Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

QIYAS ( SILOGISME )

Disusun Guna untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Mantiq

Tugas Pengampu : Muhammad Alghiffary, M.Hum

Disusun oleh :

1. Hendiartha Noor Pratama (2121236)

KELAS A

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

IAIN PEKALONGAN

2022

i|Page
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan segala nikmat dan kemudahan serta kelancaran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Qiyas (Silogisme)”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah IlmuMantiq di IAIN Pekalongan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi yang perlu diperbaiki. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang positif baik secara materi maupun tata tulis dari berbagai
pihak, supaya makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.

Makalah mengenai permasalahan “Qiyas (Silogisme)” telah penulis usahakan


semaksimal mungkin dan penulis berharap semoga dari makalah yang telah dikerjakan dapat
diambil hikmah dan manfaatnya serta memberikan inspirasi kepada pembaca.

Pekalongan, 30 Mei 2022

Penulis

ii | P a g e
DAFTAR ISI

COVER i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 1
C. TUJUAN MASALAH 1

BAB II PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN QIYAS (SILOGISME) 2


2. PEMBAGIAN QIYAS (SILOGISME) 3
3. PEMBAGIAN HADITS DHAIF 4
4. KEDUDUKAN HADITS MARDUD SEBAGAI DALIL DALAM ISLAM 5

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN 6
B. SARAN 6

DAFTAR PUSTAKA 7

iii | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits adalah sumber hukum yang utama dan kedua setelah Al-Qur'an yang
merupakan cara hidup universal bagi umat Islam. Salah satu fungsi hadits adalah sebagai
penjelasan hukum dari ajaran dalam Al-Qur'an. Umat muslim akan sulit memahami
makna yang terkandung dalam Al-Qur'an tanpa melalui hadits sebagai pedoman atau
sebagai hikmah yang merupakan sabda Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh para
Sahabat, Tabi'in, dan Ulama yang hidup tiga abad setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Masalah yang dihadapi umat Islam saat ini adalah masih banyak yang
melaksanakan syariat Islam dengan mengikuti orang-orang di sekitarnya tanpa
memahami hadits sebagai pedoman dan sumber hukum, sehingga hadis yang lemah dan
palsu masih tersebar lalu banyak ditemukan.
Ditinjau dari segi kualitasnya, Hadits terbagi menjadi dua yaitu, Hadits Maqbul
(Hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan Hadits Mardud (Hadits yang tertolak
sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu Hadits Shahih dan Hasan,
sedangkan yang termasuk dalam Hadits Mardud salah satunya adalah Hadits Dho’if.
Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda. Kualitas keshahihan suatu Hadits
merupakan hal yang sangat penting, terutama Hadits-Hadits yang bertentangan dengan
Hadits, atau dalil lain yang lebih kuat (Hakim, 2016).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hadits mardud?
2. Bagaimana sebab-sebab ketertolakan hadits?
3. Apa saja yang termasuk dalam pembagian hadits dhoif?
4. Bagaimana kedudukan hadits mardud sebagai dalil dalam Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits mardud.
2. Untuk mengetahui sebab-sebab ketertolakan hadits.
3. Untuk mengetahui pembagian hadits dhoif.
4. Untuk mengetahui kedudukan hadits mardud sebagai dalil dalam Islam.

1|Page
BAB II
PEMBAHASAN
i. Hadits Mardud
a) Pengertian
Hadis yang ditolak untuk diamalkan atau dijadikan sebagai hujjah dikenal sebagai
hadis mardud, antonim dari istilah maqbul. Menurut bahasa maqbūl berarti yang diambil
dan diterima.1 Adapun menurut istilah, jumhur ulama memaknai hadis maqbūl sebagai
hadis yang wajib diamalkan.2 Namun menurut al-Manāwī, definisi yang benar adalah
sebagaimana dikemukakan oleh al-Biqāi bahwa hadis maqbūl adalah hadis yang diyakini
dengan kuat bahwa para periwayat yang memberitakan hadis tersebut adalah benar/jujur. 3
Adapun hadis mardūd menurut bahasa berarti ditolak atau tidak diterima. Menurut istilah,
mardūd adalah hadis yang tidak diyakini dengan kuat, jujurnya para periwayat yang
memberitakannya. Sebagian ulama lainnya mendefinisikannya hadis yang kehilangan
satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadis maqbūl.4 Definisi yang terakhir
menyamakan definisi hadis mardūd dengan definisi hadis daif.
b) Syarat-syarat diterimanya hadits
Perbedaan antara Hadis maqbul dan Hadis mardud adalah terletak pada syarat-
syarat diterimanya Hadis . Syarat-syarat Hadis itu dapat diterima :
1) Sanad-nya bersambung dari mulai mukharrij hingga kepada Rasul.
2) Perawinya ‘adil yaitu memiliki sifat-sifat yang dapat menjaganya dari perbuatan dosa
kecil dan besar.
3) Perawinya ḍabit yaitu memiliki kemampuan menerima dan memahami Hadis dengan
baik, mengafalnya dengan baik dan menyampaikannya kepada orang lain dengan baik
pula.
4) Tidak ada syaẓ yaitu Hadis tersebut tidak bertentangan dengan perawi yang lebih
ṣiqah darinya.
5) Tidak ‘illat yaitu tidak ada indikasi cacatnya Hadis seperti terputusnya sanad.

1
Muḥammad Khalf Salamah, Lisān Al-Muḥaddiṣīn, n.d., Juz V, h. 164
2
bnu Hajar Al-Asqalānī, Nukhbat al-Fikar fī Muṣṭalaḥ Ahl al-Athar (Riyad: Matbaat Safīr, 1422), h. 1
3
Abd al-Raūf al-Manāwī, Al-Yawāqīt wa al-Durar (Riyad: Maktabat al-Rushd, 1999), Juz I, h. 294.
4
Ibid

2|Page
Diantara pembagian Hadis tersebut di atas, Hadis ḍaif berada pada bagian Hadis
Mardud, dimana keadaan Hadis ḍaif memiliki kekurangan-kekurangan yang cukup serius
dari syarat-syarat diterimanya Hadis.

ii. Sebab-sebab ketertolakan hadits


Seperti yang kita tahu bahwasannya hadits dhaif ialah hadits yang tidak
memenuhi persyaratan hadits hasan atau hadits shahih. Mahmud Thahan dalam Taysiru
Musthalahil Hadits menjelaskan dua penyebab utama kedhaifan hadits atau ditolaknya
sebuah hadits. Ia mengatakan :
‫ سقط من اإلسناد‬:‫ لكنها ترجع بالجملة إلى أحد سببين رئيسين هما‬،‫أما أسباب رد الحديث فكثيرة‬
‫وطعن في الراوي‬
Artinya : “Penyebab hadits ditolak atau tidak bisa diterima ada banyak. Namun
keseluruhannya merujuk pada dua sebab: sanadnya tidak bersambung dan di dalam
rangkaian sanadnya terdapat rawi bermasalah.”5
Dua penyebab utama keda'ifan hadits adalah sanadnya tidak berkesinambungan
dan ada perawi yang bermasalah dalam rantai sanadnya. Ada dua bentuk diskontinuitas
dalam sanad: zahir dan khafi. Zhahir artinya hadits yang mata rantainya terputus dengan
jelas. Artinya, meski tanpa penelitian mendalam, sanad hadits sudah terlihat terputus
dengan mengetahui biografi masing-masing perawi. Hal ini bisa diketahui oleh siapa saja,
sekalipun dia tidak terlalu ahli dalam ilmu hadits. Sedangkan khafi adalah hadits yang
rantai sanadnya seolah-olah bersambung, namun jika ditelisik lebih dalam, terlihat bahwa
mata rantai itu putus. Pencarian ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang ahli dan
mumpuni dalam ilmu hadits.
Penyebab kedua hadis adalah perawi hadits yang bermasalah, baik kualitas
hafalan maupun perilakunya. Kualitas perawi dilihat dari dua aspek: kognisi dan
moralitas. Kognisi berkaitan dengan kualitas hafalan, tidak lupa, tidak salah, dan daya
ingat yang kuat. Sedangkan akhlak berkaitan dengan perilaku hidup seorang perawi
hadits, yaitu tidak suka berbohong, maksiat, selalu berkata jujur, dan sebagainya. Jika
salah satu dari dua aspek ini bermasalah, maka hadits yang diriwayatkan oleh perawi

5
https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/ini-penyebab-kedhaifan-hadits-2G23N diakses tanggal 28 April 2022

3|Page
tidak dapat diterima. Perawi yang kualitas hafalannya tidak baik tidak diterima hadits,
begitu pula perawi yang akhlaknya buruk.
iii. Pembagian Hadits Dhaif
a) Macam-macam hadits dhaif yang disebabkan terputusnya sanad
1. Hadist Muallaq: hadist yang terputus sanadnya di awal, baik terputus satu rawi
atau lebih secara berurutan.
2. Hadist Mursal: hadist yang terputus sanadnya di akhir setelah tabi’in.
3. Hadist Mu’dhol: hadist yang terputus sanadnya dua rawi atau lebih secara
berurutan.
4. Hadist Munqoti’: hadist yang sanadnya tidak sambung dengan cara terputusnya
sanad di manapun posisinya.
5. Hadist Mudallis (tadlis): hadist yang aib perawinya (sanadnya) disembunyikan
dengan beberapa cara, antara lain: menghilangkan mata rantai sanad yang dhaif
diantara dua rawi yang tsiqoh. Ini disebut tadlis taswiyah. Atau dengan cara
menyebutkan gurunya dengan sebutan atau julukan yang tidak dikenal audien. Ini
disebut tadlis syuyukh.
6. Hadist Mursal Khofi: meriwayatkan hadist dari orang yang pernah ia temui atau
sezaman, akan tetapi riwayat (hadist) tersebut tidak pernah ia dengar darinya.
7. Hadist Muan’an: hadist yang diriwayatkan dengan menggunakan kata ‚ٍ ‫ع‬ ‛ fulan
(dari si fulan).
8. Hadist Muannan: hadist yang diriwayatkan dengan menggunakan kata ‚ٌ ‫ ‛أ‬fulan
qola (sesungguhnya si fulan berkata).
b) Macam-Macam Hadist Dhaif yang Disebabkan Cacatnya Rawi:
1. Hadist Maudhu’: hadist palsu, imitasi, yang disandarkan kepada Nabi dari perawi
yang pendusta.
2. Hadist Matruk: hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang dituduh berdusta.
3. Hadist Munkar: hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak salah dan
lupa.
4. Hadist Mu’allal: hadist yang terdapat cacat yang signifikan ( illah qodihah), yang
dapat menghilangkan keshohihan hadist.

4|Page
5. Hadist Mudraj: hadist yang matan (redaksi hadistnya) dirubah atau disisipi lafadz
lain.
6. Hadist Maqlub: hadist yang sanad atau matannya diganti dari awal ke akhir atau
sebaliknya.
7. Hadist Majhul: hadist yang perawinya tidak diketahui namanya atau status
keadaannya.
8. Hadist Bid’ah: hadist yang diriwayatkan perawi yang aliran atau keyakinannya
berseberangan dengan aliran ahlu sunnah wal jama’ah.6

Selain pembagian hadist dhaif di atas yang dilihat dari factor penyebab lemahnya
suatu hadist, hadist dhaif juga dibagi lagi dilihat dari naiknya dan tidaknya hadist
dhaif ke tingkat yang lebih tinggi menjadi dua bagian. Antara lain:

Pertama, hadist dhaif yang bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi menjadi hadist
hasan li ghoiri dengan syarat dikuatkan oleh riwayat lain. Macam-macam hadist dhaif
yang masuk dalam ketegori ini adalah hadist dhaif yang kedhaifanya masih dianggap
ringan, seperti, terputusnya sanad (muallaq, munqoti, mursal, mu’dhol dan yang lain),
atau karena majhul. Hadist-hadist tersebut meskipun dhaif akan tetapi bisa naik ke
tingkat hasan li ghoiri dengan syarat dikuatkan oleh periwayatan lain.

Kedua, hadist dhaif yang tidak bisa naik ke tingkat lebih tinggi dikarenakan
adanya perawi yang dituduh berdusta (matruk), banyak salah dan lupanya (munkar),
atau adanya perawi yang pendusta (maudhu’). Hadist-hadist ini tidak bisa naik ke
tingkat yang lebih tinggi meskipun dikuatkan oleh periwayatan lain.

iv. Kedudukan Hadits Mardud sebagai Dalil dalam Islam


Adapun ke-ḥujjah-an Hadis ḍaif pada umumnya adalah mardud. Yaitu ditolak,
tidak dapat dijadikan dalil sumber penetapan hukum dan amalan Ibadah. Hanya saja pada
Hadis Mursal jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah sahih dan dapat
dijadikan ḥujjah. Dari segi hukum mengamalkannya, Hadis ḍaif tidak dapat dijadikan
dalil sumber penetapan hukum.
BAB III
6
Mahmud Tohhan, Taisir Mustolah Hadist, (Alexandria: Markaz al-Huda Lid Dirosat: 1415H), 55. Abdul
Karim Abdullah al-Khdir, Al-Hadist ad-Dhoif Wa Hukmul Ihtijaj Bihi (Riyad: Dar al-Muslim, 1997),. 63.

5|Page
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka diambil kesimpulan bahwasannya Sehubungan
dengan hadis yang ditolak (mardûd), kriteria ditetapkan dengan kehati-hatian, dimana
kedaifan hadis itu tidak terpaku pada adanya dalil yang berlawanan dengannya,
melainkan mereka menetapkan kedaifan suatu hadis hanya dengan kurang terpenuhinya
kriteria hadis yang dapat diterima, mengingat bahwa boleh jadi rawinya melakukan suatu
kesalahan dalam menyampaikannnya. Disamping itu mareka menetapkan, bahwa boleh
jadi suatu sanad itu sahih tapi matannya tidak sahih dan sebaliknya. Dalam hal ini mereka
memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi masing masing sanad.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan saya sadar
bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna. Masih banyak kesalahan dari berbagai
macam sisi, jadi kami harapkan saran dan kritik dari Bapak Dosen dan teman-teman yang
bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

6|Page
Kholis, M. M. (2016). Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif dalam Fadhail A’mal: Studi
Teoritis dan Praktis. Al-Tsiqoh: Islamic Economy and Da’wa Journal Vol. 1 No. 2, 26-39.

M, A. M. (2003). Memahami Ilmu Hadis: Telaah Metodologi dan Literatur Hadis.


Jakarta: Lentera.

Mukhlis. (2016). Pembahasan Hadits Da'if (Sebuah Pengantar dalam Memahami Kajian
Hadits). Jurnal Penelitian dan Ilmu-ilmu Vol.5 No.10, 195-206.

Rajab, H. (2021). Hadits Mardud dan Diskusi tentang Pengamalannya. Jurnal Studi
Islam: Vol. 10. No. 1, 45-69.

http://repository.unissula.ac.id/13485/5/Bab%20I.pdf

7|Page

Anda mungkin juga menyukai