Anda di halaman 1dari 50

BAGIAN ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2023


UNIVERSITAS HALU OLEO

MIOMA UTERI

Oleh:
Santry Dewi Pratiwi, S. Ked
K1B1 22 038

Pembimbing:
dr. Firman Ihram Thamrin. Sp.OG., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Santry Dewi Pratiwi, S. Ked

Nim : K1B1 22 038

Judul referat : Mioma Uteri

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2023


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Firman Ihram Thamrin. Sp.OG., M.Kes


BAB I
PENDAHULUAN

Menurut WHO (2013), kesehatan reproduksi adalah keadaan fisik,

mental, dan sosial utuh, tidak hanya terbebas dari berbagai penyakit atau

kecatatan yang berhubungan langsung dengan sistem reproduksi beserta

fungsi dan prosesnya. Ruang lingkup kesehatan reproduksi menurut

International Conference Population and Development (ICPD) (1994) terdiri

dari kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), pencegahan dan

penanganan infeksi menular seksual (IMS), kesehatan reproduksi remaja,

pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan

infertilitas, deteksi dini kanker saluran reproduksi.1,2

Salah satu penyakit sistem reproduksi wanita sejenis tumor yang

paling sering ditemukan adalah mioma uteri. Mioma uteri disebut juga

leiomioma, fibromioma, atau fibroid merupakan neoplasma jinak yang berasal

dari otot uterus dan jaringan ikat. Sebagian besar kasus mioma uteri adalah

tanpa gejala, sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan

pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-50% dari tumor ini yang

menimbulkan gejala klinik, Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan

waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa

kasus ternyata tumbuh cepat. Dengan pertumbuhan mioma dapat mencapai

berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20
tahun, paling banyak berumur 35 – 45 tahun (25%). Mioma uteri ini lebih

sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur.3

Menurut penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Schwartz,

angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000 wanita tiap

tahunnya. Schwartz menunjukan angka kejadian mioma uteri 2- 3 kali lebih

tinggi pada wanita kulit hitam dibanding kulit putih. Diperkirakan setiap 4-5 1

wanita mengidap kelainan ini dan menunjukkan kecenderungan pertumbuhan

pada dekade usia ke-3 dan ke-4 dalam kurun kronologi kehidupan wanita.

Usia termuda yang pernah dijumpai adalah 13 tahun dan tumor jinak ini

mempunyai kecenderungan untuk regenerasi pada masa post menopause. 3 Di

Indonesia, kasus mioma uteri sebesar 2,39-11,7% dan penyakit ini menempati

urutan kedua setelah kanker serviks.2


BAB II

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 42 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Raha

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Status : Menikah

Suku : Muna

Tanggal Masuk : 27 Desember 2022

No. Rekam Medik : 05 44 00

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Benjolan pada perut bagian bawah.

2. Anamnesis Terpimpin

Pasien datang ke RS membawa surat rujukan dari poliklinik kandungan

dengan keluhan benjolan pada perut bagain bawah yang dirasakan ± sejak 3

bulan yang lalu serta pasien merasa sering buang air kecil sejak ± 1 bulan

terakhir dan terkadang merasakan nyeri perut bagian bawah. Keluhan lain
mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), nyeri ulu hati (-), keluar darah dari jalan

lahir (-), keputihan (-). Riwayat USG pada 21 Desember 2022: massa dan

multiple nodul uterus suspek mioma uteri dengan ukuran 10 x 9 cm. Serta

BAB dalam batas normal.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya

a. Riwayat infeksi kandungan dan genitalia disangkal

b. Riwayat trauma (-)

c. Asma (+), Hipertensi (-), DM (-)

4. Riwayat Alergi

Obat (-), Makanan (-)

5. Riwayat Penyakit Keluarga

HT (-), Penyakit yang sama (-)

6. Riwayat Pengobatan

(-)

7. Riwayat Operasi

(-)

8. Riwayat Psikososial

Merokok (-), Alkohol (-)

9. Riwayat Haid

Menarche umur 12 tahun, siklus haid 28-30 hari, Lama haid 5-7 hari dengan

2-3 kali ganti pembalut per harinya.


10. Riwayat KB

KB suntik (3 bulan) 2004-2010 dan Implant (2013-2015)

11. Riwayat Obstetrik

P3A0

a. 2004/ Raha/ Perempuan/ 2,7 kg/ Bidan/ Rumah

b. 2012/ Raha/ Perempuan/ 3kg/ Bidan/ Rumah

c. 2017/ Raha/ Perempuan/ 3kg/ Bidan/ Puskesmas

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

a. Sakit sedang

b. Kesadaran Compos mentis GCS E4M6V5

2. Tanda Vital

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Frekuensi Nadi : 84x/Menit, regular, kuat angkat

c. Frekuensi Nafas : 20x/Menit, reguler

d. Suhu : 36,7oC, aksiler

3. Status Gizi

BB : 58 kg

TB : 150 cm

IMT : 25,7 kg/m2

4. Status Generalisata

a. Kepala : Deformitas (-), rambut hitam, tidak mudah rontok


b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor

(+/+)

c. Hidung : Septum deviasi (-/-), sekret (-/-)

d. Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-/-)

e. Mulut : Perioral sianosis (-), caries (-), stomatitis (-)

f. Leher : Pembesaran kelenjar (-), JVP dalam batas normal.

g. Jantung : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-)

e. Thorax

1) Paru

a) Inspeksi : Simetris kiri = kanan, deformitas (-)

b) Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri simetris

c) Perkusi : Sonor pada ke 2 lapang paru, kiri = kanan

d) Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

2) Jantung

a) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

b) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

c) Perkusi :

Batas atas = ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kanan = ICS IV linea sternalis dextra

Batas kiri = ICS V linea midclavicularis sinistra

d) Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-)

f. Abdomen
1) Inpeksi : Cembung, ikut gerak napas (+)

2) Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.

3) Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-), Massa (+)

4) Perkusi : Timpani (+)

g. Ekstremitas

1) Atas : turgor kulit baik, udem (-/-), akral hangat, sianosis (-), CRT < 2

detik

2) Bawah : turgor kulit baik, udem (-/-), akral hangat, sianosis (-), CRT < 2

detik

D. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Inspeksi : Massa (-), tanda peradangan (-)

Palpasi : Pembesaran kelenjar bartolini (-)

Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan pemeriksaan

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan USG (21 Desember 2022)


Hasil: Uterus membesar, tampak massa dengan ukuran 10 x 9 cm suspek
mioma uteri.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Pemeriksaan Darah Rutin (27 Desember 2022)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 9.8 x 103/uL 4,0-10 x 103/uL
HGB 10.6 g/dL 11-16 g/dL
RBC 4.61 x 103/uL 4,00-6,00 x 103/uL
HCT 40.1 % 37,0-48,0 %
PLT 333 x 103/uL 150-400 x 103/uL
Keterangan : merah = tinggi, biru – rendah

Tabel 2. Pemeriksaan Koagulasi (27 Desember 2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


BT 3,00 menit 1,00-3,00 menit
CT 5,00 menit 3,00-6,00 menit
Keterangan : merah = tinggi, biru – rendah

Tabel 3. Pemeriksaan Kimia darah (27 Desember 2022)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
GDS 109 mg/dL <180 mg/dL
SGPT 22 U/L <31 U/L
SGOT 13 U/L <31 U/L
Keterangan : merah = tinggi, biru – rendah
Tabel 4. Pemeriksaan Antigen SARS CoV-2 ( 27 Desember 2022)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Antigen SARS CoV-2 Negatif Negatif

Tabel 5. Pemeriksaan Immuno Serologi (27 Desember 2022)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Anti HIV 1 Non Reaktif Non reaktif
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif

F. RESUME

Pasien datang ke RS membawa surat rujukan dari poliklinik kandungan

dengan keluhan benjolan pada perut bagain bawah yang dirasakan ± sejak 3 bulan

yang lalu serta pasien merasa sering buang air kecil sejak ± 1 bulan terakhir dan

terkadang merasakan nyeri perut bagian bawah. Keluhan lain berupa mual (-),

muntah (-), sakit kepala (-), nyeri ulu hati (-), keluar darah dari jalan lahir (-),

keputihan (-). Riwayat USG pada 21 Desember 2022: massa dan multiple nodul

uterus suspek mioma uteri dengan ukuran 10 x 9 cm. Serta BAB dalam batas

normal.

Riwayat penyakit sebelumnya (-); Riwayat alergi obat dan makanan (-);

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-), HT (-); Riwayat pengobatan (-);

Riwayat Operasi (-); Riwayat merokok dan alkohol (-); Menarche umur 12 tahun,

siklus haid 28-30 hari, Lama haid 5-7 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut per

harinya; Riwayat Obstetrik P3A0; Riwayat KB (-).

1. KU dan status generalisata

Sakit sedang dan compos mentis


2. Pada pemeriksaan tanda vital

a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

b. Frekuensi Nadi : 84x/Menit, regular, kuat angkat

c. Frekuensi Nafas : 20x/Menit, regular

d. Suhu : 36,7oC, aksiler

3. Pemeriksaan fisis umum ditemukan massa pada regio hypogastric.

G. DIAGNOSA KERJA

Pre Operatif : Mioma uteri


Post Operatif : Mioma uteri Intramural

H. TERAPI

1. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien

2. Rencana Operasi Histerektomi tanggal 28 Desember 2022 pukul 10.00 WITA

Dokumentasi operasi (Laparotomi Histerektomi)


I. OBSERVASI PASIEN

Waktu Observasi Pasien Terapi


Selasa, S : Benjolan pada perut bagain - Observasi KU dan TTV
27/12/2022 bawah - Rencana laparotomi besok,
19. 30 WITA O: Baik, CM Selasa 28/12/2022
T: 120/80 mmHg - Informed consent pasien
N: 76x/Menit dan keluarga untuk rawat
P: 20x/Menit inap dan rencana
S: 36,7 oC laparotomi
Pemeriksaan fisis: - Pasien dipuasakan mulai
Regio abdomen: cembung, ikut pukul 02.00 WITA
gerak napas, nyeri tekan (-),
massa (+), hepar/lien tidak
teraba
A: Mioma Uteri
Rabu, 28/12/2022 S : Benjolan pada perut Planning:
06.05 WITA O : Baik, CM - Observasi KU dan TTV
T: 110/70 mmHg - Rencana Laparotomi jam
N: 80x/Menit 10.00 WITA
P: 20x/Menit - Pasang IVFD dan kateter
S: 36,9 oC
Abdomen: nyeri tekan (-),
massa (+)
A : Mioma Uteri
10.00 WITA Tindakan Laparotomi
Plannig :
1. Pasien dibaringkan di meja
- IVFD RL 28 tpm
operasi dengan posisi
- Cefotaxime 1 gram/12j/iv
supine
- Ketorolac 1 amp amp/8j/iv
2. Dilakukan insisi midline - Ranitidin 1 amp/8j/iv
3. Visualisasi uterus dan
insisi bagian uterus
4. Enukleasi uterus
5. Operasi selesai
Kamis, S : Nyeri luka operasi Planning :
29/12/2022 O : sakit sedang, GCS E4M6V5 - Observasi keadaan umum
06.15 WITA T: 110/80 mmHg dan tanda-tanda vital
N: 82x/Menit pasien
P: 22x/Menit - Terapi :
S: 36,7 oC  RL 28 tpm
Verban : Kering  Ketoprofen 100
Pemeriksaan fisis dbn kecuali mg/12jam/Rectal
pada regio abdomen, tempat  Metronidazole/8
operasi Nampak bekas luka jam/drips
sudah kering  Cefotaxime 1gr/8 jam/iv
BAB belum, BAK dbn  Ranitidine 1 amp/8
A : Post Op H-1 Laparotomi jam/iv
+ Histerektomi ec mioma  Ketorolac 1 amp/8
uteri multiple jam/iv
 Aff Kateter

Jumat, S : Nyeri area luka operasi Planning :


30/12/2022 O : sakit sedang, GCS E4M6V5  Observasi keadaan
06.15 WITA T: 110/80 mmHg umum dan tanda-
N: 82x/Menit tanda vital pasien
P: 22x/Menit  Terapi
S: 36,7 oC - RL 28 tpm
Verban : Kering - Cefadroxil 500
Pemeriksaan fisis dbn kecuali mg/12 jam/oral
pada regio abdomen, tempat - Asam mefenamat
operasi Nampak bekas luka 500mg/8jam/oral
sudah kering  Aff infuse
BAB belum, BAK dbn  Pasien Boleh Pulangg
A : Post Op H-2 Laparotomi
+ Histerektomi ec mioma
uteri multiple
BAB III

TUNJUKAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Mioma uteri adalah neopalsma jinak yang berasal dari miometrium, terdiri dari

sel-sel jaringan otot polos uterus dan jaringan pengikat fibroid, dan kolagen, sehingga

dalam kepustakaan dikenal dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid. 1 Sel

tumor terbentuk karena mutasi genetik, kemudian berkembang akibat induksi hormon

estrogen dan progesterone. Mengingat sifat pertumbuhannya di pengaruhi hormonal,

tumor ini jarang mengenai usia pra-pubertas serta progrsivitasnya akan menurun pada

masa menopause.2

B. EPIDEMIOLOGI

Mioma uteri terjadi pada 20 - 25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh

faktor yang tidak diketahui secara pasti dengan kejadian mioma uteri di Dunia diprediksi

mencapai 60-75% terjadi pada wanita berusia di atas 20-35 tahun. Insidensinya 3-9 kali

lebih banyak pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. 4

Kejadian mioma uteri di Indonesia sebesar 2,39%−11,70%, terdapat prevalensi

mioma uteri sebesar 10,3% dan 11,9% dari semua penderita ginekologi yang dirawat

serta diketahui insidensinya selalu meningkat tiap tahunnya. 2 Jumlah kejadian penyakit

ini di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Selain endometriosis,

mioma uteri merupakan salah satu penyakit penyerta pada wanita infertil. 4

Dari seluruh wanita, insiden mioma uteri diperkirakan terjadi sekitar 20- 30%.

Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi sekitar 20- 25%, angka

kejadian ini lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu sekitar 40%. Tingginya kejadian
mioma uteri antara usia 35 – 50 tahun menunjukkan adanya hubungan antara mioma uteri

dengan hormon estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi pada usia

sebelum menarke sedangkan angka kejadian mioma uteri pada wanita menopause hanya

sekitar 10%. Ditemukan bahwa mereka yang menarke pada usia <10 tahun beresiko

mendapat penyakit reproduksi 10% lebih cepat dibandingkan dengan wanita yang

memulai menstruasi pada usia 14 tahun. Menarke dini (<10 tahun) ditemukan

meningkatkan resiko relatif mioma uteri 1,24 kali sedangkan menarke lambat (>16 tahun)

menurunkan resiko relatif mioma uteri.4

C. ETIOLOGI

Etiologi pasti mioma uteri belum diketahui secara pasti. Mioma jarang
sekali ditemukan pada usia sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh
hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduksi.5
Umumnya mioma terjadi di beberapa tempat. Pertumbuhan mikroskopik
menjadi masalah utama dalam penanganan mioma karena hanya tumor soliter dan
tampak secara makroskopik yang memungkinkan untuk ditangani dengan cara
enukleasi. Walaupun penyebab mioma uteri belum dikatahui secara pasti, tetapi
mioma uteri atau fibroid uteri ini telah diidentifikasi adalah merupakan proliferasi
jinak dari otot polos dan jaringan ikat fibrosa yang berasal dari sel tunggal. Sering
ditemukan multiple, dengan diameter berkisar antara 1 mm hingga >20cm, dan
dikelilingi oleh pseudokapsul dari serat otot polos. Fibroid ini dapat membesar
sebagai respon terhadap estrogen dan sebagian besar akan mengecil setelah
menopause. Progestin, clomiphene, dan kehamilan dapat menyebabkan
peningkatan ukuran yang lebih cepat, dengan disertai degenerasi hemoragik dan
nyeri.6
Etiologi mioma uteri adalah abrnomalitas gen karena mutasi genetik
HMG1, HMG1-C, HMG1 (Y) HMGA2, COL4A5, COL4A6, dan MEDI2.2
Kelainan kromosom terjadi akibat gangguan translokasi kromosom 10, 12, dan
14, delesi kromosom 3 dan 7 serta aberasi kromosom 6.7

D. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko pertumbuhan mioma uteri antara lain umur, paritas, riwayat

keluarga, usia menarche, obesitas, serta hormon estrogen dan progesterone.

Wanita dengan usia menarche dini < 10 tahun berisiko 2 kali lebih besar dari pada

wanita dengan usia menarche normal karena pada saat wanita sudah mengalami

menstruasi maka hormon estrogen sudah diproduksi, hal ini yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri.

Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya mioma uteri, berhubungan

dengan konvensi endogen menjadi estrogen oleh enzim aromatase dijaringan

lemak sehingga hasilnya jumlah estrogen didalam tubuh meningkat, dengan

meningkatnya jumlah estrogen inilah yang dapat menyebabkan seorang wanita

terkena mioma uteri. Selain usia menarche dan obesitas, wanita yang melahirkan

< 1 anak juga mempunyai risiko 2,7 kali mengalami mioma uteri, karena jumlah

hormon estrogen dalam tubuh yang banyak, dibandingkan dengan wanita yang

melahirkan banyak anak, hormon estrogen dalam tubuhnya akan berkurang, yang

dapat mengurangi risiko terjadinya mioma uteri. Selain itu wanita dengan riwayat

keluarga keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5

kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa

garis keturunan penderita mioma uteri. Selain diproduksi alami oleh tubuh
hormon estrogen juga dapat dihasilkan dari penggunaan alat kontrasepsi

hormonal, yang dapat memicu pertumbuhan mioma uteri karena mioma uteri kaya

akan reseptor estrogen.8

1. Usia
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi terjadi antara usia 35-50

tahun yaitu mendekati angka 40% dengan kejadiannya 4,3 per 1000 wanita.

Sedangkan pada kelompok wanita usia 40-44 tahun tingkat kejadian fibroid 22,5

per 1000 wanita, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun,

sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia

sebelum menarke kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia

reproduksi, serta akan turun pada usia menopause. Pada wanita menopause

mioma uteri ditemukan sebesar 10%. Proporsi mioma meningkat pada usia

35-45 tahun. Penelitian Chao-Ru Chen di New York menemukan wanita

kulit putih umur 40-44 tahun beresiko 6,3 kali menderita mioma uteri

dibandingkan umur <30 tahun. Sedangkan pada wanita kulit hitam umur 40-

44 tahun beresiko 27,5 kali untuk menderita mioma uteri jika dibandingkan

umur <30 tahun.7

2. Faktor hormonal endogen.


Paparan hormon endogen yang lebih besar dapat meningkatkan risiko

kejadian fibroid, seperti yang ditemukan pada menarke dini (usia < 10 tahun) dan

risiko rendah pada wanita yang terlambat menarke. Fibroid ditemukan lebih kecil
dan lebih sedikit pada spesimen histerektomi pada wanita postmenopause, yang

mana memiliki kadar estrogen endogen yang rendah.

3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita

miomauteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma

dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.7

4. Etnis.
Wanita Afrika-Amerika memiliki risiko 2,9 kali lebh besar mengalami

fibroid daripada wanita berkulit putih, tidak terkait dengan faktor risiko lain yang

diketahui. Wanita Afrika-Amerika memiliki perkembangan pada usia yang lebih

muda dan memiliki lebih banyak, lebih besar, dan lebih banyak yang simtomatik.

Tidak jelas apakah perbedaan ini adalah genetik atau hasil dari perbedaan yang

diketahui dalam kadar estrogen yang bersirkulasi, metabolisme estrogen, makanan,

atau faktor lingkungan.

5. Menarke Prematur dan Menopause Terlambat


Menarke dini pada usia kurang dari 10 tahun dan menopause

terlambat akan meningkatkan risiko mioma uteri akibat sel rahim terus

terpapar estrogen. Pada masa menopause, mioma uteri biasanya cenderung

menyusut dikarenakan hormon estrogen yang tak lagi diproduksi.6,7

6. Nulipara
Wanita yang belum pernah hamil berisiko terkena mioma uteri;

dikaitkan dengan pengaruh paparan hormon seks, estrogen, dan

progesteron.5
7. Infeksi/Iritasi
Infeksi, iritasi, atau cedera rahim akan meningkatkan risiko mioma

uteri melalui induksi growth factor.7

8. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Sebuah studi

prospektif menemukan bahwa risiko fibroid meningkat 21% dengan setiap

10 kg peningkatan berat badan, dan dengan meningkatnya indeks massa

tubuh (IMT). Temuan serupa dilaporkan pada wanita dengan lemak tubuh

lebih dari 30%. Obesitas meningkatkan konversi androgen adrenal menjadi

estron dan menurunkan globulin pengikat hormon seks. Hasilnya adalah

peningkatan estrogen yang tersedia secara biologis, yang dapat menjelaskan

peningkatan prevalensi dan atau pertumbuhan fibroid. Hal ini mungkin

berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh

enzim aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah

estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan

peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.7

9. Diet.
Beberapa penelitian meneliti hubungan antara diet dan keberadaan

atau pertumbuhan fibroid. Pola makan yang tinggi akan daging sapi, daging

merah lainnya, dan ham meningkatkan insiden fibroid, sementara diet yang

tinggi akan sayuran hijau mengurangi risiko ini.

10. Kurang aktifitas fisik.


Wanita dalam kategori aktifitas fisik tinggi (sekitar 7 jam per minggu)

secara signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami fibroid

dibandingkan wanita dalam kategori aktifitas fisik rendah (kurang dari 2 jam

per minggu)

11. Penyakit Komorbid


Hipertensi, Polycystic Ovary Syndrome (PCOS), dan diabetes

merupakan tiga penyakit yang umumnya berasosiasi dengan kejadian mioma.

Peningkatan insulin dan IGF-I serta hiperandrogen menjadi faktor pemicu

PCOS dan diabetes, pada hipertensi terjadi pelepasan sitokin yang

merangsang proliferasi jaringan tumor.7

12. Kontrasepsi Hormonal


Prevalensi mioma uteri akan meningkat pada penggunaan kontrasepsi

hormonal mengandung hormon estrogen baik estrogen murni maupun

kombinasi. Jika fibroid tumbuh, kemungkinan progesteron menjadi

penyebabnya. Satu studi mengevaluasi wanita pascamenopause dengan

fibroid yang diberikan 2 mg estradiol oral setiap hari dan diacak menjadi 2,5

atau 5 mg medroxyprogesteron acetate (MPA) perhari. Satu tahun setelah

memulai pengobatan 77% wanita yang memakai 2,5 mg MPA tidak

mengalami perubahan atau penurunan diameter fibroid dan 23% mengalami

sedikit peningkatan. Namun, 50% wanita yang memakai MPA 5 mg

mengalami peningkatan ukuran fibroid (rata-rata peningkatan diameter 3,2

cm).
Wanita pascamenopause dengan fibroid yang diobati dengan

conjugated equine estrogen (CEE) 0,625 dan MPA 5 mg dibandingkan selama

3 tahun dengan kelompok wanita yang sama yang tidak menggunakan terapi

hormon. Pada akhir tahun ketiga, hanya 3 dari 34 (8%) wanita yang diobati

dan 1 dari 34 (3%) wanita yang tidak diobati mengalami peningkatan volume

fibroid melebihi baseline. Wanita pascamenopause dengan fibroid yang

diketahui, diikuti dengan sonografi, tercatat memiliki diameter fibroid rata-

rata 0,5 cm setelah menggunakan patch estrogen transdermal ditambah

progesteron oral selama 12 bulan. Wanita yang menggunakan estrogen oral

dan progesteron tidak mengalami peningkatan fibroid ukuran.7

13.Stres
Pada stres terjadi pelepasan kortisol dan perangsangan Hypothalamo-

Pituitary-Adrenal Gland Axis yang akan menyebabkan peningkatan estrogen

dan progesteron.7

E. PATOFISIOLOGI

Sejumlah faktor dihubungkan dengan kejadian mioma uteri yang dikenal dengan

nama lain leiomioma uteri, yakni: hormonal, proses inflamasi, dan growth factor.

1. Hormonal

Mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor estrogen di bagian

dalam miometrium bertambah signifikan. Sebagai kompensasi, kadar

estrogen menjadi meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi. Enzim


ini membantu proses aromatisasi androgen menjadi estrogen. Estrogen akan

meningkatkan proliferasi sel dengan cara menghambat jalur apoptosis, serta

merangsang produksi sitokin dan Platelet Derived Growth Factor (PDGF)

dan Epidermal Growth Factor (EGF). Estrogen juga akan merangsang

terbentuknya reseptor progesteron terutama di bagian luar miometrium.7

Progesteron mendasari terbentuknya tumor melalui perangsangan

Insulin Like Growth Factor (IGF-1), Transforming Growth Factor (TGF), dan

EGF. Maruo, dkk. meneliti peranan progesteron yang merangsang proto-

onkogen, Bcl-2 (beta cell lymphoma-2), suatu inhibitor apoptosis dan

menemukan bukti bahwa gen ini lebih banyak diproduksi saat fase sekretori

siklus menstruasi. Siklus hormonal inilah yang melatarbelakangi

berkurangnya volume tumor pada saat menopause.7

Teori lain yang kurang berkembang menjabarkan pengaruh hormon

lain seperti paratiroid, prolaktin, dan Human Chorionic Gonadotropin (HCG)

dalam pertumbuhan mioma.7

2. Proses Inflamasi

Masa menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai

dengan hipoksia dan kerusakan pembuluh darah yang dikompensasi tubuh

berupa pelepasan zat vasokonstriksi.2 Proses peradangan yang berulang kali

setiap siklus haid akan memicu percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler

yang merangsang proliferasi sel.2 Obesitas yang merupakan faktor risiko

mioma ternyata juga merupakan proses inflamasi kronis; pada penelitian in


vitro, pada obesitas terjadi peningkatan TNF-α.2 Selain TNF-α, sejumlah

sitokin lain juga memiliki peranan dalam terjadinya tumor antara lain IL1, IL-

6, dan eritropoietin.7

3. Growth Factor

Beberapa growth factor yang melandasi tumorgenesis adalah

Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin Like Growth Factor (IGF I-II),

Transforming Growth Factor-B, Platelet Derived Growth Factor, Acidic

Fibroblast Growth Factor (aFGF), Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF),

Heparin-Binding Epidermal Growth Factor (HBGF), dan Vascular

Endothelial Growth Factor (VEG-F). Mekanisme kerjanya adalah dengan

mencetak DNA-DNA baru, induksi proses mitosis sel dan berperan dalam

angiogenesis tumor. Matriks ekstraseluler sebagai tempat penyimpanan

growth factor juga menjadi faktor pemicu mioma uteri karena dapat

mempengaruhi proliferasi sel.7

F. KLASIFIKASI

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang

terkena.1

a. Lokasi

1) Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.

2) Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus

urinarius.
3) Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa

gejala.

b. Lapisan uterus

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%)

subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).

Gambar 3. Klasifikasi mioma uteri berdasarkan lokasinya.

1) Mioma Submukosa

Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol

kedalam rongga uterus. jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma.

jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma

submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan


melalui saluran serviks disebut mioma geburt. hal ini dapat menyebabkan

dismenore.1,5

Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih

penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa

ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali

memberikan keluhan yang tidak berarti. sebaliknya pada jenis submukosa

walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan

melaluivagina. perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai

terapinya dilakukan histerektomi. 1,5

Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma

submukosa pedunculated. Mioma submukosa pedunculated adalah jenis

mioma submukosa yang mempunyai tangkai. tumor ini dapat keluar

darirongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau

mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, nekrosis,

dan infark. pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan

sepsis karena proses di atas. 1,5

2) Mioma Intramural

Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut

miometrium. karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan

terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. bila di dalam

dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai

bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang


terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan

dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan

keluhan miksi.1,5

Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. biasanya multipel apabila

masih kecil dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan

menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah

bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti

kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah

bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-

kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar,

jaringan ikat dominan padat, jaringan otot rahim dominan lunak. 1,5

Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan

permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan

struktur mirip potongan daging ikan. tumor berbatas tegas dan berbeda

dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan.

konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi

lunak. bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara

histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang

membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos

miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang

mati. setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi,

ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi
perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh

karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini

terjadi secara sekunder dari atrofi postmenopausal, infeksi, perubahan

dalam sirkulasi atau transformasi maligna. 1,5

3) Mioma Subserosa

Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada

permukaan uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat

tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma

intraligamenter.1,4

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan

saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus

melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam

ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma

yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa.

Perlengketan dengan usus, omentum, atau mesenterium di sekitarnya

menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke

omentum, akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus sehingga mioma

akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga

peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.1,5

4) Mioma Intraligamenter

Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,

misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari


uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid, jarang sekali

ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik

dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri

eksternum berbentuk bulan sabit.1,5

Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas

otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan whorie like

pattern / dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang

terdesak karena pertumbuhan.1,5

Sistem klasifikasi fibroid FIGO mengkategorikan fibroid berdasarkan

lokasinya submukosa, intramural, subserosa, transmural dan dikasifikasikan

atas beberapa tipe antrasa lain

 Tipe 0 - merupakan pedunculated intracavitary myoma, tumor

berada submukosa dan sebagian dalam rongga rahim

 Tipe 1 - merupakan tipe submukosa dengan < 50% bagian

tumor berada di intramural

 Tipe 2 - tumor menyerang 50% intramural

 Tipe 3 - seluruh bagian tumor berada dalam dinding uterus

yang berdekatan dengan endometrium

 Tipe 4 - tipe tumor intramural yang lokasinya berada dalam

miometrium
 Tipe 5 - tipe serosa dengan 50% bagian tumor berada pada

intramural

 Tipe 6 - jenis subserosa yang mengenai < 50% intramural

 Tipe 7 - tipe pedunculated subserous

 Tipe 8 - kategori lain ditandai dengan pertumbuhan jaringan di

luar miometrium yang disebut cervicalparasitic lesion.

Gambar 4. Sistem klasifikasi FIGO

G. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik hanya terjadi pada 35-50% penderita mioma. Hampir sebagian

besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan dalam uterusnya,

terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat

bergantung pula dari lokasi, ukuran atau jenis mioma yang diderita. Berbagai

keluhan penderita dapat berupa:

1. Massa pada perut bawah


Penderita mengeluh merasakan adanya massa atau benjolan di perut

bagian bawah.9

2. Perdarahan abnormal uterus

Perdarahan menjadi manifestasi klinis utama pada mioma dan pada hal

ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi

anemia defisiensi besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang

besar maka sulit dikoreksi dengan suplementasi besi. Perdarahan pada mioma

submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah

endometrium, tekanan dan bendungan pembuluh darah di area tumor terutama

vena, atau disebabkan oleh ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor

bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium

akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai

yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek

tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.9

3. Nyeri

Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi

pembukuh darah, infeksi torsi tangkai mima, atau kontraksi uterus sebagai

upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala

abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau

degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis).

Mioma yang besar dapat menekan rectum sehingga dapat menimbulkan


sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma

yang menekan persarafan yang berjalan di atas permukaa tulang pelvis.9

4. Efek Penekanan

Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi

tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan

mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ

sekitar. Peristaltik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna

perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma

serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan,

dispareunia, dan infertilitas.9

Bila ukuran tumor lebih besar lagi, akan terjadi penekanan ureter,

kandung kemih dan rektum. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melaui

pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgen, dan MRI. Abortus spontan

dapat disebabkan oleh penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri.9

5. Infertilitas

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan

masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27% – 40% wanita dengan mioma uteri

mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang

mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma

submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga

uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat

menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi


pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana

terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas

sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut,

maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.9

H. DIAGNOSIS

Diagnosis mioma uteri ditegakkan melalui anamnesis gangguan siklus haid

dan pemeriksaan fisik pembesaran perut. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan

penunjang rutin untuk konfirmasi diagnosis.

1. Anamnesis

Anamnesis mencakup riwayat menstruasi yang menyeluruh untuk

menentukan waktu, kuantitas, dan faktor pemburuk potensial untuk

perdarahan abnormal.10 Keluhan berupa lama haid memanjang (metroragia,

menoragia, atau kombinasi keduanya) dan perdarahan vagina di luar siklus

haid; biasanya lebih berat terutama pada mioma tipe submukosa.7,10,10

Gejala lain adalah nyeri perut dan pinggang bawah saat menstruasi,

sensasi kenyang, sering berkemih, sembelit, dan nyeri saat berhubungan

seksual dan juga tanda dan gejala yang berhubungan dengan anemia.

Keluhan penting adalah seringnya abortus spontan atau sulit hamil terutama

pada mioma submukosa. Mioma intramural dengan ukuran >2,5 cm dapat

mengganggu proses persalinan normal.7,10


Sebagian besar gejala lainnya tersebut merupakan cerminan dari efek

massa yang dihasilkan oleh leiomioma pada struktur sekitarnya. Pasien juga

mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali dengan temuan fibroid yang

tidak disengaja pada pencitraan.10

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Dijumpai kondisi

anemis yang ditandai konjungtiva, tangan dan kaki pucat. mengevaluasi

pucat konjungtiva dan patologi tiroid untuk mengidentifikasi gejala sekunder

potensial atau penyebab perdarahan abnormal.7,10

Volume tumor akan menyebabkan keluhan pembesaran perut. Mioma

uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras,

bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.3 Pemeriksaan spekulum

dengan pemeriksaan bimanual harus dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan patologi vagina atau serviks, serta menilai ukuran, dan bentuk

organ reproduksi wanita. Rahim asimetris yang besar yang dirasakan saat

pemeriksaan menunjukkan adanya fibroid.10

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat

perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi.

Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap


(DL) terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain

disesuaikan dengan keluhan pasien.7

b. Imaging

1) Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling

direkomendasikan untuk diagnosis mioma uteri. Pemeriksaaan

dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.

Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen

bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.7

A B

Gambar 5. USG Mioma uterus.10

Dibanding USG abdominal, USG transvaginal lebih sensitif namun

kurang direkomendasikan jika pasien belum menikah dan mengalami

mioma submukosa. Pada kondisi tersebut lebih dianjurkan

penggunaan histeroskop.7

2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang

tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.


Gambar 6. Histerosalpingogram menunjukkan filling defect yang

disebabkan oleh mioma submukosa soliter.10

3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma

uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal. Diagnosis banding yang

perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul

ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang

dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural

harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma,

karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal

dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.10

Gambar 7. Submukosa dan intramural Oblik aksial (A) dan oblik coronal

(B) menunjukkan leiomioma multipel tanpa degenerasi hipointens homogen


dibandingkan dengan miometrium sekitarnya, dengan lokalisasi submukosa

(panah putih) dan intramural (panah putih)11

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaaan mioma uteri atau tumor jinak otot rahim mencakup

observasi, medikamentosa, atau pembedahan.7

1. Observasi

Observasi dilakukan jika pasien tidak mengeluh gejala apapun karena

diharapkan saat menopause, volume tumor akan mengecil.7

2. Medikamentosa

Diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor, dan

sebagai prosedur pre-operatif.7

a. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)

Mekanisme kerjanya adalah melalui down regulation reseptor GnRH,

sehingga terjadi penurunan produksi FSH dan LH yang akan menurunkan

produksi estrogen. Obat ini direkomendasikan pada mioma jenis

submukosa. Durasi pemberian yang dianjurkan adalah selama 3-6 bulan;

pemberian jangka panjang >6 bulan harus dikombinasi dengan

progesteron dengan atau tanpa estrogen. Pada pemberian awal bisa terjadi

perburukan keluhan akibat efek samping obat. Analog GnRH juga dapat

digunakan pre-operatif selama 3-4 bulan sebelum pembedahan.7

b. Preparat Progesteron
Preparat progesteron antara lain antagonis progesteron atau Selective

Progesterone Receptor Modulator (SPRM). Suatu studi prospektif acak

menyimpulkan bahwa pemberian mifepristone 25 mg sehari selama 3

bulan akan menurunkan ukuran tumor sebesar 40%. Ukuran tumor

menurun jauh lebih besar, sebesar 50%, pada pemberian ulipristal 10mg

dengan durasi pengobatan yang sama. Berdasarkan farmakodinamikanya,

golongan obat ini juga digunakan pre-operatif. Kemudian, setelah 2-4

siklus pengobatan dianjurkan menggunakan Levonorgestrelintrauterine

Devices (LNG IUS) untuk mencegah relaps. IUD jenis ini juga

direkomendasikan sebagai terapi mioma intramural.7

c. Aromatase Inhibitor

Aromatase inhibitor terbagi dua jenis, yaitu aromatase inhibitor

kompetitif yakni anastrazole dan letrozole, dan senyawa inaktivator yakni

exemestane. Kerja keduanya hampir sama yakni menghambat proses

aromatisasi yang merupakan dasar patogenesis mioma. Kelebihan obat

ini adalah tidak ada efek tromboemboli yang dapat menjadi kausa

mortalitas.5

d. Asam Traneksamat

Asam traneksamat berfungsi membantu mengatasi perdarahan. Durasi

pemberian adalah selama 3-4 hari dalam sebulan.7

e. NSAID

Golongan NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan perdarahan.7


3. Pembedahan

Jenis pembedahan mencakup histerektomi dan miomektomi. Pilihan operasi

disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasien.7

a. Miomektomi

Miomektomi merupakan tindakan pengambilan sarang mioma saja tanpa

pengangkatan uterus. Miomektomi direkomendasikan pada pasien yang

menginginkan fertility sparing. Miomektomi dapat dengan teknik

laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi, dan histeroskopi. Teknik

laparotomi dan mini laparotomi adalah tindakan yang paling sering

dilakukan, sedangkan laparoskopi paling jarang dilakukan karena lebih

sulit. Histeroskopi direkomendasikan pada mioma submukosa dengan

ukuran tumor <3 cm yang 50%-nya berada dalam rongga rahim dan pada

mioma multipel. Akan tetapi, komplikasi perdarahan pada teknik ini lebih

besar dibanding histerektomi.7

b. Histerektomi

Direkomendasikan untuk pasien berusia diatas 40 tahun dan tidak

berencana memiliki anak lagi.10 Histerektomi dapat dilakukan dengan

metode laparotomi, mini laparotomi, dan laparoskopi. Histerektomi

vagina lebih dipilih karena komplikasi lebih rendah serta durasi

hospitalisasi lebih singkat.7

4. Radioterapi
Selain pembedahan, juga digunakan teknik non-invasif radioterapi, yakni

embolisasi dan miolisis.

a. Embolisasi Arteri Uterina

Gambar 6. Embolisasi Arteri Uterina10


Metode ini dilakukan dengan embolisasi melalui arteri femoral komunis

untuk menghambat aliran darah ke rahim. Efek yang diharapkan adalah

iskemia dan nekrosis yang secara perlahan membuat sel mengecil.

Teknik ini direkomendasikan pada pasien yang menginginkan anak dan

menolak transfusi, memiliki penyakit komorbid, atau terdapat

kontraindikasi operasi. Di sisi lain, teknik ini dikontraindikasikan pada

kehamilan, jika terdapat infeksi arteri atau adneksa dan alergi terhadap

bahan kontras.10

b. Miolisis/Ablasi Tumor
Teknik ini bekerja langsung menghancurkan sel tumor dengan media

radiofrekuensi, laser, atau Magnetic Resonance Guided Focused

Ultrasound Surgery (MRgFUS). Metode terakhir menggunakan

gelombang ultasonik intensitas tinggi yang diarahkan langsung ke sel


tumor. Gelombang ini akan menembus jaringan lunak dan menyebabkan

denaturasi protein, iskemia, dan nekrosis koagulatif. Teknik ini tidak

direkomendasikan pada mioma uteri pada saat kehamilan.7

J. DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding pada mioma uterus diantaranya:7

1. Kehamilan

2. Kehamilan ektopik

3. Adenomiosis

4. Polip endometrium

5. Endometriosis

6. Karsinoma endometrium

Membedakan mioma uteri dengan diagnosis lainnya adalah dengan

pemeriksaan penunjang, yakni pemeriksaan kehamilan sederhana menggunakan

strip test, laboratorium darah, USG, ataupun histeroskopi. 5 Tidak seperti fibroid,

adenomiosis cenderung lebih berbentuk oval dengan USG batas yang tidak

jelas. Mereka biasanya tidak menampilkan efek massa.10

K. KOMPLIKASI

Komplikasi mioma yang paling meresahkan adalah infertilitas.

Berdasarkan data di Amerika Serikat, infertilitas dapat terjadi pada 2-3% kasus

mioma uteri. Pada kehamilan, tumor akan memicu keguguran, gangguan plasenta

dan presentasi janin, prematuritas serta perdarahan pasca persalinan. Komplikasi


pembedahan meliputi perdarahan, infeksi, dan trauma pada organ sekitar. Akibat

embolisasi dapat terjadi sindrom pasca-embolisasi yang ditandai dengan keluhan

nyeri, demam, dan ekspulsi tumor dari vagina. Setelah miolisis dapat terjadi nyeri

dan perdarahan.7

L. PROGNOSIS

Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan

mengecil dalam 6 bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma

simptomatis sebagian besar berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi

rekurensi dapat terjadi pada 15-33% pasca-tindakan miomektomi. Setelah 5-10

tahun, 10% pasien akhirnya menjalani histerektomi. Pasca-embolisasi, tingkat

kekambuhan mencapai 15-33% kasus dalam 18 bulan sampai 5 tahun setelah

tindakan.7

Mioma uteri bersifat jinak, risiko menjadi keganasan sangat rendah, hanya

sekitar 10-20% mioma berkembang menjadi leiomyosarcoma. Suatu studi

menyimpulkan bahwa transformasi maligna hanya terjadi pada 0,25% (1 dari 400

kasus) wanita yang telah menjalani pembedahan. Keganasan umumnya dipicu

oleh riwayat radiasi pelvis, riwayat penggunaan tamoksifen, usia lebih dari 45

tahun, perdarahan intratumor, penebalan endometrium, dan gambaran heterogen

pada gambaran radiologis MRI.7


BAB III

PEMBAHASAN

A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Kasus Teori

Pasien berusia 42 tahun  Frekuensi kejadian mioma uteri


paling tinggi terjadi antara usia 35-
50 tahun yaitu mendekati angka
40%, sangat jarang ditemukan pada
usia dibawah 20 tahun, sedangkan
pada usia menopause hampir tidak
pernah ditemukan. Pada usia
sebelum menarke kadar estrogen
rendah, dan meningkat pada usia
reproduksi, serta akan turun pada
usia menopause.12,13
keluhan benjolan pada perut
bagain bawah yang dirasakan ±  Pada sebagian besar penderita tidak
sejak 3 bulan yang lalu serta mengetahui bahwa terdapat kelainan
serta pasien merasa sering buang dalam uterusnya, terutama sekali
air kecil sejak ± 1 bulan terakhir pada penderita dengan obesitas.
dan terkadang merasakan nyeri Keluhan penderita sangat
perut bagian bawah bergantung pula dari lokasi, ukuran
atau jenis mioma yang diderita.
 Gangguan ini tergantung dari besar
dan lokasi mioma uteri. Penekanan
pada kandung kemih akan
menyebabkan poliuri, pada uretra
dapat menyebabkan retensio urine,
pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis, pada
rektum dapat menyebabkan obstipasi
dan tenesmia, pada pembuluh darah
dan pembuluh limfe dipanggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan
nyeri panggul.14

B. Pemeriksaan Penunjang
Kasus Teori
USG abdomen : Tampak massa  Ultrasonografi merupakan
dengan ukuran 10 x 9 cm suspek pemeriksaan penunjang yang paling
mioma uteri direkomendasikan untuk diagnosis
mioma uteri. Pemeriksaaan dengan
USG akan didapat massa padat dan
homogen pada uterus. Mioma uteri
berukuran besar terlihat sebagai
massa pada abdomen bawah dan
pelvis dan kadang terlihat tumor
dengan kalsifikasi
C. Penatalaksanaan
Kasus Teori
Tindakan Histerektomi dengan  Histerektomi direkomendasikan
pembedahan laparotomy
untuk pasien berusia diatas 40
tahun dan tidak berencana memiliki
anak lagi. Histerektomi dapat
dilakukan dengan metode
laparotomi, mini laparotomi, dan
laparoskopi. Histerektomi vagina
lebih dipilih karena komplikasi
lebih rendah serta durasi
hospitalisasi lebih singkat.7
 Tindakan pengangkatan uterus
yang paling umum dilakukan pada
kasus mioma uteri. Histerektomi
total umumnya dilakukan dengan
alasan mencegah timbulnya mioma
uteri berulang atau timbulnya
karsinoma servisis uteri.

Medikamentosa  Pengelolaan dasar pasien


- IVFD RL 28 TPM
perdarahan yaitu resusitasi untuk
- Cefadroxil 500 mg/12
jam/oral stabilisasi hemodinamik. Pada
- Asam mefenamat kondisi hemodinamik tidak stabil,
500mg/8jam/oral
berikan infus cairan kristaloid
tetesan cepat menggunakan dua
jarum berdiameter besar.
 Mekanisme kerja asam mefenamat
yaitu dengan cara menghalangi
efek enzim yang disebut
cyclooxygenase (COX). Enzim ini
membantu tubuh untuk
memproduksi bahan kimia yang
disebut prostaglandin.
Prostaglandin ini yang
menyebabkan rasa sakit dan
peradangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Penyakit Neoplasma. Buku
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka. 2016
2. Retnaningsih, R., Alim, Z. 2020. Case Report: Characteristics of uterine myoma patients
at inpatient rooms of dr. Soepraon 2nd Grade Military Hospital, Malang. Maj Obs Gin,
Vol. 28 No. 2

3. Fitriyanti, F., & Machmudah, M. (2020). Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien
Mioma Uteri menggunakan Teknik Relaksasi dan Distraksi. Ners Muda, 1(1), 40.

4. Pasinggi, S., Wagey, F., Rarung, M. 2015. Prevalensi Mioma Uteri Berdasarkan
Umur di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl), Vol. 3,
No. 1
5. Adriaansz, G. 2011. Buku Ilmu Kandungan: Tumor Jinak Organ Genitalia.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardji. Edisi Ketiga, Hal. 274-278
6. Murti NHA. 2019. Analisis Faktor Pemicu Perkembangan Mioma Uteri pada
Wanita Dewasa Akhir. Artikel. DOI:10.31227/osf.io/hg85j. diunduh dari:
https://osf.io/preprints/inarxiv/hg85j/)
7. Lubis PN. 2020. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK-284. 47(3):196-
200
8. Laning, I., Manurung, I., & Sir, A. (2019). Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Penyakit Mioma Uteri. Lontar: Journal of Community
Health, 1(3), 95-102.

9. Hadibroto BR. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 38 No 3


september 2015. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran
universitas sumatera utara, RSUD adam Malik Medan
10. LN Mikhail. 2020. Uterine Leiomyomata. StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing. NCBI Bookshelf. A service of the National Library
of Medicine, National Institutes of Health.Barjon K,
11. Foti., et al. Benign Neoplasms Of The Uterus: Mr Imaging Of Leiomyomas With
Radiologic-Pathologic Correlation. World cancers research journal.
12. Syahlani, A., Kabuhung, E. I., & Wulandari, F. (2016). “Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Mioma Uteri Di Ruang Poli Kandungan Rsud Ulin Banjarmasin Tahun
2014. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 7(1), 137-149.
13. Pratiwi, L. (2013). Hubungan Usia Reproduksi dengan Kejadian Mioma Uteri di RSUP.
Prof. DR. RD Kandou Manado. e-CliniC, 1(1).
14. Pratama, A., Sinolungan, M., & Setyawati, T. (2021). Tindakan Operatif Pada Mioma
Uteri: Laporan Kasus. Jurnal Medical Profession (Medpro), 3(2).

Anda mungkin juga menyukai