CASE REPORT
PENYUSUN:
PEMBIMBING:
dr. Mochamad Fauzi Hanafia, Sp.An
Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS
ii
PENGELOLAAN ANASTESI REGIONAL TINDAKAN DEBRIDEMENT PADA
SEORANG PEREMPUAN USIA 58 TAHUN DENGAN DIAGNOSIS ULKUS PEDIS
SINISTRA DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2: LAPORAN KASUS
Abstrak
Tindakan anestesia merupakan pemberian pelayanan anestesia pada pasien yang akan
dilakukan pembedahan, yang meliputi trias anestesia yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri),
analgesia (bebas nyeri), dan muscle relaxant (relaksasi otot rangka). Salah satu jenis
anestesia adalah anestesi regional yaitu jenis anestesi yang hanya menghilangkan nyeri dari
bagian tubuh tertentu namun dalam pemakainya pasien tetap sadar. Anestesi regional terbagi
atas anestesi spinal (anestesi blok subaraknoid), anestesi epidural dan blok perifer. Anestesi
spinal dan epidural telah digunakan secara luas di bidang ortopedi, obstetri dan ginekologi,
operasi ekstremitas bawah serta operasi abdomen bagian bawah. Diabetes mellitus
merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya metabolisme karbohidrat yang tidak
seimbang yang disebabkan defisiensi insulin (absolut dan relatif) atau respon tubuh terhadap
insulin (resistensi insulin) sehingga terjadi hiperglikemia dan glukosuria. Pada keadaan
diabetes melitus yang mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang
berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat
bervariasi, dan atau komplikasi metabolik dari diabetes pada ekstrimitas bawah dapat
menyebabkan suatu ulkus yang disebut ulkus diabetik. Pada penderita DM pembedahan dan
anestesi memicu respon stres neuro-endokrin dan pelepasan hormon-hormon kontra regulasi,
akibatnya terjadi resistensi insulin jaringan perifer, peningkatan produksi glukosa hepar,
gangguan sekresi insulin dan degradasi lipid dan protein. Anestesi regional (epidural, spinal,
blok saraf perifer) mempunyai keuntungan dibandingkan dengan anestesi umum yang
dilakukan pada pasien dengan DM yaitu menurunkan resiko neuro-endokrin yang dapat
merangsang kenaikan kadar glukosa. Dalam kasus ini didapatkan seorang perempuan usia 58
tahun dengan ulkus pedis sinistra dengan diabetes mellitus tipe 2 dengan riwayat diabetes
mellitus tak terkontrol. Akan dilakukan regional anestesi spinal untuk dilakukan operasi
debridement yang mana pada ulkus diabetik gold standard untuk terapi meliputi
debridement luka, tatalaksana infeksi dan prosedur revaskularisasi.
3
trombosis dan edema serebri (Wisudarti, pada pasien DM yang akan menjalani
2016). tindakan operasi.
Silent myocardial Infark adalah
ANESTESI UMUM PADA DM salah satu komplikasi neuropati otonom
a. Pramedikasi yang dapat terjadi pada penderita DM.
Premedikasi penderita DM tidak Fenomena ”silent ischemia” pada
berbeda dengan pada penderita umum. diabetes sering tidak terdiagnosis pada
Kombinasi obat analgesik opioid, obat evaluasi prabedah. AHA (American
penenang golongan benzodiazepin, Heart Association) mengharuskan
misalnya midazolam dengan/tanpa pemeriksaan Cardiac Stress Test dalam
antikolinergik dapat diberikan pada pedoman evaluasi prabedah selain
penderita DM. Pemberian antagonis pemeriksaan rutin (riwayat penyakit
reseptor H seperti simetidin atau kardiovaskuler, pemeriksaan fisik,
ranitidin dapat menjadi bagian analisis laboratorium dan
premedikasi. Metoklopramid 10 mg elektrokardiografi). Tindakan intubasi
dapat digunakan pada penderita DM pada pasien dengan kemungkinan
untuk memfasilitasi pengosongan terjadi silent ischemia harus dilakukan
lambung pada kondisi gastroparesis. secara hati-hati supaya dapat
b. Induksi anestesi diminimalkan kemungkinan terjadinya
Sebagai obat induksi dapat gejolak hemodinamik.Pemberian
dipilih thiopental, midazolam atau lidokain 0,5mg/kg/bb dapat
propofol dosissedasi. Sedangkan dipertimbangkan untuk menumpulkan
ketamin sebagai obat simpatomimetik respon hemodinamik durante intubasi.
dapat memperburuk ketoadosis, namun Hipotensi ortostatik juga sering
dapat digunakan pada penderita DM terjadi sebagai komplikasi neuropati
tanpa KAD. Untuk fasilitas intubasi otonom pada pasien dengan DM.
trakea dapat digunakan obat pelumpuh Komplikasi ini ditandai dengan
otot depolarisasi atau non depolarisasi, penurunan tensi > 30 mmHg saat pasien
yang dosisnya sama dengan penderita berdiri atau duduk dibandingkan
umum. Ketika akan dilakukan tindakan dengan pengukuran waktu tiduran. Pada
intubasi perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan hipotensi ortostatik telah
pasien DM sering terjadi komplikasi terjadi penurunan respon kompensasi
kekakuan yang terjadi pada terhadap fluktuasi tensi darah sehinggga
sendi,termasuk pada sendi durante anestesi harus kita monitoring
atlantooksipital. Hal ini disebut sebagai secara ketat perubahan tensi yang
Stiff Joint Syndrom. Stiff Joint terjadi.Penggunaan agen anestesi yang
Syndrome bisa menyebabkan kesulitan dapat mendepresi sistem kardiovascular
sewaktu ventilasi maupun intubasi harus kita kontrol dengan cermat
sehingga hal ini harus sudah dapat (Jhon,2010)
diprediksi ketika kita melakukan visit c. Pemeliharaan anestesi
preoperasi. Anestesi dapat dipertahankan
DM dengan komplikasi dengan N2O-O2 dan dengan agen
gastroparesis adalah dengan Rapid inhalasi. Pengaruh ether terhadap
Sequence Induction dimana intubasi kenaikan kadar gula darah dibagi dalam
dilakukan secara cepat dengan 2 golongan yaitu pengaruh langsung
memberikan minimal positif pressure dan tidak langsung. Timbulnya
pada lambung dan sellick manuver hiperglikemia sebagai pengaruh tidak
untuk mengurangi kemungkinan langsung yaitu dengan jalan
terjadinya regurgitasi isi lambung. meningkatkan aktifitas simpatis yang
Dekompresi lambung dengan akan menyebabkan glikogenolisis
menggunakan nasogastric tube juga dalam hepar. Sedang pengaruh
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan langsung ether terhadap metabolisme
karbohidrat kurang begitu jelas, diduga
4
adanya inhibisi insulin terhadap adalah pada penderita hipovolemik dan
transport glukosa melalui membran asidosis akan menurunkan volume
plasma, atau inhibisi fosforilasi dalam distribusi obat lokal anestesi sehingga
mitokondria. Sedangkan inoflurane dapat menyebabkan toksis pada dosis
pada konsentrasi 1, 3 MAC secara rendah (Styttar,1991).
signifikan dapat meningkatkan growth
hormon dan kadar glukosa darah tetapi LAPORAN KASUS
tak akan merubah kadar insulin dan Pasien datang ke IGD RSDS
kortiso. Pemakaian enflarane tidak Magetan, dengan keluhan utama luka pada
mempengaruhi kadar glukosa, hanya kaki kirinya. Keluhan pasien sudah
memberi perubahan kecil pada kadar dirasakan sejak satu minggu yang lalu.
kortisol dan ACTH. Demikian pula Luka diawali bengkak kemerahan disertai
Halothan juga tidak mempengaruhi keluar nanah. Luka dirasa nyeri, panas
perubahan kadar gula darah berarti yang hilang timbul, pasien juga merasa
meski diberikan dengan kadar yang meriang selama 3 hari. 4 hari sebelumnya
tinggi (2,1 MAC). Bahkan pada luka sudah pernah diobati ke dokter
penelitian invitro membuktikan bahwa Umum, dan diberi obat antibiotik dan
Halothan dapat menghambat pelepasan penghilang rasa nyeri namun tak kunjung
insulin sebagai respon hiperglikemi sembuh. Keluhan pasien sampai membuat
tetapi tidak berpengaruh pada insulin tidak bisa beraktifitas seperti biasanya.
plasma selama anestesi. Relaksasi Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat
selama pembedahan dapat dicapai keluhan serupa, namun pasien memiliki
dengan pemberian obat pelumpuh otot riwayat penyakit diabetes mellitus sejak 5
non depolarisasi. Selama anestesi tahun yang lalu dan tidak pernah berobat.
dikerjakan ventilasi kendali, dijaga Pada pemeriksaan didapatkan
tetap normokapnia dan hindari kondisi umum tampak lemah, compos
hipoksia. Pada akhir anestesi, paralisis mentis, E4V5M6, berat badan pasien 56
otot dipulihkan dengan pemberian kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah
prostigmin dan atropin (Oberoi, 2000). 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, respiratory
rate 20x/menit, SpO2 99%, suhu 36,5o C,
ANESTESI REGIONAL PADA DM skala VAS : 3. Pada pemeriksaan fisik
Anestesi regional (epidural, spinal, didapatkan kepala dan leher dalam batas
blok saraf perifer) mempunyai keuntungan normal, thorax dan abdomen tidak
dibandingkan dengan anestesi umum yang didapatkan kelainan, pada ekstremitas
dilakukan pada pasien dengan DM. didapatkan luka terbuka pada pedis
Keuntungan ini diantaranya bahaya sinistra, disertai oedem minimal, tidak
aspirasi paru dapat dikurangi seminimal ditemukan deformitas, nyeri tekan dan
mungkin, karena penderita tetap sadar, dan keterbatasan gerak minimal.
refleks proteksi tubuh seperti refleks laring Pemeriksaan penunjang
masih utuh disamping itu anestesi regional menunjukkan Hb: 13,0, Leukosit
menurunkan respon neuro-endokrin meningkat 19,55, trombosit 531; GDS
terhadap stress pembedahan utamanya (202);. Pemeriksaan Foto Rontgen pedis
refleks adreno kortikal, sehingga relatif tidak didapatkan adanya fraktur. Pasien
aman untuk penderita.Pada spinal anestesi dipersiapkan untuk menjalani tindakan
dapat menghindari problem efek toksik debridement dengan anestesi regional
sistemik, tetapi bila direncanakan akan spinal. Operasi diperkirakan memakan
dilakukan blok spinal tinggi, status cairan waktu kurang lebih 30-45 menit.
harus baik. Sedangkan kekurangannya
5
KASUS 1) Riwayat merokok: Disangkal
Riwayat minum alcohol :
1. IDENTITAS PASIEN Disangkal
Nama : Ny. M 2) Riwayat konsumsi obat
Jenis Kelamin : Perempuan penenang: Disangkal
Usia : 58 tahun 3) Riwayat konsumsi narkotika :
Diagnosis : Ulkus pedis Disangkal
sinistra dengan diabetes mellitus e. Riwayat Keluarga
2. ANAMNESIS 1) Riwayat asma : Disangkal
Dilakukan anamnesis dan 2) Riwayat diabetes mellitus :
pemeriksaan fisik di bangsal IRNA 3 Disangkal
a. Keluhan utama 3) Riwayat penyakit paru kronis :
Luka pada kaki kiri Disangkal
b. Riwayat penyakit sekarang 4) Riwayat penyakit jantung :
Pasien datang ke IGD RSDS Disangkal
Magetan, dengan keluhan utama 5) Riwayat hipertensi : Disangkal
luka pada kaki kiri sejak seminggu 6) Riwayat penyakit hati :
yang lalu. Keluhan diawali Disangkal
bengkak kemerahan disertai nyeri. 7) Riwayat penyakit ginjal :
Nyeri dirasa hilang timbul disertai Disangkal
rasa panas. Nyeri dirasa sampai 8) Riwayat asma: Disangkal
mengganggu aktivitas sehari-hari. f. Riwayat Kebiasaan/Pola Hidup
Keluhan sudah pernah diobati 4 1) Riwayat diet : Pasien makan dan
hari sebelumnya ke dokter Umum, minum tidak pilih-pilih, makan
diberikan antibiotik dan anti nyeri dan minum apa saja yang
namun belum sembuh. Keluhan disediakan. Pasien sering minum
makin parah sampai keluar nanah teh dan kopi setiap hari.
sehari sebelum ke rumah sakit. 2) Riwayat aktivitas : Sehari-hari
Pasien mengaku keluhan lain yang pasien bekerja sebagai seorang
dirasa meriang selama 3 hari petani.
bersamaan dengan bengkaknya. 3) Riwayat berolahraga : Pasien
BAB (+), BAK(+), mual (-), tidak pernah berolahrga.
muntah (-). 3. AMPLE
c. Riwayat penyakit dahulu :
A: Tidak ada riwayat alergi obat-
1) Riwayat alergi : Disangkal
obatan dan makanan
2) Riwayat diabetes mellitus :
M: Tidak ada riwayat konsumsi obat-
Diakui sejak 5 tahun lalu, tidak
obatan
terkontrol.
P: Asma (-), TB (-), hipertensi (-),
3) Riwayat penyakit paru kronis :
DM (+), Katarak (+)
Disangkal
L: Pasien direncanakan puasa 6 jam
4) Riwayat penyakit jantung :
sebelum tindakan operasi
Disangkal
E: Ada riwayat operasi katarak
5) Riwayat hipertensi : Disangkal
sebelumnya
6) Riwayat penyakit hati :
Disangkal 4. PEMERIKSAAN FISIK
7) Riwayat penyakit ginjal : a. Status Generalis (Saat Masuk
Disangkal Rumah Sakit)
8) Riwayat asma: Disangkal 1) Keadaan Umum: Lemah
9) Riwayat Katarak : Diakui, 5 2) Kesadaran: Compos mentis
tahun yang lalu (GCS: E4V5M6)
10) Riwayat mondok di RS : 3) Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Disangkal 4) Nadi : 80 kali/menit
d. Riwayat kebiasaan 5) Respirasi : 20 kali/menit
6
6) Suhu : 36,5 oC Natrium 129 136-146
7) SPO2 : 99%
8) VAS :3 Kalium 4,5 3,5-5,0
b. Pemeriksaan Fisik
Clorida 9,3 98-106
1) Status Gizi
a) BB : 56 kg Ca.Ion 1,15 1,16-1,32
b) TB : 156 cm
c) IMT : 23,01 kg/m2
Urinalysis (12-01-2020)
(normal)
2) Jalan Napas - Leukosit : 3+
a) Kepala: Normochephalic, - Protein : 1+
Keterbatasan membuka
- Glukosa : 4+
mulut (-), gigi palsu (-),
gigi goyah (-). Skor - Keton : 2+
Mallampati (II) - Erytrosit : 1+
b) Leher : Gerakan Leher
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
normal (fleksi dan - Rontgen Pedis Sinistra
ekstensi), deviasi trakea(-), Kesan : Tak tampak adanya fraktur
kesulitan menelan(-),
pembesaran KGB (-) - EKG : HR : 79 Bpm
3) Paru-paru : dbn
4) Kardiovaskular : dbn
5) Abdomen :distended(-)
, BU (+), nyeri tekan (-)
6) Sistem Saraf : dbn
7) Sistem Muskuloskeletal
a) Ekstremitas atas : dbn
b) Ekstremitas bawah : 6. DIAGNOSIS
terdapat ulkus dan tampak Ulkus Pedis Sinistra dengan DM Tipe
2
oedem pada pedis sinistra,
luka terbuka disertai pus.
7. STATUS FISIK ASA
c. Pemeriksaan Penunjang
Seorang perempuan usia 58 tahun
Darah Rutin dan Kimia Darah
dengan Ulkus Pedis Sinistra dengan
Pemeriksaa DM Tipe 2, status fisik ASA II (Pasien
n 11-01-20 Rujukan dengan penyakit sistemik sedang-berat
Hemoglobin dan ada keterbatasan fungsional).
13.0 11,5-15,5
8. PENATALAKSANAAN
Hematokrit 37.6 35-45 Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, maka :
Leukosit 19.55 4,5-14,5 a. Diagnosis pre operatif: Ulkus pedis
Eritrosit 4.62 4-5,2 sinistra dengan DM tipe II
b. Status Operatif: ASA II,
Trombosit 531 150-450 Mallampati III
GDS c. Jenis Operasi : Debridement
202 <140
d. Jenis Anastesi : Regional Anestesi
HbA1C >15 <5,7 Spinal
7
9. PREMEDIKASI 13. INDUKSI ANESTESI
a. Terapi dari bangsal: a. Regional anestesi
- Infus Nacl 20 tpm General anestesi : Lidodex 2 ml
- Infus Actrapid 5 IU/jam b. Intraoperatif
- Injeksi antrain 1 amp/8 jam
- Injeksi Ranitidin 1 amp/ 8 jam Maintenance
10. PREOPERASI a) Inhalasi : O2 sebanyak 2
1) Intravena fluid drip (IVFD) Nacl L/menit (28%).
500cc dengan menggunakan IV b) Cairan : Nacl 500 cc.
cath no 20, dan dipasang dengan c. Pemantauan Sistem Saraf Pusat
menggunakan three way. 1) Pemantauan tekanan darah
2) Informed Consent Operasi 2) Pemantauan nadi
3) Pemantauan pernapasan
3) Informed Consent Pembiusan 4) Pemantauan refleks-refleks
11. MASUKAN ORAL tubuh.
Minuman air putih diperbolehkan d. Pemantauan Sistem Kardiovaskular
sampai 3 jam sebelum induksi. 1) Pemantauan Warna Kulit
12. PRE ANESTESI 2) Pemantauan Suhu Tubuh
a. Persiapan peralatan anestesi 3) Pemantauan Produksi Urin
1) Peralatan monitor anestesi 4) Pemantauan EKG (Muhiman et
(tekanan darah, denyut nadi , al, 2010)
pulse oxymetri dan EKG).
2) Peralatan resusitasi e. Pemantauan Perdarahan
3) Jarum Spinal dengan ujung Perdarahan durante operasi: 500 ml
tajam
4) Spuit 5cc dan 10 cc f. Komplikasi selama pembedahan :
5) Oksimeter/saturasi tidak ada
6) Infuse set
7) Oxyflow dewasa 14. PASCA OPERASI
b. Persiapan pasien 1) Posisi : Supine
1) Pemeriksaan konfirmasi 2) Pemantauan: Tekanan Darah, Nadi,
identitas pasien Suhu, RR, Saturasi O2
3) Keadaan pasca operasi
2) Konfirmasi jenis operasi dan
a. Mual/ muntah : Tidak ada
pemeriksaan lokasi operasi b. Sianosis : Tidak Ada
3) Pemantauan peralatan yang c. Skala nyeri :3
menempel pada pasien 4) Obat-Obatan pasca operasi
(sphygmomanometer digital, a. infus Nacl 20 tpm
oxymetri) b. Inj. Ketorolac 30 mg
4) Pemeriksaan akses IV c. Inf. Paracetamol bila perlu
5) Terapi Cairan : Infus Nacl 20 tpm
c. Persiapan Obat
6) Komplikasi pasca bedah :
1) Analgetik : Ketorolac Tidak ada
2) Anestesi spinal : Lidodex 7) Penilaian Pemulihan Kesadaran
3) Anti emetik (berdasarkan Bromage Score) :
:Ondansetron skor <2 boleh pindah dari ruangan
(Katzung,2011) recovery post operasi ke bangsal.
8) Pasien diperbolehkan makan:
apabila pasien sudah sadar penuh
dan pasien tidak mual dan muntah
apabila makanan masuk secara
oral.
8
9) Pengelolaan nyeri 24 jam pertama: Setelah operasi selesai, pasien
Inj. Ketorolac 30 mg, inf. bisa diberikan analgetik berupa
Paracetamole injeksi Ketorolac 30 mg
15. PROYEKSI KASUS Setelah pembedahan selesai,
A. PRE OPERATIF dilakukan pemantauan akhir TD,
Nadi, dan SpO2. Pembedahan
Pada kasus ini Pasien seorang dilakukan selama 30-45 menit
perempuan 58 tahun, dengan dengan perdarahan ± 50-100 cc.
keluhan luka pada kaki kiri sejak 1 Pasien kemudian dibawa ke ruang
minggu yang lalu. Pasien memiliki pemulihan (Recovery Room).
riwayat Diabetes Mellitus tipe II Selama di ruang pemulihan, jalan
sejak 5 tahun lalu, tetapi tidak nafas dalam keadaan baik,
pernafasan spontan dan adekuat
melakukan pengobatan secara
serta kesadaran somnolen. Pasien
rutin. Pemeriksaan awal didapatkan diperbolehkan pindah ke bangsal
KU baik, TD 110/80 mmHg, N apabila Score Bromage <2, dengan
80x/menit, suhu 36,5’ C, BB 56 kg, Bromage score sebagai berikut
TB 156 cm. Dari hasil anamnesis, (Latief et al, 2009):
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang disimpulkan bahwa
pasien masuk dalam ASA III
Dilakukan tindakan operasi
debridement dengan regional
anestesi spinal.
B. DURANTE OPERATIF
Pada pasien digunakan obat Pengelolaan nyeri pada pasien
anestesi golongan amide yaitu ini pada 24 jam pertama yaitu
lidocain (lidodex). Berdasarkan diberikan Inj. Ketorolac 30 mg / 6
teori lidocain lama kerjanya 1-2 jam. Hal ini bertujuan untuk
jam, onset anestesinya juga lebih mengurangi nyeri pasca operasi
cepat (5 menit). Pada pasien pada 24 jam pertama sampai
digunakan lidocain 5% dengan dengan kurang dari 3 hari atau
dosis 75-100mg untuk pembedahan sebagai pengelolaan nyeri akut
ektremitas bawah (1-2ml). pasca operasi
Penggunaan spinal anestesi KESIMPULAN
mempunyai manfaat berupa 1) Anastesi regional adalah anestesi
analgesi yang adekuat pasca yang hanya menghilangkan nyeri dari
operasi dan menghindari intubasi bagian tubuh tertentu namun dalam
karena peningkatan respon simpatis pemakainya pasien tetap sadar.
akibat nyeri intubasi disamping itu Anestesi regional terbagi atas anestesi
spinal (anestesi blok subaraknoid),
anestesi regional menurunkan
anestesi epidural dan blok perifer.
respon neuro-endokrin terhadap Anestesi spinal dan epidural telah
stress pembedahan utamanya digunakan secara luas di bidang
refleks adreno kortikal, sehingga ortopedi, obstetri dan ginekologi,
relatif aman untuk penderita DM. operasi ekstremitas bawah serta operasi
. abdomen bagian bawah.
C. PASCA OPERASI
9
2) Pada penderita DM pembedahan Anaesthesia, London, 2011: 80-
dan anestesi memicu respon stres 90.
neuro-endokrin dan pelepasan hormon- Morgan, G. Edward, Jr, ed. et. al. ;
hormon kontra regulasi, akibatnya Clinical Anesthesia; 4th ed.;
terjadi resistensi insulin jaringan Lange Medical Books / Mc
perifer, peningkatan produksi glukosa Graw-Hill Medical Publishing
hepar, gangguan sekresi insulin dan Division; New York; 2006; pp.
degradasi lipid dan protein. 803-807.
3) Anestesi regional (epidural, spinal, Oberoi G and Philips G, 2000, The
blok saraf perifer) mempunyai Peroperative Management of
keuntungan dibandingkan dengan Diabetes Undergoing Surgery,
anestesi umum yang dilakukan pada Anesthesia emergency Situations
pasien dengan DM. Keuntungan ini a Management Guide, Mc Graw
diantaranya bahaya aspirasi paru dapat Hill Company, Australia, p.
dikurangi seminimal mungkin, karena 309-314.
penderita tetap sadar, dan refleks Worthley. Synopsis of Intensive Care
proteksi tubuh seperti refleks laring Medicine, Longman, 2004: 611-
masih utuh disamping itu anestesi 623.
regional menurunkan respon neuro
endokrin terhadap stress pembedahan
utamanya reflek adreno kortikal,
sehingga aman untuk penderita.
DAFTAR PUSTAKA
10