Anda di halaman 1dari 10

Nama : Chinta Ananda

NIM : 22312244028
Kelas : C

KAJIAN PUSTAKA
PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM 1

A. Topik : Adakah interaksi antara organisme dengan lingkungannya?

B. Tujuan:
Setelah melakukan kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. memerikan jenis tanah atau permukaan lahan lokasi pengamatan
2. memerikan sifat fisik klimatik (suhu&kelembaban tanah, suhu & kelembaban
udara, intensitas cahaya) tanah atau permukaan lahan lokasi pengamatan
3. memerikan sifat khemis (pH dsb.) tanah atau permukaan lahan lokasi
pengamatan
4. menyebutkan jenis-jenis dan spesifikasi vegetasi yang ada di dalam lokasi
pengamatan
5. menyebutkan jenis-jenis dan spesifikasi hewan yang ada di dalam lokasi
pengamatan
6. menjelaskan jenis-jenis asosiasi yang ada di lokasi pengamatan
7. mengaitkan sifat spesifik organisme dengan spesifikasi lingkungannya
1. Kajian Pustaka
Lingkungan meliputi komponen abiotik (faktor-faktor kimiawi dam fisik tak
hidup) seperti suhu, cahaya, air, dan nutrien. Yang juga penting pengaruhnya pada
organisme adalah komponen biotik (hidup). Semua organisme lain merupakan
bagian dari lingkungan suatu individu. Organisme lain bisa berkompetisi dengan
suatu individu untuk mendapatkan makanan dan sumber daya lainnya,
memangsanya, atau mengubah lingkungan fisik dan kimiawi. (Cambell, 2004)
Pernyataan Organisme-organisme hidup dan lingkungan tidak hidupnya
(abiotik) berhubungan erat tak terpisahkan dan saling pengaruh-mempengaruhi satu
sama lain. Satuan yang mencakup semua organisme (yakni "komunitas") di dalam

1
suatu daerah yang saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya sehingga arus
energi mengarah ke struktur makanan, keanekaragaman biotik, dan daur daur bahan
yang jelas (yakni, pertukaran ba han-bahan antara bagian-bagian yang hidup dan
yang tidak hidup) di dalam sistem, merupakan sistem ekologi atau ekosistem. Dari
segi makanan (trophe = makanan) ekosistem memiliki dua komponen (yang
biasanya se cara sebagian-sebagian terpisah dalam waktu dan ruang), komponen
autotrofik (autotrofik memberi makan sendiri), dalam mana pengikatan energi sinar,
penggunaan senyawa-senyawa anorganik sederhana, dan membangun senyawa-
senyawa kompleks yang menonjol, dan komponen heterotrofik (heterotrofik =
memakan yang lainnya), dalam mana pemakaian, pengaturan kembali, dan
perombakan bahan-bahan yang komplekslah yang menonjol. Guna keperluan
deskriptif ada baiknya mengetahui kom ponen-komponen berikut ini yang
merupakan bagian ekosistem:
(1) senyawa-senyawa an organik (C, N, CO2, H2O, dan sebagainya) yang terlibat di
dalam daur-daur bahan;
(2) senyawa-senyawa organik (protein, karbo hidrat, lemak, senyawa hunik dan
sebagai nya) yang menghubungkan biotik dan abio tik;
(3) resim iklim (temperatur dan faktor faktor fisik lainnya);
(4) produsen-produsen, organisme-organisme autotrofik, sebagian besar tumbuhan
hijau, yang mampu membuat (Odum, 1993 : 10)

“Ecologists are mainly concerned with the right side of this organizational
spectrum-especially populations, communities, and ecosystems. Before proceeding,
let's explicitly define each of these important terms:
1. Population: a group of organisms, all of one kind (species), living within a
specific area. We can speak of a population of catfish in a pond, the
population of starlings in Central Park, or the population of mice in your
granddad's barn.
2. Community: all of the populations of organisms that exist and interact in a
given area. The community includes the entire living (biotic) com ponent of
an area. For instance, a desert community refers to all the plants, animals,
and microbes living in a specific desert area.

2
3. Ecosystem: a community and the related nonliving environment inter
acting together as a whole. To the biotic component we now add the
abiotic component of the external environment, thus making a relatively
self-sustaining system. When we consider a desert community plus its soil,
climate, temperature, water, mineral cycles, and sunlight, we are studying
a desert ecosystem.” (Sutton, 1973 : 12)

Ahli ekologi terutama memperhatikan sisi kanan spektrum organisasi ini—


terutama populasi, komunitas, dan ekosistem. Sebelum melanjutkan, mari kita
definisikan secara eksplisit masing-masing istilah penting ini:
1. Populasi: sekelompok organisme, semua dari satu jenis (spesies), yang hidup
dalam area tertentu. Kita dapat berbicara tentang populasi ikan lele di kolam,
populasi burung jalak di Central Park, atau populasi tikus di lumbung kakek
Anda.
2. Komunitas: semua populasi organisme yang ada dan berinteraksi di suatu
daerah tertentu. Komunitas mencakup seluruh komponen hidup (biotik) suatu
daerah. Misalnya, komunitas gurun mengacu pada semua tanaman, hewan,
dan mikroba yang hidup di daerah gurun tertentu.
3. Ekosistem: komunitas dan lingkungan tak hidup terkait yang saling
berinteraksi secara keseluruhan. Pada komponen biotik kita sekarang
menambahkan komponen abiotik dari lingkungan eksternal, sehingga
membuat sistem yang relatif mandiri. Ketika kita mempertimbangkan
komunitas gurun ditambah tanah, iklim, suhu, air, siklus mineral, dan sinar
matahari, kita sedang mempelajari ekosistem gurun.
Ketika kita mempertimbangkan semua organisme hidup di atau di sekitar bumi, kita
sedang melihat biosfer. (Sutton, 1973 : 12)

3
Gambar 1. Savana.
(Sumber : Cambell, 2004 : 289)

Savana Kenya ini merupakan tempat di mana herbivora besar dan predator
(pemangsa)-nya terlihat dengan jelas. Sesungguhnya, herbivora yang dominan di sini
dan pada savana lain adalah serangga, khususnya semut dan rayap. Rumput dan pohon
yang terpencar-pencar merupakan tumbuhan yang dominan. Kebakaran merupakan
komponen abiotik penting, dan spesies tumbuhan yang dominan adalah spesies yang
sudah beradaptasi dengan kebakaran, Pertumbuhan rumput-rumputan dan forb
(tumbuhan kecil berdaun lebar) yang sangat cepat selama musim hujan menyediakan
sumber makanan yang banyak bagi hewan. Akan tetapi, mamalia pemakan rumput
besar harus) bermigrasi ke padang rumput yang lebih hijau dan menyebar mencari
sumber air seluma periode musim kemarau.

4
Gambar 1. Gurun.
(Sumber : Cambell, 2004 : 290)

Burun Curah hujan yang sedikit (kurang dari 30 cm per tahun) sangat
menentukan bahwa suatu daerah akan menjadi sebuah gurun, Beberapa gurun memiliki
suhu permu kaan tanah di atas 60°C selama siang har Gurun lainnya, seperti gurun di
sebelah barat Rocky Mountain dan di Asia tengah, retase dingin. Gurun Sonoran di
sebelah selatan An zona (yang ditunjukkan di sini) ditandai oleh kaktus raksasa saguaro
dan semak berakar dalam. Adaptasi evolusioner tumbuhan dan hewan gurun meliputi
sekumpulan mekanis me yang luar biasa yang dapat menyimpan air. Struktur "lipatan
(pleated) kaktus saguaro pada foto ini memungkinkan tumbuhan terabut mengembang
ketika tumbuhan tersebut me nyerap air selama periode basah Beberapa mencit gurun
tidak pernah minum, tetapi men dapatkan semua kebutuhan aimya dan perom bakan
metabolik biji-bijian yang dimakannya. Banyak tumbuhan gurun juga mengandaikan
fotosintesis CAM, suatu adaptasi metabolik untuk menghemat air dalam lingkungan
kering. Adaptasi protektif yang meng halangi pemakanan oleh mamalia dan serangga,
seperti duri pada kaktus dan racun pada daun semak juga umum ditemukan pada
tumbuhan gurun.
Faktor-faktor Abiotik Utama

1. Suhu.
Suhu lingkungan merupakan faktor penting dalam per sebaran organisme
karena pengaruhnya pada proses biologis dan ketidakmampuan sebagian besar
organisme untuk mengatur suhu tubuhnya secara tepat. Sel bisa pecah jika air
yang terdapat di dalamnya membeku pada suhu di bawah 0°C, dan protein pada
sebagian besar organisme akan mengalami denaturasi pada suhu di atas 45°C.
Selain itu, sejumlah organisme dapat memper tahankan suatu metabolisme yang
cukup aktif pada suhu yang sangat rendah atau pada suhu yang sangat tinggi.

2. Air.
Sifat-sifat air yang unik berpengaruh pada organisme dan lingkungannya. Air
sangat penting bagi kehidupan, tetapi ketersediaannya bervariasi secara dramatis

5
di berbagai habitat. Organisme air tawar dan air laut hidup terendam di dalam
suatu lingkungan akuatik, tetapi organisme tersebut menghadapi permasalahan
keseimbangan air jika tekanan osmosis intraselulernya tidak sesuai dengan
tekanan osmosis air di sekitarnya.

3. Cahaya Matahari.
Matahari memberikan energi yang meng gerakkan hampir seluruh ekosistem,
meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik lain yang menggunakan
sumber energi ini secara langsung.

4. Angin.
Angin memperkuat pengaruh suhu lingkungan pada organisme dengan cara
meningkatkan hilangnya panas melalui penguapan (evaporasi) dan konveksi
(faktor wind-chill atau pen dinginan oleh angin). Angin juga menyebabkan
hilangnya air di organisme dengan cara meningkatkan laju penguapan pada
hewan dan laju transpirasi pada tumbuhan.
5. Batu dan Tanah.
Struktur fisik, pH, dan komposisi mineral batuan serta tanah akan membatasi
persebaran tumbuhan dan hewan yang memakannya, sehingga menjadi salah
satu penyebab timbulnya pola mengelompok pada area tertentu yang acak
(patchiness) pada ekosistem terestrial yang sering kita lihat. Pada aliran sungai,
komposisi substrat dapat mempengaruhi faktor kimiawi dalam air, yang
selanjutnya akan mempengaruhi tumbuhan dan hewan penghuni ekosistem
akuatik. Pada lingkungan laut struktur substrat dalam zona pasang-surut
(intertidal zone) dan dasar laut menentukan jenis organisme yang dapat me
nempel atau meliang dalam habitat seperti itu.

6. Gangguan Periodik.
Gangguan yang sangat merusak seperti kebakaran, badai, tornado, dan letusan
gunung berapi dapat meng hancurkan komunitas biologis. Setelah adanya
gangguan yang merusak, daerah akan dikolonisasi ulang oleh organisme yang
selamat dari bencana, akan tetapi struktur komunitas akan meng alami suatu

6
suksesi perubahan selama proses pemulihan. Beberapa gangguan, seperti letusan
gunung berapi, merupakan gangguan yang jarang terjadi dan tidak dapat
diprediksi me nurut waktu dan ruang, sehingga organisme tidak memiliki
adaptasi evolusioner untuk menghadapinya. (Campbell, 2004 : 273-274)

Jenis-jenis tanah yang ada di dunia berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya
tergantung pada lingkungan yang ada di dalam daerah tersebut.
1. Tanah Aluvial
Tanah aluvial merupakan jenis tanah yang terjadi karena endapan lumpur biasanya
yang terbawa karena aliran sungai. Tanah ini biasanya ditemukan dibagian hilir
karena dibawa dari hulu. Tanah ini biasanya bewarna coklat hingga kelabu. Tanah
ini sangat cocok untuk pertanian baik pertanian padi maupun palawija seperti
jagung, tembakau dan jenis tanaman lainnya karena teksturnya yang lembut dan
mudah digarap sehingga tidak perlu membutuhkan kerja yang keras untuk
mencangkulnya. Tanah ini banyak tersebar di Indonesia dari sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, papua dan jawa.

2. Tanah Andosol
Tanah andosol merupakan salah satu jenis tanah vulkanik dimana terbentuk karena
adanya proses vulkanisme pada gunung berapi. Tanah ini sangat subur dan baik
untuk tanaman. Warna dari tanah andosol coklat keabu-an. Tanah ini sangat kaya
dengan mineral, unsure hara, air dan mineral sehingga sangat baik untuk tanaman.
Tanah ini sangat cocok untuk segala jenis tanaman yang ada di dunia. persebaran
tanah andosol biasanya terdapat di daerah yang dekat dengan gunung berapi. Di
Indonesia sendiri yang merupakan daerah cincin api banyak terdapat tanah andosol
seperti di daerah jawa, bali, sumatera dan nusa tenggara.
3. Tanah Entisol
Tanah entisol merupakan saudara dari tanah andosol namun biasaya merupakan
pelapukan dari material yang dikeluarkan oleh letusan gunung berapi seperti debu,
pasir, lahar, dan lapili. Tanah ini juga sangat subur dan merupakan tipe tanah yang
masih muda. Tanah ini biasanya ditemukan tidak jauh dari area gunung berapi bisa
berupa permukaan tanah tipis yang belum memiliki lapisan tanah dan berupa

7
gundukan pasir seperti yang ada di pantai parangteritis Jogjakarta. Persebaran tanah
entisol ini biasanya terdapat disekitar gunung berapi seperti di pantai parangteritis
Jogjakarta, dan daerah jawa lainnya yang memiliki gunung berapi.

4. Tanah Grumusol
Tanah grumusol terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan tuffa vulkanik.
Kandungan organic di dalamnya rendah karena dari batuan kapur jadi dapat
disimpulkan tanah ini tidak subur dan tidak cocok untuk ditanami tanaman. Tekstur
tanahnya kering dan mudah pecah terutama saat musim kemarau dan memiliki
warna hitam. Ph yang dimiliki netral hingga alkalis. Tanah ini biasanya berada di
permukaan yang tidak lebih dari 300 meter dari permukaan laut dan memiliki
bentuk topografi datar hingga bergelombang. Perubahan suhu pada daerah yang
terdapat tanah grumusol sangat nyata ketika panas dan hujan. Persebarannya di
Indonesia seperti di Jawa Tengah (Demak, Jepara, Pati, Rembang), Jawa Timur
(Ngawi, Madiun) dan Nusa Tenggara Timur. Karena teksturnya yang kering maka
akan bagus jika ditanami vegetasi kuat seperti kayu jati.

5. Tanah Humus
Tanah humus merupakan tanah yang terbentuk dari pelapukan tumbuh-tumbuhan.
Mengandung banyak unsur hara dan mineral dan sangat subur. Tanah Humus sangat
baik untuk melakukan cocok tanam karena kandungannya yang sangat subur dan
baik untuk tanaman. Tanah ini memiliki unsur hara dan mineral yang banyak karena
pelapukkan tumbuhan hingga warnanya agak kehitam. Tanah ini terdapat di daerah
yang ada banyak hutan. Persebarannya di Indonesia meliputi daerah Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Papua dan sebagian wilayah dari Sulawesi.

6. Tanah Inceptisol
Inceptol terbentuk dari batuan sedimen atau metamorf dengan warna agak
kecoklatan dan kehitaman serta campuran yang agak keabu-abuan. Tanah ini juga
dapat menopang pembentukan hutan yang asri. Ciri-ciri tanah ini adalah adanya
horizon kambik dimana horizon ini kurang dari 25% dari horizon selanjutnya jadi
sangatlah unik. Tanah ini cocok untuk perkebunan seperti perkebunan kelapa

8
sawit.Serta untuk berbagai lahan perkebunan lainnya seperti karet. Tanah inseptisol
tersebar di berbagai derah di Indonesia seperti di sumatera, Kalimantan dan papua.

7. Tanah Laterit
Tanah laterit memiliki warna merah bata karena mengandung banyak zat besi dan
alumunium. Di indonesia sendiri tanah ini sepertinya cukup fimiliar di berbagai
daerah, terutama di daerah desa dan perkampungan. Tanah laterit termasuk dalam
jajaran tanah yang sudah tua sehingga tidak cocok untuk ditanami tumbuhan apapun
dan karena kandungan yang ada di dalamnya pula. Persebarannya sendiri di
Indonesia meliputi Kalimantan, Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

8. Tanah Latosol
Jenis tanah ini juga salah satu yang terdapat di Indonesia, tanah ini terbentuk dari
pelapukan batuan sedimen dan metamorf. Ciri-ciri dari tanah latosol adalah
warnanya yang merah hingga kuning, teksturnya lempung dan memiliki solum
horizon. Persebaran tanah litosol ini berada di daerah yang memiliki curah hujan
tinggi dan kelembapan yang tinggi pula serta pada ketinggian berkisar pada 300-
1000 meter dari permukaan laut. Tanah latosol tidak terlalu subur karena
mengandung zat besi dan alumunium. Persebaran tanah latosol di daerah Sulawesi,
lampung, Kalimantan timur dan barat, Bali dan Papua.
9. Tanah Litosol
Tanah litosol merupakan tanah yang baru mengalami perkembangan dan merupakan
tanah yang masih muda. Terbentuk dari adanya perubahan iklim, topografi dan
adanya vulkanisme. Untuk mengembangkan tanah ini harus dilakukan dengan cara
menanam pohon supaya mendapatkan mineral dan unsur hara yang cukup. tekstur
tanah litosol bermacam-macam ada yang lembut, bebatuan bahkan berpasir.
Biasanya terdapat pada daerah yang memiliki tingkat kecuraman tinggi seperti di
bukit tinggi, nusa tenggara barat, Jawa tengah, Jawa Barat dan Sulawesi.
10. Tanah Kapur
Seperti dengan namanya tanah kapur berasal dari batuan kapur yang mengalami
pelapukan. Karena terbentuk dari tanah kapur maka bisa disimpulkan bahwa tanah
ini tidak subur dan tidak bisa ditanami tanaman yang membutuhkan banyak air.

9
Namun jika ditanami oleh pohon yang kuat dan tahan lama seperti pohon jati dan
pohon keras lainnya. Tanah kapur tersebar di daerah yang kering seperti di gunung
kidul Yogyakarta, dan di daerah pegunungan kapur seperti di Jawa Tengah, Jawa
Barat, Nusa Tenggara Timur. (Universitas Negeri Medan, 2021)

2. Daftar Pustaka
Campbell N, A. 2004. Biology Edisi kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga
Odum, Eugene. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga. Yogyakarta : GADJAH
MADA UNIVERSITY PRESS
Sutton, David. B, Harmon, N .P. 1973. Ecology : Selected concept. United states of
America : John Wiley & Sons
Admin. 2021. Jenis Tanah. Medan : Universitas Negeri Medan

10

Anda mungkin juga menyukai