Anda di halaman 1dari 6

Assalamua’laikum warohmatullahi wabarokatuh Bapak HANAFI, M.

Pd & Rekan- rekan


Mahasiswa

Izin menanggapi topik diskusi 2 sebagai berikut :

SOAL :

Mengapa di Indonesia terdapat Program Keaksaraan dan Program Taman Bacaan


Masyarakat? Kaitkan dengan KETENTUAN PADA PASAL 1 AYAT 10 UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003

A. Program Keaksaraan

Keaksaraan adalah alat yang diperlukan untuk partisipasi yang efektif dalam kehidupan
sosial dan ekonomi, yang mengarah pada pengembangan sumber daya manusia dan
pengentasan kemiskinan. Keaksaraan sangat erat kaitannya dengan peradaban manusia karena
kemampuan membaca dan menulis merupakan bahasa ibu setiap bangsa (Widayati &
Widayanti, 2012).

Keaksaraan membantu membentuk budaya sesuai dengan keinginan masyarakat. Oleh


karena itu, budaya membentuk Keaksaraan dan Keaksaraan juga membentuk budaya.
Keaksaraan diartikan sebagai pengetahuan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan setiap
orang di dunia yang berubah dengan cepat, yang merupakan hak asasi manusia (Napitupulu
dalam Imawan, 2010),

Hatimah dan Sadri (2022) menyatakan bahwa keaksaraan merupakan hal atau keadaan
mengenai aksara yang mencakup membaca, menulis, berhitung serta berkomunikasi secara
fungsional yang memungkinkan untuk secara terus-menerus mengembangkan kompetensi
seseorang sehingga dapat meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya. Sehingga Pendidikan
keaksaraan dapat usaha untuk membimbing dan membelajarkan pengetahuan mengenai
keaksaraan agar bermanfaat bagi dirinya.

UNESCO mendefinisikan (Agussani, 2020) keaksaraan atau melek aksara sebagai


kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis kalimat sederhana yang dibutuhkan atau
dikenal dalam kehidupan sehari- hari.

Program pendidikan keaksaraan adalah salah satu bentuk layanan Pendidikan Non Formal
bagi masyarakat yang belum dan ingin memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
(calistung) yang bersifat fungsional bagi kehidupannya.

Coombs mengatakan (Agussani, 2020) bahwa pendidikan keaksaraan merupakan


kebutuhan dasar yang memiliki daya ungkit bagi pembangunan masyarakat pedesaan di
negara-negara berkembang.
Menurut John Hunter (Agussani, 2020) ada tiga kategori dasar tentang definisi keaksaraan,
dimana setiap kategori didasari oleh asumsi yang sangat berbeda dari peran keaksaraan dalam
kehidupan masyarakat, yaitu:

a. Literacy as set basic skill, abilities or competencies (keaksaraan merupakan seperangkat


keterampilan dan kemampuan atau kompetensi dasar);
b. Literacy as the necessary foundation for higher quality of life (Keaksaraan sebagai dasar
yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik);
c. Literacy as reflection of political and structural realities (Keaksaraan merupakan refleksi
dari kebijakan dan kenyataan struktural).

Seseorang memiliki kemampuan keaksaraan fungsional jika seseorang tersebut dapat


terlibat dalam aktivitas dimana kemampuan keaksaraan merupakan prasyarat sebagai fungsi
yang efektif, sebagai dasar untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
Pada pelaksanaannya bahwa keaksaraan fungsional adalah sebuah pendekatan dalam
menerampilkan warga belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) yang diintegrasikan
dengan kegiatan ekstra yang dibutuhkan, sehingga pada akhirnya warga belajar bukan hanya
cakap calistung tetapi dengan hasil belajarnya dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.

Untuk menjamin agar pengetahuan yang diajarkan dalam suatu pembelajaran keaksaraan
benar-benar fungsional sesuai dengan kebutuhan perorangan warga belajar atau masyarakat,
maka kriteria atau ukuran pembelajaran keaksaraan berikut perlu diperhatikan:

a. Kesadaran, warga belajar baik perseorangan atau kelompok hendaklah didasarkan terhadap
keadaan dimana mereka hidup dan bekerja. Mereka perlu dimotivasi untuk membuat suatu
analisis tentang faktor-faktor yang berperan pada masalah yang mereka hadapi dan
didorong untuk memikirkan cara-cara yang mungkin digunakan sehingga mereka terbantu
untuk mengubah situasi mereke ke arah yang lebih baik;
b. Fungsionalitas, program keaksaraan hendaklah berkaitan secara praktis dengan lingkungan
hidup, pekerjaan dan situasi keluarga warga belajar;
c. Fleksibilitas, program keaksaraan hendaklah memungkin-kan untuk dimodifikasi,
ditambah dan dikurangi sehingga menjadi responsive terhadap kebutuhan warga belajar
dan persyaratan lingkungan hidup;
d. Keanekaragaman, hendaknya program keaksaraan cukup beragam untuk dapat
menampung minat dan kebutuhan kelompok tertentu;
e. Ketetapan hubungan belajar, pengalaman dan kemampuan potensi dari warga belajar orang
dewasa dan kebutuhannya hendaklah mempengaruhi hubungan tutor dan warga belajar,
dibangun pada hal-hal yang telah diketahui dan dapat dilakukan oleh warga belajar;
Berorientasi tindakan, program keaksaraan hendaklah bertujuan untuk memobilisasi warga
belajar melakukan tindakan atau berbuat untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Pendidikan keaksaraan merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan nonformal bagi
masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003
pada pasal 26 ayat 3, disebutkan bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan
keaksaraan diselenggarakan untuk memberikan layanan pendidikan yang memenuhi standar
kelayakan mutu, proses, hasil, dan dampak sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Layanan pendidikan keaksaraan diperuntukkan bagi semua orang yang
belum melek aksara dan melek aksara parsial untuk penguasaan keberaksaraan serta bagi
aksarawan baru untuk pemeliharaan keberaksaraan (Widayati & Widayanti, 2012).

Munculnya pendidikan keaksaraan, dilatarbelakangi adanya kekhawatiran terkait


banyaknya warga keaksaraan yang hingga saat ini belum dapat dituntaskan. Hal ini
menyebabkan mereka akan kesulitan mengakses segala informasi yang berdampak kearah
modernisasi dan akan merugikan dirinya sendiri. Berdasarkan Education For All Global
Monitoring Report tahun 2005, Indonesia merupakan Negara ke-8 dengan populasi buta huruf
terbesar di dunia, yakni sekitar 18,4 juta orang buta huruf di Indonesia (Hamid, 2011: 7).
Sedangkan jika diukur dari human development index (HDI), angka keaksaraan meningkat dari
0,619 pada tahun 1990 menjadi 0,692 pada tahun 2002, namun peningkatan angka keaksaraan
menjadi 95 persen pada tahun 2009, dimana HDI Indonesia meningkat secara signifikan (Fasli,
2006: 2). Melihat keadaan demikian, harapan pemerintah cukup tinggi untuk mewujudkan
pendidikan keaksaraan agar warga bebas dari buta aksara dan bisa melanjutkan pendidikan
berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

B. Taman Bacaan Masyarakat

Taman Bacaan Masyarakat atau dikenal dengan singkatan TBM adalah perpustakaan skala
kecil yang dikenal sebagai sudut baca, rumah baca, rumah pintar, dan sebagainya. Dalam
petunjuk teknis TBM yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TBM
adalah lembaga yang mempromosikan kebiasaan membaca yang menyediakan ruang untuk
membaca, berdiskusi, membaca buku, menulis, dan kegiatan serupa lainnya, yang dilengkapi
dengan bahan bacaan, seperti buku, majalah, tabloid, surat kabar, komik, dan materi
multimedia lainnya, dan didukung oleh sumber daya manusia yang bertindak sebagai
motivator. Keberadaan TBM bertujuan untuk membantu pengembangan masyarakat di daerah-
daerah yang sulit dijangkau oleh lembaga pendidikan formal dan perpustakaan umum.

Taman bacaan masyarakat merupakan sebuah wadah yang didirikan oleh perseorangan
maupun kelompok untuk menyediakan tempat masyarakat membaca dan melakukan kegiatan
literasi lainnya. Taman bacaan masyarakat atau yang biasa disingkat sebagai TBM adalah
program yang telah dicanangkan sejak tahun 1992. Sarana ini sebagai bentuk kebijakan
lanjutan dari pembaharuan program taman pustaka rakyat yang sudah lebih dahulu hadir pada
tahun 1950-an. Program pengembangan budaya baca dipandang sangat penting kaitannya
dengan upaya merealisasikan idealisme Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang mengamanatkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2014:23), orang yang membaca di Indonesia
hanya 20%, sementara 80% lainnya lebih suka menonton televisi (TV) dan mendengarkan
radio. Berbeda dengan negara maju di dunia, seperti di Amerika Serikat, wajib baca buku setiap
sekolah 30 buku, di Indonesia 0%. Pada tahun 2012, UNESCO mencatat indeks minat baca
Indonesia baru mencapai 0,0001. Artinya, dalam setiap 1.000 orang Indonesia hanya ada satu
orang yang mempunyai minat baca. Kemudian angka melek huruf orang dewasa Indonesia
hanya 65,5%, sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4%. Negara disebut maju dan
bekembang apabila masyarakatnya memiliki minat baca yang tinggi dengan dibuktikan dari
jumlah buku yang diterbitkan dan jumlah perpustakaan yang ada di negera tersebut.

Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya kegiatan TBM ini adalah membangkitkan dan
meningkatkan minat baca sehingga tercipta masyarakat yang cerdas, menjadi sebuah wadah
kegiatan belajar masyarakat. pengelola TBM harus benar-benar orang yang rela berkorban dan
iklas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pengelola TBM dan pustakawan TBM
biasanya di sebut sebagai relawan-relawan karena mereka memang tidak dibayar, untuk itulah
pengelola TBM harus benar-benar bisa mencari peluang agar TBM yang dikelolanya bisa terus
berjalan. Mendirikan TBM harus benar-benar dilandasi oleh kepedulian dan kasih sayang untuk
membangun masyarakat sekitar.

C. Keterkaitkan Program keaksaraan dan Program Taman bacaan Masyarakat dengan


KETENTUAN PADA PASAL 1 AYAT 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003

Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pada Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 10 tercantum bahwasanya :

“Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan


pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan”.

Hal tersebut menerangkan bahwa pendidikan untuk seseorang tidak semata-mata diperoleh
melalui sekolah saja, namun juga dapat diperoleh dengan cara belajar di luar sekolah yang lebih
cenderung dilaksanakan pada lingkungan masyarakat (Hatimah & Sadri, 2022).

Dengan demikian pemerintah memberikan keleluasaan dalam memberikan layanan


pedidikan, bagi warga Negara yang tidak mampu menempuh pendidikan formal, warga masih
bisa mengikuti pendidikan di jalur nonformal dan in formal. Namun sejalan dengan Tujuan
Pendidikan Nasional, dan berbagai upaya pemerintah dalam mencerdaskan warga Negara,
masih banyak menghadapi berbagai hambatan terutama kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya membaca dan faktor ekonomi yang mengharuskan warga Negara banyak
menghabiskan waktu untuk bekerja.
Walaupun pemerintah telah Membuat Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pada
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 10 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Namun Program
pendidikan keaksaraan mulai dilaksanakan pada tahun 2006 sebagai dasar atas gerakan
pemberantasan buta aksara. Tujuan dari adanya pendidikan keaksaraan adalah mengupayakan
agar warga terbebas dari buta aksara dan menjadi generasi berpengetahuan yang mampu
bersaing dengan dunia pendidikan.

Dengan, maka pemerintah memberikan perlindungan dan dukungan dengan berbagai


Program keaksaraan dan Taman Bacaan Masyarakat.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Keterkaitkan Program keaksaraan dan
Program Taman bacaan Masyarakat dengan KETENTUAN PADA PASAL 1 AYAT 10
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 merupakan
upaya dukungan dan perlindungan Pemerintah atas Warga Negara yang mau melaksanakan
program keaksaraan dan Program Taman bacaan Masyarakat demi tercapainya tujuan
pendidikan Nasional.

Sumber Referensi :

Wulandari, R., W., & Maryani, N. (2019). Mendorong Partisipasi Peserta Program
Pemberantasan Buta Aksara (Pba) Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya.
Jurnal Qardhul Hasan : Media Pengabdian kepada Masyarakat, 5(1), 38-45.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG


SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Widayati, Tri & Widayanti, Sihombing, Dollar, O. (2012). Pengembangan Bahan Belajar
Keaksaraan Berbasis Cerita Rakyat Kutai Kalimantan Timur. Jurnal Ilmiah VISI P2TK
PAUD NI : Pamong Belajar UPTD Pengembangan Kegiatan Belajar Prov. Kalimantan
Timur, Vol. 7, No.1

Saepudin, Asep. Mentari, Nisa, Bunga. 2016. Menumbuhkan Minat Baca Masyarakat Melalui
Taman Bacaan Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi. Departemen Pendidikan Luar
Sekolah Univesitas Pendidikan Indonesia.

Wijayanti, Yuli. 2013. Makna Pendidikan Keaksaraan. Universitas Negeri Surabaya.


https://media.neliti.com/media/publications/247572-makna-pendidikan-keaksaraan-
konstruksi-s-4e2525f0.pdf Diunduh 30 April 2023

Ahmad, Zulqarni, Waiz. 2022. Taman Bacaan Masyarakat Ibnu Hajar, Berdiri dan
Berdikari. https://sohib.indonesiabaik.id/article/taman-bacaan-masyarakat-
k16FI#:~:text=Taman%20bacaan%20masyarakat%20atau%20yang,hadir%20pada%20t
ahun%201950%2Dan. Diunduh 30 April 2023
Sekian dari saya, apabila ada kesalahan saya mohon maaf, dan terima kasih.

Wassalamua’laikum warohmatullahi wabarokatuh

Anda mungkin juga menyukai