Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN READING JOURNAL

PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN


FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN MENSTRUASI PADA
REMAJA

Dosen Pembimbing:
Ellyda Rizky Wijhati, S.ST.,M.Keb

Disusun Oleh:
Fitri Maria Ulfa
2010105011

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS’AISYIYAH YOGYAKARTA
TA 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah
suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,
fungsi serta prosesnya. Hal ini terkait pada suatu keadaan yaitu manusia dapat
menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses
reproduksinya secara sehat dan aman. Kesehatan reproduksi terkait dengan siklus
hidup, yang setiap tahapannya mengandung risiko yang terkait dengan kesakitan
dan kematian (BKKBN, 2013).
Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi sangat erat kaitannya dengan
menstruasi pada remaja. Remaja ialah masa perubahan atau peralihan dari anak-
anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan
perubahan sosial (Sofia & Adiyanti, 2013). Menstruasi adalah proses keluarnya
darah dari dalam rahim yang terjadi karena luruhnya dinding rahim bagian dalam
yang mengandung banyak pembuluh darah dan sel telur yang tidak dibuahi. Proses
menstruasi dapat terjadi dikarenakan sel telur pada organ wanita tidak dibuahi, hal
ini menyebabkan endometrium atau lapisan dinding rahim yang menebal menjadi
luruh yang kemudian akan mengeluarkan darah melalui saluran reproduksi wanita
(Nuraini, 2018).
Gangguan menstruasi merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi
dalam siklus menstruasi. Laporan WHO (2020) menyebutkan prevalensi gangguan
siklus menstruasi pada wanita sekitar 45%. Data Riset Kesehatan Dasar (2018)
menjelaskan bahwa di Indonesia, wanita usia 10-59 tahun mengalami masalah
menstruasi tidak teratur sebanyak 13,7 % dalam 1 tahun. Gangguan siklus
menstruasi yang tidak teratur pada perempuan Indonesia usia 17-29 tahun serta 30-
34 tahun cukup banyak yaitu sebesar 16,4% (Yuni & Ari, 2020).
Gangguan menstruasi umumnya terjadi pada perempuan adalah tidak
menstruasi selama beberapa waktu (amenorhea), darah menstruasi yang sangat
banyak (menorragia), dan timbulnya sakit pada menstruasi (dysmenorea).
Menstruasi tidak teratur disebabkan oleh hal-hal yang terkait dengan gaya hidup
atau masalah kesehatan salah satunya adalah peningkatan stres (Haryono, 2016).
Beberapa kasus gangguan menstruasi pada wanita dapat menimbulkan
kekhawatiran berlebih, mengganggu aktivitas sehari-hari, bahkan dalam jangka
waktu panjang akan mengakibatkan infertilisasi serta penyakit ginekologi yang
mengancam nyawa.
Deteksi dini merupakan salah satu upaya preventif terjadinya gangguan
menstruasi pada wanita. Berdasar pada pengetahuan yang cukup diharapkan dapat
melahirkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dapat dijadikan attention atau
perhatian bagi para remaja agar berusaha menghindari atau mengurangi faktor
penyebab yang dapat memicu terjadinya gangguan menstruasi. Oleh sebab itu,
penulis tertarik untuk melakukan reading journal mengenai faktor penyebab
gangguan menstruasi pada remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Jurnal
Tabel 2. 1 Hasil Penelusuran Jurnal

Penulis, Tahun, Waktu, Tempat Tujuan Metode Responden/Subyek Hasil Penelitian


Judul Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian dan
Jumlah Sampel
Artikel Miraturrofi’ah Penelitian ini Tujuan Jenis dan Populasi adalah Hasil penelitian
Jurnal (2020). dilakukan di penelitian ini rancangan yang siswi remaja usia didapatkan bahwa
1 Kejadian YPPS Bandung. untuk digunakan 10-19 tahun gangguan menstruasi
Gangguan Waktu penelitian mengetahui adalah metode dengan jumlah banyak dialami oleh
Menstruasi tidak disebutkan kejadian penelitian sampel dengan remaja dengan status gizi
Berdasarkan gangguan deskriptif, menggunakan lebih yaitu sebesar
Status Gizi menstruasi menggunakan teknik total 91,17%. Adapun jenis
Pada Remaja berdasarkan pendekatan sampling adalah dari gangguan menstruasi
status gizi pada cross sectional 102 orang yang banyak dialami oleh
siswi remaja study siswi remaja disana
YPPS Bandung adalah hipermenorea.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa
status gizi memiliki
hubungan dengan
gangguan menstruasi
pada siswi remaja YPPS
Bandung
Artikel Rahma (2021). Penelitian ini di Penelitian ini Metode Sampel penelitian Hasil penelitian dari hasil
Jurnal Hubungan lakukan di bertujan untuk penelitian yang
adalah siswi analisis bivariat
2 Kebiasaan SMAN 12 Kota menganalisis di gunakan
SMAN 12 Kota menggunakan uji Chi-
Konsumsi Fast Bekasi yang hubungan kuantitatif
Bekasi square menunjukan
Food Dan Stres berlokasi di Jalan konsumsi fast dengan desain bahwa Terdapat
Terhadap Siklus Raya I Gusti food dan stres cross sectional hubungan yang
Menstruasi Ngurah Rai, terhadap siklus signifikan antara
Pada Remaja RT.008/RW.010, menstruasi pada konsumsi fastfood dan
Putri SMAN 12 Kranji, Kec. siswi SMAN siklus menstruasi pada
Kota Bekasi Bekasi Barat, 12 Kota Bekasi siswi SMAN 12 Kota
Kota Bekasi, Bekasi dengan p-value
Jawa Barat 0,003 dan OR 5.0. Dan
17135. Waktu juga terdapat hubungan
penelitian di yang signifikan antara
laksanakan pada tingkat stres dengan
bulan Desember siklus menstruasi pada
2020 – Januari siswi SMAN 12 Kota
2021 Bekasi dengan p- value
0,005 dan OR 6,4
Artikel Islamy & Farida Penelitian ini Untuk Desain Populasi dari Hasil penelitian
Jurnal (2019). Faktor- dilakukan di mengetahui penelitian penelitian adalah menunjukkan bahwa
3 Faktor yang STIKes Hutama faktor yang adalah cross- seluruh terhadapat
Mempengaruhi Abdi Husada paling dominan sectional study mahasiswi Tingkat hubungan antara tingkat
Siklus Tulungagung. mempengaruhi III Program Studi stres (RP=4,7 (95% CI
Menstruasi Waktu penelitian siklus S1 1,1 – 20,0); p=0,015) dan
Pada Remaja dilaksanakan menstruasi pada Keperawatan status gizi (RP=2,8 (95%
Putri Tingkat III pada tanggal 9 remaja putri STIKes Hutama CI
April tingkat III di Abdi Husada
2018 STIKes Hutama Tulungagung 1,6 – 4,8); p=0,026)
Abdi Husada dengan jumlah dengan siklus menstruasi.
Tulungagung sampel sebanyak Analisis multivariat
40 responden menunjukkan bahwa
variabel yang paling
besar pengaruhnya dalam
siklus menstruasi adalah
status gizi dan tingkat
stres. Kesimpulan dari
penelitian bahwa remaja
putri yang mengalami
stres dan memiliki status
gizi tidak normal dapat
berdampak pada siklus
menstruasi
B. Pembahasan Jurnal
Berdasarkan tabel 2.1 hasil penelusuran jurnal didapatkan 3 jurnal nasional
yang membahas tentang faktor penyebab gangguan menstruasi pada remaja.
Hasil penelitian jurnal yang pertama yang dilakukan oleh Miraturrofi’ah (2020)
didapatkan bahwa prevalensi gangguan menstruasi terjadi pada 93,13 % dari
102 dengan rentang usia 13-15 tahun. Ada kemungkinan faktor tersebut
menjadi penyebab tingginya kejadian gangguan menstruasi di YPPS. Hal ini
disebabkan karena pada rentang usia tersebut, koordinasi antara hipotalamus,
hipofise, hormonal dan organ-organ pendukung lainnya belum sepenuhnya
berfungsi dengan maksimal. Sehingga adalah hal yang wajar apabila terdapat
ketidakseimbangan yang pada akhirnya menyebabkan tingginya kejadian
gangguan menstruasi pada siswi remaja. Keadaan menstruasi yang tidak teratur
pada masa 3-5 tahun setelah menarche dan pramenopause (sekitar 3-5 tahun
menjelang menopause) merupakan keadaan yang lazim dijumpai (Lubis et al.,
2017).
Selain itu, gangguan menstruasi banyak terjadi pada remaja dengan status
gizi lebih, yaitu dari 42 siswi sebanyak 41 orang (97,6%), dengan status gizi
kurang, yaitu sebesar 91,6%. Untuk siswi dengan status gizi normal, hanya
sebesar 83,3 % dari 36 siswi yang mengalami gangguan menstruasi. Dalam
kaitannya dengan status gizi, hiperplasia dinding endometrium dapat
diakibatkan oleh tingginya kadar hormon reproduksi utamanya kadar
progesteron yang mana ini dapat terjadi akibat tidak normalnya status gizi
seseorang (Miraturrofi’ah, 2020).
Menurut Anindita Mahitala (2015), ketidakseimbangan sintesis hormon
dalam tubuh dapat mempengaruhi fungsi kerja hormon lain termasuk kinerja
organ reproduksi yang mempengaruhi rangsangan terjadinya gangguan
menstruasi. Banyak kemungkinan yang dapat mempengaruhi terjadinya
ketidakseimbangan sintesis hormon yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kinerja pada tubuh (salah satunya kinerja dalam siklus bulanan). Faktor-faktor
tersebut seperti aktifitas, genetik, tingkat stress yang tinggi, adanya penyakit
dan adanya status gizi yang tidak normal (underweight atau overweight).
Hasil penelitian Miraturrofi’ah (2020) lainnya didapatkan bahwa jenis
gangguan menstruasi yang banyak dialami oleh remaja baik pada status gizi
kurang, normal, dan lebih adalah gangguan hipermenorea, yaitu sebesar 75%
pada status gizi kurang, 41,6% pada status gizi normal, dan 80,9% kejadian
hipermenorea pada status gizi lebih. Hipermenorea sendiri didefinisikan
sebagai suatu kondisi apabila durasi periode atau lamanya mentruasi > 7 hari
dan kehilangan darah > 80 mL (menggunakan ≥ 5 pembalut). Banyaknya
pengeluaran darah yang terjadi dapat menyebabkan tingginya kemungkinan
anemia pada remaja.
Gangguan hipomenorea dan dismenorea terlihat lebih rendah pada setiap
kategori remaja berdasarkan status gizi. Pada remaja dengan status gizi kurang
angka kejadian hipomenorea lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka
kejadian dismenorea. Sedangkan pada remaja dengan status gizi lebih kejadian
hipomenorea justru lebih rendah jika dibandingkan dengan gangguan
dismenorea. Haid yang lebih pendek dan atau jumlah darah haid yang sedikit.
Hipomenore terjadi karena endometrium tidak tumbuh optimal. Beberapa
keadaan yang dapat menyebabkan hipomenorea, antara lain gangguan
hormonal yang menyebabkan penekanan produksi estrogen yang kemudian
menyebabkan kurangnya penebalan pada dinding endometrium yang akhirnya
menyebabkan volume darah menstruasi lebih sedikit atau lama haid lebih
pendek.
Dismenorea merupakan kondisi dimana adanya rasa nyeri saat menstruasi.
Rasa nyeri ini terutama dirasakan pada perut bagian bawah dan punggung serta
biasanya terasa seperti kram. Dismenorea dibagi menjadi dua, yaitu
dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Berkaitan dengan status gizi,
ketidakseimbangan status gizi pada remaja dapat menyebabkan ketidak
seimbangan pada hormon reproduksi (estrogen dan progesterone) juga sekresi
hormon prostaglandin dapat meningkat sehingga meningkatkan amplitude dan
frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus,
sehingga mengakibatkan iskemi dan kram pada abdomen bawah yang bersifat
siklik (Lubis et al., 2017)
Siswa dengan status gizi gemuk memiliki risiko tertinggi mengalami siklus
panjang dan ketidakteraturan dalam siklus menstruasi. Siswi remaja dengan
status gizi lebih tentunya dapat meningkatkan kerja organ-organ tubuh sebagai
bentuk kemampuan tubuh untuk menetralisir pada keadaan semula dalam
rangka pengeluaran kelebihan tersebut. Hal ini tentunya dapat berdampak pada
fungsi sistem hormonal tubuh baik berupa peningkatan maupun penurunan
kadar progesteron, estrogen, LH (Luetezing Hormon), dan FSH (Folikel
Stimulating Hormon) yang dapat menyebabkan terganggunya proses
koordinasi sistem organ reproduksi dan hormon reproduksi tersebut sehingga
menimbulkan kemungkinan gangguan menstruasi (Lubis et al., 2017)
Sementara itu, faktor kurangnya nutrisi pada seseorang dapat berdampak
pada penurunan fungsi reproduksi. Hal ini dapat diketahui apabila seseorang
mengalami perubahan-perubahan hormon tertentu yang ditandai dengan
adanya penurunan berat badan yang mencolok (Kurus IMT < 18,5). Keadaan
ini terjadi karena kadar gonadotropin dalam serum dan urine menurun serta
penurunan pola sekresinya, kejadian tersebut berhubungan dengan gangguan
fungsi hipotalamus. Jika kadar gonadotropin menurun maka sekresi FSH serta
hormon estrogen dan progesteron juga mengalami penurunan, sehingga tidak
menghasilkan sel telur matang yang dapat berdampak pada munculnya
gangguan siklus haid. (Lubis et al., 2017)
Menurut Miraturrofi’ah (2020), status gizi sendiri pada dasarnya
dipengaruhi oleh banyak faktor, namun secara umum dipengaruhi oleh adanya
infeksi dan kualitas dan kuantitas asupan makan. Banyak remaja yang belum
berpola makan sehat, seperti masih rendahnya sarapan pada remaja.
Melewatkan waktu makan dapat menyebabkan penurunan konsumsi energi,
protein dan zat gizi lain. Miraturrofi’ah (2020) juga menyebutkan komposisi
diet baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dianggap mempengaruhi
menstruasi dan penampilan reproduksi. bagi wanita yang bukan vegetarian bila
berubah ke diet rendah lemak akan memperpanjang siklus menstruasi sebagai
akibat dari memanjangnya fase menstruasi dan fase folikuler.
Hasil penelitian jurnal kedua yang dilakukan oleh Rahma (2021) didapatkan
bahwa menunjukan hasil analisis hubungan antara konsumsi fast food dengan
siklus menstruasi diketahui bahwa dari 30 responden (71,4%) yang sering
mengkonsumsi fast food mengalami siklus menstruasi tidak normal. untuk
yang konsumsi fast food sering dan memiliki siklus menstruasi normal
sebanyak 12 responden (28,6%). Sedangkan responden dengan konsumsi fast
food jarang terdapat 16 responden (66,7%) yang memiliki siklus menstruasi
normal. untuk konsumsi fast food jarang dan memiliki siklus menstruasi tidak
normal terdapat 8 responden (33,3%). Hasil uji statistik mendapatkan nilai p-
value = 0.003 yang dimana artinya ada hubungan yang signifikan antara
konsumsi fast food dengan siklus menstruasi pada siswi SMAN 12 Bekasi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan siklus menstruasi yaitu
pola makan yang tidak sehat yaitu sering mengkonsumsi fast food. Fast food
adalah makanan cepat saji yang tergolong makanan tinggi lemak, tinggi
natrium, tinggi gula tetapi kandungan serat dan vitaminnya rendah. Fast food
banyak di gemari kalangan remaja dikarenakan mudah didapatkan dan praktis.
Meskipun demikian, fast food adalah makanan yang mempunyai nilai gizi
rendah. Zat gizi mempunyai nilai yang sangat penting, yaitu untuk memelihara
proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang sehat, terutama bagi
remaja yang masih dalam pertumbuhan. Keadaan gizi remaja putri dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik termasuk siklus menstruasi. Dengan
demikian perbedaan siklus haid sangat ditentukan berdasarkan keadaan status
gizi. Semakin bagus status gizinya, maka akan semakin cepat usia menarche.
Kebiasaan remaja untuk makan tidak teratur juga berpengaruh, seperti tidak
sarapan, mengkonsumsi fast food, dan melakukan diet yang tidak terkendali
(Rahma, 2021).
Menurut Banowati et al (2011), kandungan gizi pada fast food tidak
seimbang, jika dikonsumsi terus menerus secara berlebih akan menimbulkan
masalah gizi dan faktor resiko penyakit, seperti obesitas, gangguan kulit,
penyakit degenerative dan gangguan siklus menstruasi. Menurut Larasati, T.
A. & Alatas (2016), makanan saji memiliki kandungan gizi yang tidak
seimbang yaitu tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi gula, dan rendah serat.
Kandungan asam lemak didalam makanan cepat saji mengganggu metabolisme
progesterone pada fase luteal dari siklus menstruasi.
Hasil penelitian pada jurnal ketiga yang dilakukan oleh Islamy & Farida
(2019) didapatkan mayoritas responden memiliki tingkat stres yang sedang 31
orang (38,8%) dan untuk variabel siklus menstruasi didapatkan mayoritas
responden memiliki siklus menstruasi yang pendek sebanyak 33 orang
(41,2%). Sedangkan hasil uji chi square. Hasil uji chi sqaure diperoleh p.value
= 0,012 < 0,05 yang artinya ada hubungan antara tingkat stress dengan siklus
menstruasi pada remaja putri di SMAN 5 Pekanbaru Tahun 2019. Stres
merupakan suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya
ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif
organisme. Stres adalah reaksi/respon tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental/beban kehidupan). Dalam pengaruhnya terhadap siklus
menstruasi, stres melibatkan system neuroendokrinologi sebagai system yang
besar peranannya dalam reproduksi wanita (Lubis, 2015).
Menurut asumsi Islamy & Farida (2019), adanya hubungan tingkat stres
dengan siklus menstruasi pada remaja putri di SMAN 5 Pekanbaru Tahun
2019, disebabkan karena banyak remaja putri yang mengalami tingkat stress
yang sedang dan mengalami siklus menstruasi yang pendek. Tingkat stress
disebabkan karena banyak remaja yang mengaku sering mengkhawatirkan
banyak hal seperti tugas sekolah, tuntutan nilai, ranking dan masalah keluarga
menjadi pokok penting dalam menentukan tingkat stres remaja. Perselisihan
orang tua, masalah keuangan keluarga dan sebagainya, banyak membuat anak
tertekan dan hubungan dengan lawan jenis karena remaja mulai tertarik dengan
lawan jenisnya sehingga ada remaja yang mengalami patah hati.
Penelitian serupa juga yang dilakukan oleh Rahma (2021) didapatkan
responden dengan tingkat stres tinggi terdapat 38 responden (66%) yang
memiliki siklus menstruasi yang tidak normal. Untuk tingkat stres tinggi
dengan siklus menstruasi normal sebanyak 18 responden (34%). Sementara itu,
10 responden (76,9%) dengan tingkat stres rendah memiliki siklus menstruasi
normal. Untuk tingkat stress rendah dengan siklus menstruasi tidak normal
terdapat 3 responden (23,1%). Hasil uji chi- square menghasilkan p-value =
0,005 maka ada hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan siklus
menstruasi pada siswi SMAN 12 Kota Bekasi. Dalam kondisi stres, amigdala
di sistem limbik diaktifkan. Sistem ini merangsang hipotalamus untuk
melepaskan hormon yang disebut Corticotrofik Realising Hormone (CRH).
Hormon secara langsung menghambat sekresi GnRH di hipotalamus di nukleus
arkuata, dan proses ini terjadi dengan menambahkan sekresi opioid endogen.
Kadar CRH yang meningkat merangsang pelepasan hormon endorfin dan
kortikotropin ke dalam darah. Hormon-hormon ini secara langsung
menyebabkan penurunan kadar GnRH, dan stres dapat menyebabkan gangguan
siklus menstruasi (Pinasti et al., 2012).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil telaah reading journal pada ketiga jurnal di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor penyebab yang dapat mempengaruhi gangguan
menstruasi pada remaja diantaranya umur, status gizi, pola makan tidak sehat,
makanan rendah nutrisi (junk food), dan stres. Gangguan menstruasi yang
sering terjadi pada remaja diantaranya hiperminorea, hipomenorea dan
dismenorea. Proses peralihan adaptasi remaja, belum seimbangnya produksi
dan kerja hormone serta kurangnya pengetahuan tentang pola hidup sehat bagi
remaja menjadi faktor utama munculnya masalah-masalah gizi, pola hidup dan
stress yang berdampak pada gangguan menstruasi remaja.
B. Saran
Penulis berharap edukasi pentingnya pola hidup sehat serta dampak buruk
junk food bisa lebih digalakan untuk disampaikan kepada masyarakat terutama
remaja. Bimbingan remaja secara khusus juga disarankan agar proses
pemberian konseling, informasi dan edukasi juga lebih terfokus terhadap
masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anindita Mahitala. (2015). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Gangguan
Menstruasi Wanita Pasangan Usia Subur Di Desa Temanggung Kecamatan
Kaliangkrik Kabupaten Magelang Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat
(e-Journal), 3(3), 74–80.

Banowati, L., Nugraheni, N., & Puruhita, N. (2011). Risiko Konsumsi Western Fast
Food Dan Kebiasaan Tidak Makan Pagi Terhadap Obesitas Remaja Studi Di
Sman 1 Cirebon. Media Medika Indonesiana, 45(2), 118-124–124.

Islamy, A., & Farida. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi
Pada Remaja Putri Tingkat III. Jurnal Keperawatan Jiwa, 1, 13–18.

Larasati, T. A., A., & Alatas, F. (2016). Dismenore Primer dan Faktor Risiko
Dismenore Primer pada Remaja. Majority, 5(3), 79–84.

Miraturrofi’ah, M. (2020). Kejadian Gangguan Menstruasi Berdasarkan Status Gizi


Pada Remaja. Jurnal Asuhan Ibu Dan Anak, 5(2), 31–42.
https://doi.org/10.33867/jaia.v5i2.191

Pinasti, S., Anggraini, M. T., & Gunadi. (2012). Hubungan antara tingkat stres
dengan siklus menstruasi pada siswi kelas 2 di SMAN 1 Kendal. Kesehatan,
1(2), 47–50.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/kedokteran/article/download/1305/1358

Rahma, B. (2021). Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food Dan Stres Terhadap
Siklus Menstruasi Pada Remaja Putri SMAN 12 Kota Bekasi. Jurnal Health
Sains, 2(4), 432–443. https://doi.org/10.46799/jhs.v2i4.151

Anda mungkin juga menyukai