Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi

Menurut Weiner dalam (Nursalam 2019) Motivasi didefinisikan

selaku kondisi dalam diri seseorang yang membangkitkan kita untuk

berperan maupun mendorong kita untuk mencapai tujuan yang ingin

dicapai dan membuat kita tertarik dalam kegiatan tertentu.

Motivasi bisa disebut juga sebagai dorongan internal maupun

eksternal dalam diri seorang yang di indikasikan dengan terdapatnya

hasrat untuk melaksanakan aktivitas, dorongan dan kebutuhan untuk

harapan dan cita- cita, penghargaan, penghormatan atas diri, lingkungan

yang baik, dan aktivitas yang menarik (Hamzah Uno, 2017) dalam

(Nursalam 2019).

Motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri

seseorang yang mengarahkan dalam melakukan tindakan yang bertujuan

mencapai suatu hasil yang diinginkan. Motivasi merupakan hal penting

yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung agar mau bekerja

lebih giat dan antusias menggapai hasil yang optimal. Dengan begitu,

motivasi merupakan dasar bagi seseorang dalam memasuki sebuah

organisasi, yaitu dalam rangka usaha seseorang dalam mencukupi


berbagai kebutuhannya, baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan

berbagai kebutuhan lainnya yang sangat kompleks (Cahyani, Wahyuni

dan Kurniawan 2020).

2. Motivasi Kerja

Motivasi kerja merupakan kondisi atau energi yang menggerkan

diri karyawan secarah terarah sehingga tertuju untuk mencapai tujuan

organisasi. Motivasi untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang

digunakan dalam bidang perilaku keorganisasian (Organizational

Behavior = OB), untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan yang ada pada

diri seseorang yang menyebabkan timbulnya tingkat, arah dan

persisetensi upaya yang dilakukan dalam hal bekerja. Dengan begitu,

analisis perihal motivasi akan berkaitan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi (Mangkunegara, 2019).

Motivasi kerja merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dalam meningkatkan, mengarahkan dan memelihara perilaku

yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

lingkungan kerjanya (Hasibuan, 2019).

3. Teori-Teori Motivasi

Dalam (Wicaksono 2019), Adapun teori motivasi yang dikemukan

yaitu sebagai berikut :

a. Model Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham H. Maslow

Seseorang akan bekerja jika adanya dorongan berbagai

kebutuhan. Kebutuhan ini akan meningkat jika kebutuhan yang mendasar


tersebut telah terpenuhi, sehingga akan meningkat pada kebutuhan yang

lebih tinggi dan seterusnya. Kebutuhan pada setiap orang berbeda bahkan

perbedaanya mungkin sangat jauh, dengan keadaan ini akan

menimbulkan persepsi setiap orang terhadap suatu kebutuhan dan akan

mempengaruhi perubahan prilaku kerja dalam bekerja. Maslow dalam

teori kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi lima jenjang, adapun

kelima jenjang tersebut adalah sebagai berikut :

1) Kebutuhan Dasar (Physiological Needs) Kebutuhan seorang

pekerja akan hal-hal yang bersifat primer.

2) Kebutuhan rasa aman dalam bekerja (Security Needs) Jika

kebutuhan tidak terpenuhi maka akan menurunkan produktivitas

kerjanya.

3) Kebutuhan Sosial (Social Needs) Pegawai akan senang jika

mereka sendiri diakui keberadaan dan status sosialnya dengan

mereka masuk kedalam bagian dari kelompoknya.

4) Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs) / Harga Diri Kebtuhan

akan pengakuan atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik.

Kebutuhan ini juga disebut sebagai kebutuhan akan harga diri.

5) Kebutuhan Aktualisasi (Actulisation Needs) Kebutuahan untuk

bekerja dan berproduksi dengan mengembangkan potensi pribadi

untuk lebih berhasil.

b. Model Teori Motivasi Dua Faktor (Two Factor Motivasion Theory)

Frederich Herzberg mengemukakan suatu rangkaian kondisi yang

pertama yaitu faktor motivator dan rangkaian kondisi yang kedua yaitu

faktor hygiene dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang dalam


pekerjaannya. Faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap

pegawai yaitu yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk

bekerja lebih baik, terdiri dari :

1) Achievement (keberhasilan pelaksanaan atau kinerja)

2) Recognition (pengakuan atau penghargaan)

3) The work it self (pekerjaan itu sendiri)

4) Responsibilitas (tanggung jawab)

5) Advancement (pengembangan) Faktor hygiene yang dapat

menimbulkan rasa tidak puas kepada pegawai menurut Herzeberg

antara lain :

a) Company policy and administration

(kebijaksanaan dan administrasi)

b) Technical supervisor (supervisi)

c) Interpersonal Supervision (hubungan antar pribadi)

d) Working condition (kondisi kerja)

e) Wages (gaji atau upah).

c. Model Teori Motivasi dari McCellend dari Universitas Harvard

Mengidentifikasi tiga jenis kebutuhan dasar yaitu kebutuhan untuk

berkuasa, kebutuhan berafiliasi, dan kebutuhan untuk berprestasi.

Kebutuhan dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Kebutuhan akan berkuasa

Motif berkuasa adalah motif yang dapat mendorong

seseorang untuk menguasai dan mengendalikan dan

mendominasi orang lain. Orang ini mempunyai ciri-ciri :


Senang mempengaruhi dengan mengendalikan orang lain,

berusaha mencapai kedudukan puncak dan kepemimpinan,

senang kegiatan yang keras dan dinamis yang memerlukan

banyak tenaga dan pikiran, penuh gaya dan semangat, senang

membantu orang, suka bicara dan mengaj

2) Kebutuhan Untuk Berprestasi

Motif berprestasi adalah motif yang mendorong

seseorang untuk mengejar dan mencapai tujuan atau hasil yang

lebih baik.Orang ini mempunyai ciri-ciri : Suka berprestasi dan

keberhasilan, senang tantangan dan berkompetensi dengan

orang lain dan dirinya sendiri, inofatif dan kreatif, senang

meningkatkan karir yang lebih baik untuk yang akan datang,

realitas terhadap resiko keberhasilan dan kegagalan, senang

tanggung jawab.

3) Kebutuhan Berafiliasi

Motif berafiliasi adalah motif yang mendorong seseorang

untuk mengadakan hubungan manusiawi yang erat dengan

orang lain dan saling menyenangkan. Orang ini mempunyai

ciri-ciri : Senang memelihara hubungan yang erat dan akrab

dan kasih sayang, emosional, mudah sedih dan gembira,

senang kegiatan yang bersifat karya bersama, senang

kebersamaan dan persahabata


4. Bentuk Motivasi

Menurut Stoner & Freeman dalam Nursalam (2019) bentuk

motivasi terdiri dari :

a. Motivasi Instrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri individu.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar diri individu.

c. Motivasi Terdesak

Motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak dan

menghentak dan cepat sekali.

5. Metode Motivasi

Terdapat dua metode dalam motivasi yaitu metode langsung dan

metode tidak langsung (Hasibuan, 2019).

a. Motivasi langsung

Motivasi langsung merupakan motivasi yang berbentuk baik

dari materil maupun non materil yang diberikan kepada individu

karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi

sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya,

bonus dan bintang jasa.

b. Motivasi tidak langsung

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan baik

berbentuk fasilitas-fasilitas yang mendukung dan menunjang gairah

kerja atau kelancaran dalam menyelesaikan tugas sehingga para

karyawan merasa nyaman dan bersemangat dalam bekerja.


Misalnya: ruangan yang terang dan nyaman, alat-alat yang baik,

suasana pekerjaan yang serasi. Motivasi tidak langsung besar

pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan

sehingga produktif.

6. Asas Asas Motivasi Kerja

Terdapat beberapa asas dalam motivasi kerja

menurut (Hasibuan, 2019) :

a. Mengikutsertakan atau Partisipasi

Mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut

berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk

mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan

keputusan. Dengan begitu bawahan atau pegawai merasa ikut

bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sehingga moral dan

gairah kerjanya akan meningkat .

b. Komunikasi

Menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin di

capai, cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi.

Denganadanya komunikasi yang baik motivasi bawahan atau

pegawai akan meningkat. Sebab semakin banyak seseorang

mengetahui suatu hal, semakin besar pula minat dan perhatiannya

terhadap hal tersebut dan pegawai akan lebih mudah dimotivasi

kerjanya.

c. Pengakuan atau penghargaan


Mendapat penghargaan dan pengakuan yang tepat dan wajar

kepada pegawai atas prestasi kerja yang dicapainya. Sehingga

bawahan akan bekerja lebih giat jika mendapatkan pengakuan

tersebut kepuasan dari usaha-usahanya. Atau bisa dikatakan

pemimpin mengakui bahwa bawahannya mempunyai andil di dalam

usah pencapaian tujuan.

d. Wewenang yang didelegasikan

Wewenang yang didelegasikan adalah mendelegasikan sebagian

wewenang dan kebebasan pegawai untuk mengambil keputusasn dan

berkreativitas dalam melaksanakan tugas-tugas dari atasan. Dengan

begitu pemimpin memberikan otoritas atau wewenang kepada

pegawai untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap

pekerjaan yang dilakukannya sehingga akan membuat pegawai

termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

e. Perhatian timbal balik

Perhatian timbal balik adalah memotivasi bawahan sesuai

dengan keinginan atau harapan perusahaan disamping

berusahamemenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan bawahan

sehingga membuat bawahan termotivasi bekerja sesuai dengan

harapan pemimpin.

7. Tujuan Motivasi kerja

Tujuan motivasi kerja menurut Hasibuan, (2019) antara lain :

a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan


b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

c. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

e. Menghasilkan suasanan dan ikatan kerja yang baik

f. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan

g. Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas

tugasnya.

8. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut Usmara dalam Iskandar, (2021) terdapat karakteristik

personal yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah umur, pendidikan,

dan masa kerja. Sedangkan menurut (Hasibuan 2019) motivasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersifat internal maupun

eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah:

a. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri

b. Harga diri

c. Harapan pribadi

d. Kebutuhan

e. Keinginan

f. Kepuasan kerja

g. Prestasi kerja yang dihasilkan

Sedangkan fakor eksternal yang mempemgaruhi motivasi

seseorang antara lain:

a. Jenis dan sifat pekerjaan


b. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung

c. Organisasi tempat orang bekerja

d. Situasi lingkungan kerja

e. Gaji

Dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi motivasi

yang dimaksud lingkungan kerja merupakan pemimpin dan bawahan.

Dari pihak pemimipin ada berbagai unsur yang sangat berpengaruh

terhadap motivasi, seperti :

a. Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk didalamnya

prosedur kerja, berbagai rencana dan program kerja.

b. Persyaratan kerja yang perlu dipenuhi oleh bawahan.

c. Tersedianya seperangkat alat-alat dan sarana yang diperlukan di

dalam mendukung pelaksanaan kerja, termasuk di dalamnya

bagaimana tempat para bawahan bekerja.

d. Gaya kepemimpinan atasan dalam arti sifat-sifat dan perilaku atasan

terhadap bawahan.

Bawahan dalam motivasi memiliki gejala karakteristik seperti :

a. Kemampuan bekerja

b. Semangat kerja

c. Rasa kebersamaan dalam kehidupan kelompok

d. Prestasi dan produktivitas kerja

Hamzah dalam (Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM, 2019),

menjelasakan bahwa seorang yang memiliki motivasi kerja akan tampak


melalui:

a. Tanggung jawab dalam melakukan kerja, meliputi:

1. Kerja keras

2. Tanggung jawab

3. Pencapaian tujuan

4. Menyatu dengan tugas

b. Prestasi yang dicapainya, meliputi:

1. Dorongan untuk sukses

2. Umpan balik

3. Unggul

c. Pegembangan diri, meliputi:

1. Peningkatan keterampilan

2. Dorongan untuk maju

d. Kemandirian dalam bertindak, meliputi:

1. Mandiri dalam bekerja

2. Suka pada tantangan

9. Indikator Motivasi Kerja

Menurut (Sedarmayanti 2020) indikator motivasi kerja sebagai berikut:

a. Gaji (salary)

Gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan

individu dengan keluarganya. Selain itu gaji berfungsi memenuhi

kebutuhan pokok bagi setiap pegawai yang dimaksudkan untuk

menjadi daya dorong bagi setiap pegawai agar dapat bekerja dengan
penuh semangat.

b. Supervisi

Suvervisi yang efektif akan membantu peningkatan

produktivitas pekerja dengan penyelenggaraan dan perlengkapan

pembekalan yang memadai dan mendukung.

c. Kebijakan dan Administrasi

Melalui pendekatan manajemen partisipatif, sehingga bawahan

tidak dipandang sebagai objek melainkan sebagai subjek.

d. Hubungan Kerja

Tercapainya hubungan yang baik, penuh kekeluargaan dan

saling mendukung baik hubungan antara sesama pegawai atau antara

pegawai dan atasan.

e. Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang dan didukung

oleh peralatan yang memadai tentu akan membuat pegawai betah

untuk bekerja.

f. Pekerjaan itu Sendiri

Pekerjaan yang menantang, menarik dan memberikan perasaan

telah mencapai sesuatu akan menentukan bagi motivasi untuk hasil

performance yang tinggi.

g. Peluang untuk maju

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri

seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan.


h. Pengakuan atau Penghargaan (advance)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang

cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari

pemberian kompensasi.

i. Keberhasilan (achievement)

Pencapaian prestasi atau keberhasilan dalam melakukan suatu

pekerjaan akan menggerakkan individu untuk melakukan tugas-

tugas berikutnya.

j. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan kewajiban seseorang untuk

melaksanakan fungsi-fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya

sesuai dengan pengarahan yang diterima.

10. Pengukuran Motivasi Kerja

Motivasi dalam diri seseorang bisa diketahui dan diukur.

Pengukuran motivasi bisa dilaukan dengan sejumlah cara :

a. Observasi

Untuk mengetahui tingkat motivasi seseorang bisa dilakukan

dengan observasi. Sejauh mana misalnya seseorang tampak sigap,

cepat, serius, aktif ketika bekerja. Mereka yang memiliki motivasi

tinggi tampak serius dan cepat dalam bekerja

b. Wawancara

Cara berikutnya untuk mengetahui tingkat motivasi seseorang

adalah dengan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui


sejauh mana pencapaian yang mereka dapatkan dalam bekerja atau

prestasi-prestasi yang pernah diraih. Mereka yang bekerja memenuhi

target atau memiliki prestasi yang baik berarti motivasinya tinggi.

c. Psikotes

Psikotes bisa digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi

seseorang. Umumnya yang digunakan adalah tes kepribadian.

Dengan tes kepribadian, seseorang akan dilihat need dalam dirinya

dan seberapa kuat need tersebut.

B. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil yang peroleh baik oleh inividu maupun

sekelompok orang dalam suatu organisasi yang sesuai dengan wewenang

dan tanggung jawabnnya masing-masing dalam rangka upaya mencapai

tujuan organisasi secara resmi, tidak melanggar hukum dan sesuai moral

dan etika (Nursalam 2019).

Menurut (Torang 2020) kinerja adalah kuantitas atau kualitas hasil

kerja individu maupun kelompok dalam organisasi dalam melaksanakan

tugas pokok dan fungsi yang berpedoman pada norma, standar

operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang

berlaku dalam organisasi.

Kinerja berasal dari kata performance yang berarti hasil pekerjaan

(presentasi kerja). Namun, sebetulnya kinerja ini memiliki arti yang


sangat luas, bukan hanya hasil kerja (prestasi kerja), tetapi termasuk

bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Dengan demikian maka

kinerja merupakan berkenaan dengan melakukan pekerjaan dan hasil

yang dicapai dan yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya

(Abdullah, 2017 dalam Putri, 2021).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson dalam (Nursalam 2019) terdapat 3 faktor yang

mempengaruhi terhadap kinerja, merupakan :

a. Faktor individu: keahlian ketrampilan, latar belakang keluarga,

pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang,

b. Faktor psikologis: anggapan, kedudukan,

perilaku,karakter, motivasi, dan kepuasan kerja.

c. Faktor organisasi: struktur organisasi, disain

pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

Menurut Timple dalam Mangkunegara (2019), factor yang

mempengaruhi kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang menghubungkan dengan

sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena

mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras,

sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut

mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya

untuk memperbaiki kemampuannya. Sedangkan faktor eksternal yaitu

faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari


lingkungan. Seperti prilaku, sikap, dan tindakan rekan kerja, bawahan

atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal

maupun eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi

kinerja seseorang.

Keith Davis dalam Mangkunegara,(2019) menjelaskan bahwa

faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability)

dan faktor motivasi (motivation). Yang dirumuskan ke dalam rumus

sebagai berikut:

Human Performance = Ability x Motivation Motivation= Attitude x

Situation Ability= Knowledge x Skill

Penjelasan:

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan

dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110– 120)

apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan

pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam

mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai

kinerja maksimal.

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan

terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka

yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan


motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negative

(kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja

yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain

hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola

kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dapat diartikan sebagai penilaian formal maupun

penilaian individu yang dilakukan oleh manajer yang biasanya melalui

sebuah pertemuan kajian tahunan. Penilaian kinerja sangat penting bagi

perusaahan atau organisasi yang secara bersamaan pegawai

membutuhkan feedback untuk perbaikan dan peningkatan kinerja yang

lebih baik. Menilai kinerja pegawai atau karyawan dapat dilakukan

dengan mengukur secara kualitatif dan kuantitatif dengan melihat

kontribusi dan prestasi yang telah diberikannya (Mangkunegara, 2019).

4. Manfaat Penilaian Kinerja

Menurut Nursalam (2019) dalam buku manajemen keperawatan,

menjabarkan 6 (enam) manfaat penilaian kerja sebagai berikut :

a. Meningkatkan prestasi kerja baik secara individu maupun kelompok.

b. Mendorong prestasi tenaga keperawatan secara keseluruhan melalui

prestasi staf perorangan.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi, dengan tujuan

meningkatkan hasil karya dan prestasi.

d. Membantu rumah sakit dalam penyusunan program pengembangan


dan pelatihan staf yang lebih tepat untuk.

e. Menyediakan sarana dan prasarana untuk membandingkan prestasi

kerja, melalui peningkatan gaji atau sisitem imbalan yang baik.

f. Memberikan kesempatan pada staf untuk mengungkapkan keluhan

terkait pekerjaannya, dan hal lain yang berhubungan dengan

komunikasi, sehingga dapat mempererat hubungan anatara staf dan

manajer.

5. Aspek Penilaian Kinerja

Menurut Hasibuan dalam Mangkunegara (2019), mengemukakan

bahwa aspek-aspek yang dinilai kinerja mencakup yaitu, kesetiaan, hasil

kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan,

kepribadian, prakarsa, kecakapan, dan tanggungjawab. Umar dalam

Mangkunegara (2019), membagi aspek- aspek kinerja mencakup, mutu

pekerjaan, kejujuran, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, keandalan,

pengetahuan, tanggung jawab, dan pemanfaatan waktu pekerjaan.

6. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Hasibuan (2018), menjelaskan bahwa penilaian prestasi

kerja lebih ditujukan untuk menentukan baik atau tidaknya seseorang

karyawan untuk dapat dipakai sebagai dasar untuk melakukan promosi.

Sebelum melaksanakan penilaian kinerja ini, kelompok penilai harus

sudah mengerti metode-metode yang akan diuntukkan. Dalam penilaian

prestasi kerja ada macam-macam metode, antara lain:

a. Rating scale, maksudnya penilaian kinerja terhadap karyawan


berdasarkan sifat-sifat dan karakteristik dari suatu pekerjaan dan

menetukan parameternya.

b. Checklist, maksudnya penilaian yang dilakukan untuk mengurangi

beban dinilai, dengan diminta laporan secara singkat mengenai

perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan.

c. Field review method, maksudnya penilaian kinerja karyawan untuk

mencapai penilai yang lebih standar. Dalam hal ini wakil dari

departemen personalia turun ke lapangan membantu penilai dalam

penilaian.

d. Tes dan observasi kinerja, hal ini dimaksudkan untuk menguji

keterampilan-keterampilan karyawan dan pengetahuan yang perlu

dimiliki seorang karyawan dalam menjalankan tugasnya.

e. Metode evaluasi kelompok, maksudnya penilaian kinerja dengan

tujuan unutk mengevaluasi pengetahuan karyawan dan kemampuan-

kemampuan karyawan dalam berbagai macam pekerjaan untuk

pengambilan keputusan.

7. Dampak kinerja

Dalam (Wicaksono 2019) terdapat dampak kinerja yang kurang

baik dari karyawan adalah :

a. Loss Productivity merupakan kehilangan tingkat produktivitas dari

karyawan tersebut yang selanjutnya berakibat pula terhadap hasil

produksi.

b. Loss Communication yaitu merupakan kehilangan komunikasi antar

karyawan yang pengaruhi terhadap kinerja karyawan.


c. Loss Benefit merupakan kehilangan keuntungan yang bisa diperoleh

baik oleh karyawan ataupun perusahaan tersebut.

8. Indikator Kinerja

Kinerja dapat diukur dan dilihat dari indikator-indikator yang

berkaitan dengan kinerja karyawan itu sendiri. Menurut Miner

diterjemahkan oleh Mangkunegara, (2019) mengemukakan bahwa

dimensi dan indikator kinerja dapat diukur yaitu sebagai berikut :

a. Kualitas Kerja

Kualitas kerja adalah seberapa baik seseorang karyawan

mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. Dimensi kualitas kerja

diukur dengan menguntukkan tiga indikator, yaitu :

1. Kerapihan

2. Ketelitian

3. Hasil kerja

b. Kuantitas Kerja

Kuantitas kerja adalah seberapa lama seseorang karyawan

dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan

kerja setiap karyawan itu masing-masing. Dimensi kuantitas kerja

diukur dengan dua indikator yaitu :

1) Kecepatan

2) Kemampuan

c. Tanggunng jawab

Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan


kewajiban karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan

perusahaan. Dimensi tanggung jawab diukur dengan menguntukkan

dua indikator, yaitu:

1) Hasil kerja

2) Mengambil keputusan

d. Kerjasama

Kesediaan karyawan untuk berpartisipasi dengan pegawai lain

secara vertikal dan horizontal baik didalam maupun diluar pekerjaan

sehingga hasil pekerjaan semakin baik. Dimensi kerja sama diukur

dengan menguntukkan dua indikator yaitu :

1) Jalinan kerjasama

2) Kekompakan

e. Inisiatif

Inisiatif dari dalam diri anggota perusahaan untuk melakukan

pekerjaan dan mengatasi masalah dalam pekerjaan tanpa menunggu

perintah dari atasan atau menunjukan tanggung jawab dalam

pekerjaan yang sudah menjadi kewajiban karyawan maupun

pegawai. Dimensi inisiatif diukur dengan menguntukkan satu

indikator yaitu kemampuan mengatasi masalah tanpa menunggu

perintah atasan. Maka dapat disimpulkan indikator kinerja karyawan

dapat diukur dimulai dari dimensi kualitas kerja, kuantitas kerja,

tanggung jawab, kerjasama, dan inisiatif yang dilakukan oleh

karyawan itu sendiri.


9. Pengukuran Kinerja

Menurut sedarmayanti dalam Ria & Darman(2021) instrument

pengukuran kinerja merupakan alat yang dipakai dalam mengukur

kinerja individu seorang pegawai yang meliputi, yaitu :

a. Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik

seecara kualitas maupun kuantitas kerja

b. Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai

dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.

c. Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya

dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

d. Kepemimpinan, merupakan aspek kemampuan manejerial dan seni

dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk

mengkordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk

pengambilan keputusan, dan penentuan prioritas.

C. Perawat

1. Pengertian Perawat

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun

2014 tentang keperawatan, Perawat adalah seseorang yang telah lulus

pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang

diakui oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat,


baik didalam maupun diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Kemenkes RI, 2019)

2. Tugas Perawat

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2014 tentang keperawatan, perawat bertugas sebagai :

a. Pemberi asuhan keperawatan;

b. Penyuluh dan konselor bagi Klien;

c. Pengelola pelayanan keperawatan;

d. Peneliti keperawatan;

e. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau

f. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.

3. Fungsi Perawat

Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan

berbagai fungsi diantaranya:

a. Fungsi Independent

Fungsi independent merupakan fungsi mandiri dan tidak

bergantung pada orang lain dalam melaksanakan pekerjaanya

sehingga kegiatan atau pekerjaan dilakukan secara sendiri dengan

keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka

memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan fisiologis

(pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan

elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan

aktifitas dan lain- lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan


kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan

harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melakukan

aktivitas atau pekerjaan atas printah atau instruksi dari perawat lain.

Hal ini umumnya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat

umum ataupun dari perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat silih

ketergantungan di antara tim satu dengan yang yang lain. Fungsi ini

bisa terjalin apabila wujud pelayanan memerlukan kerja sama tim

dalam pemberian pelayanan seperti memberikan asuhan keperawatan

pada penderita yang mempunya penyakit kompleks. Kondisi ini

tidak bisa diatasi dengan tim perawat saja melainkan pula dari dokter

maupun yang yang lain.

4. Kewenangan Perawat dalam Pelayanan Kesehatan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2014 tentang keperawatan, perawat memeliki kewenangan :

a. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di

bidang upaya kesehatan perorangan, perawat berwenang:

1) Melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;

2) Menetapkan diagnosis Keperawatan;

3) Merencanakan tindakan Keperawatan;


4) Melaksanakan tindakan Keperawatan;

5) Mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;

6) Melakukan rujukan;

7) Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai

dengan kompetensi;

8) Memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan

dokter;

9) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan

10) Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada

klien sesuai dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat

bebas terbatas.

b. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di

bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat berwenang:

1) Melakukan pengkajian keperawatan kesehatan masyarakat di

tingkat keluarga dan kelompok masyarakat;

2) Menetapkan permasalahan keperawatan kesehatan masyarakat;

3) Membantu penemuan kasus penyakit;

4) Merencanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat;

5) Melaksanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat;

6) Melakukan rujukan kasus;

7) Mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan

masyarakat;

8) Melakukan pemberdayaan masyarakat;


9) Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat;

10) Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;

11) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;

12) Mengelola kasus; dan

13) Melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan

alternatif.

c. Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi klien,

perawat berwenang:

1) Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik di

tingkat individu dan keluarga dan di tingkat kelompok

masyarakat;

2) Melakukan pemberdayaan masyarakat;

3) Melaksanakan advokasi dalam perawatan

kesehatan masyarakat;

4) Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;

dan

5) Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

d. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola

Pelayanan Keperawatan, Perawat berwenang:

1) Melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;

2) Merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan

Keperawatan dan Mengelola kasus.


e. Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti

Keperawatan, Perawat berwenang:

1) Melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;

2) Menguntukkan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan

Kesehatan atas izin pimpinan.

3) Menguntukkan pasien sebagai subjek penelitian sesuai

dengan etika profesi dan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

5. Hak dan Kewajiban Perawat

Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berhak :

a. Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas

sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur

operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

b. Memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari klien dan atau

keluarganya.

c. Menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah

diberikan;

d. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan

kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur

operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban:

a. Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan sesuai


dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan;

b. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar

pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional,

dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga

kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat

kompetensinya;

d. Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar;

e. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah

dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien dan/atau

keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;

f. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan

lain yang sesuai dengan kompetensi perawat; dan

g. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.

D. Konsep Rumah Sakit

1. Pengertian rumah sakit

Menurut UU Nomor 44 Tahun 2018 tentang rumah sakit, Rumah

Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit pula

merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu suatu


kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan bertujuan

untuk mewujudkan derajat kesehatan yang maksimal untuk

masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan

pemeliharaan,peningkatan kesehatan(promotif), pencegahan penyakit

(preventif), pengobatan penyakit (kuratif) danpemulihan (rehabilitatif)

yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dan berkesinambungan

(Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2018).Rumah Sakit diselenggarakan

berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan

profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,

pemerataan, proteksi dan keselamatan penderita, dan memiliki fungsi

sosial.

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan;

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;

c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah

sakit;

d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber

daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit

2. Tugas dan fungsi rumah sakit

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi


Promotif, Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif). Untuk melaksanakan

tugas-tugas tersebut, maka rumah sakit mempunyai fungsi sesuai UU

Nomor 44 Tahun 2018 adalah sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai

kebutuhan medis;

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan;

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan dan penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan (Kemenkes RI, 2020).

3. Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2018 Rumah Sakit

dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya yaitu

sebagai berikut :

a. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit

dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus

1) Rumah sakit umum yaitu memberikan pelayanan kesehatan pada

semua bidang dan jenis penyakit.


2) Rumah sakit khusus yaitu memberikan pelayanan utama pada

satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

b. Sedangkan berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi

menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.

1) Rumah sakit publik yaitu rumah sakit yang dapat dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat

nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan

pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan

badan layanan umum atau badan layanan umum daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit

publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah tidak

dapat dialihkan menjadi rumah sakit privat.

2) Rumah sakit privat yaitu rumah sakit dikelola oleh badan hukum

dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau

persero. Rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit

pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah

sakit pendidikan.

Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara

berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit

khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan

Rumah Sakit.
a. Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas :

1) Rumah Sakit umum kelas A

2) Rumah Sakit umum kelas B

3) Rumah Sakit umum kelas C

4) Rumah Sakit umum kelas D.

b. Klasifikasi rumah sakit khusus terdiri atas :

1) Rumah Sakit khusus kelas A

2) Rumah Sakit khusus kelas B

3) Rumah Sakit khusus kelas C

4. Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009,bahwa

Komponen pelayanan di rumah sakit mencakup :

a. Pelayanan gawat darurat

b. Pelayanan rawat jalan

c. Pelayanan rawat inap

d. Pelayanan bedah

e. Pelayanan persalinan dan perinatologi

f. Pelayanan intensif

g. Pelayanan radiologi

h. Pelayanan laboratorium patologi klinik

i. Pelayanan rehabilitasi medik

j. Pelayanan farmasi
k. Pelayanan gizi

l. Pelayanan transfusi darah

m. Pelayanan keluarga miskin

n. Pelayanan rekam medis

o. Pengelolaan limbah

p. Pelayanan administrasi manajemen,

q. Pelayanan ambulans atau kereta jenazah

r. Pelayanan pemulasaraan jenazah,

s. Pelayanan laundry

t. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

u. Pencegah Pengendalian infeksi.

E. Konsep Pelayanan Rawat Inap

1. Pengertian Rawat Inap

Menurut undang-undang Ruangan pasien rawat inap yaitu ruangan

untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan

pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.

2. Alur Pasien

Pada pelayanan ruang rawat inap terdapat beberapa alur yang

dilakukan pasien sebelum masuk ruang rawat inap, antara lain:

a. Pasien masuk ruang rawat inap

1) Pasien masuk ruang rawat inap dari IGD/COT/Rawat jalan


melalui admisi.

2) Pasien mendapatkan nomor rekam medis

3) Serah terima dan orientasi di pos perawat (Nurse Station)

4) Pasien ganti pakaian

5) Pasien selanjutnya dirawat lebih lanjut diruang rawat inap

b. Pasien meninggalkan ruang rawat inap

1) Pasien pulang kerumah setelah sehat atau

2) Pasien meninggal dikirim ke kamar jenazah

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan

secara garis besar sebuah alur atau logika tahapan sebuah penelitian.

Kerangka Pemikiran adalah model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasi sebagai

masalah yang penting (Siyoto dan Sodik 2021).

Perawat merupakan salah satu bagian tenaga kesehatan dalam

pelayanan keperawatan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan yang

berkualitas akan efektif dan lancar apabila petugas kesehatannya didasari

dengan adanya motivasi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan

kinerja nya dalam bekerja.

Meningat peran dan fungsi perawat sebagai pemberi asuhan

keperawatan, perawat profesional akan memiliki kemampuan dan

keterampilan yang baik. Dalam melaksanakan tugasnya, perawat


profesional bekerja tidak hanya sekedar kewajiban atau rutinitas saja,

melainkan bekerja dengan sepenuh hati dan dorongan yang tinggi.

Rendahnya kinerja pelayanan keperawatan akan berpengaruh

pada pelayanan umum di rumah sakit sehingga menentukan citra dan

pendapatan rumah sakit. Oleh karena itu, dorongan atau motivasi akan

memberikan dampak bagi perawat dalam melakukan tindakan

keperawatan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.

Motivasi yang tinggi dapat mempengaruhi kinerja seseorang

dalam melakukan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan yang

diharapkan. Maka jika seseorang melakukan suatu pekerjaan dengan

dorongan yang kuat, orang tersebut akan memiliki rasa tanggung jawab

atas apa yang sedang dikerjakannya. Dengan demikian, semakin tinggi

motivasi seseorang, semakin baik pula dalam meningkatkan kinerjanya.

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Motivasi Kerja

dengan Kinerja Perawat Rawat Inap RS

Bhayangkara Stukpa Kota Sukabumi

MOTIVASI KINERJA

Keterangan :

: Faktor yang akan diteliti

: Ada hubungan
G. Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara atau proposisi

tentatif tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif analisis kolerasi (Correlation Research)

yaitu penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

dua variabel atau lebih (Siyoto dan Sodik 2021).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Hubungan Motivasi Kerja

Dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Bhayangkara Stukpa Kota

Sukabumi Adapun bentuk hipotesisnya adalah :

H : Tidak Ada Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja

Perawat Di ruang Rawat Inap R S Bhayangkara Stukpa

Kota Sukabumi

H1 : Ada Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat

Di ruang Rawat Inap R S Bhayangkara Stukpa Kota

Sukabumi

Anda mungkin juga menyukai