Anda di halaman 1dari 26

Psikologi Abnormal

“Gangguan Kecemasan”

Dosen Pengampu:

Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si.

Disusun oleh:

Yogi Pratiwi 1511421065

Putri Nur Habibah 1511421085

Salsabila Oktaviani 1511421086

Afifatur Rohmah 1511421099

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


Daftar Isi

Daftar Isi ............................................................................................................................. i

A. Pendahuluan .............................................................................................................. 1

1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

3. Tujuan ..................................................................................................................... 2

B. Pembahasan ............................................................................................................... 4

1. Gangguan Kecemasan ............................................................................................. 4

a. Gambaran Mengenai Gangguan Kecemasan ...................................................... 4

2. Fobia ....................................................................................................................... 6

a. Jenis Jenis gangguan fobia .................................................................................. 7

b. Perspektif-perspektif Mengenai Kecemasan ..................................................... 10

3. Gangguan Panik .................................................................................................... 14

a. Etiologi dari Gangguan Panik ........................................................................... 16

b. Terapi untuk penderita Gangguan Panik dan Agorafobia ................................. 17

4. Gangguan Kecemasan Menyeluruh ...................................................................... 18

a. Etiologi Gangguan Kecemasan Menyeluruh .................................................... 18

b. Terapi untuk penderita Gangguan Kecemasan Menyeluruh ............................. 19

5. Studi Kasus ........................................................................................................... 20

a. Analisis Kasus ................................................................................................... 21

b. Penanganan ....................................................................................................... 21

C. Kesimpulan .............................................................................................................. 23

D. Daftar Pustaka ........................................................................................................ 24

i
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari hari seorang individu pasti pernah
merasakan cemas, rasa berdebar debar sebelum ujian, atau merasa
sakit perut saat menunggu hasil kelulusan. Kecemasan ini dapat
muncul sebagai respon fisiologis untuk mengantisipasi suatu
permasalahan yang mungkin datang atau muncul sebagai gangguan
jika timbul berlebihan. (Prabowo & Sihombing, 2010). Kecemasan
merupakan sebuah bentuk reaksi emosi dasar yang umum dirasakan
oleh setiap orang yang sedang menghadapi situasi yang mengancam
dirinya. Pada dasarnya kecemasan dapat terjadi pada semua orang,
dan hal ini merupakan hal yang wajar karena kecemasana dapat
menjadi sumber motivasi untuk terus bekermbang kearah kemajuan
dan kesuskesan hidup, hal ini terjadi jika kecemasan terjadi di batas
normal, namun jika kecemasan telah melebihi batas normal hal
tersebut akan mengganggu kestabilan diri dan keseimbangan hidup
(Hayat, 2017).
Sigmund Freud (dalam Corey, 1996: 181) menjelaskan
bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga komponen utama, yang
terdiri dari id, ego dan superego. Ketiga dimensi tersebut saling
berhubungan satu sama lain, meskipun masing masing memiliki
sifat, fungsi, tujuan serta kedudukan yang berbeda. Pribadi akan
menjadi sehat jika ego dapat menjalankan fungsinya dengan penuh
sebagai eksekutif, pengendali, pengatur kepribadian, polisi lalu
lintas bagi id dan superego, dan menjadi mediator rasional bagi dari
pengaruh biologis (id) dan kultural. Jika ego bisa berfungsi dengan
penuh, maka akan bisa menyerasikan fungsi id dan superego yang
selalu berlawanan. Jika fungsi id, ego dan superego berfungsi secara
serasi makan orang akan terbebas dari kecemasan baik itu
kecemasan realita neurotik dan moral.
Gangguan kecemasan bisa muncul sebagai akibat
akumulasi dari frustasi, konflik dan stres. Individu dengan

1
gangguan kecemasan akan susah berkonsentrasi serta
bersosialisasi sehingga akan menjadi kendala dalam menjalankan
fungsi sosial, pekerjaan dan peranannya dalam berbagai aspek
kehidupan, sehingga berbagai langkah pencegahan dan
penanggulangan harus segera dilakukan (Arifah, 2005).
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan gangguan kecemasan dan apa
penyebabnya?
b. Bagaimana gambaran mengenai gangguan kecemasan?
c. Apa yang dimaksud dengan fobia?
d. Apa saja jenis dari gangguan fobia?
e. Bagaimana perspektif teoritis dari gangguan fobia?
f. Bagaimana pendekatan dalam gangguan fobia?
g. Pengertian dari gangguan panik?
h. Faktor penyebab gangguan panik?
i. Terapi untuk menangani gangguan panik dan agorafobia?
j. Pengertian dari gangguan kecemasan menyeluruh?
k. Faktor penyebab gangguan kecemasan menyeluruh?
l. Terapi untuk menangani kecemasan menyeluruh?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami mengenai gangguan
kecemasan beserta penyebabnya
b. Untuk mengetahui dan memahami mengenai gambaran dari
gangguan kecemasan
c. Untuk mengetahui dan memahami mengenai fobia
d. Untuk mengetahui dan memahami mengenai jenis jenis
gangguan fobia
e. Untuk mengetahui dan memahami mengenaiperspektif
teoritis gangguan fobia
f. Untuk mengetahui dan memahami mengenai berbagai
pendekatan dalam gangguan fobia
g. Untuk memahami makna teoretis dari gangguan panik

2
h. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
gangguan panik
i. Untuk mengetahui terapi yang tepat dalam menangani
penderita gangguan panik dan agorafobia
j. Untuk memahami makna teoretis dari gangguan kecemasan
menyeluruh
k. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
gangguan kecemasan menyeluruh
l. Untuk mengetahui terapi yang tepat dalam menangani
penderita gangguan kecemasan menyeluruh

3
B. Pembahasan
1. Gangguan Kecemasan
Kecemasan atau anxiety merupakan kondisi umum dari
ketakutan atau perasaan tidak nyaman. Kecemasan memberikan
manfaat kepada kita sebab kecemasan membuat seorang individu
melakukan tindakan tindakan yang dapat mencegah sesuatu yang
tidak diinginkan, misalnya kecemasan membuat seorang individu
rutin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan memotivasi
seseorang untuk belajar ketika hendak menghadapi ujian. Maka dari
itu kecemasan merupakan respon normal terhadap ancaman, namun
kecemasan menjadi abnormal ketika kecemasan melebihi proporsi
dari ancaman yang sebenarnya ataupun ketika kecemasan muncul
tanpa sebab maksudnya adalah ketika kecemasan muncul terhadap
respon perubahan lingkungan, contohnya munculnya serangangan
panik yang terjadi secara tiba tiba tanpa ada pemicunya. Jenis
kecemasan yang maladaptif ini yang dapat menyebabkan distress
emosional yang signifikan dan atau mengganggu kemampuan
seseorang untuk berfungsi yang disebut juga dengan gangguan
kecemasan (anxiety disorder). Kecemasan ini merupakan benang
merah yang menghubungkan berbagai jenis gangguan kecemasan,
dapat dialami dengan cara yang berbeda, mulai dari ketakutan intens
yang berhubungan dengan serangan panik hingga perasaan tidak
nyaman atau khawatir dengan gangguan kecemasan menyeluruh.
a. Gambaran Mengenai Gangguan Kecemasan
Kecemasan ditandai dengan berbagai simtom yang
mencakup beberapa hal sebagai berikut:
 Ciri fisik: meliputi kegelisahan, kecemasan, gemetar,
sesak dibagian perut ataupun dada, berkeringat hebat,
telapak tangan berkeringat, kepala pusing atau rasa ingin
pingsan, mulut atau tenggorokan terasa kering, nafas
tersenggal - senggal, jantung berdegup kencang, jari atau

4
anggota tubuh terasa dingin dan mual, hal tersebut
merupakan beberapa simptom simptom secara fisik.
 Ciri perilaku: terdiri dari perilaku menghindar, perilaku
bergantung dan perilaku gelisah.
 Ciri kognitif: meliputi kekhawatiran, merasa takut atau
cemas terhadap masa depan, terlalu memikirkan atau
sangat waspada dengan sensasi yang muncul secara terus
menerus, mempunya pemikiran yang membingungkan,
susah berkonsentrasi atau atau memfokuskan pikiran dan
memiliki pemikiran bahwa segala sesuatu menjadi tidak
terkendali
Meskipun orang dengan gangguan kecemasan tidak
harus mengalami semua ciri ciri yang . sudah dituliskan
diatas, terlihat jelas mengapa kecemasan begitu menekan
bagi penderitanya. DSM mengenali jenis gangguan
kecemasan sebagai berikut: gangguan panik, gangguan
fobia, dan gangguan kecemasan menyeluruh. Terdapat
beberapa gangguan lain yang sebelumnya dimasukan
kedalam kategori gangguan kecemasan, ditempatkan
kedalam kategori diagnosis baru dengan gangguan gangguan
lain yang berbagai ciri yang sama pada DSM 5. Biasanya
orang seringkali memenuhi lebih dari satu kriteria diagnosis.
Selain itu banyak orang dengan gangguan kecemasan juga
memiliki gangguan lain, khususnya gangguan mood.
Gangguan kecemasan didiagnosis jika secara jelas terdapat
perasaan cemas yang dialami secara subjektif. Dalam DSM
-IV-TR mengajukan enam kategori utama yaitu: fobia,
gangguan panik, gangguan, gangguan kecemasan
menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress
pasca trauma, dan gangguan stress akut. Terkadang
seseorang yang menderita satu gangguan kecemasan juga
memenuhi kriteria diagnostik lain, kondisi ini biasanya

5
disebut komorbiditas. Komorbiditas dalam gangguan
kecemasan terjadi karena dua hal:
 Simtom berbagai gangguan kecemasan tidak
menyeluruh secara spesifik bagi gangguan tertentu
contohnya gejala gejala somatik kecemasan (keringat,
denyut jantung yang cepat) merupakan beberapa kriteria
diagnostik bagi gangguan panik, fobia,dan gangguan
stress pasca trauma.
 Berbagai faktor etiologis yang memicu timbulnya
berbagai gangguan kecemasan mungkin dapat
diterapkan bagi lebih dari satu gangguan, contohnya
keyakinan bahwa anda tidak dapat mengontrol berbagi
stressor yang anda temui dianggap relevan bagi fobia dan
gangguan kecemasan menyeluruh.
2. Fobia
Para psikopatolog mendefiniskan fobia sebagai penolakan
yang menganggu yang diperantarai rasa takut yang tidak
proporsional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi
tertentu dan diakui oleh penderita sebagai sesuatu yang tidak
berdasar. Fobia ini merupakan ketakutan dan penolakan terhadap
objek atau situasi yang tidak mengandung bahaya yang
sesungguhnya. Istilah fobia biasanya berarti bahwa seseorang
mengalami distress yang parah dan hendaya sosial atau pekerjaan
karena kecemasan tersebut. Kata fobia diambil dari dari nama dewa
yunani Phobos, yang takut kepada musuh musuhnya. Ketakutan
merupakan kecemasan yang dialami sebagai suatu respon tertentu.
Fobia merupakan ketakutan akan sebuah objek atau situasi yang
tidak sepadan dengan ancaman yang dimilikinya. Pada gangguan
phobia rasa takut yang dirasakan akan suatu bahaya melampaui
penilaian rasional. Hal yang aneh mengenai fobia adalah biasanya
fobia melibatkan rasa takut akan peristiwa kehidupan yang biasa saja
dan bukan merupakan rasa takut akan berbagai hal yang tidak biasa

6
a. Jenis Jenis gangguan fobia
DSM mengenal tiga gangguan fobia yang berbeda, yaitu:
 Fobia spesifik (specific phobia)
Merupakan ketakutan berlebih yang prestistan
terhadap objek atau situasi tertentu yang tidak sesuai
dengan bahaya yang sebenarnya dimiliki objek atau
situasi ini. Terdapat banyak sekali fobia spesifik,
diantaranya:
- Ketakutan terhadap hewan
- Ketakutan terhadap lingkungan alami
- Ketakutan akan luka yang berdarah
- Ketakutan akan situasi tertentu

Orang yang fobia mengalami tingkat ketakutan dan


stimulus psikologis yang tinggi saat menghadapi objek
fobia. Hal ini memunculkan desakan kuat untuk
menghindari atau melarikan diri dari situasi atau
menghindari stimulus yang ditakutkan. Untuk sampai
pada tingkat fobia yang bisa didiagnosis, fobia harus
secara signifikan mempengaruhi gaya hidup atau fungsi
seseorang atau menyebabkan distres yang signifikan.

Fobia signifikan ini biasanya dimulai pada masa


kanak kanak banyak anak anak yang mengembangkan
ketakutan akan objek atau situasi tertentu. Namun,
beberapa kemudian mengembangkan fobia kronis yang
signifikan secara klinis. Fobia spesifik termasuk diantara
gangguan gangguan psikologis paling umum yang
mempengaruhi sekitar 9% populasi umum pada
beberapa titik kehidupan mereka. Ketakutan, kecemasan
dan penghindaran yang dihubungan dengan fobia
spesifik biasanya bertahan selama sekitar 6 bulan atau
lebih dan bahkan sampai beberapa tahun atau dekde,

7
kecuali fobia tersebut berhasil ditangani. Orang dengan
fobia spesifik biasanya menyadari ketakutan mereka
berlebihan atau atau tidak beralasan, namun mereka
tetap merasa takut.

Gangguan kecemasan pada umumnya dan gangguan


fobia pada khususnya lebih umum ditemukan pada
wanita daripada pria. Peran gender dalam dslam
munculnya fobia dapat mencerminkan peran budaya
yang mengasosiasikan peran wanita di masyarakat
dengan peran yang lebih bergantung.

 Gangguan kecemasan sosial(fobia sosial)


Orang dengan gangguan ini memiliki ketakutan yang
sangat intens terhadap situasi sosial yang bisa mereka
hindari atau menahanya, walaupun hal tersebut
memberikan tekanan besar terhadap dirinya. Masalah
yang mendasarinya adalah ketakutan berlebih akan
evaluasi negatif yang diberikan orang lain, seperti
ketakutan akan penolakan, dipermalukan atau rasa
gugup.
Demam panggung, kecemasan saat berpidato,
ketakutan saat berkencan adalah bentuk bentuk umum
dari kecemasan sosial. Individu dengan kecemasan sosial
akan berusaha mencari cari alasan untuk menolak acara
sosial. Atau mereka dapat menemukan diri mereka dalam
situasi sosial dan berusaha untuk melarikan diri secepat
mungkin ketika tanda awal kecemasan mulai muncul.
Terlepas dari kecemasan memperkuat perilaku
melarikan diri secara negatif, namun melarikan diri
mencegah seseorang untuk mempelajari cara menangani
situasi yang menimbulkan rasa takut.

8
Kecemasan atau ketakutan sosial dapat sangat
mengganggu fungsionalitas kehidupan sehari hari dan
kualitas hidup seseorang. Orang dengan gangguan
kecemasan sosial biasanya beralih pada obat penenang
atau mencoba mengobati diri mereka dengan alkohol
saat mempersiapkan diri berinteraksi dengan sosial.
Gangguan kecemasan sosial ini lebih umum
ditemukan pada wanita daripada pria, hal ini terjadi
mungkin karena tekanan sosial atau budaya lebih besar
dibebankan pada wanita muda untuk menyenangkan
orang lain agar mereka dapat diterima di masyarakat.
Usia rata rata munculnya kecemasan sosial ini adalah
sekitar 15 tahun, sekitar 80% penderita gangguan
kecemasan mengembangkan gangguan kecemasan sosial
pada usia 20 tahun. Kecemasan sosial ini memiliki
hubungan yang kuat dengan riwayat sifat pemalu saat
kanak kanak.
 Agorafobia
Agorafobia berasal dari bahasa yunani yaitu
agorafobia yang memiliki arti takut akan pasar, yang
menunjukan ketakutan berada di area terbuka dan sibuk.
Orang dengan gangguan ini mungkin akan takut
berbelanja dengan toko yang penuh sesak berjalan
melewati jalan yang ramai, menyebrangi jembatan,
berpergian menggunakan transportasi umum yang sesak
dll. Penderita agorafobia akan mengatur kehidupan
mereka dengan agar terhindar dari paparan situasi yang
memicu rasa takut, bahkan di beberapa kasus mereka
akan mengurung diri dirumah selama berbulan bulan
atau bertahun tahun.
Orang dengan agorafobia mengembangkan
rasa takut akan tempat situasi yang menyulitkan atau

9
membuat mereka merasa malu untuk melarikan diri saat
simptom simptom kepanikan atau serangan panik parah
terjadi , atau rasa takut akan akan situasi dimana tidak
terdapat bantuan jika masalah tersebut muncul.
Menurut american psychological association 2013
wanita dan pria memiliki kemampuan yang sama untuk
mengembangkan agorafobia. Begitu agorafobia
terbentuk, fobia ini cenderung menjadi gangguan yang
kronis atau persisten. Seringkali agorafobia di mulia di
akhir masa remaja atau dewasa awal. Agorafobia ini
dapat muncul baik dengan atau tanpa gangguan panik.
Agorafobia ini seringkali, namun tidak selalu
dihubungkan dengan gangguan panik. Individu dengan
gangguan panik yang juga mengembangkan agorafobia
akan hidup dalam ketakutan terhadap serangan berulang
dan menghindari tempat publik dimana serangan pernah
atau berpotensi terjadi. Orang dengan agorafobia yang
tidak memiliki riwayat gangguan panik bisa mengalami
simtom panik ringan, seperti pusing yang
mengjalammho mereka kelaur dari tempat yang mereka
rasa aman
b. Perspektif-perspektif Mengenai Kecemasan
 Perspektif Psikodinamika
Menurut perspektif ini kecemasan merupakan sebuah
tanda bahaya bahwa impuls mengancam yang bersifat
seksual atau agresif (keinginan membunuh atau bunuh diri)
berada dekat dengan kesadaran seseorang. Untuk menghalau
impuls yang mengancam ini, ego menjalankan mekanisme
pertahanannya. Teori freud mengenai mekanisme
pertahanan proyeksi berperan dalam bahasan fobia. Reaksi
fobia merupakan proyeksi impuls yang mengancam dari diri
seseorang terhadap objek yang menimbulkan fobia. Impuls

10
yang mengancam tetap berada dibawah kesadaran. Objek
atau situasi fobia menyimbolkan harapan atau keinginan tak
sadar. Seseorang sadar dengan fobia yang dimilikinya,
namun tidak menyadari impuls tak sadar yang disimbolkan.
 Perspektif Pembelajaran
Perspektif ini diperkenalkan oleh O. Hobart Mowrer.
Two factor model dari Mowrer ini menggabungkan peran
pengkondisian klasik dan pengkondisian instrumental dalam
perkembangan fobia. Komponen rasa takut dari fobia
diyakini didapat melalui pengkondisian klasik, dimana objek
dan situasi yang sebelumnya netral memiliki kapasitas untuk
menimbulkan ketakutan jika dipasangkan dengan stimulus
berbahaya atau tidak menyenangkan. Mowrer menyebutkan
komponen menghindar dapat yang ada di fobia didapat dan
dipertahankan melalui pengkondisian instrumental,
khususnya melalui penguatan negatif. Maksudnya rasa lega
karena terbebas karena kecemasan secara negatif
memperkuat respon menghindar. Penghindaran memiliki
tujuan menghilangkan kecemasan, namun perilaku ini juga
memiliki konsekuensi dengan menghindari stimulus fobia
rasa takut akan bertahan selama bertahun tahun bahkan
hingga seumur hidup. Dilain sisi rasa takut dapat dilemahkan
bahkan dihilangkan dengan cara sering menghadapi stimulus
fobia secara berulang.
 Perspektif biologis
Faktor genetik bisa mempengaruhi seorang individu
unru menggembanggkan gangguan kecemasan seperti
gagguan panik dan gangguan fobia. Bagian amygdala
menghasilkan respon takut terhadap stimulus pemicu dan
proses ini terjadi dibawah alam sadar kita. Amigdala ini
berperan sebagai komputer emosi setiap kita menghadapi
ancaman dan bahaya. Selanjutnya untuk pusat otak yang

11
lebih tinggi terkhusus korteks prefrontal pada lobus frontal
dari korteks serebral bertugas mengevaluasi stimulus yang
mengancam lebih seksama. Korteks prefrontal ini
bertanggung jawab atas berbagai fungsi mental yang lebih
kompleks, seperti berpikir, memecahkan masalah,
membentuk argumen dan pengambilan keputusan. Individu
dengan fobia sosial menunjukan tingkat aktivasi yang lebih
tinggi pada amigdalanya dan pada beberapa bagian korteks
prefrontal. Amigdala bisa memicu respon awal rasa takut
terhadap isyarat sosial negatif, seperti kritik, sementara
korteks prefrontal mungkin terlibat didalam proses terkait
refleksi diri terhadap isyarat ini.
 Perspektif kognitif
Penelitian terkini mengatakan pentingnya faktor faktor
faktor kognitif dalam menentukan kerentanan seseorang
terhadap fobia, seperti sebagai berikut:
- Terlalu sensitif terhadap isyarat yang
membahayakan: orang cenderung
mempersepsikan bahaya pada situasi yang
dianggap aman oleh sebagian besar orang.
- Melebih-lebihkan prediksi suatu bahaya:
individu dengan fobia cenderung melebih
lebihkan prediksi seberapa parah ketakutan atau
kecemasan yang akan mereka alami di dalam
situasi yang menakutkan.
- Pemikiran self defeating dan keyakinan irasional:
pemikiran ini bisa meningkatkan dan
memperpanjang gangguan kecemasan dan fobia.
Pemikiran self defeating ini bisa menghalangi
partisipasi sosial.
 Pendekatan penanganan

12
 Pendekatan berdasarkan pembelajaran: pendekatan
berdasarkan pembelajaran contohnya seperti
desensitisasi sistematis, pemaparan gradual,
flooding:
- Desensitisasi sistematis: merupakan proses
gradual dimana klien belajar untuk
mengendalikan stimulus yang semakin
mengganggu secara progresif, sementara tetap
dalam kondisi tenang. Desensitisasi sistematis
didasarkan pada asumsi bahwa fobia adalah
respon yang dipelajari atau dikondisikan dan
dapat dilupakan dengan mengganti respon yang
tidak sesuai terhadap kecemasan dalam situasi
yang umumnya menimbulkan kecemasan.
Desensitisasi sistematis menciptakan
serangkaian kondisi yang dapat menghilangkan
respon ketakutan. Teknik ini memunculkan fase
pemusnahan dengan cara memberikan
kesempatan bagi pemaparan berulang terhadap
stimulus fobia terhadap didalam imajinasi klien
tanpa konsekuensi buruk.
- Pemaparan gradual: menggunakan pendekatan
bertahap dimana individu dengan fobia secara
bertahap menghadapi objek atau situasi yang
mereka takuti. Pemaparan gradual juga
menyebabkan perubahan kognitif. Terapi
pemaparan memiliki beberapa bentuk
diantaranya imaginal exposure dan in vivo
exposure.
- Flooding: merupakan bentuk terapi pemaparan
dimana subjek dipaparkan dengan stimulus

13
pemicu rasa takut tingkat tinggi baik di dalam
imajinasi maupun situasi nyata.
 Terapi realitas virtual: Terapi realitas virtual:
merupakan sebuah teknik terapi perilaku yang
menggunakan lingkungan simulasi yang dihasilkan
komputer sebagai alat terapi. Terapi virtual telah
berhasil membantu seseorang untuk mengatasi fobia,
seperti rasa takut akan ketinggian dan takut akan
terbang. Agar terapi visual ini dikatakan efektif
seseorang harus merasa terlibat dalam pengalaman
yang ditampilkan dan yakin bahwa pada tingkat
tertentu, pengalaman tersebut nyata dan tidak seperti
menonton video.
 Terapi kognitif: Terapis kognitif mencoba
mengidentifikasi dan memberikan keyakinan yang
terganggu. Salah satu teknik kognitif adalah
rekonstruksi kognitif yang merupakan sebuah
metode diaman terapis membantu klien mengetahui
pemikiran self defeating dan membuat alternatif
rasional yang bisa mereka gunakan untuk mengatasi
situasi yang mengakibatkan kecemasan. Terapi
perilaku kognitif adalah istilah umum yang
digunakan untuk pendekatan terauparik yang
menggabungkan teknik perilaku dan kognitif.
 Terapi obat-obatan: Terdapat banyak bukti yang
mendukung penggunaan berbagai obat antidepresan
dalam menangani kecemasan sosial. Kombinasi
psikoterapi dan terapi obat obatan dalam pengobatan
antidepresan mungkin dapat lebih efektif pada
beberapa kasus daripada kedua pendekatan
penanganan tersebut digunakan secara terpisah.
3. Gangguan Panik

14
Gangguan panik merupakan gangguan dimana seseorang
yang mengalaminya akan merasakan adanya serangan mendadak
yang seringkali serangan tersebut tidak bisa dijelaskan. Serangan
yang dirasakan bisa dalam bentuk jantung berdebar, kesulitan
bernapas, merasa tersedak atau tercekik, nyeri dada, berkeringat,
pusing, dan bergetar, serta apabila terjadi kecemasan yang sangat
mendalam, maka teror dan merasa sekarat akan dirasakan. Terdapat
dua istilah yang menggambarkan kecemasan yakni depersonalisasi
dan derealisasi. Depersonalisasi merupakan perasaan seolah ruh
berada diluar tubuh, sementara derealisasi merupakan suatu
perasaan dimana dunia tidak nyata, ketakutan akan hilang kendali,
menjadi gila, atau bahkan mati (Davidson et al., 2006).
Serangan panik biasanya berlangsung selama beberapa
menit dan terkadang berkaitan dengan keadaan atau situasi yang
spesifik, contohnya saat mengendarai mobil. Serangan panik yang
terjadi karena pemicu situasional dan meskipun hubungan antara
stimulus dengan serangan tidak kuat disebut dengan serangan panik
berisyarat (cued panic attacks). Serangan panik juga bisa terjadi
dalam kondisi yang tenang seperti saat tidur, relaksasi, atau
gangguan panik bisa ditinjau dari serangan panik tanpa isyarat yang
terjadi secara berulang kali dalam jangka waktu yang cukup lama
(2006). Meskipun begitu, orang-orang yang tidak memenuhi kriteria
tersebut cukup banyak yang mengalami gangguan panik. Terjadinya
serangan berisyarat mengindikasikan kemungkinan adanya fobia
Berdasarkan DSM-IV-TR, gangguan panik didiagnosis
disertai atau tanpa agorafobia. Agorafobia merupakan ketakutan
terhadap tempat-tempat umum serta ketidakmampuan untuk
melarikan diri maupun mendapat bantuan bila melemah karena
kecemasan. Banyak penderita dari agorafobia ini tidak mampu untuk
keluar rumah. Umumnya, penderita gangguan panik akan
menghindari situasi yang memungkinkan serangan paniknya akan
kambuh. Jika penghindaran yang dilakukan meluas, maka akan

15
menimbulkan panik dengan agorafobia. Gangguan panik dengan
agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik lebih
banyak diderita oleh perempuan.
a. Etiologi dari Gangguan Panik
Terdapat 2 teori yang digunakan untuk menjelaskan
gangguan panik, antara lain:
i. Teori biologis
- Sensasi fisik dari suatu penyakit memicu
gangguan panik. Contoh: sindrom penurunan
katup kiri jantung yang menimbulkan jantung
berdebar atau penyakit telinga yang
menyebabkan kepusingan akan dirasa
menakutkan sehingga memicu gangguan
panik.
- Diatesis genetik mungkin berpengaruh.
Gangguan panik memiliki kesesuaian lebih
besar pada kembar identik dibandingkan
dengan kembar dua telur.
- Aktivitas noradrenergik yang berlebihan.
Neuron yang menggunakan norepinefrin
sebagai neurotransmitter. Berfokus di locus
ceruleus, dimana jika ini dirangsang secara
berlebihan, maka akan menyebabkan
gangguan panik. Selain itu, adanya masalah
pada neuron gamma-aminobutyric (GABA)
yang menghambat aktivitas noradrenergik
memicu aktivitas noradrenergik ini menjadi
berlebihan.
- Serangan panik dari manipulasi
eksperimental. Situasi laboratorium yang
terkandung banyak karbon dioksida (CO2)
akan menyebabkan hiperventilasi yang

16
kemudian akan mengaktifkan sistem syaraf
otonom lalu memicu aspek-aspek somatik
serta menimbulkan gangguan panik.
ii. Teori psikologis
- Classical conditioning. Serangan panik
terkondisikan secara klasikal pada sensasi
fisik berasal dari internal yang ditimbulkan
oleh kecemasan. Mereka yang mengalami
gangguan panik menganggap sensasi yang
dirasakan sebagai sesuatu yang tidak bisa
dikendalikan, diprediksi, bahkan memandang
serangan panik sebagai kekuatan tertentu.
Inilah yang menjadi Unconditional Stimulus
yang sangat kuat sekaligus meningkatkan
conditioning.
b. Terapi untuk penderita Gangguan Panik dan Agorafobia
Untuk menangani permasalahan gangguan panik dan
agorafobia, terapi yang digunakan mencakup pendekatan
biologis dan psikologis.
i. Penanganan biologis
- Dengan obat-obatan seperti antidepresan
(seperti Prozac dan Tofranil) serta
benzodiazephine (seperti Alprazolam atau
Xanax). Meskipun hasilnya efektif,
mengonsumsi obat-obatan dalam jangka
waktu yang lama hanya akan menyebabkan
kecanduan serta menimbulkan kembali
simtom-simtom terkait.
ii. Penanganan psikologis
- Memberikan PCT (panic control therapy)
dengan 3 komponen antara lain; training
relaksasi; kombinasi intervensi behavioral

17
kognitif oleh Beck dan Ellis; serta pemaparan
mengenai tanda-tanda internal yang memicu
kepanikan oleh Barlow & Craske.
4. Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Mereka yang menderita gangguan anxietas
menyeluruh/GAD akan menghabiskan banyak waktu untuk
mengkhawatirkan banyak hal bahkan hal-hal kecil dan menganggap
kekhawatiran ini sebagai sesuatu yang tidak bisa dikendalikan.
Kekhawatiran yang sering penderita GAD alami kurang lebih
seputar permasalahan sehari-hari. Contohnya seperti terlambat
mengikuti pertemuan dan terlalu banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan. Diagnosis tentang GAD tidak valid jika berkaitan
dengan masalah-masalah yang dipicu oleh gangguan Aksis I lain,
seperti kekhawatiran akan adanya kontaminasi oleh penderita OCD.
Gangguan ini terjadi lebih banyak dua kali lipat pada perempuan
dibandikan pria (Davidson et al., 2006).
a. Etiologi Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Penyebab dari timbulnya GAD dapat ditinjau dari
perspektif 3 pendekatan, antara lain.
i. Psikoanalisis.
GAD ditimbulkan oleh adanya konflik antara
ego dengan impuls-impuls id (seksual, agresif,
berusaha mengekspresikan diri). Ego tidak
menghendaki impuls-impuls id karena adanya
ketakutan terhadap hukuman. Menurut teori ini,
orang yang memiliki fobia tergolong beruntung
karena kecemasan dialihkan ke situasi atau objek
tertentu.
ii. Kognitif-behavioral
GAD ditimbulkan karena adanya proses-
proses berpikir yang menyimpang. Kesalahan
dalam mempersepsikan kejadian-kejadian biasa

18
sebagai hal yang mengancam sehingga kognisi
merespon dengan berfokus pada sikap antisipasi.
iii. Biologis
Beberapa studi menunjukkan bahwa GAD
merupakan komponen genetik karena ditemukan
orang-orang memiliki hubungan keluarga dengan
penderita GAD, serta kesesuaian yang tinggi
pada kembar identik dibandingkan kembar dua
telur. GAD juga dapat ditimbulkan karena
adanya kerusakan pada GABA sehingga
kecemasan tidak dapat dikendalikan
b. Terapi untuk penderita Gangguan Kecemasan
Menyeluruh
Dalam upaya menangani GAD, terapi yang
digunakan menggunakan pendekatan psikoanalisis,
behavioral, kognitif, dan biologis.
i. Pendekatan psikoanalisis
Menggunakan intervensi psikodinamika yang
berfokus pada konflik interpersonal di kehidupan
masa lalu dan masa kini pasien serta mendorong
cara adaptif ketika berhubungan dengan orang
lain.
ii. Pendekatan behavioral
Karena terdapat kesulitan dalam menemukan
penyebab spesifik dari GAD, maka para ahli
klinis behavioral cenderung memberikan
penanganan yang lebih umum seperti training
relaksasi intensif. Para pasien dilatih untuk
melemaskan ketegangan serta merespon
kecemasan baru dengan relaksasi (Goldfried,
1971; Suinn & Richardson, 1971)
iii. Pendekatan kognitif

19
Terapis akan membantu klien untuk
menguasai suatu keterampilan apa pun yang
dapat menumbuhkan perasaan kompeten.
Keterampilan yang dimaksud, termasuk
asertivitas, diajarkan melalui modeling, instruksi
verbal, dan pembentukan operant.
iv. Pendekatan biologis
Penanganan yang sering digunakan dalam
mengatasi GAD adalah Anxiolytic. Kemudian,
obat-obatan, khususnya benzodiazepine seperti
valium dan xanax, juga buspirone sering
digunakan karena pervasivitas gangguan. Setelah
diminum, obat akan bekerja selama beberapa jam
dalam berbagai situasi yang tengah dihadapi.
5. Studi Kasus
Seorang pria berumur 27 tahun dengan sebutan Tuan F pergi
ke poliklinik RSJD Provinsi Lampung. Ia mengeluhkan rasa cemas
dan takut yang terjadi secara spontan dan tidak diketahui
penyebabnya, selama 6 bulan lamanya. Perasaan tersebut datang
kapan saja di situasi apapun. Keluhan yang dirasakannya disertai
kegelisahan, keringat dingin, dan jantung berdebar. Perasaan tidak
nyaman tersebut berlangsung sekitar 10 menit secara terus menerus.
Tuan F mengaku bahwa pertama kali ia merasakan keluhan ini
semenjak sikap ibu kandungnya yang selalu memberinya tekanan.
Tekanan yang didapatkan Tuan F berhubungan dengan
ibunya yang selalu membanding-bandingkan dirinya dengan kakak
kandungnya. Apa yang dilakukan Tuan F, selalu salah di mata
ibunya. Selama ini, Tuan F selalu diam meskipun ibunya sedang
memarahi maupun membanding-bandingkan dirinya.
Sebelumnya, Tuan F sempat pergi merantau untuk bekerja.
Sudah tiga kali Tuan F berganti pekerjaan. Di pekerjaannya yang
ketiga, ibu dari Tuan F dikabarkan sedang sakit, hingga akhirnya

20
Tuan F memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Harapan
Tuan F sirna saat menghadapi kenyataan bahwa ibunya sama sekali
tidak berubah bahkan sampai ibunya meninggal dunia.
Saat ini, Tuan F sering merasa cemas jika bepergian
sendirian dikarenakan khawatir serangan cemasnya kambuh dan
tidak akan ada orang yang akan menolongnya. Ia juga kerap merasa
tidak percaya diri dengan penampilannya dan saat sedang
mengonsumsi obat-obatan, ia akan mencari tau informasi terkait dan
berakhir cemas sendiri.
a. Analisis Kasus
Pada kasus ini, ditemukan adanya gangguan suasana
yang dialami oleh Tuan F yang menimbulkan distress
(penderitaan) dan disabillity (ketidakmampuan) yang
memengaruhi kehidupan sosial dari Tuan F, sehingga
bisa dikatakan ia mengalami gangguan jiwa, yakni
gangguan panik. Secara simtom, Tuan F memenuhi
kriteria gangguan panik sebagai berikut:
- Serangan panik atau ketakutan hebat yang
datang secara mendadak dan terus menerus.
- Disertai perasaan gelisah, takut mati, tidak
aman (bahaya atau bencana), atau jantung
berdebar.
- Terjadi dalam kisaran waktu 10 menit.
- Serangan telah berlangsung selama 1 bulan
atau lebih.
b. Penanganan
 Farmakoterapi
- SSRI (Serotonin selective reuptake
inhibitors); fluoksetin, sertralin,
escitalopram, fluvoksamin, dll. Diberikan
selama 3 hingga 6 bulan atau lebih,
tergantung kondisi dari individu.

21
- Benzodiazepin; Alprazolam. Tergolong cepat
kerjanya, digunakan sekitar 4 sampai 6
minggu. Setelahnya, turunkan secara
berangsur hingga akhirnya dihentikan.
 Secara psikoterapi
- Terapi relaksasi
Bermanfaat menurunkan dan menenangkan
serangan panik pada individu, namun
diperlukan kepatuhan.
- Terapi kognitif perilaku (CBT)
Mengubah pola perilaku dan pikiran yang
irasional menjadi rasional.
- Psikoterapi dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami hakikat
kepribadian dan dirinya.

22
C. Kesimpulan
Kecemasan memberikan manfaat kepada kita sebab kecemasan
membuat seorang individu melakukan tindakan tindakan yang dapat
mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Namun, jenis kecemasan yang
maladaptif dapat menyebabkan distress emosional yang signifikan dan atau
mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi yang disebut juga
dengan gangguan kecemasan (anxiety disorder).
Gangguan kecemasan erat kaitannya dengan gangguan panik.
Keduanya saling berhubungan karena bisa menjadi penyebab maupun
dampak antara satu sama lain. Dalam sub pembahasan menyinggung
mengenai fobia serta gangguan kecemasan menyeluruh sebagai turunan dari
kedua topik tersebut. Umumnya kedua gangguan ini berkaitan dan
dipengaruhi oleh aspek-aspek biologis, kognitif, dan psiko-sosial. Adanya
pengaruh dari trauma, kerusakan pada sistem syaraf pusat, maupun
lingkungan sosial yang buruk berkontribusi atas penyebab timbulnya kedua
gangguan ini.
Meskipun demikian, terdapat banyak alternatif yang bisa digunakan
untuk mengatasi kedua gangguan ini baik secara farmakoterapi yakni
dengan obat-obatan maupun psikoterapi dengan memberikan intervensi
psikologis pada pasien.

23
D. Daftar Pustaka

Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi abnormal edisi 9.
Jakarta: Rajawali Pers.

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2014). Psikologi abnormal edisi
kesembilan jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Prabowo, P. S., & Sihombing, J. P. T. (2010). Gambaran gangguan kecemasan


pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas “X” angkatan 2007.
Jkm, 9(2), 161–168.

Corey, G. (1996). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Edisi


ke-5. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company

Arifah, A. M. (2005). HUBUNGAN KECEMASAN DAN AGRESIVITAS.


Humanitas, 2(2), 102–111.

Hayat, A. (2017). Kecemasan dan Metode Pengendaliannya. Khazanah: Jurnal


Studi Islam Dan Humaniora, 12(1), 52–63.
https://doi.org/10.18592/khazanah.v12i1.301

Aryati, K. (2020). Seorang Laki-Laki Usia 27 Tahun dengan Gangguan Panik.


Medical Profession Journal of Lampung, 9(4), 749–753.

24

Anda mungkin juga menyukai