Anda di halaman 1dari 3

Kebakaran Hutan

Penyebab kebakaran hutan disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama faktor alami dan kedua faktor
ulah manusia yang tidak terkontrol.

Faktor alami seperti pengaruh El-Nino, menyebabkan kemarau Panjang hingga tanaman jadi sangat
kering. Hal ini menjadi bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang berasal dari batu bara
yang muncul di permukaan ataupun dari pembakaran lain yang tidak disengaja maupun disengaja.

Apabila lambat ditangani kebakaran dapat meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk atau crown
fire. Peristiwa kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997 – 1998 dan 2002 – 2005 menghasilkan
asap yang juga dirasakan oleh masyarakat Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Mengakibatkan terganggunya hubungan transportasi udara antar negara. Dikutip dari Widyaiswara
Pusdiklat Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penyebab kebakaran hutan, dampak, dan cara menanggulanginya perlu Anda ketahui sebagai
pengetahuan serta antisipasi, telah merdeka.com rangkum dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.

PENEBANGAN LIAR

Pembalakan liar atau penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan,
pengangkutan dan penjualan kayu yang merupakan bentuk ancaman faktual disekitar perbatasan yang
tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.

Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah,
beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan
liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara,
Rusia dan beberapa negara-negara Balkan.
sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektaree setiap tahun dan
diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan
meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam
negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan
tebangan.

Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia
mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar,
kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap
sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta
keuntungan pribadi.

PERBURUAN HEWAN LIAR

 Perburuan satwa marak terjadi karena rusaknya habitat satwa dan kaitannya dengan
Perdagangan ilegal satwa liar
 Tingginya nilai keanekaragaman hayati di Indonesia tidak menjadikan perlindungan satwa dan
tumbuhan menjadi prioritas pemerintah. Hal ini terlihat dari maraknya perburuan yang
menyebabkan penurunan populasi satwa liar di habitatnya, bahkan dapat menyebabkan
kepunahan satwa. 
 Penurunan populasi salah satu jenis satwa liar akan berdampak negatif terhadap
kelangsungan rantai makanan dan menghambat siklus energi dalam suatu ekosistem.
 Ekosistem yang terganggu akan berdampak pada kehidupan makhluk lainnya, khususnya satwa
dan manusia.

Baru-baru ini, seekor Harimau sumatera jantan ditemukan mati terjerat sling besi di hutan konsensi
milik PT Arara Abadi (Sinarmas Group) di Desa Minas Barat, Kabupaten Siak, Provinsi Riau Pada
Senin (18/5/2020).

Harimau yang diperkirakan berumur 1,5 tahun itu baru dievakuasi oleh tim medis dan tim
penyelamatan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau setelah menjadi bangkai
hampir seminggu lamanya.

Penemuan satwa bekas perburuan pernah terjadi beberapa kali. Sebelumnya, perburuan Harimau
dengan empat janin di perutnya diungkap Penegak Hukum KLHK pada Desember 2019 di Desa Teluk
Binjai, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Penyebab Maraknya Perburuan


Rusaknya habitat satwa karena pembukaan hutan, pengalihan fungsi lahan dan pembangunan menjadi
penyebab maraknya perburuan. Akses manusia yang lebih mudah ke dalam hutan menambah resiko
ancaman diburunya satwa-satwa liar.

Organisasi Jaringan Pemantau Hutan Independen, Forest Watch Indonesia (FWI) menyatakan angka
laju deforestasi atau penebangan hutan selama 2013 hingga 2017 mencapai 1,47 juta hektare per
tahunnya. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan periode 2009 hingga 2013 yang hanya
sebesar 1,1 juta hektare per tahun.

Perburuan satwa juga memiliki kaitan erat dengan perdagangan ilegal satwa liar (PISL), satwa-satwa
liar memiliki nilai komersil yang cukup tinggi di pasar satwa. Menurut Profauna, Lebih dari 95%
satwa yang dijual di pasar adalah hasil tangkapan dari alam, bukan hasil penangkaran.

Anda mungkin juga menyukai