Anda di halaman 1dari 52

PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS,

UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, ROA, ARUS KAS

OPERASI DAN KOMITE AUDIT TERHADAP

MANAJEMEN LABA

PROPOSAL

Diajukan Oleh:

IRENE WIDYA WANGSA

NIM: 201770001

NIRM: 20173366340350001

JURUSAN AKUNTANSI
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
BEKASI
2020
Trisakti School of Management

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
tidak terdapat karya (sebagian atau seluruhnya) atau
kalimat/pendapat/gagasan/pandangan/teori yang pernah ditulis atau dipublikasikan
oleh orang lain, kecuali yang pernah tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar referensi.

Bila terbukti saya melakukan hal tersebut, maka saya bersedia untuk mendapatkan
sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bekasi, 14 Juni 2020

Irene Widya Wangsa

2
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang Penelitian ............................................................................. 5
1.2. Masalah Penelitian ........................................................................................ 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................... 8
1.3.1. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
1.3.2. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
1.4. Sistematika .................................................................................................... 9
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ........... 12
2.1. Kerangka Teoritis ........................................................................................... 12
2.1.1. Teori Agensi ............................................................................................. 12
2.1.2. Manajemen Laba....................................................................................... 14
2.1.3. Ukuran Dewan Komisaris ......................................................................... 17
2.1.4. Dewan Komisaris Independen .................................................................. 17
2.1.5. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris........................................................... 19
2.1.6. Ukuran Perusahaan ................................................................................... 19
2.1.7. Leverage.................................................................................................... 21
2.1.8. ROA .......................................................................................................... 22
2.1.9. Arus Kas Operasi ...................................................................................... 23
2.2. Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 25
2.2.1. Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba ............................. 25
2.2.2. Dewan Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba ...................... 26
2.2.3. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba ............... 27
2.2.4. Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba........................................ 27
2.2.5. Leverage terhadap Manajemen Laba ........................................................ 28

3
2.2.6. ROA terhadap Manajemen Laba .............................................................. 28
2.2.7. Arus Kas Operasi terhadap Manajemen Laba .......................................... 29
2.3. Model Penelitian.............................................................................................. 31
2.4. Pengembangan Hipotesis ................................................................................ 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 33
3.1. Bentuk Penelitian ............................................................................................ 33
3.2. Obyek Penelitian ............................................................................................. 33
3.3. Definsi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel................................. 34
3.3.1. Variabel Dependen ................................................................................... 34
3.3.2. Variabel Independen ................................................................................. 36
3.4. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 39
3.5. Metode Analisis Data ...................................................................................... 40
3.5.1. Statistik Deskriptif .................................................................................... 40
3.5.2. Uji Normalitas Data Residual ................................................................... 40
3.5.3. Uji Asumsi Klasik..................................................................................... 42
3.5.4 Uji Hipotesis ........................................................................................ 43
DAFTAR REFERENSI ............................................................................................. 47

4
5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan merupakan salah satu alat untuk pengambilan keputusan oleh

yang berkepentingan, Fahmi (2012) dalam Pongoh (2013) menyatakan laporan

keuangan menyampaikan suatu informasi yang menggambarkan kondisi dari suatu

perusahaan dan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja

keuangan perusahaan tersebut. Laporan keuangan yang menunjukan informasi dapat

dimanipulasi untuk kepentingan manajemen perusahaan tersebut, sehingga

manajemen suatu perusahaan melakukan manajemen laba untuk menarik perhatian

para investor.

Scott (2006: 344) dalam Nafiah (2013) mendefinisikan manajemen laba adalah

pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari Standar Akuntansi Keuangan yang

ada dan dengan demikian maka secara langsung dapat memaksimalkan utilitas atau

nilai pasar perusahaan. Menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Nafiah (2013),

manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan

keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan

untuk memanipulasi besaran laba kepada beberapa stakeholders mengenai kinerja

ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian


6

yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba juga

dilakukan pada perusahaan yang sudah terkenal dan besar, salah satunya adalah PT

Garuda.

Pada 2018 PT Garuda memiliki laba bersih sebesar 809,85 ribu US dollar atau

sekitar Rp11,33 miliar, jumlah ini naik signifikan jika dibandingkan dengan tahun

2017. Pada tahun 2017 PT Garuda mencatat rugi sebesar 216,5 juta US dollar atau

sekitar Rp3,031 triliun. Laporan keuangan tersebut menimbulkan polemik antara

komisaris PT Garuda Chairul Tanjung dan Dony Oksaria yang menganggap laporan

keuangan 2018 PT Garuda tidak sesuai dengan PSAK. PT Garuda memasukan

keuntungan dari PT Mahata Aero Teknologi yang memiliki utang kepada PT Garuda.

Adanya praktik manajemen laba di PT Garuda Indonesia menjadi

pembicaraan hangat dikalangan publik, sehingga fenomena ini mendorong peneliti

untuk melakukan penelitian lebih lanjut apakah terdapat pengaruh ukuran dewan

komisaris, dewan komisaris independen, frekuensi rapat dewan komisaris, ukuran

perusahaan, leverage perusahaan, ROA, dan arus kas operasi terhadap manajemen

laba.

Penelitian ini merupakan replikasi dari jurnal Board of Directors’

Characteristics and Earnings Management of Family Ownes Companies, Syahirah

(2017). Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah

menggunakan variabel independen ukuran dewan komisaris, dewan komisaris


independen, frekuensirapat dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage, ROA, dan

arus kas operasi.

Perbedaan penelitian ini dengan Syahirah (2017), penelitian ini tidak

mengambil variabel multiple directorships dan ceo duality dikarenakan kurangnya

data yang ada di perusahaan Indonesia tentang kedua variabel tersebut. Dan terdapat

penambahan variabel pada penelitian ini yaitu komite audit yang diambil dari

penelitian terdahulu Juhmani (2017). Objek penelitian yang diteliti merupakan

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dengan data dari tahun 2017-2019.

Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti memberikan judul “Pengaruh

Karakteristik Dewan Komisaris, Ukuran Perusahaan, Leverage, ROA, Arus Kas

Operasi, dan Komite Audit Terhadap Manajemen Laba”.

1.2. Masalah Penelitian

Penelitian ini merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap manajemen laba?

2. Apakah terdapat pengaruh dewan komisaris independen terhadap manajemen

laba?

3. Apakah terdapat pengaruh frekuensi rapat dewan komisaris terhadap manajemen

laba?

4. Apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba?

5. Apakah terdapat pengaruh leverage terhadap manajemen laba?

7
6. Apakah terdapat pengaruh ROA terhadap manajemen laba?

7. Apakah terdapat pengaruh arus kas operasi terhadap manajemen laba?

8. Apakah terdapat komite audit terhadap manajemen laba?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris tentang:

1. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap manajemen laba.

2. Pengaruh dewan komisaris independen terhadap manajemen laba.

3. Pengaruh frekuensi rapat dewan komisaris terhadap manajemen laba.

4. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba.

5. Pengaruh leverage terhadap manajemen laba.

6. Pengaruh ROA terhadap manajemen laba.

7. Pengaruh arus kas operasi terhadap manajemen laba.

8. Pengaruh komite audit terhadap manajemen laba.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan yang telah dikemukakan maka diharapkan

penelitian ini bermanfaat bagi:

1. Peneliti selanjutnya

8
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pembelajaran, pondasi, dan referensi

untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut dan dapat meneruskan

penelitian ini dengan lebih detail.

2. Pemerintah

Diharapkan pemerintah dapat lebih kritis, dan tegas dalam menanggapi

manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Diharapkan pula penelitian ini

dapat memberikan wawasan lebih mengenai manajemen laba.

3. Investor

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang manajemen laba

terhadap investor, sehingga investor dapat lebih berhati-hati dalam pengambilan

keputusan.

1.4. Sistematika

Penelitian ini terdiri dari lima bab agar memudahkan pembaca untuk lebih

mengerti apa saja yang ada di dalam penelitian ini. Sistematika penulisannya adalah

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan alasan utama peneliti melakukan penelitian terhadap

praktik kecurangan atas laporan keuangan. Bab ini terdapat latar

belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

9
10

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Bab ini membahas mengenai landasan teori yang akan diambil dari

beberapa kutipan yang berasal dari berbagai macam buku. Teori

tersebut yang akan menjadi landasan untuk mendukung penelitian ini

dilakukan. Bab ini menjelaskan bagaimana hasil penelitian terdahulu,

model penelitian, dan pengembangan hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode dalam penelitian yang dimana

pengujuan data statistik menggunakan software SPSS seperti

pengujian normalitas, pengujuan outlier, pengujian validitas, dan

pengujian reliabilitas. Bab ini terdiri atas bentuk penelitian obyek

penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel, teknik

pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas hasil pengujian yang dilakukan sebelumnya. Bab

ini berisi gambaran umum sampel (obyek penelitian), statistik

deskriptif responden, statistik deskriptif variable, hasil uji kualitas

data, uji asumsi klasik, dan pengujian hipotesis.


11

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan terhadap hasil dari penelitian,

keterbatasan dalam penelitian, dan rekomendasi yang berupa masukan

dan saran untuk mengatasi keterbatasan dalam hasil penelitian tersebut

untuk peneliti selanjutnya apabila meneruskan penelitian ini.


12

BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah untuk menerangkan bagaimana hubungan suatu teori

dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

Teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini:

2.1.1. Teori Agensi

Teori keagenan menurut Scott (2015:358) adalah hubungan atau kontrak

antara principal (shareholders) dan agen (manajemen), dimana prinsipal adalah pihak

yang mempekerjakan agen agar melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal,

sedangkan agen adalah pihak yang menjalankan kepentingan prinsipal. Menurut

Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan adalah seperti kontrak, dimana satu

atau beberapa orang (prinsipal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk

melaksanakan sejumlah jasa dan diberikan wewenang untuk mengambil keputusan

kepada agen tersebut.

Menurut Eisenhardt (1989) hubungan yang mencerminkan struktur dasar

keagenan antara prinsipal dan agen yang terlibat dalam perilaku yang kooperatif,

tetapi memiliki perbedaan tujuan dan berbeda sikap terhadap risiko. Dari definisi di

atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari teori agensi adalah hubungan antara

prinsipal (pemilik/pemegang saham) dan agen (manajer). Dan di dalam hubungan


13

keagenan tersebut terdapat suatu kontrak dimana pihak prinsipal memberi wewenang

kepada agen untuk mengelola usahanya dan membuat keputusan yang terbaik bagi

prinsipal.

Menurut Eisenhardt (1989) teori agensi dilandasi oleh tiga asumsi yaitu

asumsi tentang sifat manusia, asumsi tentang keorganisasian, asumsi tentang

informasi. Asumsi tentang sifat manusia menekankan manusia memiliki sifat

mementingkan diri sendiri, memiliki keterbatasan rasionalitas, dan tidak menyukasi

resiko, asumsi tentang keorganisasian adanya konflik antar anggota organisasi,

efesien sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal

dan agen, asumsi tentang informasi menekankan bahwa informasi dipandang sebagai

barang komoditi yang diperjual-belikan.

Masalah keagenan muncul ketika prinsipal kesulitan untuk memastikan bahwa

agen bertindak untuk memaksimalkan kesejahteraan prinsipal (Yushita, 2010). Jensen

dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding

cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh

prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan

mengontrol perilaku agent.

Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh agen untuk menetapkan

dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk

kepentingan prinsipal. Sedangkan residual loss merupakan pengorbanan yang berupa


14

berkurangnya kemakmuran prinsipal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agen

dan keputusan prinsipal.

2.1.2. Manajemen Laba

Sugiri (1998) dalam Febriyanti et al. (2014) manajemen laba merupakan

tindakan manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan atas

suatu unit, manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan atau

penurunan profitabitilas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Schipper (1989)

dalam Febriyanti et al. (2014) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu

kegiatan intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan

eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan. Surifah (1999) dalam Febriyanti

et al. (2014) manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan jika

laporan keuangan tersebut digunakan untuk pengambilan keputusan, manajemen laba

merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sarana

komunikasi antara manajer dan pihak luar perusahaan.

Menurut Taco dan Ilat (2016) laba yang besar akan menarik investor karena

perusahaan memiliki tingkat pengembalian yang semakin tinggi. Dengan kata lain,

semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh

keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan

kepada investor. Earnings power merupakan gambaran tentang kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Semakin bervariasinya besar


earning power mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba.

Perusahaan manufaktur dalam kegiatan operasinya cenderung tidak stabil karena

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal inilah yang mendorong untuk terjadinya variasi

laba yang tinggi.

Schroeder dan Clark (1998) dalam Febriyanti et al. (2014) manajemen laba juga

dapat diartikan sebagai upaya-upaya manajemen untuk mempengaruhi laba bersih

yang dilaporkan pada saat ini. Fischer dan Rosenzweig (1995) dalam Febriyanti et al

(2014) upaya-upaya manajer yang dimaksud adalah memperbesar atau memperkecil

laba perusahaan yang dilaporkan sekarang tanpa menimbulkan kenaikan atau

penurunan profitbilitas ekonomis perusahaan jangka panjang.

Menurut Setiawan (2009) dalam Yunietha dan Palupi (2017), teori keagenan

(agency theory) timbul ketika satu orang atau lebih pihak principal mempekerjakan

orang lain (agent) untuk melakukan suatu pekerjaan dan mendelegasikan wewenang

pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Teori agensi memiliki asumsi bahwa

semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham

sebagai salah satu pihak principal menginginkan pengembalian investasi yang

maksimal dan cepat, sedangkan manajer sebagai agent lebih mendorong adanya

ekspansi dan mementingkan bonus yang sebesar-besarnya atas kinerja yang telah

dilakukan. Masing-masing pihak berusaha untuk mencari dan memaksimalkan

keuntungan bagi dirinya sendiri.

15
16

Kodriyah dan Fitri (2017) dalam Florencia dan Susanty (2019) menyatakan

bahwa manajemen laba dapat disebabkan oleh adanya tingkat asimetri informasi yang

tinggi. Asimetri informasi mendorong terjadinya tindakan manipulasi antara

manajemen terhadap pihak investor yang tidak mempunyai akses yang cukup

terhadap informasi keuangan perusahaan. Investor yang tidak memiliki akses yang

cukup berarti memiliki kelemahan dalam memonitor manajemen. Pengawasan yang

kurang dapat memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan manajemen

laba oportunistik. Hal tersebut bertujuan untuk menyejahterakan kepentingan pribadi

agen dibandingkan meningkatkan kinerja perusahaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat peneliti sebelumnya maka dapat disimpulkan

bahwa manajemen laba merupakan suatu tindakan yang disengaja oleh manajemen

dengan cara menaik atau menurunkan laba untuk mendapatkan keuntungan pribadi,

yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pihak luar atau stakeholder,

sehingga menyebabkan suatu laporan keuangan tidak memiliki kredibilitas.

Dechow dan Skiner (2000) dalam Febriyanti et al. (2014) menyatakan

manajemen laba memiliki pola, pola yang umum dilakukan oleh manajer adalah

peningkatan laba, penurunan laba, dan perataan laba McNichols dan Wilson (1988)

dalam Febriyanti et al. (2014) menyatakan pola-pola tersebut dapat dicapai melalui

strategi pemilihan keputusan operasi, investasi, dan pembelanjaan yang tepat, serta

pemilihan tektik akuntansi yang dipandang secara strategis.


17

2.1.3. Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan organ perusahaan yang bertugas dan

bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan

nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good

corporate governance. Dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam pengambilan

keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris

termasuk komisaris utama adalah setara (Komite Nasional Kebijakan Governance,

2006).

Menurut Wardhani (2007) dalam Firnanti (2017) menyatakan bahwa ukuran

dewan komisaris berperan dalam melakukan monitoring terhadap kinerja direksi.

Dimana direksi adalah pihak yang mengelola operasional perusahaan yang

merupakan penanggung jawab utama dalam tingkat keberhasilan perusahaan. Prastiti

dan Meiranto (2013) dalam Firnanti (2017) menyatakan bahwa mekanisme

pengendalian intern tertinggi adalah dewan komisaris yang bertanggungjawab untuk

memonitor tindakan manajemen puncak. Pengawasan yang dilakukan agar tindakan

manajer untuk melakukan manajemen laba berkurang sehingga investor memberikan

kepercayaan untuk menanamkan modal pada perusahaan.

2.1.4. Dewan Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak

terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang


18

saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang

dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau

bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional

Kebijakan Governance, 2006).

Warsono et al (2010) dalam Taco dan Ilat (2016) komisaris independen

berfungsi sebagai penasehat yang memberikan saran, pendapat dan masukan dalam

rangka pencapaian tujuan perusahaan. Tugas utama dari komisaris independen ini

diantaranya menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, kebijakan pengendalian

risiko, anggaran tahunan, dan rencana usaha, menilai sistem penetapan remunerasi

para pejabat yang memegang posisi kunci, memantau dan mengatasi konflik

kepentingan dan memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam

perusahaan.

Dechow et al. (1996) dalam Herawaty (2008) dalam Firnanti (2017)

menyatakan jika dewan komisaris didominasi oleh manajemen, maka kemungkinan

manajemen perusahaan untuk memanipulasi laba akan lebih besar. Namun jika

struktur dewan komisaris berasal dari luar perusahaan tindakan memanipulasi laba

akan berkurang. Johari et al. (2008) dalam Setiawan dan Yuyetta (2013) dalam

Firnanti (2017) menyatakan bahwa salah satu mekanisme yang efektif dalam

mengawasi proses akuntansi adalah dengan memiliki dewan komisaris. Dewan

komisaris harus terdiri dari dewan komisaris independen yang kemungkinan dapat
19

mengurangi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan dan mengawasi tindakan

manajemen.

2.1.5. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris

Rapat dewan komisaris merupakan media komunikasi dan koordinasi antar

anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas

manajemen. Semakin sering dewan komisaris mengadakan rapat, maka diharapkan

tindakan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris dapat semakin baik dan

mengevaluasi kebijakan yang diambil dewan direksi. Oleh karena itu pihak

manajemen tidak dapat melakukan kegiatan manajemen laba (Marsha dan Ghozali,

2017).

Chen et al. (2006) dalam Marsha dan Ghozali (2017) menyatakan bahwa

dewan yang lebih sering mengadakan pertemuan dapat mengurangi kemungkinan

terjadinya kecurangan, karena pertemuan yang rutin memungkinkan dewan untuk

mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah potensial, terutama yang terkait dengan

kualitas pelaporan keuangan.

2.1.6. Ukuran Perusahaan

Suwito dan Herawaty (2012) menyatakan ukuran perusahaan adalah suatu

skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara,
antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya

ukuran perusahaan dibagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm),

perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Machfoedz

(1994) dalam Suwito dan Herawaty (2012) menyatakan penentuan ukuran perusahaan

ini didasarkan kepada total asset perusahaan.

Pacecca (1995) dalam Handayani dan Rachadi (2009) menyatakan sebagian

besar peneliti menggunakan ukuran perusahaan sebagai proksi sensitifitas politis dan

perilaku manajer dalam melaporkan kinerja keuangannya. Zimmerman (1983) dalam

Handayani dan Rachadi (2009) menyarankan untuk menggunakan proksi ukuran

perusahaan dalam kerangka political cost. Berdasarkan ukuran hipotesis yang

dipaparkan oleh Watt dan Zimmerman (1986) dalam Handayani dan Rachadi

(2009), berasumsi bahwa perusahaan besar secara politis, lebih besar melakukan

transfer political cost dalam kerangka politic process, dibandingkan dengan

perusahaan kecil. Watt dan Zimmerman (1986) dalam Handayani dan Rachadi

mengatakan lebih lanjut beberapa peneliti berhasil membuktikan bahwa political

process memiliki dampak pada pemilihan prosedur akuntansi oleh perusahaan yang

berukuran besar.

20
21

2.1.7. Leverage

Harjito dan Martono (2014) dalam Agustia dan Suryani (2018) menyatakan

rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang.

Penggunaan leverage ini dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar

daripada biaya aset dan sumber dananya. Dengan demikian penggunaan leverage

akan meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Sebaliknya leverage juga

dapat meningkatkan risiko keuntungan. Jika perusahaan mendapat keuntungan yang

lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan

keuntungan pemegang saham. Gitman dan Zutter (2010) dalam Firnanti (2017)

menyatakan bahwa leverage merupakan pemberian pinjaman yang disediakan untuk

perusahan.

Susanto, dan Agness (2019), Yudy dan Susanto (2018), Upayarto (2013)

dalam Florencia dan Susanty (2019) menyatakan bahwa leverage disebabkan oleh

adanya usaha penambahan kas untuk membantu aktivitas operasional perusahaan.

Semakin tinggi leverage berarti meningkatkan risiko dimana kemampuan

perusahaan untuk melunasi kewajiban kepada kreditor semakin rendah. Hal ini

mengakibatkan manajer seringkali memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan

angka laba agar keuangan perusahaan tetap terlihat baik walaupun adanya leverage

yang tinggi. Harjito dan Martono (2014) dalam Agustia dan Suryani (2014)

mengatakan bahwa jika perusahaan mendapat keuntungan yang lebih rendah dari
biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang

saham.

2.1.8. ROA

Return On Asset atau ROA adalah suatu indikator keuangan dari rasio

profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen secara

keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh

suatu perusahaan melalui aktiva atau aset yang dimiliki oleh perusahaan,yang

memiliki guna untuk menghasilkan laba dari modal yang telah diinvestasikan pada

perusahaan. Pendekatan ROA menunjukan bahwa besarnya laba yang di peroleh

perusahaan dengan menggunakan total aset yang dimilikinya. Semakin tinggi

nilai ROA berarti semakin baik kinerja perusahaan dengan menggunakan aset

sehingga diperolehnya laba yang besar. Laba yang meningkat berakibat pada

ROA yang juga meningkat pula (Karina dan Sutandi, 2019).

Firnanti (2017) dalam Florencia dan Susanty (2019) menyatakan bahwa

dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dapat dilihat

dari segi aset, penjualan, dan investasi. Yuliana dan Trisnawati (2015) Florencia dan

Susanty (2019) menyatakan bahwa semakin besar ROA menggambarkan semakin

efisien laba yang mampu dihasilkan oleh manajemen dalam mengelola jumlah aset

yang dimiliki perusahaan. Selanjutnya motivasi agen yang oportunistik dalam

22
mendapatkan bonus yang lebih besar mendorongnya untuk melakukan manajemen

laba dengan meningkatkan laba agar ROA meningkat.

2.1.9. Arus Kas Operasi

Hery (2013) dalam Wehantouw dan Tinangon (2015) mendefinisikan laporan

arus kas melaporkan arus kas masuk maupun arus kas keluar perusahaan selama

periode. Laporan arus kas ini akan memberikan informasi mengenai kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan kas dari aktivitas operasi, melakukan investasi,

melunasi kewajiban dan membayar dividen. Laporan arus kas digunakan oleh

manajemen untuk mengevaluasi kegiatan operasional yang telah berlangsung, dan

merencanakan aktivitas investasi dan pembiayaan di masa yang akan datang. Laporan

arus kas juga digunakan oleh kreditur dan investor dalam menilai tingkat likuiditas

maupun potensi perusahaan dalam menghasilkan laba (keuntungan). Dalam laporan

arus kas penerimaan dan pembiayaan kas diklasifikasikan menurut tiga kategori

utama, yaitu aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.

Charles Horngren (2009) dalam Kaunang (2013) menyatakan melalui analisa

komponen arus kas, maka dapat diketahui bagaimana perusahaan mengelola dana

yang dimilikinya. Yang dimaksud laporan sumber dan penggunaan kas (aliran kas)

adalah perubahan kas selama satu periode dan memberikan alasan mengenai

perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumbersumber kas dan

penggunaannya. Bagi perusahaan, dengan adanya aliran kas dapat digunakan sebagai

23
dasar dalam menaksir kebutuhan kas dimasa mendatang dan kemungkinan sumber-

sumber yang ada. Sedangkan bagi para investor, aliran kas dapat digunakan untuk

menilai kemampuan perusahaan dalam membayar bunga atau mengembalikan

pinjaman.

Munawir (2007) dalam Kaunang (2013) laporan arus kas adalah sebuah

laporan keuangan dasar yang melaporkan kas yang diterima, kas yang dibayarkan ,

dan perubahannya, dari kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi, investasi dan

pendanaan dari bisnis selama satu periode dalam sebuah format yang menyatakan

saldo kas awal dan akhir. Tujuan utama dari pelaporan arus kas adalah untuk

memberikan informasi yang akan membantu investor dan kreditur untuk meramalkan

jumlah kas yang mungkin akan diterima dalam bentuk dividen, bunga, dan

pembayaran kembali hutang pokok. Selain itu laporan arus kas juga berguna untuk

mengevaluasi risiko yang mungkin terjadi.

2.1.10. Komite Audit

Komite audit menurut Zeptian dan Rohman (2013) dalam Firnanti (2017)

merupkan salah satu bentuk pengawasan yang di lakukan principal terhadap agent.

Komite audit berfungsi sebagai pengawas, baik itu pengawasan terhadap proses

pelaporan keuangan, manajemen resiko dan kontrol terhadap corporate governance.

Effendi dan Daljono (2013) dalam Firnanti (2017) menyatakan bahwa komite

audit di bentuk untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan. Komite audit

24
bermanfaat dalam menjamin transparansi, keterbukaan laporan keuangan, keadilan

bagi stakeholders, dan pengungkapan informasi yang dilakukan oleh manajemen,

dengan adanya pengawasan manajemen akan kehilangan kesempatan untuk

melakukan tindakan curang terkait dengan laporan keuangan.

Menurut Tunggal (2013) dalam Taco dan Ilat (2016) Komite Audit adalah

subpanitia dari board of director yang terdiri atas direktur independen dari luar.

Komite audit mempunyai tanggung jawab pengawasan untuk pelaporan luar

perusahaan; pemonitoran resiko dan proses pengendalian; dan baik fungsi audit

internal dan eksternal.

Menurut kosasih dan Widayati dalam Firnanti (2017) komite audit berperan

dalam mengawasi tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri yang dapat

merugikan pemilik perusahaan. komite audit harus mempunyai pemahaman mengenai

lingkungan bisnisnya terhadap risiko dan kontrol dalam pelaporan keuangan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Bagian ini akan menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen berdasarkan penelitian terdahulu.

2.2.1. Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba

Pradipta (2011) dan Taco dan Ilat (2016) menyatakan bahwa ukuran dewan

komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba karena dewan komisaris

25
memiliki tugas dan tanggungjawab besar yaitu untuk mengawasi dan memastikan

bahwa perusahaan berjalan dengan baik. Maka perusahaan yang memiliki dewan

komisaris dianggap lebih dapat melakukan manajemen laba.

Aygun (2014) menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh negatif

terhadap manajemen laba karena jika jumlah direksi berkurang itu akan mengurangi

manipulasi. Susanto (2013), Arifin dan Destriana (2016), dan Hendra et al. (2018)

menyatakan bahwa Ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap manajemen

laba karena banyak atau sedikitnya jumlah dewan direksi tidak akan menjadi indikasi

suatu perusahaan melakukan praktik manajemen laba.

2.2.2. Dewan Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba

Arifin dan Destriana (2016), Hendra et al. (2018) dan Sari dan Pratiwi (2019)

menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap

manajemen laba karena semakin tinggi dewan komisaris independen maka akan

semakin tinggi kemungkinan terjadinya manipulasi laporan keuangan sedangkan

dewan komisaris independent yang lebih kecil akan melakukan tugasnya dengan baik

yaitu seperti mengawasi manajer sehingga mengurangi keinginan manajer untuk

melakukan manajemen laba.

Sedangkan Pramithasari dan Yasa (2016) menyatakan bahwa komisaris

independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba karena semakin tinggi

komisaris independen maka semakin kecil kemungkinannya manajer melakukan

26
manajemen laba ini membuktikan bahwa dewan komisaris independen memberikan

kontribusi yang efektif bagi perusahaan. Taco dan Ilat (2016) dan Firnanti (2017)

menyatakan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba.

2.2.3. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba

Penelitian menurut Abbadi, Hijazi, Al-Rahahleh (2016) menyatakan bahwa

frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

manajemen laba. Sedangkan Marsha dan Ghozali (2017) dan Ichsany (2018)

menyatakan frekuensi rapat dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba.

Namun Prastiti dan Meiranto (2013), Marsha dan Ghozali (2017) menemukan

hasil sebaliknya bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh dengan

adanya kegiatan manajemen laba.

2.2.4. Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba

Penelitian menurut Abbadi, Hijazi, Al-Rahahleh (2016), Taco dan Ilat (2016),

Hendra, Koesharjono, Priantono (2017) menyatakan bahwa ukuran perusahaan

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan menurut

Arifin dan Destriana (2016) menyatakan bahwa Size tidak berpengaruh terhadap

Earnings Management.

27
2.2.5. Leverage terhadap Manajemen Laba

Napitupulu (2012), Arifin dan Destriana (2016), dan Firnanti (2017) serta

Almalita (2017) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap

manajemen laba karena jika tingkat leverage yang dimiliki oleh perusahaan besar

maka perusahaan akan kesulitan untuk memperoleh tambahan modal, maka ini

mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen laba agar laporan

keuangan terlihat baik. Sedangkan Hendra et al. (2018) menyatakan bahwa leverage

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba karena kenaikan leverage akan

mempengarui penurunan manajemen laba.

Chandra dan Djashan (2018) dan Mayasari et al. (2019) menyatakan bahwa

leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena untuk melakukan suatu

perjanjian hutang maka perusahaan tidak harus bergantung kepada manajemen laba

sehingga perusahaan tidak harus melakukan manipulasi laporan keuangan perusahaan

agar terlihat baik.

2.2.6. ROA terhadap Manajemen Laba

Arifin dan Destriana (2016), Widyastuti (2009), Guna dan Herawaty (2010),

Widiyaningsih (2012), Yunietha dan Palupi (2017), dan Amertha (2013) menyatakan

bahwa return on asset berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Hal ini

dikarenakan semakin tinggi profit yang dihasilkan perusahaan, maka pajak yang

harus dibayarkan oleh perusahaan juga semakin tinggi, sehingga perusahaan

28
melakukan manajemen laba, untuk menurunkan profit perusahaan untuk menurunkan

pajak yang harus dibayarkan (Yunietha dan Palupi, 2017).

2.2.7. Arus Kas Operasi terhadap Manajemen Laba

Wibowo dan Herawaty (2019), menyatakan bahwa arus kas operasi

berpengaruh positif terhadap manajemen laba namun Zeller dan Stanko (2000), Yoon

dan Miller (2002), Yanuar et al (2008), Tresnaningsih (2008), Hughes et al (2010),

Banimadh dan Aliabadi (2013), Masoumi et al (2014), Gumanti et al (2014), Sibarani

et al (2013), Andreas (2017), dan Jang dan Kim (2017) dalam Hastuti dkk. (2018)

mereka menemukan bahwa arus kas operasi secara negatif mempengaruhi manajemen

laba, yang berarti semakin rendah arus kas operasi dalam suatu perusahaan, semakin

tinggi kemungkinan bagi manajemen untuk berkomitmen akrual diskresioner dengan

meningkatkan pendapatan, dan sebaliknya.

2.2.8. Komite Audit terhadap Manajemen Laba

Firnanti (2017), Taco dan Ilat (2016), Guna dan Herawaty (2010) menyatakan

bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Besar kecilnya

ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Karena tujuan

perusahaan membentuk komite audit hanya sekedar untuk memenuhi peraturan

pemerintah. Anggota komite audit tidak secara aktif menjalankan tugasnya sebagai

komite audit sehingga fungsinya sebagai pengawas tidak berjalan dengan baik (Taco

dan Ilat, 2016).

29
30
31

2.3. Model Penelitian

Berdasarkan kerangka teroritis yang sudah dijelaskan, maka model penelitian

adalah sebagai berikut:


32

2.4. Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan penelitian sebelumnya maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

Ha1 : terdapat pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap manajemen laba

Ha2 : terdapat pengaruh dewan komisaris independen terhadap manajemen laba

Ha3 : tidak terdapat pengaruh frekuensi rapat dewan komisaris terhadap manajemen laba

Ha4 : terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba

Ha5 : terdapat pengaruh leverage terhadap manajemen laba

Ha6 : terdapat pengaruh return on asset terhadap manajemen laba

Ha7 : terdapat pengaruh arus kas operasi terhadap manajemen laba

Ha8 : tidak terdapat pengaruh komite audit terhadap manajemen laba


33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Bentuk dari penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kausalitas. Sekaran

dan Bougie (2016) dalam Wardani dan Mulyani (2019) menyatakan penelitian

kausalitas menggambarkan satu atau lebih faktor yang menyebabkan masalah.

Penelitian kausalitas digunakan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat dari

variabel-variabel yang diteliti untuk menjawab pertanyaan, maka dari penelitian ini

terdapat manajemen laba sebagai variabel dependen, dan untuk variabel

independennya adalah ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen,

frekuensi rapat dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage, roa, dan arus kas

operasi.

3.2. Obyek Penelitian

Populasi yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah

perusahaan yang terdafar di BEI. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur

yang terdaftar di BEI pada tahun 2017-2019. Penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling untuk pengambilan sampelnya. Purposive sampling terbatas pada

tipe-tipe tertentu sehingga dapat memberikan informasi yang diinginkan, karena

sampel tersebut sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. (Sekaran dan

Bougie 2016, 248).


34

Terdapat beberapa kriteria yang dilakukan pada obyek penelitian, diantara lain:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2017 sampai dengan 2019.

2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan yang berakhir pada

tanggal 31 Desember dari tahun 2017 sampai dengan 2019.

3. Perusahaan manufaktur yang menggunakan mata uang Rupiah dari tahun 2017

sampai dengan 2019.

4. Perusahaan manufaktur yang secara konsisten menghasilkan laba setelah pajak

pada tahun 2017 sampai dengan 2019.

3.3. Definsi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Pada bagian ini berisikan tenatng pengukuran dan skala yang digunakan

dalam penelitian. Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu manajemen laba

sebagai variabel dependen dan variable independennya adalah ukuran dewan

komisaris, dewan komisaris independen, frekuensi rapat dewan komisaris, ukuran

perusahaan, leverage, roa, dan arus kas operasi.

3.3.1. Variabel Dependen

Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah manajemen laba.

Manajemen laba merupakan tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan

untuk mempengaruhi laba yang manajemen perusahaan laporkan, laporan tersebut

dapat memberikan infrormasi mengenai keuntungan ekonomis, yang sesungguhnya

tidak dialami perusahaan, jika dilakukan dalam jangka panjang tindakan tersebut
35

dapat merugikan perusahaan (Naftalia dan Marsono, 2013). Manajemen laba dalam

penelitian ini akan diukur dengan Absolute Discretionary Accruals dan dihitung

dengan model Modified Jones Model yang diambil dari penelitian Syahirah (2017).

Model Modified Jones Model memperkirakan tingkat akrual sebagai fungsi dari

perbedaan antara perubahan pendapatan dan perubahan piutang, serta tingkat

properti, rencana, dan peralatan.

Langkah-langkah untuk menghitung manajemen laba menggunakan skala

rasio yang diambil dari Syahirah (2017) adalah sebagai berikut:

a. Menghitung total akrual

TACCi,t = Net income – Cash Flow from operating

b. Menghitung estimasi total akrual dengan Ordinary Least Squares

TACt 1 t∆REV -∆REC


t PPE
= α1 (A )+ 𝛼2 ( ) + 𝛼3 ( A t )+ e
At-1 t-1 A t-1 t-1
Menghitung nondiscretionary accruals

1 ∆REVt -∆RECt PPE


NDAt = 𝛼1 (A )+ 𝛼2 ( ) + 𝛼3 ( A t )
t-1 At-1 t-1

c. Menghitung discreationary accruals

TACt
DAt = ( A )- NDAt
t-1

TAC = Total Akrual perusahaan


36

A𝑡−1 = Total aset pada periode t-1

∆REVt = Pendapatan Perusahaan pada periode t dikurangi pendapatan perusahaan t-1

∆RECt = Piutang Perusahaan pada periode t dikurangi piutang perusahaan t-1

PPEt = Aset tetap berwujud kotor perusahaan pada periode t

NDA t = Nondiscretionary accruals perusahaan pada periode t

𝛼 = Fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total

accruals

DA 𝑡 = Discretionary accruals perusahaan pada periode t

3.3.2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Ukuran Dewan Komisaris,

Dewan Komisaris Independen, Frekuensi Rapat Dewan Komisaris, Ukuran

Perusahaan, Leverage, ROA, dan Arus Kas Operasi terhadap Manajemen Laba.

3.3.2.1. Ukuran Dewan Komisaris (UDK)

Menurut Baesley (1996), Xie et al (2003), Saleh et al (2005), dan Rahman &

Ali (2006), dalam Syahirah (2017) semakin banyak jumlah dewan komisaris maka

semakin sedikit manipulasi akan laporan keuangan suatu perusahaan. Adapun proksi

untuk menghitung UDK menggunakan skala rasio menurut Sahirah (2017):

Ukuran dewan komisaris = total jumlah dewan komisaris


3.3.2.2. Dewan Komisaris Independen (DKI)

Dewan komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi

dengan manajemen, anggota komisaris lainnya, dan pemegang saham pengendali,

serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi

kemampuannya dalam bertindak independen atau bertindak semata-mata demi

kepentingan perusahaan (Pradito dan Rahayu, 2015). Ada pun proksi DKI untuk

menghitungnya menggunakan skala rasio diambil dari Syahirah (2017) adalah

sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑛𝑜𝑛−𝑒𝑘𝑠𝑒𝑘𝑢𝑡𝑖𝑓


𝐷𝐾𝐼 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑟𝑒𝑘𝑡𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑑𝑒𝑤𝑎𝑛

3.2.2.3. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris (FMEET)

Rapat dewan komisaris mengindikasi tingkatan aktivitas dewan komisaris dan

tingkat komunikasi antar komisaris didalam perusahaan (Sukeecheep dan

Farooque,2013). Vafeas (1999), Xie et al. (2003), Alzo (2012), dan Mohamad et al

(2012) dalam Syahirah (2017) menyatakan semakin tinggi frekuensi rapat dewan

komisaris, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan melakukan manajamen laba

dan semakin tinggi transparansi pengungkapan laporan keuangan. Ada pun proksi

FMEET menggunakan skala rasio diambil dari penelitian Syahirah adalah sebagai

berikut:

FMEET = Frekuensi rapat dewan yang diadakan oleh perusahaan

37
38

3.3.2.4. Ukuran Perusahaan (SIZE)


Ukuran perusahaan dilihat dari besar atau kecilnya suatu perusahaan
(Yunietha dan Palupi, 2017). Skala yang digunakan adalah skala rasio. Variabel ini
diukur dengan menggunakan logaritma natural dari total aset. Proksi SIZE
menggunakan skala rasio diambil dari penelitian Syahirah (2017):

SIZE = Ln Total Aset

3.3.2.5. Leverage (LEV)


Menurut Saftiana et al (2017), leverage adalah jumlah aset perusahaan yang
dibiayai oleh hutang perusahaan, karena itu skala yang digunakan adalah skala rasio.
Adapun proksi untuk menghitung leverage menggunakan skala rasio yang diambil
dari Syahirah (2017):

Total Hutang Jangka Panjang


L EV=
Total Aset

3.3.2.6. ROA
Return on Assets dalam penelitian ini diukur dengan perbandingan antara laba
sebelum bunga dan pajak terhadap total aset (Syahirah, 2017). Rasio Return on Assets
(ROA) menggunakan skala rasio dalam penelitian ini dapat dihitung dengan
persamaan ini menurut Syahirah (2017) :

𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠 𝐵𝑒𝑟𝑜𝑓𝑒 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑛𝑑 𝑇𝑎𝑥


𝑅𝑂𝐴 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
39

3.3.2.7. Arus Kas Operasi (AKO)


Operating cash flow digunakan sebagai indikator kinerja perusahaan, dimana
jika arus kas operasi rendah maka kinerja perusahaan juga rendah (Givoly and Hayn,
2000). Adapun proksi untuk menghitung Arus Kas Operasi (AKO) menggunakan
skala rasio menurut Syahirah (2017) adalah sebagai berikut :

𝑁𝑒𝑡 𝑐𝑎𝑠ℎ 𝑓𝑙𝑜𝑤 𝑖𝑛 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠


𝐴𝐾𝑂 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

3.3.2.8. Komite Audit (KA)

Menurut Nugroho dan Eko (2011) dalam Firnanti (2017) komite audit

dibentuk oleh dewan komisaris sebagai bentuk pengawasan terhadap kinerja

manajemen perusahaan komite audit diukur menggunakan skala rasio menurut

Juhmani (2017) adalah sebagai berikut :

KA = Total komite audit dalam suatu perusahaan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bursa Efek Indonesia

(BEI). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat kuantitatif, berupa

laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia pada periode 2017-2019.


3.5. Metode Analisis Data

Data yang sudah diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya akan diolah

dengan menggunakan beberapa alat uji statistik, yaitu analisis statistik deskriptif, uji

normalitas resdiual, uji asusmsi klasik dan pengujian hipotesis. Pengolahan data pada

penelitian ini menggunakan perangkat lunak IBM SPSS (Statistical Program for

Social Science) versi 25 edisi 9 untuk menganalisis hubungan variabel independen

terhadap variabel dependen.

3.5.1. Statistik Deskriptif

Dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dengan tujuan untuk

memberikan gambaran atau deskripsi dalam suatu data yang dapat dilihat dari nilai

rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis

dan skewness atau kemencengan distribusi (Ghozali, 2018:19).

3.5.2. Uji Normalitas Data Residual

Uji normalitas data untuk melihat apakah model regresi dalam penelitian ini

berdistribusi secara normal atau tidak. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah

data residual berdistribusi normal atau tidak dengan analisis grafik dan uji statistik

(Ghozali, 2018:161). Dalam penelitian ini untuk mendeteksi normalitas data, peneliti

menggunakan metode non grafik dengan melakukan uji statistik Kolmogorov-

Smirnov. Jika hasil pengujian dengan Kolmogorov-Smirnov menghasilkan

40
signifikansi lebih dari sama dengan 0,05 maka data berdistribusi secara normal, tetapi

apabila signifikansi kurang dari 0,05 maka data tidak berdistribusi secara normal.

3.5.2.1. Uji Outlier

Langkah selanjutnya setelah mendapatkan normalitas data adalah mendeteksi

data outlier. Outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat

berbeda jauh dari observasi lainnya dan timbul dalam bentuk nilai ekstrim baik dalam

variabel tunggal atau variabel kombinasi. Berdasarkan Ghozali (2018:40), terdapat

empat peristiwa penyebab terjadinya data outlier: pertama, karena adanya kesalahan

dalam memasukan data, kedua, gagal menspesifikasi adanya missing value dalam

program komputer, ketiga, outlier bukan merupakan populasi yang diambil sebagai

sampel, dan keempat, outlier berasal dari populasi yang kita ambil sebagai sampel,

tetapi distribusi dari variabel dalam populasi tersebut memiliki nilai ekstrim dan tidak

berdistribusi normal.

Deteksi univariate outlier dapat dilakukan dengan cara menentukan nilai batas

yang akan dikategorikan sebagai data outlier dengan cara mengkonversi nilai data

kedalam skor standardized atau z-score. Kriteria z-score untuk menentukan batasan

dari nilai yang akan digunakan dalam penelitian dan kriteria yang dikategorikan

sebagai data outlier dalam penelitian ini adalah 3 sampai dengan 4 (Ghozali,

2018:40).

41
3.5.3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah model regresi dalam penelitian ini

terbebas dari multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

3.5.3.1. Multikolinearitas

Model regeresi yang baik adalah tidak terjadi korelasi antar variabel

independen maka dilakukan uji multikolinearitas untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Multikolonieritas dapat

dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), untuk menunjukkan

variabel independen manakah yang dijelaskan oleh independen lainnya. Nilai cutoff

yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai

Tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan VIF ≥ 10 (Ghozali, 2018:107-108).

3.5.3.2. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homokesdastisitas tetapi apabila pengamatan ke pengamatan lain beda berarti

heterokedastisitas. Model regresi baik apabila tidak terjadi heteroskedastisitas

(Ghozali, 2018:137). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas

dengan melakukan metode non grafik (uji Glejser) dengan tujuan untuk meregresikan

nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika nilai signifikansinya ≥ 0,05

maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

42
3.5.3.3 Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi linear

terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi

yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2018:111).

Untuk mengetahui apakah dalam suatu model terdapat autokorelasi dapat melakukan

pengujian Durbin-Watson (DW) dan uji Lagrange Multiplier (LM test).

Penelitian ini menggunakan Uji autokorelasi dengan Lagrange Multiplier test

terutama digunakan untuk sampel besar diatas 100 observasi. Uji LM akan

menghasilkan statistik Breusch-Godfrey dilakukan dengan regresikan variabel

pengganggu (residual). Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 0,05 apabila sig < 0,05 maka terdapat autokorelasi, jika sig ≥ 0,05 maka tidak

terdapat autokorelasi (Ghozali, 2018:114).

3.5.4 Uji Hipotesis

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression),

yaitu menganalisis secara statistik pengaruh dari masing-masing variabel independen

terhadap variabel dependen. Persamaan regresi berganda dalam penelitian ini:

Manajemen Laba = α0 + 𝛽1 (UDK) + 𝛽2 (DKI) + 𝛽3 (FMEET) + 𝛽4 (SIZE) + 𝛽5 (LEV) + 𝛽6 (ROA) + 𝛽7

(AKO) + 𝛽8 (KA)+ e

Ukuran Dewan Komisaris = UDK

43
Dewan Komisaris Independen = DKI

Frekuensi Rapat Dewan Komisaris = FMEET

Ukuran Perusahaan = SIZE

Leverage =LEV

ROA = ROA

Arus Kas Operasi = AKO

Komite Audit = KA

3.5.4.1. Uji Koefisien Korelasi (R)

Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan linear antara

variabel independen dan variabel dependen. Korelasi tidak menunjukkan hubungan

fungsional atau dengan kata lain analisis korelasi tidak membedakan antara variabel

dependen dan variabel independen (Ghozali, 2018:95-96). Rentangan nilai korelasi

adalah +1 dan -1, artinya +1 adalah korelasi positif, berarti korelasi yang memiliki

hubungan sempurna antar variabel dan -1 adalah korelasi negatif, yang memiliki

hubungan sempurna antar variabel, apabila nilai korelasinya 0 berarti merupakan

korelasi yang tidak terdapat hubungan antar variabel dalam penelitian (Sekaran dan

Bougie 2016, 287). Uji korelasi dilakukan dengan tiga ketentuan, pertama apabila R

> 0,5, maka hubungan antar variabel dependen dengan independen kuat, yang kedua

apabila R < 0,5, maka hubungan antar variabel dependen dengan independen lemah,

44
dan ketiga jika R = 0,5 maka hubungan antar variabel dependen dengan independen

adalah sedang.

3.5.4.2. Uji Koefisien Determinasi ( Adjusted 𝑹𝟐 )

Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien deterninasi adalah antar nol

dan satu. Nilai 𝑅 2 kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen terbatas

untuk menejelaskan variabel dependen. Tetapi jika nilai mendekati satu maka

variabel-variabel independen dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2018:97).

3.5.4.3. Uji F

Uji F dilakukan untuk menguji signifikansi secara keseluruhan terhadap garis

regresi yang diobservasi maupun estimasi, pengujian ini juga untuk mengetahui

apakah variabel dependen berhubungan linear dengan variabel-variabel independen

(Ghozali, 2018:98). Terdapat dua kriteria untuk menentukan apakah model fit atau

tidak, jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka model dinyatakan tidak fit

dilakukan dalam penelitian, tetapi jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka

model fit dilakukan dalam penelitian.

3.5.4.4. Uji t

Uji t untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau

variabel indpenden secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen

(Ghozali, 2018:98). Jika signifikansi kurang dari 0,05 maka variabel independen

45
secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen, tetapi Jika nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 maka variabel independen secara individual tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

46
47

DAFTAR REFERENSI

Syahirah, Norfarah (2017). Board of Directors’ Characteristics and Earnings


Management of Family Owned Companies. International Journal of
Accounting & Business Management. Vol. 5, No. 2.

Juhmani, O. I. "Audit committee characteristics and earnings management: The case


of Bahrain." International Journal of Accounting and Financial Reporting 7.1
(2017): 11-31.

Abbadi, S. S., Hijazi, Q. F., & Al-Rahahleh, A. S. (2016). Corporate governance


quality and earnings management: Evidence from Jordan. Australasian
Accounting, Business and Finance Journal, 10(2), 54-75.

Agustia, Y. P., & Suryani, E. (2018). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Umur


Perusahaan, Leverage, dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba (Studi
Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2014-2016). Jurnal ASET (Akuntansi Riset), 10(1), 71-82.

Almalita, Yuliani. 2017. Pengaruh Corporate Governance dan Faktor lainnya


terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi. Vol. 19, No. 2: 183-
194.

Amertha, I. S. P. (2013). Pengaruh Return on Asset pada Praktik Manajemen Laba


dengan Moderasi Corporate Governance. E-Jurnal Akuntansi, 373-387.

Arifin, Lavenia dan Nicken Destriana. 2016. Pengaruh Firm Size, Corporate
Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap Manajamen Laba. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi. Vol.18, No.1: 84-93.

Aygun, Mehmet, Suleyman Ic & Mustafa Sayim. 2014. The Effects of Corporate
Ownership Structure and Board Size on Earnings Management: Evidence

Chandra, S. M., & Djashan, I. A. (2018). Pengaruh Leverage dan Faktor Lainnya
Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Non-Keuangan. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi, 20(1),13-20.
Eisenhardt, K. M. (1989). Agency theory: An assessment and review. Academy of
management review, 14(1), 57-74.

Febriyanti, A., Sawarjuwono, T., & Pratama, B. A. (2014). Manajemen Laba: Pro-
Kontra Pemaknaan antara Kreditur dan Debitur dalam Proses Pembiayaan
Kredit. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 16(1), 55-68.

Firnanti, F. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan


manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 13(2), 119-
128.

Florencia, F., & Susanty, M. (2019). Tata Kelola Perusahaan, Aliran Kas Bebas dan
Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 21(2), 141-154.

Ghazali, Olga. 2014. Variabel-Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Praktik perataan


Laba Pada Perusahaan Non Keuangan Yangterdaftardi Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 16, No.2:17-28.

Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Givoly, D., & Hayn, C. (2000). The changing time-series properties of earnings, cash
flows and accruals: Has financial reporting become more
conservative?. Journal of accounting and economics, 29(3), 287-320.

Guna, W. I., & Herawaty, A. (2010). Pengaruh mekanisme good corporate


governance, independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap
manajemen laba.

Handayani, R. S., & Rachadi, A. D. (2009). Pengaruh ukuran perusahaan terhadap


manajemen laba. Jurnal bisnis dan akuntansi, 11(1), 33-56.

48
Hastuti, C. S. F., Arfan, M., & Diantimala, Y. (2018). The Influence of Free Cash
Flow and Operating Cash Flow on Earnings Management at Manufacturing
Firms Listed in the Indonesian Stock Exchange. INTERNATIONAL
JOURNAL OF ACADEMIC RESEARCH IN BUSINESS AND SOCIAL
SCIENCES, 8(9).

Hendra, Joni, Heri Koesharjono, and Seger Priantono. 2018. Implication of Good
Corporate Governance and Leverage on Earnings Management. International
Journal of Social Science and Business. Vol. 2, Number 1: 1-9.

Jensen, M. C., & Smith, C. W. (2000). Stockholder, manager, and creditor interests:
Applications of agency theory. Theory of the Firm, 1(1).

Karina dan Sutandi (2019). Pengaruh Return On Asset (Roa), Pertumbuhan Penjualan
(Sales Growth), Dan Leverage Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris
Kaunang, J. M. (2013). Analisis laporan arus kas sebagai alat ukur menilai
kinerja pada Pt. Pegadaian (persero) cabang manado timur. Jurnal EMBA:
Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(3).

knkg-indonesia.org

Marsha, F., & Ghozali, I. (2017). Pengaruh ukuran komite audit, audit eksternal,
jumlah rapat komite audit, jumlah rapat dewan komisaris dan kepemilikan
institusional terhadap manajemen laba (studi empiris perusahaan manufaktur
yang terdaftar di bei tahun 2012-2014). Diponegoro Journal of
Accounting, 6(2), 91-102.

Mayasari, Ayu Yuliandini, and Intan Indah Permatasari. 2019. The Influence of
Corporate Governance, Company Size, and Leverage Toward Earning
Management. Jurnal Akuntansi Trisakti. Vol. 6 No. 1: 19-30.

money.kompas.com/read/2019/07/18/152000526/kasus-garuda-dan-misteri-akuntansi

49
Naftalia, V. C., & Marsono, M. (2013). Pengaruh Leverage Terhadap Manajemen
Laba Dengan Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi (Doctoral
dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

Napitupulu, Rintar H.E. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba


Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Bisnis dan Akuntansi. Vol.14, No.2a, Issue 6: 61-78.

Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar & Kimia yang Terdaftar di
BEI Periode 2014-2017).

Pongoh, M. (2013). Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja Keuangan PT.
Bumi Resources Tbk. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan
Akuntansi, 1(3).

Pradipta, A. (2011). Analisis pengaruh dari mekanisme corporate governance


terhadap manajemen laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 13(2), 93-106.

Pradito, H. I., & Rahayu, S. (2015). Pengaruh Dewan Komisaris Independen,


Ukuranperusahaan Dan Leverage Terhadap Manajemen Laba (studi Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efekindonesia Periode
2011-2013). eProceedings of Management, 2(3).

Pramithasari, A.A. Putu Kendran, dan Gerianta Wirawan Yasa. 2016. The effect of
good corporate governance on earnings management in companies that
perform IPO. The Indonesian Accounting Review. Vol. 6, No. 1: 37 – 44.

Prastiti, A., & Meiranto, W. (2013). Pengaruh karakteristik dewan komisaris dan
komite audit terhadap manajemen laba (Doctoral dissertation, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis).

Saftiana, Yulia, Mukhtaruddin, Krisna winda putri, dan Ika sasti ferina. 2017.
Corporate Governance Quality, Firm Size and Earnings Management:
Empirical Study In Indonesia Stock Exchange. Investment Management and
Financial Innovations. Vol. 16, No.4: 105-120.

50
Sari, Pipit Buana, dan Amik Pratiwi. 2019. Analisis Mekanisme Good Corporate
Governance (GCG) dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada
Perusahaan Automotif Di Bursa Efek Indonesia (Bei). Jurnal Akuntansi Bisnis
& Publik. Vol. 10 No.1.

Scott, W. R. 2015. Finance Accounting theory. 7𝑡ℎ edition. Canada Inc: Pearson
Education.

Sekaran, Uma dan Roger Bougie. 2016. Research Methods for Business. United
Kingdom: John Wiley and Sons. Ltd.

Sekaran, Uma dan Roger Bougie. 2016. Research Methods for Business. United
Kingdom: John Wiley and Sons. Ltd.

Susanto, Yulius Kurnia. (2013). The effect of corporate governance mechanism on


earnings management practice (Case Study on Indonesia Manufacturing
Industry). Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.15, No. 2: 157-167.

Suwito, E., & Herawaty, A. (2012). Analisis pengaruh karakteristik perusahaan


terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Syahirah, Norfarah (2017). Board of Directors’ Characteristics and Earnings


Management of Family Owned Companies. International Journal of
Accounting & Business Management. Vol. 5, No. 2.

Taco, C., & Ilat, V. (2017). Pengaruh Earning Power, Komisaris Independen, Dewan
Direksi, Komite Audit dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba
pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 4(4).

Wardani, O. dan Mulyani S, R. (2019). Pengaruh Pergantian Auditor, Fee Auditor,


Dan Kepemilikan Asing Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
Dengan Spesialisasi Auditor Sebagai Variabel Moderasi. Perspektif
Akuntansi, 2(3), 276-297.

51
Wehantouw, A. B., & Tinangon, J. J. (2015). Analisis Laporan Arus Kas Operasi,
Investasi dan Pendanaan pada PT. Gudang Garam Tbk. Jurnal EMBA: Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 3(1).

Wibowo, L. W., & Herawaty, V. (2019, October). Analisis Kinerja Keuangan Yang
Mempengaruhi Manajemen Laba Dengan Kepemilikan Asing Sebagai
Variabe Moderasi. In Prosiding Seminar Nasional Cendikiawan (pp.2-19).

Widyastuti, T. (2009). Pengaruh struktur kepemilikan dan kinerja keuangan terhadap


manajemen laba: Studi pada perusahaan manufaktur di BEJ. MAKSI, 9.

Yunietha dan Agustin Palupi. 2017. Pengaruh Corporate Governance dan Faktor
Lainnya Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Publik Non Keuangan.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 19, No.1a, Issu 4: 292-303. Jurnal bisnis
dan akuntansi, 12(1), 53-68.

Yushita, A. N. (2010). Earnings Management Dalam Hubungan Keagenan. Jurnal


Pendidikan Akuntansi Indonesia, 8(1), 53-62.

52

Anda mungkin juga menyukai