

pengetahuan tentang proses yang terlibat dalam perilaku nonverbal, seperti sentuhan

yang tepat, suara keras, dan kedekatan fisik).

Hal-hal tersebut merupakan faktor penting dalam berkomunikasi dengan

komunikan yang dalam konteks penelitian ini adalah bawahannya. Mereka berpotensi

memberikan dampak perubahan perilaku berupa kemampuan (kompetensi) yang

meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap dalam pembelajaran

yang berkaitan dengan pengetahuan khusus yang sedang dipelajari. Efektivitas dan

kesesuaian adalah dua aspek komunikasi yang harus ada agar dianggap telah

dilakukan oleh seorang komunikator yang profesional (Kabu et al., 2020).

Kompetensi komunikasi secara khusus mengacu pada pengertian kompetensi

dan komunikasi. Kapasitas seseorang, yang meliputi keinginan, kemampuan, dan

pengetahuannya, untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan adalah definisi dari kompetensi. Sementara itu, komunikasi
adalah bagian penting dari menjadi manusia. Manusia dapat terhubung satu sama lain

dalam kehidupan reguler mereka melalui berbicara satu sama lain. Tidak ada yang

namanya manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi. Komunikasi memainkan

peran yang sangat penting dalam keberadaan manusia, tidak hanya pada tingkat

individu tetapi juga pada tingkat kelompok dan organisasi (Kartikawati et al., 2019).

Menurut Devito sebagaimana dikutip dalam Hasibuan (2020), kompetensi

komunikasi didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam berkomunikasi secara

efisien. Kemampuan ini mencakup hal-hal seperti kesadaran akan fungsi yang

dimainkan konteks dalam membentuk isi maupun bentuk pesan komunikasi.

Misalnya, kesadaran bahwa suatu subjek mungkin cocok untuk dikomunikasikan

kepada individu tertentu dalam setting tertentu, namun isu yang sama mungkin tidak

cocok untuk komunikasi di setting lain atau dengan individu lain.

2.1.4.1 Komponen Kompetensi Komunikasi

Komponen kompetensi komunikasi menurut Brian Spitzberg dan William

Cupach dalam Bamanty et al. (2020), perilaku komunikasi, baik verbal maupun

nonverbal, yang cocok dan produktif dalam suatu hubungan dapat dibagi menjadi dua

kategori: positif dan negatif. Ketika komunikasi cocok untuk suatu hubungan, itu

berarti komunikasi itu memenuhi standar yang telah ditetapkan untuk hubungan

tertentu itu. Jika berhasil mencapai tujuan komunikasinya, maka dapat dikatakan

bahwa hal tersebut efektif. Berikut tiga komponen yang membentuk kompetensi

komunikasi:
1. Motivasi, yang terdiri dari potensi imbalan, tujuan dan sasaran, dan kecemasan;

2. Fungsi pengetahuan, yang terdiri dari interaksi, tindak tutur, linguistik,

manajemen, homeostatis, dan koordinatif; dan

3. Keterampilan, yang terdiri dari ketenangan, manajemen interaksi, altersentrisme,

dan ekspresif.

Ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan saling

mempengaruhi yang pada akhirnya menentukan hasil kesesuaian serta efektivitas

dalam konteks kompetensi komunikasi. Kemampuan seseorang untuk tampil

meyakinkan dalam berbagai pertemuan dengan orang lain secara langsung berkorelasi

dengan tingkat motivasi, tingkat pengetahuan, dan tingkat keterampilan komunikasi

mereka. Orang lain yang aktif dalam komunikasi akan menilai kemampuan seseorang

untuk berkomunikasi berdasarkan bagaimana mereka memandangnya.

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Komunikasi Individu

Berikut ini terdapat perspektif humanistik yang membahas tentang

karakterisik komunikasi interpersonal yang efektif yang mempengaruhi kompetensi

komunikasi individu (Ngalimun, 2022), sebagai berikut :

1. Openess (Keterbukaan)

Perbedaan dalam kategori sosial adalah hal yang umum untuk mendorong

komunikasi yang lebih terbuka, terutama dalam hal keragaman usia, keragaman

ras dan budaya, dan keragaman gender. Peningkatan keterbukaan komunikasi

diharapkan dapat meningkatkan peluang pencapaian tujuan kelompok, terutama


untuk kelompok skala kecil dan menengah yang memiliki tujuan bersama. Di sisi

lain, peningkatan frekuensi komunikasi berdampak positif untuk sekelompok

orang yang memiliki tujuan bersama. Keterbukaan komunikasi dapat memiliki

efek tidak langsung tujuan yang diinginkan, seperti tingkat pemrosesan informasi

yang melibatkan tim yang dapat membantu sekelompok orang untuk

mengkomunikasikan pengetahuan mereka (Bui et al., 2019).

Franková dalam Stacho et al. (2019) mengemukakan bahwa keterbukaan

yang ada di antara dua orang atau sekelompok orang dipupuk oleh insentif positif

yang diberikan oleh posisi yang tegas dan teladan yang mereka berikan. Orang

didorong untuk berbagi ide yang belum diselesaikan dalam lingkungan tertenti,

dan sebagai hasilnya, mereka mendapatkan umpan balik tepat waktu, yang

bermanfaat bagi proses mental mereka.

Lebih lanjut, Ranieri et al. (2022) menguraikan bahwa keterbukaan dalam

komunikasi mengacu pada sejauh mana topik terkait komunikasi dibahas secara

terbuka, serta kepuasan atau kenyamanan pihak yang terlibat dengan komunikasi

ini dan kemauan untuk menyelidiki pentingnya komunikasi dalam kehidupan. Hal

ini juga mengacu pada sejauh mana pihak yang berkomunikasi berbagi pikiran,

perasaan, dan informasi terkait satu sama lain.\

2. Empathy (Empati)

Kemampuan untuk merasakan dan memahami bagaimana pengalaman

orang lain, serta menempatkan diri pada posisi orang lain, itulah yang dimaksud

ketika berbicara tentang empati (Hall et al., 2021). Dalam pekerjaan, memiliki
empati dan sadar emosi adalah dua keterampilan yang sangat diperlukan karena

memberikan dasar untuk memahami kebutuhan, kekhawatiran, dan emosi pasien.

Memahami pikiran dan emosi orang lain dan melihat diri sendiri pada posisi

mereka adalah komponen penting dari empati (Bas-Sarmiento et al., 2017).

Dalam konteks komunikasi, empati dapat berperan penting dalam

meningkatkan pemahaman dan pengalaman berkomunikasi dengan individu yang

memiliki keterbatasan seperti ketunaan atau tuli. Penelitian oleh Buchman dan

Henderson (2019) menunjukkan bahwa peningkatan empati terhadap pengalaman

individu yang buta atau tuli diekspresikan di setiap kelompok fokus.

Penelitian tersebut menyatakan bahwa empati tidak dapat terjadi tanpa

pengalaman berpartisipasi dalam simulasi realitas virtual, kecuali jika para peserta

secara pribadi mengalami hal serupa dalam kehidupan mereka sendiri. Oleh karena

itu, empati dapat menjadi faktor penting dalam komunikasi yang efektif dengan

individu yang memiliki keterbatasan, karena dapat membantu dalam memahami

pengalaman mereka dan berkomunikasi dengan lebih sensitif dan memahami satu

sama lain.

3. Supportiveness (Sikap Mendukung)

Hubungan antar manusia dikatakan efektif jika kedua belah pihak dalam

hubungan tersebut memiliki sikap yang mendukung. Setiap pandangan, pemikiran,

dan konsep yang dikomunikasikan mendapat dukungan dari orang-orang yang

membagikannya. Konsekuensinya, keinginan atau keinginan yang mendorong

seseorang untuk melakukannya. Seseorang mungkin menjadi lebih bersemangat


dalam melakukan aktivitas dan mencapai tujuan yang diinginkan dengan bantuan

dukungan dari orang lain (Lanes et al., 2021).

Cara orang tua berkomunikasi dengan anaknya harus didukung dengan

sikap mendukung. Ketika seorang anak muda menjelaskan hal-hal yang mereka

lakukan di sekolah, pendengar harus memperhatikan dengan seksama apa yang

dikatakan anak tersebut sambil juga memberikan pujian dan berkomentar tentang

hal-hal positif yang dilakukan anak tersebut. Sikap suportif ini, selain dapat

membuat komunikasi antara orang tua dan anak berjalan lancar, juga dapat

meningkatkan rasa percaya diri anak, yang mengakibatkan anak senang berbagi

cerita dan mengetahui perilaku yang pantas dan tidak pantas (Septiani, 2021).

Uraian tersebut dapat dilihat dari konteks hubungan antara dosen pembimbing

dengan mahasiswa, dimana dosen pembimbing beperan menjadi orang tua

mahasiswa dalam penyelesaian skripsinya.

Sikap mendukung dapat dilihat dalam keadaan tertentu dan dibedakan

berdasarkan kapasitas untuk setuju dengan perspektif pasangan bahkan ketika hal

itu menyebabkan tekanan emosional, serta tidak adanya perasaan bahwa seseorang

memahami lebih dari seseorang tertentu tentang topik tertentu. Fakta bahwa orang

tertentu merasa nyaman berbagi cerita atau bercakap-cakap panjang lebar, serta

berada dalam posisi untuk memberikan hadiah atau pujian, berkontribusi pada

pengembangan sikap positif (Nurislamiah, 2021).

4. Equality (Kesetaraan)
Menanggapi masalah gangguan sosial dalam kehidupan masyarakat, konsep

kesetaraan muncul sebagai sebuah kata. Ide ini dikembangkan secara khusus untuk

melemahkan kesepakatan, namun kesetaraan terus menghasilkan hasil positif dan

negatif karena persepsi bahwa hal itu bertentangan dengan sifat manusia, yang

pada dasarnya dicirikan oleh keragaman (Barir, 2014).

Kesetaraan dalam berkomunikasi merujuk pada prinsip komunikasi yang

mengedepankan kesetaraan antara pihak yang berkomunikasi, di mana setiap

individu dianggap memiliki nilai yang sama dalam proses komunikasi. Dalam

komunikasi yang setara, tidak ada pihak yang dianggap lebih tinggi atau lebih

rendah, dan setiap pihak memiliki hak untuk berbicara, didengarkan, dan dihargai

dalam komunikasi.

Jika setiap orang berada dalam perlakuan yang setara, maka komunikasi

antarpribadi akan lebih berhasil. Artinya, ada pengakuan implisit bahwa kedua

belah pihak dihargai, membantu, dan membawa sesuatu yang signifikan. Untuk

mencapai kesetaraan, pihak yang terlibat harus menunjukkan rasa hormat dan dan

sikap saling menghargai satu sama lain (Awi et al., 2016).

Kesetaraan dalam berkomunikasi penting untuk menciptakan lingkungan

komunikasi yang sehat, membangun hubungan yang baik, dan mencapai

pemahaman yang lebih baik antara pihak yang berkomunikasi. Dalam konteks

komunikasi interpersonal, kesetaraan dalam berkomunikasi dapat menciptakan

hubungan yang saling menguntungkan antara individu, memperkuat saling

pengertian, dan memotivasi kolaborasi yang efektif.


2.1.5 Tinjauan Tentang Motivasi

2.1.5.1 Definisi Motivasi

Arah seseorang untuk beraktivitas, atau apa yang menyebabkan seseorang ingin

mengulangi suatu perilaku, dikenal sebagai motivasi. Motivasi dapat dianggap

sebagai kombinasi kekuatan yang beroperasi di belakang motivasi. Motivasi yang

menggerakkan seseorang bisa bersifat ekstrinsik, artinya berasal dari luar individu,

atau bisa juga intrinsik, artinya berasal dari individu itu sendiri. Salah satu faktor

terpenting yang mendorong seseorang untuk terus maju adalah tingkat motivasinya.

Keadaan orang yang termotivasi adalah hasil dari kombinasi pengaruh sadar dan tidak

sadar (Vincent & Kumar, 2019).

Orang-orang diarahkan pada aktivitas, tujuan, dan akhirnya kinerja yang efektif

melalui motivasi mereka, yang memainkan peran penting dalam pengembangan

energi psikis individu. Motivasi individu memiliki dampak yang signifikan terhadap

Quality of Life (QOL) mereka, serta kapasitas mereka untuk beradaptasi dan mencari

solusi untuk masalah mereka (Hosseini et al., 2021).

Bahromov (2022) mengemukakan bahwa para ahli di bidang psikologi percaya

bahwa motivasi didapatkan dari yang gairah dihasilkan dari adanya suatu barang yang

memenuhi kebutuhan, sementara yang lain berpendapat bahwa keinginan adalah

sumber keadaan. Oleh karena itu, penafsiran gairah sebagai motif juga memiliki

kualitasnya sendiri dan memiliki fungsi tertentu yang bermanfaat dalam memberikan

penjelasan atas fenomena psikologis esensial yang disebut sebagai "motivasi".


Tujuan dari teori motivasi adalah untuk menyelidiki faktor-faktor yang

menyebabkan perilaku seseorang yang diarahkan pada suatu usaha atau kegiatan

(Pintrich & De Groot, 2003). Bentuk motivasi, yakni intrinsik, terintegrasi,

teridentifikasi, terintrojeksi, dan eksternal dibedakan menurut derajat penentuan nasib

individu. Bentuk-bentuk tersebut adalah aspek penting dari teori ini karena semakin

perilaku didorong oleh penentuan nasib sendiri, semakin baik hasil pendidikannya.

Nilai intrinsik akan sama efektifnya dalam menciptakan hasil sebagai nilai utilitas

atau signifikansi, terlepas dari kenyataan bahwa nilai-nilai tertentu dapat

memprediksi perilaku tergantung pada jenis perilaku yang sedang dilakukan,

contohnya perilaku tekun yang dapat menghasilkan prestasi (Guay, 2022).

2.1.5.2 Indikator Motivasi

Berikut beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur motviasi:

1. Attitude (Sikap)

Terminologi "sikap" merujuk pada konstruksi mental yang tak terlihat yang

dianggap sebagai sumber dari reaksi ini. Satu-satunya cara untuk memperoleh

informasi tentang konstruksi mental, yaitu sikap implisit dengan mengevaluasi

reaksi yang dapat diamati yang sesuai dengannya yaitu, evaluasi implisit. Oleh

karena itu, kedua ide tersebut saling terkait (Corneille & Hütter, 2020). Menurut

Simpson dalam Kurniawan et al. (2019), sikap dapat digambarkan sebagai penentu

emosi seperti "menyukai atau tidak menyukai". Sikap mahasiswa dianggap penting

karena sikap seperti itu mungkin berdampak pada kinerja akademik mahasiswa
dan dapat membantu mahasiswa mencapai tingkat prestasi belajar yang lebih

tinggi.

Menurut literatur tentang psikologi sosial, sikap terhadap suatu perilaku,

seperti penggunaan praktik berbasis bukti, mengacu pada sejauh mana seorang

individu yakin bahwa terlibat dalam aktivitas itu akan menghasilkan hasil positif.

atau efek negatif. Di bidang ilmu implementasi, sikap individu terhadap

pendekatan berbasis bukti yang diberikan mungkin menunjukkan manfaat dan

kerugian yang dirasakan dari pelaksanaannya (Fishman et al., 2022). Cara manusia

menanggapi berbagai keadaan adalah contoh sikap. Kata "sikap" kerap digunakan

untuk pandangan yang menunjukkan kecenderungan umum seseorang terhadap

suatu barang, konsep, atau institusi. Kecenderungan ini dapat dinyatakan dalam

istilah positif atau negatif. Sikap dapat bersifat positif, negatif, atau netral atau

juga dapat bersifat lebih umum (Azen dalam Jena, 2020).

Sikap dapat berubah dan menjadi dewasa seiring berjalannya waktu,

apabila sikap yang baik terbentuk terbentuk, maka akan terdapat potensi untuk

meningkatkan prestasi akademik mahasiswa. Pandangan pesimistis, di sisi lain,

merupakan penghalang untuk pembelajaran yang efisien, yang, pada gilirannya,

memiliki pengaruh pada hasil pembelajaran tersebut dan kinerja tenaga pendidik.

Akibatnya, kerangka berpikir seseorang merupakan komponen penting yang tidak

bisa diabaikan begitu saja. Terdapat kemungkinan bahwa sikap mahasiswa akan

berdampak positif atau negatif pada kinerja mereka dalam bidang akademik

(Mazana et al., 2018).


2. Need (Kebutuhan)

Otonomi, bersama dengan kompetensi dan keterkaitan, dipandang sebagai

kebutuhan psikologis bawaan yang membutuhkan dukungan dari keadaan

lingkungan dan koneksi interpersonal (Deci & Ryan, 1985; Ryan & Deci, 2000).

Hal ini dikarenakan otonomi, bersama dengan kompetensi dan keterkaitan,

merupakan komponen penting dari kesehatan psikologis. Secara umum, jenis-jenis

motivasi otonom didorong oleh sumber-sumber internal individu itu sendiri, dan

individu-individu melihat aktivitas mereka sendiri sebagai sesuatu yang ditulis

sendiri.

Hal tersebut berkaitan dengan tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih

besar, disposisi emosional yang lebih positif, peningkatan kinerja, terutama pada

tugas-tugas yang rumit dan heuristik, dan ketekunan yang lebih besar dalam suatu

aktivitas (Pelletier et al., 2001). Di sisi lain, jenis motivasi yang diatur adalah yang

dipengaruhi oleh sumber dan alasan lain, dipandang sebagai sesuatu yang berasal

dari faktor eksternal.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alam et al (2022), dalam konteks

kebutuhan akan motivasi, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang secara

intrinsik didorong memiliki dua tuntutan terpenuhi. Pertama, seseorang memiliki

otonomi yang memungkinkan mereka untuk mengklaim bahwa orang yang suka

melakukan aktivitas, yang menunjukkan antusiasme dan dedikasi terhadap tugas

tersebut. Kedua, seseorang merasa kompeten karena mereka memanfaatkan

pengetahuan mereka untuk menguasai tugas yang mereka lakukan, yang juga
merupakan refleksi dari motivasi intrinsik mereka. Demikian, kebutuhan akan

motivasi, seperti otonomi, kompetensi, dan keterkaitan, dapat mempengaruhi

tingkat motivasi intrinsik seseorang dalam melakukan aktivitas atau tugas tertentu.

3. Stimulation (Rangsangan)

Dalam konteks rangsangan akan motivasi, dapat disimpulkan bahwa dosen

menggunakan tugas yang menuntut sebagai salah satu strategi untuk mendorong

mahasiswa berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas. Rangsangan ini diharapkan

dapat memotivasi mahasiswa untuk berbicara dan berinteraksi dengan materi

pelajaran serta anggota kelompok dalam lingkungan virtual. Dosen menggunakan

tugas yang menantang dan melibatkan mahasiswa secara aktif sebagai stimulus

atau pendorong bagi mahasiswa untuk terlibat dalam pembelajaran, meningkatkan

partisipasi mereka, dan meningkatkan motivasi mereka dalam mengikuti diskusi

kelas (Maulina et al., 2019).

Istilah "motivasi akademik" mengacu pada rangsangan yang diperlukan

untuk menyelesaikan tugas, untuk mencapai tujuan, atau untuk memperoleh

tingkat kompetensi tertentu dalam pekerjaan seseorang, dan untuk mencapai

keberhasilan akademik sebagai akibat langsung dari kegiatan tersebut. Selain

motivasi akademik, yang merupakan komponen penting dalam pengalaman

pendidikan mahasiswa, motivasi berprestasi merupakan komponen penting lainnya

yang berhubungan dengan pengalaman pendidikan mahasiswa (Partovi & Razavi,

2019). Keinginan seseorang untuk mencapai tujuan sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya merupakan salah satu definisi dari konsep motivasi

berprestasi (Khamoushi et al., 2014)

Mahasiswa akan memiliki mobilitas penting untuk menyelesaikan tugas

mereka jika mereka termotivasi dengan cara ini, yang juga akan membantu mereka

mencapai keberhasilan dalam belajar dan motivasi prestasi akademik (Ke, 2008).

Dari sudut pandang pendidikan, motivasi memiliki struktur multidimensi (tiga

dimensi) yang berkaitan dengan motivasi belajar dan prestasi akademik dan

mencakup keyakinan tentang kemampuan individu untuk melakukan aktivitas

yang diinginkan, alasan atau tujuan individu untuk melakukan aktivitas tersebut

dan respons emosional yang terkait (Alexander et al., 1997).

4. Affect (Emosi)

Definisi emosi bervariasi dalam rumusan yang diberikan oleh psikolog

dengan orientasi teoritis yang berbeda. Kata "emosi" berasal dari kata kerja dalam

bahasa Latin yaitu "movere" yang berarti "menggerakkan, bergerak", ditambah

dengan awalan "e-" yang memberikan arti "bergerak menjauh", menunjukkan

kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan suatu keadaan budi rohani yang

tampak melalui perubahan yang jelas pada tubuh (Goleman dalam Manizar, 2017).

Dalam Kamus Psikologi, emosi dijelaskan sebagai suatu keadaan yang

terangsang pada organisme yang melibatkan perubahan-perubahan yang disadari,

yang berasal dari pengalaman batin yang mendalam dan melibatkan perubahan

fisik serta pengalaman perasaan (feelings) yang diaktifkan baik oleh rangsangan

eksternal maupun keadaan jasmani yang beragam. Emosi adalah pengalaman


afektif yang menyertai penyesuaian inner yang umum dan keadaan mental dan

fisiologis yang terangsang pada individu, dan yang tampak dalam perilaku

eksternalnya. Demikian, emosi dapat diartikan sebagai pengalaman afektif yang

kuat dan ditandai dengan perubahan fisik (Ahmad & Ambotang, 2020).

Emosi adalah salah satu potensi yang dimiliki manusia sejak lahir dan akan

berkembang sesuai dengan lingkungan mereka. Peran dosen sangat penting dalam

mengembangkan emosi mahasiswa sehingga emosi mereka menjadi cerdas, karena

kecerdasan emosional akan menghasilkan mahasiswa yang berkualitas dan sukses

dalam kehidupan mereka. Mengenal kecerdasan emosional mahasiswa, antara lain,

dengan mengenali emosi mereka sendiri, mengelola emosi, dan memotivasi diri

mereka sendiri. Pengelolaan kecerdasan emosional dimulai sejak masa kanak-

kanak, melalui pola skrip emosional yang sehat dan diinternalisasi oleh anak-anak

dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam proses pembelajaran, pengelolaan

kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan menciptakan emosi positif pada

anak-anak dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan

(Manizar, 2017).

2.1.6 Tinjauan Tentang Skripsi

Skripsi adalah proyek ilmiah penutup yang harus diselesaikan oleh seorang

mahasiswa sarjana untuk lulus dari gelar akademik mereka pada jenjang strata-1 (S1).

Menurut Komaruddin dalam Lumamuly dan Yuniwati (2017), kata “skripsi” berasal

dari bahasa Latin “scriptio” yang dapat diterjemahkan sebagai “tulisan”, “esai tertulis
tentang sesuatu”, atau “uraian”. Salah satu syarat untuk mendapatkan pangkat atau

gelar akademik tertentu adalah menunjukkan kemahiran dalam penulisan ilmiah.

Penulisan skripsi, di sisi lain, didefinisikan sebagai karya ilmiah yang ditulis

berdasarkan hasil penelitian lapangan atau tinjauan literatur dan dapat dipertahankan

di depan ruang sidang dalam rangka menyelesaikan studi S1.

Dalam penyusunan skripsi, terdapat beberapa kesulitan yang disebukan oleh

Slameto dalam Permatasari et al (2020) menyebutkan bahwa kegagalan menyusun

skripsi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sulitnya menentukan judul

skripsi, sulitnya mencari bahan bacaan atau literatur, sumber dana yang tidak

memadai, dan kegugupan saat berinteraksi dengan dosen pembimbing. Sebagai hasil

dari pendapat yang ditunjukkan di atas, dapat ditarik kesimpulan berikut tentang

tantangan yang sering dihadapi mahasiswa saat menyusun skripsi:

1. Memilih Judul Skripsi

Saat menyusun skripsi, salah satu tugas tersulit adalah menentukan judul tesis. Jika

hal ini tidak segera diperbaiki, maka akan menjadi sumber tekanan tambahan.

Percobaan satu hingga dua kali kerap tudak cukup untuk mendapatkan judul yang

sesuai guna menyelesaikan skripsi untuk studi yang sedang dilakukan saat ini.

Latar belakang dan teori yang digunakan, serta metodologi penelitian dan subjek

penelitian, seluruhnya perlu tercermin dalam judul.

2. Mencari buku-buku yang berkaitan dengan literatur

Mahasiswa dituntut aktif mencari buku-buku di luar sekolah untuk memenuhi

kebutuhan mata kuliah. Buku literatur sangat penting untuk penelitian, tetapi tidak
selalu ada jaminan bahwa perpustakaan di kampus akan memiliki semua buku

yang dicari.

3. Kemampuan di dalam kelas

Secara alami, setiap mahasiswa memiliki bakat akademik yang unik, yang juga

dapat diskalakan ke tingkat yang berbeda-beda. Mahasiswa yang memiliki

kemampuan untuk tingkat akademik yang tinggi dapat berfungsi sebagai aset

dalam melaksanakan tugas mereka, tetapi siswa yang kemampuan akademiknya

hanya rata-rata kerap menghadapi tantangan dalam menyelesaikan penelitian

mereka.

4. Menganalisis data

Karena tingkat kemampuan mahasiswa berbeda-beda, melakukan analisis data dari

suatu penelitian bukanlah tugas yang mudah, yang akan menambah beban

mahasiswa.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan suatu struktur atau rangkaian konseptual yang

digunakan untuk merencanakan, mengorganisasi, dan mengarahkan suatu pemikiran

atau analisis. Kerangka pemikiran dapat berfungsi sebagai panduan atau landasan

bagi suatu pemikiran atau kajian dalam menjalani proses analisis atau penelitian.

Kerangka pemikiran membantu dalam mengatur dan mengelompokkan ide-ide,

konsep, atau teori yang terkait dengan topik atau permasalahan yang sedang diteliti,

sehingga memudahkan dalam memahami dan menjalankan analisis secara terstruktur.


Dalam konteks penelitian atau analisis, kerangka pemikiran biasanya mencakup

teori-teori yang relevan, konsep-konsep kunci, variabel-variabel yang akan diteliti,

serta hubungan atau interaksi antara variabel-variabel tersebut. Kerangka pemikiran

dapat digunakan sebagai landasan teoritis yang akan menjadi acuan dalam

merumuskan pertanyaan penelitian, merancang metode penelitian, mengumpulkan

dan menganalisis data, serta menyusun kesimpulan atau rekomendasi.

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Peningkatan keterampilan dosen perguruan tinggi merupakan komponen

penting dalam peningkatan kualitas perguruan tinggi secara keseluruhan. Karena

persoalan kompetensi seorang dosen Perguruan Tinggi direpresentasikan dalam

bentuk komunikasi interaksi, maka konsep komeptensi komunikasi dapat digunakan

untu mengetahui bagaimana kompetensi komunikasi yang dilakukan oleh dosen

Perguruan Tinggi di era teknologi modern (Sirait et al., 2020).

Dalam menganalisis kompetensi komunikasi, peneliti menggunakan teori

komunikasi intepersonal. Teori komunikasi interpersonal dapat memiliki kegunaan

yang signifikan dalam menganalisis kompetensi komunikasi dosen pembimbing

terhadap motivasi mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Beberapa kegunaan teori

komunikasi interpersonal dalam analisis tersebut antara lain:

1. Memahami komunikasi antara dosen pembimbing dan mahasiswa

Teori komunikasi interpersonal dapat membantu dalam memahami berbagai aspek

komunikasi antara dosen pembimbing dan mahasiswa dalam konteks


pembimbingan skripsi. Melalui teori komunikasi interpersonal, kita dapat

menganalisis komponen-komponen komunikasi seperti pengirim (dosen

pembimbing), penerima (mahasiswa), pesan (informasi yang disampaikan),

saluran komunikasi (misalnya tatap muka, email, atau pesan teks), serta hambatan

atau noise yang mungkin terjadi dalam komunikasi antara dosen pembimbing dan

mahasiswa.

2. Menganalisis kompetensi komunikasi dosen pembimbing

Teori komunikasi interpersonal dapat digunakan sebagai kerangka untuk

menganalisis kompetensi komunikasi dosen pembimbing dalam membimbing

mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Misalnya, teori komunikasi interpersonal

dapat membantu dalam mengidentifikasi kemampuan dosen pembimbing dalam

mengkomunikasikan informasi secara jelas, memahami kebutuhan dan ekspektasi

mahasiswa, mendengarkan dengan efektif, memberikan umpan balik yang

konstruktif, serta memotivasi mahasiswa untuk menghadapi tantangan dalam

menyelesaikan skripsi.

3. Mengidentifikasi faktor motivasi mahasiswa

Teori komunikasi interpersonal juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi

faktor motivasi mahasiswa dalam konteks pembimbingan skripsi. Misalnya,

melalui teori komunikasi interpersonal, dapat dianalisis bagaimana komunikasi

antara dosen pembimbing dan mahasiswa dapat mempengaruhi motivasi

mahasiswa untuk menyelesaikan skripsi, seperti memberikan dorongan,

pengakuan, atau dukungan emosional. Teori komunikasi interpersonal juga dapat


membantu dalam memahami bagaimana komunikasi yang efektif antara dosen

pembimbing dan mahasiswa dapat mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap

relevansi skripsi, harapan hasil yang diinginkan, dan kepercayaan terhadap

kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan skripsi.

4. Merancang strategi komunikasi yang efektif

Berdasarkan analisis kompetensi komunikasi dosen pembimbing dan faktor

motivasi mahasiswa, teori komunikasi interpersonal dapat digunakan untuk

merancang strategi komunikasi yang efektif dalam meningkatkan motivasi

mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Misalnya, jika ditemukan bahwa dosen

pembimbing belum mampu memberikan umpan balik yang konstruktif atau tidak

dapat memotivasi mahasiswa dengan baik, maka strategi komunikasi yang

diperlukan dapat melibatkan pengembangan kemampuan dosen pembimbing

dalam memberikan umpan balik yang efektif atau meningkatkan kemampuan

dalam memberikan motivasi kepada mahasiswa.

5. Mengevaluasi penggunaan teknik komunikasi yang efektif

Teori komunikasi interpersonal dapat digunakan untuk mengevaluasi penggunaan

teknik komunikasi yang efektif oleh dosen pembimbing dalam membimbing

mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Misalnya, teori komunikasi interpersonal

dapat digunakan untuk menganalisis apakah dosen pembimbing menggunakan

teknik mendengarkan aktif, bertanya yang relevan, atau memberikan umpan balik

konstruktif yang dapat memotivasi mahasiswa dalam menghadapi tantangan dalam

menyelesaikan skripsi.
6. Mengidentifikasi keberhasilan komunikasi dalam mencapai tujuan pembimbingan

Teori komunikasi interpersonal dapat digunakan untuk mengidentifikasi

keberhasilan komunikasi antara dosen pembimbing dan mahasiswa dalam

mencapai tujuan pembimbingan skripsi. Misalnya, teori komunikasi interpersonal

dapat membantu dalam menganalisis apakah komunikasi antara dosen

pembimbing dan mahasiswa dapat memotivasi mahasiswa untuk menyelesaikan

skripsi sesuai dengan target waktu yang ditetapkan, apakah mahasiswa merasa

didukung, diberdayakan, dan diberikan panduan yang jelas oleh dosen

pembimbing, serta apakah komunikasi yang efektif dapat meningkatkan motivasi

mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi.

7. Memberikan rekomendasi perbaikan komunikasi

Berdasarkan evaluasi efektivitas komunikasi antara dosen pembimbing dan

mahasiswa, teori komunikasi interpersonal dapat digunakan untuk memberikan

rekomendasi perbaikan komunikasi yang dapat meningkatkan motivasi

mahasiswa.Dalam teori kompetensi komunikasi,

Terdapat empat indikator penting dari kompetensi komunikasi, yakni

openness (keterbukaan), empathy (empati), supportiveness (dukungan) dan equality

(kesetaraan).

1. Openness (Keterbukaan)

Ranieri dkk. (2022) menjelaskan bahwa keterbukaan dalam komunikasi mengacu

pada sejauh mana topik yang terkait dengan komunikasi dibahas secara terbuka,
serta tingkat kepuasan atau kenyamanan pihak yang terlibat dalam komunikasi

tersebut dan kemauan untuk menyelidiki pentingnya komunikasi dalam kehidupan.

2. Empathy (Empati)

Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami bagaimana

pengalaman orang lain, serta mampu menempatkan diri pada posisi orang lain

dalam situasi yang sama atau serupa (Hall et al., 2021).

3. Supportiveness (Sikap Mendukung)

Sikap mendukung merujuk pada kemampuan untuk setuju dengan perspektif orang

lain yang dapat menimbulkan tekanan emosional, serta kemampuan untuk tidak

merasa lebih tahu daripada orang lain tentang topik tertentu. Kemampuan

seseorang untuk merasa nyaman dalam berbagi cerita atau berbicara panjang lebar,

serta mampu memberikan hadiah atau pujian, berkontribusi pada pembentukan

sikap yang positif (Nurislamiah, 2021).

4. Equality (Kesetaraan)

Kesetaraan merujuk pada sebuah konsep yang muncul sebagai respons terhadap

gangguan sosial dalam masyarakat, dan secara khusus dikembangkan untuk

melemahkan kesepakatan. Namun, konsep kesetaraan tetap menghasilkan hasil

positif dan negatif karena persepsi bahwa itu bertentangan dengan sifat manusia

yang bervariasi (Barir, 2014).

Menurut Vincent dan Kumar (2019), motivasi merujuk pada dorongan yang

menggerakkan seseorang untuk bertindak, baik itu berasal dari luar individu (motivasi
ekstrinsik) maupun dari individu itu sendiri (motivasi intrinsik). Tingkat motivasi

yang tinggi merupakan salah satu faktor penting yang mendorong seseorang untuk

terus maju. Keadaan individu yang termotivasi dipengaruhi oleh kombinasi pengaruh

yang sadar maupun tidak sadar. Adapun indikator motivasi terdiri dari attitude

(sikap), need (kebutuhan), stimulation (rangsangan), dan affect (emosi).

1. Attitude (Sikap)

Sikap seseorang terhadap suatu perilaku, seperti penggunaan praktik berbasis

bukti, mengacu pada seberapa yakinnya seseorang bahwa terlibat dalam aktivitas

tersebut akan menghasilkan hasil yang positif atau negatif (Fishman et al., 2022).

2. Need (Kebutuhan)

Kebutuhan adalah elemen atau aspek yang harus dipenuhi agar seseorang dapat

memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dalam melakukan aktivitas atau tugas

tertentu. Elemen kebutuhan adalah otonomi, kompetensi, dan keterkaitan (Alam et

al., 2022).

3. Stimulation (Rangsangan)

Rangsangan merujuk pada suatu stimulus atau tindakan yang digunakan oleh

seseorang untuk mendorong atau memotivasi orang lain agar berpartisipasi aktif

dalam suatu aktivitas (Maulina et al., 2019).

4. Affect (Emosi)
Emosi adalah pengalaman afektif yang menyertai penyesuaian inner yang umum

dan keadaan mental dan fisiologis yang terangsang pada individu, dan yang

tampak dalam perilaku eksternalnya (Ahmad & Ambotang, 2020).

2.2.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel, yakni Kompetensi Komunikasi

sebagai variabel independen (X) dan motivasi sebagai variabel dependen (Y).

Untuk variabel independen (X), yakni kompetensi komunikasi mengacu

kepada kapasitas seseorang, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap

kerja, yang dapat disaksikan dalam penyelesaian suatu pekerjaan atau tugas sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan disebut sebagai kompetensi (Nashihuddin,

2019). Kristiyaningsih et al. (2017) mengemukakan bahwa indikator kompetensi

komunikasi terdiri dari openness (keterbukaan), empathy (empati), supportiveness

(sikap mendukung), dan equality (kesetaraan).

1. Openness (Keterbukaan)

Indikator ini menguraikan bagaimana keterbukaan dosen pembimbing terhadap

mahasiswa bimbingan dalam proses pembimbingan skripsi yang menggambarkan

kompetensi komunikasi dosen pembimbing.

2. Empathy (Empati)
Indikator ini menguraikan bagaimana empati yang diberikan oleh dosen

pembimbing terhadap mahasiswa bimbingan dalam proses pembimbingan skripsi

yang menggambarkan kompetensi komunikasi dosen pembimbing.

3. Supportiveness (Sikap Mendukung)

Indikator ini menguraikan bagaimana sikap mendukung yang diberikan oleh dosen

pembimbing kepada mahasiswa bimbingan dalam proses pembimbingan skripsi

yang menggambarkan kompetensi komunikasi dosen pembimbing.

4. Equality (Kesetaraan)

Indikator ini menguraikan bagaimana sikap dosen pembimbing dalam menerapkan

kesetaraan kepada mahasiswa bimbingan selama proses pembimbingan skripsi

yang menggambarkan kompetensi komunikasi dosen pembimbing.

Selanjutnya variabel dependen (Y) di dalam penelitian ini adalah Motivasi,

yang diperoleh dari konsep motivasi Vincent dan Kumar (2019). Adapun indikator

motivasi yang diadaptasi dari Wlodwoski dalam Badaruddin (2015: 28-30), yakni

terdiri dari attitude (sikap), need (kebutuhan), stimulation (rangsangan), dan affect

(emosi).

1. Attitude (Sikap)

Indikator ini menguraikan bagaimana sikap mahasiswa bimbingan selama proses

penyelesaian skripsi.

2. Need (Kebutuhan)
Indikator ini menguraikan bagaimana kebutuhan mahasiswa bimbingan selama

proses penyelesaian skripsi yang mendorong tumbuhnya motivasi.

3. Stimulation (Rangsangan)

Indikator ini menguraikan bagaimana rangsangan yang dialami oleh mahasiswa

bimbingan selama proses penyelesaian skripsi sehingga mendorong terjadinya

motivasi.

4. Affect (Emosi)

Indikator ini menguraikan bagaimana emosi yang dimiliki mahasiswa bimbingan

selama proses penyelesaian skripsi sehingga mendorong terjadinya motivasi.

2.2.3 Alur Kerangka Penelitian

Dalam alur kerangka pemikiran ini peneliti mengadaptasikan komponen ke

model di bawah ini agar lebih jelas mengenai proses terjadinya kompetensi

komunikasi yang dimiliki oleh dosen pembimbing dalam pembimbingan skripsi

terhadap motivasi mahasiswa dalam penyelesaian skripsi seperti model dibawah ini:
Gambar 2.1

Alur Pikir Peneliti

Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi


Mereka Selama Proses Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di
Universitas Komputer Indonesia Bandung

RUMUSAN MASALAH
Sejauhmana Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing kepada Mahasiswa Bimbingan
terhadap Motivasi Mereka Selama Proses Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik di Universitas Komputer Indonesia Bandung

Motivasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial


Kompetensi Komunikasi Dosen dan Politik Universitas Komputer Bandung
Pembimbing Skripsi dalam Penyelesain Skripsi

KOMPETENSI KOMUNIKASI MOTIVASI


Kompetensi komunikasi mengacu kepada Motivasi merujuk pada dorongan yang
kapasitas seseorang, yang meliputi menggerakkan seseorang untuk bertindak,
pengetahuan, keterampilan, dan sikap baik itu berasal dari luar individu (motivasi
kerja, yang dapat disaksikan dalam ekstrinsik) maupun dari individu itu sendiri
penyelesaian suatu pekerjaan atau tugas (motivasi intrinsik)
sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan disebut sebagai kompetensi
Nashihuddin (2019) Vincent dan Kumar (2019)

Kompetensi Komunikasi (X)


Motivasi (Y)
X1 : Openness (Keterbukaan)
X2: Empathy (Empati) Y1 : Attitude (Sikap)
X3 : Supportivenesss (Sikap Mendukung) Y2: Need (Kebutuhan)
X4 : Equality (Kesetaraan) Y3 : Stimulation (Rangsangan)
Y4 : Affect (Emosi)

Sumber: Peneltii, 2023


2.3 Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2019:99), hipotesis merupakan jawaban sementara dari

rumusan masalah penelitian dan didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh

melalui pengumpulan data. Hal ini dinyatakan dalam konteks rumusan masalah

penelitian. Hipotesis merupakan sebuah proposisi sementara yang memerlukan bukti

berdasarkan data yang dikumpulkan. Hipotesis alternatif (Ha) menyatakan adanya

hubungan antara variabel X dan Y, sementara hipotesis nol (H0) menyatakan bahwa

tidak ada hubungan antara variabel X dan Y.

Berdasarkan judul penelitian, yakni “Kompetensi Komunikasi Dosen

Pembimbing kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka pada

Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung”, beriku hipotesis di dalam penelitian ini:

2.3.1 Hipotesis Induk

1 Ha : Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik di Universitas Komputer Bandung

2 H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing

kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mahasiswa Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik di Universitas Komputer Bandung


2.3.2 Hipotesis Pendukung

1 Ha : Terdapat Pengaruh antara Openess (Keterbukaan) Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka pada Penyelesaian Skripsi

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer Indonesia

Bandung

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Openess (Keterbukaan) Dosen Pembimbing

Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka pada Penyelesaian

Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer

Indonesia Bandung

2 Ha : Terdapat Pengaruh antara Empathy (Empati) Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka pada Penyelesaian Skripsi

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer Indonesia

Bandung

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Empathy (Empati) Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka pada Penyelesaian Skripsi

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer Indonesia

Bandung

3 Ha : Terdapat Pengaruh antara Supportiveness (Sikap mendukung) Dosen

Pembimbing Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka pada

Penyelesaian Skripsi Mahaiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung


H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Supportiveness (Sikap mendukung) Dosen

Pembimbing Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka pada

Penyelesaian Skripsi Mahaiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung

4 Ha : Terdapat Pengaruh antara Equality (Kesetaraan) Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka Papda Penyelesaian Skripsi

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer Indonesia

Bandung

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Equality (Kesetaraan) Dosen Pembimbing

Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Motivasi Mereka Papda Penyelesaian

Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer

Indonesia Bandung

5 Ha : Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Attitude (Sikap) Mereka pada Penyelesaian

Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer

Indonesia Bandung

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing

Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Attitude (Sikap) Mereka pada

Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung

6 Ha : Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Need (Kebutuhan) Mereka pada Penyelesaian


Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer

Indonesia Bandung

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing

Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Need (Kebutuhan) Mereka pada

Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung

7 Ha : Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Stimulation (Rangsangan) Mereka pada

Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial an Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing

Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Stimulation (Rangsangan) Mereka pada

Penyelesaian Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial an Politik di Universitas

Komputer Indonesia Bandung

8 Ha : Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing Kepada

Mahasiswa Bimbingan terhadap Affect (Emosi) Mereka pada Penyelesaian Skripsi

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer Indonesia

Bandung

H0 : Tidak Terdapat Pengaruh antara Kompetensi Komunikasi Dosen Pembimbing

Kepada Mahasiswa Bimbingan terhadap Affect (Emosi) Mereka pada Penyelesaian

Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Komputer


Indonesia Bandung

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Adela, N., Arif, E., & Zetra, A. (2021). Hubungan Kompetensi Komunikasi Dosen
terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Sosiologi Andalas, 7(1), 67–80.
Ahmad, A. A., & Ambotang, A. S. Bin. (2020). Pengaruh Kecerdasan Emosi,
Kecerdasan Spiritual dan Persekitaran Keluarga Terhadap Stres Akademik
Murid Sekolah Menengah. Malaysian Journal of Social Sciences and
Humanities (MJSSH), 5(5), 12–23. https://doi.org/10.47405/mjssh.v5i5.407
Alam, A., Fahim, A., Gupta, T., Dev, R., Malhotra, A., Saahil, Najm, S., Jaffery8, K.,
Ghosh, M., Shah10, D., Kumari, M., & Alam, S. (2022). Need-Based
Perspective Study of Teachers’ Work Motivation as Examined From Self-
Determination Theoretical Framework: An Empirical Investigation. SSRN
Electronic Journal, 17(6), 8063–8086. https://doi.org/10.2139/ssrn.3771341
Alexander, P. A., Murphy, P. K., Woods, B. S., Duhon, K. E., & Parker, D. (1997).
College instruction and concomitant changes in students’ knowledge, interest,
and strategy use: A study of domain learning. Contemporary Educational
Psychology, 22(2), 125–146. https://doi.org/10.1006/ceps.1997.0927
Alfian, F., & Sari, W. P. (2022). Pola Komunikasi Kelompok Virtual dalam Game
PUBG Mobile (Studi Kasus Tim Redlineze E-Sport). Koneksi, 6(1), 29.
https://doi.org/10.24912/kn.v6i1.10665
Awi, M. V., Mewengkang, N., & Golung, A. (2016). Peranan Komunikasi Antar
Pribadi dalam Menciptakan Harmonisasi Keluarga di Desa Kimaam Kabupaten
Merauke. E-Journal “Acta Diurna,” 5(2), 1–12.
Badaruddin, A. (2015). Peningkatan Motivasi Belajar Peserta didik Melalui
Bimbingan Konseling. Abe Kreatifindo.
Bahromov, O. T. (2022). The problem of motivation and the meaning of the concept
“motiv.” BrazGalaxy International Interdisciplinary Research Journal (GIIRJ)
Dent J., 10(1), 546–560.
Bamanty, M. M., Lestari, P., & Novianti, D. (2020). Model Kompetensi Komunikasi
Bisnis Lintas Budaya Indonesia dan Jerman. Jurnal Ilmu Komunikasi, 17(1), 1–
15. https://doi.org/10.31315/jik.v17i1.3507
Barir, M. (2014). Kesetaraan dan Kelas Sosial Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal
Studi Ilmu Al-Qurán Dan Hadis, 15(1), 61–93.
Barus, R. K. I., Dewi, S. S., & Khairuddin, K. (2020). Komunikasi Interpersonal
Tenaga Kerja Indonesia dan Anak. Journal of Education, Humaniora and Social
Sciences (JEHSS), 3(2), 369–376. https://doi.org/10.34007/jehss.v3i2.310
Bas-Sarmiento, P., Fernández-Gutiérrez, M., Baena-Baños, M., & Romero-Sánchez,
J. M. (2017). Efficacy of empathy training in nursing students: A quasi-
experimental study. Nurse Education Today, 59, 59–65.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2017.08.012
Buchman, S., & Henderson, D. (2019). Interprofessional empathy and
communication competency development in healthcare professions’ curriculum
through immersive virtual reality experiences. Journal of Interprofessional
Education and Practice, 15(December 2018), 127–130.
https://doi.org/10.1016/j.xjep.2019.03.010
Bui, H., Chau, V. S., Degl’Innocenti, M., Leone, L., & Vicentini, F. (2019). The
Resilient Organisation: A Meta-Analysis of the Effect of Communication on
Team Diversity and Team Performance. Applied Psychology, 68(4), 621–657.
https://doi.org/10.1111/apps.12203
Corneille, O., & Hütter, M. (2020). Implicit? What Do You Mean? A Comprehensive
Review of the Delusive Implicitness Construct in Attitude Research. Personality
and Social Psychology Review, 24(3), 212–232.
https://doi.org/10.1177/1088868320911325
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). The general causality orientations scale: Self-
determination in personality. Journal of Research in Personality, 19(2), 109–
134. https://doi.org/10.1016/0092-6566(85)90023-6
Effendy, O. (2017). ILMU KOMUNIKASI: Teori dan Praktek. PT REMAJA
ROSDAKARYA.
Fishman, J., Yang, C., & Mandell, D. S. (2022). A review of attitude research that is
specific, accurate, and comprehensive within its stated scope: responses to
Aarons. Implementation Science, 17(1), 22–24. https://doi.org/10.1186/s13012-
022-01200-z
Guay, F. (2022). Sociocultural Contexts and Relationships as the Cornerstones of
Students’ Motivation: Commentary on the Special Issue on the “Other Half of
the Story.” Educational Psychology Review, 34(4), 2043–2060.
https://doi.org/10.1007/s10648-022-09711-3
Gunawan, L. (2021). Komunikasi Interpersonal pada Anak dengan Gangguan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Psiko Edukasi, 19(1), 49–68.
Hall, J. A., Schwartz, R., Duong, F., Niu, Y., Dubey, M., DeSteno, D., & Sanders, J.
J. (2021). What is clinical empathy? Perspectives of community members,
university students, cancer patients, and physicians. Patient Education and
Counseling, 104(5), 1237–1245. https://doi.org/10.1016/j.pec.2020.11.001
Hasibuan, R. (2020). Pengaruh Kompetensi Komunikasi, Kecerdasan Emosional Dan
Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Pos Pusat Batam.
Jurnal Bening, 7(1), 105–118.
Hastuti, H., Yunus, M. R., Nurokhmah, L., & Maswati, R. (2021). Proses
Komunikasi Simbolik Adat Mas Kawin Di Kampung Wayori Distrik Supiori
Barat Kabupaten Supiori. COPI SUSU: Jurnal Komunikasi, Politik & Sosiologi,
3(1), 53–65.
Hosseini, F., Alavi, N. M., Mohammadi, E., & Sadat, Z. (2021). Scoping review on
the concept of patient motivation and practical tools to assess it. Iranian Journal
of Nursing and Midwifery Research, 26(1), 1–10.
https://doi.org/10.4103/ijnmr.IJNMR_15_20
Jena, R. K. (2020). Measuring the impact of business management Student’s attitude
towards entrepreneurship education on entrepreneurial intention: A case study.
Computers in Human Behavior, 107(December 2018), 106275.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2020.106275
Jumrad, O. T., & Sari, I. D. M. (2019). Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi Melalui
Group Chat Whatsapp Oriflame. Jurnal Common, 3(1), 104–114.
https://doi.org/10.34010/common.v3i1.1953
Kabu, S. R., Rudianto, & Priadi, R. (2020). Kompetensi Komunikasi Pimpinan
Terhadap Kinerja Pegawai di Kementerian Agama Kabupaten Nias Utara.
PERSEPSI: Communication Journal, 3(1), 12–22.
https://doi.org/10.30596/persepsi.v3i1.4370
Kartikawati, D., Rajagukguk, D. L., & Sriwartini, Y. (2019). Penanaman Nilai-Nilai
Multikultural Yang Dipengaruhi Oleh Kompetensi. Jurnal Antropologi: Isu-Isu
Sosial Budaya, 21(02), 168–176.
Ke, F. (2008). Computer games application within alternative classroom goal
structures: Cognitive, metacognitive, and affective evaluation. Educational
Technology Research and Development, 56(5–6), 539–556.
https://doi.org/10.1007/s11423-008-9086-5
Khamoushi, F., Parsa Moghaddam, A., Sadeghi, M., Akbar Parvizifard, A., &
Ahmadzadeh, A. (2014). Achievement Motivation and Academic Motivation
Among Students Of Kermanshah University of Medical Sciences in 2013. Educ
Res Med Sci, 3(2), 9–13.
Kristiyaningsih, E., Muljono, P., & Mulyani, E. S. (2017). Kemampuan komunikasi
interpersonal terhadap kinerja pustakawan di lingkup kementerian pertanian.
Jurnal Komunikasi Pembangunan, 15(2), 52–66.
Kurniawan, D. A., Astalini, A., Darmaji, D., & Melsayanti, R. (2019). Students’
attitude towards natural sciences. International Journal of Evaluation and
Research in Education, 8(3), 455–460. https://doi.org/10.11591/ijere.v8i3.16395
Lanes, L. G., Warouw, D. M. ., & Mingkid, E. (2021). Peran Komunikasi
Antarpribadi Orang Tua Dalam Proses Belajar Daring Bagi Anak Di Sd Negeri
15 Manado. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Lumamuly, A. N., & Yuniwati. (2017). Analisis Pemanfaatan Koleksi Referensi Di
Perpustakaan Iain Salatiga Dalam Menunjang Penulisan Skripsi Mahasiswa Iain
Salatiga. Jurnal Ilmu Perpustakaan, 6(2), Hal.101-110.
Mahadi, U. (2021). KOMUNIKASI PENDIDIKAN (Urgensi Komunikasi Efektif
dalam Proses Pembelajaran). JOPPAS: Journal of Public Policy and
Administration Silampari, 2(2), 80–90.
Mailani, O., Nuraeni, I., Syakila, S. A., & Lazuardi, J. (2022). Bahasa Sebagai Alat
Komunikasi Dalam Kehidupan Manusia. Kampret Journal, 1(2), 1–10.
https://doi.org/10.35335/kampret.v1i1.8
Manizar, E. (2017). Mengelola Kecerdasan Emosi. Tadrib: Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 2(2), 198–213.
Maulina, Noni, N., & Basri, M. (2019). WhatsApp Audio and Video Chat Based in
Stimulating Students’ Self-Confidence and Motivation to Speak English. Asian
EFL Journal Researc Articles, 26(6), 247–269.
Mazana, M. Y., Montero, C. S., & Casmir, R. O. (2018). Investigating Students’
Attitude towards Learning Mathematics. International Electronic Journal of
Mathematics Education, 14(1), 207–231. https://doi.org/10.29333/iejme/3997
Mustofa, M. B., Wuryan, S., & Rosidi. (2020). Urgensi Komunikasi Interpersonal
Dalam Al-Qur’an Sebagai Pustakawan. Al-Hikmah Media Dakwah, Komunikasi,
Sosial Dan Kebudayaan, 11(2), 85–94.
https://doi.org/10.32505/hikmah.v11i2.2544
Nashihuddin, W. (2019). Urgensi Kompetensi Komunikasi Ilmiah Pustakawan Untuk
Program Pengembangan Layanan Perpustakaan. Journal of Documentation and
Information Science, 3(January), 5–7.
Ngalimun. (2022). KOMUNIKASI INTEPERSONAL. PUSTAKA PELAJAR.
Nurislamiah, M. (2021). Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri Dalam
Upaya Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga. Communicative : Jurnal
Komunikasi Dan Dakwah, 2(1), 15.
https://doi.org/10.47453/communicative.v2i1.409
Partovi, T., & Razavi, M. R. (2019). The effect of game-based learning on academic
achievement motivation of elementary school students. Learning and
Motivation, 68(June), 101592. https://doi.org/10.1016/j.lmot.2019.101592
Payne, H. J. (2005). Reconceptualizing Social Skills in Organizations: Exploring the
Relationship between Communication Competence, Job Performance, and
Supervisory Roles. Journal of Leadership & Organizational Studies, 11(2), 63–
77. https://doi.org/10.1177/107179190501100207
Pelletier, L. G., Fortier, M. S., Vallerand, R. J., & Brière, N. M. (2001). Associations
among perceived autonomy support, forms of self-regulation, and persistence: A
prospective study. Motivation and Emotion, 25(4), 279–306.
https://doi.org/10.1023/A:1014805132406
Permatasari, R., Arifin, M., & Padilah, R. (2020). Studi Deskriptif Dampak
Psikologis Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
PGRI Banyuwangi Dalam Penyusunan Skripsi di Masa Pandemi Covid-19.
Jurnal Bina Ilmu Cendekia, 2(1), 128–141.
Pintrich, P. R., & De Groot, E. V. (2003). A Motivational Science Perspective on the
Role of Student Motivation in Learning and Teaching Contexts. Journal of
Educational Psychology, 95(4), 667–686. https://doi.org/10.1037/0022-
0663.95.4.667
Ranieri, S., Ferrari, L., Rosnati, R., Vittoria Danioni, F., Canzi, E., & Miller, L.
(2022). The Mediating Role of Adoption Communication Openness between
Family Functioning and the Adjustment of Adopted Adolescents: A Multi-
Informant Approach. Journal of Family Communication, 22(3), 193–207.
https://doi.org/10.1080/15267431.2022.2095388
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of
intrinsic motivation, social development, and well-being. American
Psychologist, 55(1), 68–78. https://doi.org/10.1037/cou0000340
Sari, D. P., & Amran. (2020). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
terhadap Keyakinan Diri (Self-Efficacy) Siswa. Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan
Dan Konseling, 10(2), 213–222.
Septiani, R. D. (2021). Pentingnya Komunikasi Keluarga dalam Pencegahan Kasus
Kekerasan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, 10(1), 50–58.
https://doi.org/10.21831/jpa.v10i1.40031
Setiawan, I., & Winduwati, S. (2020). Aktivitas Komunikasi Interpersonal Barista
dalam Mempertahankan Citra Starbucks Chinatown. Koneksi, 4(2), 224.
https://doi.org/10.24912/kn.v4i2.8095
Sirait, N. A., Novianto, I., & Pamungkas, A. (2020). Kompetensi Komunikasi
Pengajar Perguruan Tinggi Di Era Digital. Jurnal Komunikasi Universitas
Garut: Hasil Pemikiran Dan Penelitian, 6(1), 426–434.
Solihat, Purwaningwulan, & Solihin. (2015). INTERPERSONAL SKILL : Tips
Membangun Komunikasi Dan Relasi. Rekayasa, Sains, Bandung.
Stacho, Z., Stachová, K., Papula, J., Papulová, Z., & Kohnová, L. (2019). Effective
communication in organisations increases their competitiveness. Polish Journal
of Management Studies, 19(1), 391–403.
https://doi.org/10.17512/pjms.2019.19.1.30
Syafaruddin, Napitupulu, D. S., & Harahap, A. S. (2020). Komunikasi Interpersonal
Kepala Sekolah dalam Pengambilan Keputusan dan Peningkatan Mutu di SMA
Al-Ulum Kota Medan. Jurnal Edukasi Islami Pendidikan Islam, 09(01), 227–
238.
Vincent, V., & Kumar, S. (2019). Motivation: meaning, definition, nature of
motivation. Human Movement and Sports Sciences, 4(1), 483–484.
Widodo, H., Sari, D. P., Wanhar, F. A., & Julianto, J. (2021). Pengaruh Pemberian
Layanan Bimbingan dan Konseling Terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa
SMK. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(4), 2168–2175.
Wijaya, C. V., & Paramita, S. (2019). Komunikasi Virtual dalam Game Online (Studi
Kasus dalam Game Mobile Legends). Koneksi, 3(1), 261.
https://doi.org/10.24912/kn.v3i1.6222
Yuliani, M. (2023). Hubungan Motivasi Mahasiswa dan Komunikasi Interpersonal
dalam Peningkatan Prestasi. MUKASI: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1), 11–17.
https://doi.org/10.54259/mukasi.v2i1.1317

JURNAL :
Adela, N., Arif, E., & Zetra, A. (2021). Hubungan Kompetensi Komunikasi Dosen
terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Sosiologi Andalas, 7(1), 67–80.
Ahmad, A. A., & Ambotang, A. S. Bin. (2020). Pengaruh Kecerdasan Emosi,
Kecerdasan Spiritual dan Persekitaran Keluarga Terhadap Stres Akademik
Murid Sekolah Menengah. Malaysian Journal of Social Sciences and
Humanities (MJSSH), 5(5), 12–23. https://doi.org/10.47405/mjssh.v5i5.407
Alam, A., Fahim, A., Gupta, T., Dev, R., Malhotra, A., Saahil, Najm, S., Jaffery8, K.,
Ghosh, M., Shah10, D., Kumari, M., & Alam, S. (2022). Need-Based
Perspective Study of Teachers’ Work Motivation as Examined From Self-
Determination Theoretical Framework: An Empirical Investigation. SSRN
Electronic Journal, 17(6), 8063–8086. https://doi.org/10.2139/ssrn.3771341
Alexander, P. A., Murphy, P. K., Woods, B. S., Duhon, K. E., & Parker, D. (1997).
College instruction and concomitant changes in students’ knowledge, interest,
and strategy use: A study of domain learning. Contemporary Educational
Psychology, 22(2), 125–146. https://doi.org/10.1006/ceps.1997.0927
Alfian, F., & Sari, W. P. (2022). Pola Komunikasi Kelompok Virtual dalam Game
PUBG Mobile (Studi Kasus Tim Redlineze E-Sport). Koneksi, 6(1), 29.
https://doi.org/10.24912/kn.v6i1.10665
Awi, M. V., Mewengkang, N., & Golung, A. (2016). Peranan Komunikasi Antar
Pribadi dalam Menciptakan Harmonisasi Keluarga di Desa Kimaam Kabupaten
Merauke. E-Journal “Acta Diurna,” 5(2), 1–12.
Badaruddin, A. (2015). Peningkatan Motivasi Belajar Peserta didik Melalui
Bimbingan Konseling. Abe Kreatifindo.
Bahromov, O. T. (2022). The problem of motivation and the meaning of the concept
“motiv.” BrazGalaxy International Interdisciplinary Research Journal (GIIRJ)
Dent J., 10(1), 546–560.
Bamanty, M. M., Lestari, P., & Novianti, D. (2020). Model Kompetensi Komunikasi
Bisnis Lintas Budaya Indonesia dan Jerman. Jurnal Ilmu Komunikasi, 17(1), 1–
15. https://doi.org/10.31315/jik.v17i1.3507
Barir, M. (2014). Kesetaraan dan Kelas Sosial Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal
Studi Ilmu Al-Qurán Dan Hadis, 15(1), 61–93.
Barus, R. K. I., Dewi, S. S., & Khairuddin, K. (2020). Komunikasi Interpersonal
Tenaga Kerja Indonesia dan Anak. Journal of Education, Humaniora and Social
Sciences (JEHSS), 3(2), 369–376. https://doi.org/10.34007/jehss.v3i2.310
Bas-Sarmiento, P., Fernández-Gutiérrez, M., Baena-Baños, M., & Romero-Sánchez,
J. M. (2017). Efficacy of empathy training in nursing students: A quasi-
experimental study. Nurse Education Today, 59, 59–65.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2017.08.012
Buchman, S., & Henderson, D. (2019). Interprofessional empathy and
communication competency development in healthcare professions’ curriculum
through immersive virtual reality experiences. Journal of Interprofessional
Education and Practice, 15(December 2018), 127–130.
https://doi.org/10.1016/j.xjep.2019.03.010
Bui, H., Chau, V. S., Degl’Innocenti, M., Leone, L., & Vicentini, F. (2019). The
Resilient Organisation: A Meta-Analysis of the Effect of Communication on
Team Diversity and Team Performance. Applied Psychology, 68(4), 621–657.
https://doi.org/10.1111/apps.12203
Corneille, O., & Hütter, M. (2020). Implicit? What Do You Mean? A Comprehensive
Review of the Delusive Implicitness Construct in Attitude Research. Personality
and Social Psychology Review, 24(3), 212–232.
https://doi.org/10.1177/1088868320911325
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). The general causality orientations scale: Self-
determination in personality. Journal of Research in Personality, 19(2), 109–
134. https://doi.org/10.1016/0092-6566(85)90023-6
Effendy, O. (2017). ILMU KOMUNIKASI: Teori dan Praktek. PT REMAJA
ROSDAKARYA.
Fishman, J., Yang, C., & Mandell, D. S. (2022). A review of attitude research that is
specific, accurate, and comprehensive within its stated scope: responses to
Aarons. Implementation Science, 17(1), 22–24. https://doi.org/10.1186/s13012-
022-01200-z
Guay, F. (2022). Sociocultural Contexts and Relationships as the Cornerstones of
Students’ Motivation: Commentary on the Special Issue on the “Other Half of
the Story.” Educational Psychology Review, 34(4), 2043–2060.
https://doi.org/10.1007/s10648-022-09711-3
Gunawan, L. (2021). Komunikasi Interpersonal pada Anak dengan Gangguan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Psiko Edukasi, 19(1), 49–68.
Hall, J. A., Schwartz, R., Duong, F., Niu, Y., Dubey, M., DeSteno, D., & Sanders, J.
J. (2021). What is clinical empathy? Perspectives of community members,
university students, cancer patients, and physicians. Patient Education and
Counseling, 104(5), 1237–1245. https://doi.org/10.1016/j.pec.2020.11.001
Hasibuan, R. (2020). Pengaruh Kompetensi Komunikasi, Kecerdasan Emosional Dan
Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Pos Pusat Batam.
Jurnal Bening, 7(1), 105–118.
Hastuti, H., Yunus, M. R., Nurokhmah, L., & Maswati, R. (2021). Proses
Komunikasi Simbolik Adat Mas Kawin Di Kampung Wayori Distrik Supiori
Barat Kabupaten Supiori. COPI SUSU: Jurnal Komunikasi, Politik & Sosiologi,
3(1), 53–65.
Hosseini, F., Alavi, N. M., Mohammadi, E., & Sadat, Z. (2021). Scoping review on
the concept of patient motivation and practical tools to assess it. Iranian Journal
of Nursing and Midwifery Research, 26(1), 1–10.
https://doi.org/10.4103/ijnmr.IJNMR_15_20
Jena, R. K. (2020). Measuring the impact of business management Student’s attitude
towards entrepreneurship education on entrepreneurial intention: A case study.
Computers in Human Behavior, 107(December 2018), 106275.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2020.106275
Jumrad, O. T., & Sari, I. D. M. (2019). Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi Melalui
Group Chat Whatsapp Oriflame. Jurnal Common, 3(1), 104–114.
https://doi.org/10.34010/common.v3i1.1953
Kabu, S. R., Rudianto, & Priadi, R. (2020). Kompetensi Komunikasi Pimpinan
Terhadap Kinerja Pegawai di Kementerian Agama Kabupaten Nias Utara.
PERSEPSI: Communication Journal, 3(1), 12–22.
https://doi.org/10.30596/persepsi.v3i1.4370
Kartikawati, D., Rajagukguk, D. L., & Sriwartini, Y. (2019). Penanaman Nilai-Nilai
Multikultural Yang Dipengaruhi Oleh Kompetensi. Jurnal Antropologi: Isu-Isu
Sosial Budaya, 21(02), 168–176.
Ke, F. (2008). Computer games application within alternative classroom goal
structures: Cognitive, metacognitive, and affective evaluation. Educational
Technology Research and Development, 56(5–6), 539–556.
https://doi.org/10.1007/s11423-008-9086-5
Khamoushi, F., Parsa Moghaddam, A., Sadeghi, M., Akbar Parvizifard, A., &
Ahmadzadeh, A. (2014). Achievement Motivation and Academic Motivation
Among Students Of Kermanshah University of Medical Sciences in 2013. Educ
Res Med Sci, 3(2), 9–13.
Kristiyaningsih, E., Muljono, P., & Mulyani, E. S. (2017). Kemampuan komunikasi
interpersonal terhadap kinerja pustakawan di lingkup kementerian pertanian.
Jurnal Komunikasi Pembangunan, 15(2), 52–66.
Kurniawan, D. A., Astalini, A., Darmaji, D., & Melsayanti, R. (2019). Students’
attitude towards natural sciences. International Journal of Evaluation and
Research in Education, 8(3), 455–460. https://doi.org/10.11591/ijere.v8i3.16395
Lanes, L. G., Warouw, D. M. ., & Mingkid, E. (2021). Peran Komunikasi
Antarpribadi Orang Tua Dalam Proses Belajar Daring Bagi Anak Di Sd Negeri
15 Manado. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Lumamuly, A. N., & Yuniwati. (2017). Analisis Pemanfaatan Koleksi Referensi Di
Perpustakaan Iain Salatiga Dalam Menunjang Penulisan Skripsi Mahasiswa Iain
Salatiga. Jurnal Ilmu Perpustakaan, 6(2), Hal.101-110.
Mahadi, U. (2021). KOMUNIKASI PENDIDIKAN (Urgensi Komunikasi Efektif
dalam Proses Pembelajaran). JOPPAS: Journal of Public Policy and
Administration Silampari, 2(2), 80–90.
Mailani, O., Nuraeni, I., Syakila, S. A., & Lazuardi, J. (2022). Bahasa Sebagai Alat
Komunikasi Dalam Kehidupan Manusia. Kampret Journal, 1(2), 1–10.
https://doi.org/10.35335/kampret.v1i1.8
Manizar, E. (2017). Mengelola Kecerdasan Emosi. Tadrib: Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 2(2), 198–213.
Maulina, Noni, N., & Basri, M. (2019). WhatsApp Audio and Video Chat Based in
Stimulating Students’ Self-Confidence and Motivation to Speak English. Asian
EFL Journal Researc Articles, 26(6), 247–269.
Mazana, M. Y., Montero, C. S., & Casmir, R. O. (2018). Investigating Students’
Attitude towards Learning Mathematics. International Electronic Journal of
Mathematics Education, 14(1), 207–231. https://doi.org/10.29333/iejme/3997
Mustofa, M. B., Wuryan, S., & Rosidi. (2020). Urgensi Komunikasi Interpersonal
Dalam Al-Qur’an Sebagai Pustakawan. Al-Hikmah Media Dakwah, Komunikasi,
Sosial Dan Kebudayaan, 11(2), 85–94.
https://doi.org/10.32505/hikmah.v11i2.2544
Nashihuddin, W. (2019). Urgensi Kompetensi Komunikasi Ilmiah Pustakawan Untuk
Program Pengembangan Layanan Perpustakaan. Journal of Documentation and
Information Science, 3(January), 5–7.
Ngalimun. (2022). KOMUNIKASI INTEPERSONAL. PUSTAKA PELAJAR.
Nurislamiah, M. (2021). Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami Istri Dalam
Upaya Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga. Communicative : Jurnal
Komunikasi Dan Dakwah, 2(1), 15.
https://doi.org/10.47453/communicative.v2i1.409
Partovi, T., & Razavi, M. R. (2019). The effect of game-based learning on academic
achievement motivation of elementary school students. Learning and
Motivation, 68(June), 101592. https://doi.org/10.1016/j.lmot.2019.101592
Payne, H. J. (2005). Reconceptualizing Social Skills in Organizations: Exploring the
Relationship between Communication Competence, Job Performance, and
Supervisory Roles. Journal of Leadership & Organizational Studies, 11(2), 63–
77. https://doi.org/10.1177/107179190501100207
Pelletier, L. G., Fortier, M. S., Vallerand, R. J., & Brière, N. M. (2001). Associations
among perceived autonomy support, forms of self-regulation, and persistence: A
prospective study. Motivation and Emotion, 25(4), 279–306.
https://doi.org/10.1023/A:1014805132406
Permatasari, R., Arifin, M., & Padilah, R. (2020). Studi Deskriptif Dampak
Psikologis Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
PGRI Banyuwangi Dalam Penyusunan Skripsi di Masa Pandemi Covid-19.
Jurnal Bina Ilmu Cendekia, 2(1), 128–141.
Pintrich, P. R., & De Groot, E. V. (2003). A Motivational Science Perspective on the
Role of Student Motivation in Learning and Teaching Contexts. Journal of
Educational Psychology, 95(4), 667–686. https://doi.org/10.1037/0022-
0663.95.4.667
Ranieri, S., Ferrari, L., Rosnati, R., Vittoria Danioni, F., Canzi, E., & Miller, L.
(2022). The Mediating Role of Adoption Communication Openness between
Family Functioning and the Adjustment of Adopted Adolescents: A Multi-
Informant Approach. Journal of Family Communication, 22(3), 193–207.
https://doi.org/10.1080/15267431.2022.2095388
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of
intrinsic motivation, social development, and well-being. American
Psychologist, 55(1), 68–78. https://doi.org/10.1037/cou0000340
Sari, D. P., & Amran. (2020). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
terhadap Keyakinan Diri (Self-Efficacy) Siswa. Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan
Dan Konseling, 10(2), 213–222.
Septiani, R. D. (2021). Pentingnya Komunikasi Keluarga dalam Pencegahan Kasus
Kekerasan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, 10(1), 50–58.
https://doi.org/10.21831/jpa.v10i1.40031
Setiawan, I., & Winduwati, S. (2020). Aktivitas Komunikasi Interpersonal Barista
dalam Mempertahankan Citra Starbucks Chinatown. Koneksi, 4(2), 224.
https://doi.org/10.24912/kn.v4i2.8095
Sirait, N. A., Novianto, I., & Pamungkas, A. (2020). Kompetensi Komunikasi
Pengajar Perguruan Tinggi Di Era Digital. Jurnal Komunikasi Universitas
Garut: Hasil Pemikiran Dan Penelitian, 6(1), 426–434.
Solihat, Purwaningwulan, & Solihin. (2015). INTERPERSONAL SKILL : Tips
Membangun Komunikasi Dan Relasi. Rekayasa, Sains, Bandung.
Stacho, Z., Stachová, K., Papula, J., Papulová, Z., & Kohnová, L. (2019). Effective
communication in organisations increases their competitiveness. Polish Journal
of Management Studies, 19(1), 391–403.
https://doi.org/10.17512/pjms.2019.19.1.30
Syafaruddin, Napitupulu, D. S., & Harahap, A. S. (2020). Komunikasi Interpersonal
Kepala Sekolah dalam Pengambilan Keputusan dan Peningkatan Mutu di SMA
Al-Ulum Kota Medan. Jurnal Edukasi Islami Pendidikan Islam, 09(01), 227–
238.
Vincent, V., & Kumar, S. (2019). Motivation: meaning, definition, nature of
motivation. Human Movement and Sports Sciences, 4(1), 483–484.
Widodo, H., Sari, D. P., Wanhar, F. A., & Julianto, J. (2021). Pengaruh Pemberian
Layanan Bimbingan dan Konseling Terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa
SMK. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(4), 2168–2175.
Wijaya, C. V., & Paramita, S. (2019). Komunikasi Virtual dalam Game Online (Studi
Kasus dalam Game Mobile Legends). Koneksi, 3(1), 261.
https://doi.org/10.24912/kn.v3i1.6222
Yuliani, M. (2023). Hubungan Motivasi Mahasiswa dan Komunikasi Interpersonal
dalam Peningkatan Prestasi. MUKASI: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(1), 11–17.
https://doi.org/10.54259/mukasi.v2i1.1317

Anda mungkin juga menyukai