Khutbah Tentang Isra Mi'raj
Khutbah Tentang Isra Mi'raj
Saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada Anda semua, mari kita meningkatkan takwa
kita kepada Allah SWT dengan berusaha sekuat tenaga melaksanakan semua perintah-Nya serta
menjauhi larangan-laranga--Nya.
Telah maklum bahwa kita semua telah memasuki bulan Rajab, bulan yang mulia. Nabi
Muhammad dalam memperhatikan bulan Rajab sampai memanjatkan doa yang sebagaimana
diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik dalam Musnad Ahmad:
يِف ِ
َ َأللَّ ُه َّم بَار ْك لَنَا ْ َر َج
َ ب َو َش ْعبَا َن َو َبلِّ ْغنَا َر َم
ضا َن
“Ya Allah, semoga Engkau memberkahi kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, semoga Engkau
pertemukan kami dengan bulan Ramadlan.” Seolah-olah bulan Rajab merupakan persiapan awal
untuk menyambut bulan Ramadlan. Ia menjadi tonggak dari rangkaian ibadah-ibadah penting
pada bulan yang jatuh setelahnya, yaitu bulan Sya’ban dan Ramadlan.
“Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan untuk menyirami, dan Ramadlan adalah
bulan panen.”
Maka dari itu, marilah kita gunakan bulan Rajab ini dengan sebaik-baiknya dengan
memperbanyak amal saleh, istighfar, sedekah, puasa dan lain sebagainya.
Sebagaimana kisah yang telah masyhur, pada bulan Rajab juga terdapat peristiwa ajaib dan
mengagumkan, berupa isra’ wal mi’raj, perjalanan nabi dari Masjidil Haram sampai Masjidil
Aqsha kemudian menuju Sidratul Muntaha. Berikut beberapa kisah yang dapat kita petik dari
cerita Isra’ dan Mi’raj tersebut. Pertama, Isra’ dan Mi’raj adalah perkara yang haq karena sharih
(sangat jelas dan eksplisit) disebutkan dalam Al-Qur’an, sebuah kejadian yang pasti terjadi, pasti
benar, tak ada keraguan sama sekali meskipun akal manusia tidak dapat menjangkau.
Semua hal aneh ini terjadi dalam rangka menguji dan mengukur ketebalan iman seseorang, sebab
manusia tersesat adalah orang yang hanya mengukur sebuah kebenaran hanya bersandar pada
akal semata. Kita harus menghindari arus pemikir yang hanya membanggakan akal dengan
mengesampingkan kekuatan Allah yang lain. Karena tidak mustahil jika pola pikir demikian
dilestarikan akan menjadikan ajaran agama yang tidak cocok dengan akal akan ditolak dan
diingkari, na’udzubillahi min dzalik. Padahal model demikian adalah cara pandang iblis. Iblis itu
disifati dengan اس ال ِّديْنَ بِ َرْأيِ ِه
َ َ( َأ َّو ُل َمنْ قmakhluk yang pertama kali mengukur kebenaran agama
dengan akalnya sendiri).
Kedua, sebelum Nabi Muhammad menghadap Allah SWT (mi’raj), beliau dibedah dadanya,
dibersihkan hatinya meskipun hati Nabi sebenarnya sudah pasti bersih karena beliau ma’shum
(suci dari dosa). Sebagaimana yang ditulis pengarang Simthut Durrar, Habib Ali Al Habsyi:
ِ ِ ِ
ُ َألماَل ُك م ْن َق ْلبِه َأ َذى َولَكن
َّه ْم َز ُاد ْوهُ طُ ْهًرا َعلَى طُ ْه ٍر ْ َْأخَر َج ال
ْ َو َما
“Malaikat tidak menghilangkan kotoran dari hati Nabi, tetapi agar hati yang suci semakin
menjadi suci”.
Pembersiahan hati ini dilakukan sebelum Rasulullah menerima tugas shalat lima waktu. Ini juga
pelajaran bagi kita sebagai umatnya yang banyak dosa bahwa saat akan menghadap Allah SWT
hendaknya lebih dahulu kita bersihkan hati kita masing-masing. Maksudnya, apabila kita shalat
harus dimulai dengan hati yang suci, khusyu’ tidak memikirkan bab dunia. Sampai Allah SWT
َّ " َأقِ ْي ُم ْواtidak " َالص اَل ة
berfirman menggunakan lafadz " َالص اَل ة َّ " اِ ْف َعلُ ْوا. Iqâmatusshalâh tidak sama
dengan fi’lusshalâh. Fi’lusshalâh yang penting melakukan rukun dan syarat shalat sudah disebut
fi’lusshalâh.
Melaksanakan shalat dengan menjalankan syarat-rukun shalat yang dhahir dan syarat-rukun
shalat yang bathin, yaitu khusyu’.
َ ِصاَل ت
"ك؟ ِ َ ف تَ ْخ
َ ش ُع ف ْي َ " َك ْي
Maka ia menjawab:
يِن ِ ِ
ْ َأُق ْو ُم َو ُأ َكِّب ُر للصَّاَل ة َو َأخَتَيَّ ُل الْ َك ْعبَةَ ََأم َام َعْي
Aku membayangkan Shirath di bawah telapak kakiku, surga ada di sebelah kananku, neraka ada
di sebelah kiriku dan malakul maut ada di belakangku.
Hadirin hafidzakumullah,
Dengan keterangan tadi, kita semua dapat memahami bahwa shalat yang dimaksud dalam Al-
itu bukan shalat biasa, tidak hanya fi’lusshalâh namun harusتَ ْن َه ْى ع َِن ا ْلفَ ْخ َش اِء َوالم ْن َك ِر Qur’an yang
Iqâmatussahlâh, shalat yang benar-benar khusyu’, hudlûr dan hati suci.
Semoga kita semua, dan keluarga kita dapat menjadi semakin baik, dimudahkan dalam
melaksanakan semua perintah Allah SWT, mendapat ridha Allah SWT dan akhirnya masuk
surga-Nya. Amin.
Khutbah II