Anda di halaman 1dari 17

Patofisiologi Dandruff dan Dermatitis Seboreik — Menuju Definisi

Kesehatan Kulit Kepala yang Lebih Tepat

Abstrak

Meskipun pengetahuan tentang dandruff dan dermatitis seboreik semakin


meningkat, namun pemahaman tentang patofisiologi keduanya masih
belum lengkap meski mengisyaratkan adanya peranan fungus Malassezia
dalam memicu respons epidermal inflamatori dan hiper-proliferatif. Tujuan
laporan kali ini adalah untuk mereview literatur-literatur yang ada tentang
dandruff dan dermatitis seboreik untuk memberikan deskripsi yang lebih
lengkap tentang kesehatan kulit kepala secara keseluruhan. Kemajuan
yang dicapai di bidang biomolekuler telah memberikan pemahaman yang
mendalam tentang patofisiologi dandruff dan dermatitis seboreik yang
sebelumnya tidak bisa dicapai hanya dengan mengandalkan metode-
metode tradisional. Biomarker-biomaker yang menandakan inflamasi,
hiper-proliferasi, dan fungsi sawar, semuanya mengalami gangguan oleh
kondisi dandruff dan dermatitis-seboreik dan merespon kuat terhadap
resimen terapi. Biomarker-biomarker ini bisa diambil sampelnya untuk
dianalisis tanpa menimbulkan rasa sakit bagi pasien sehingga
memungkinkan penggunaannya dalam evaluasi klinis sehari-hari baik
sebagai parameter pengganti atau pelengkap bagi tanda/gejala klasik
untuk memperluas pemahaman tentang etiologi.

Kata kunci: dandruff, dermatitis seboreik, inflamasi, hiper-proliferasi,


sawar kulit, biomarker, kesehatan kulit kepala.

Dandruff dan dermatitis seboreik merupakan gangguan yang umum pada

kulit kepala manusia dan keduanya dianggap sebagai dua kondisi yang

sama, yang membedakan hanya besarnya saja. Faktor bawaan hanya

memegang sedikit peranan dalam terjadinya predisposisi terhadap kondisi

ini. Sebuah review komprehensif tentang perubahan-perubahan

patofisiologis dalam stratum korneum pada dandruff/dermatitis-seboreik di

level makro (tanda dan gejala), level mikro (struktur dan fungsi fisiologis)

dan level biomolekuler bisa memungkinkan penentuan kondisi kulit kepala

secara presisi dan lebih utuh dan juga respon terapeutik terhadap terapi
yang mengarah pada restorasi homeostasis. Deskripsi yang lebih lengkap

tentang patofisiologi kondisi dandruff/dermatitis-seboreik diperoleh dengan

menggabungkan ketiga level informasi ini. Kombinasi ini bisa mengarah

pada pergeseran paradigma dalam mendeskripsikan apa yang menandai

kembalinya "kesehatan kulit kepala".

Deskripsi lebih komprehensif tentang "kesehatan kulit kepala" yang

mempertimbangkan penanda-penanda biomolekuler baru selain

parameter-parameter klinis yang telah ada memiliki beberapa manfaat,

yaitu: (1) meningkatkan pemahaman tentang biopatologi kondisi; (2)

memberikan kerangka pikir untuk menilai keutuhan terapi; (3)

memungkinkan penggunaan tolok-ukur klinis lain selain tanda-tanda dan

gejala-gejala yang umum terlihat; dan (4) menentukan parameter-

parameter sub-klinis relevan yang bisa melengkapi pengamatan klinis.

Untuk membahas abnormalitas-abnormalitas biomolekuler dan

struktural khas yang terkait dengan dandruff/dermatitis-seboreik, kita bisa

mengelompokkan abnormalitas-abnormalitas tersebut ke dalam 4 fase

patofisiologis, yaitu:

 Ekosistem Malassezia dan interaksi dengan epidermis

 Inisiasi dan propagasi inflamasi

 Gangguan proliferasi dan diferensiasi proses epidermis, dan

 Gangguan sawar kulit fisik dan fungsional.

Setiap fase patofisiologis ini selanjutnya bisa ditinjau secara berurutan

pada 3 level perubahan, mulai dari makro ke mikro, yaitu: level gejala dan
tanda-tanda, level struktur dan fungsi, dan perubahan biomolekuler,

dengan berfokus pada pengamatan-pengamatan in vivo pada populasi

dandruff/dermatitis-seboreik untuk memastikan relevansi dengan kondisi

klinis.

Keempat fase patofisiologis di atas dan 3 level perubahan bisa

ditinjau secara terpisah. Dengan menggabungkan data-data tersebut kita

bisa membuat model yang lebih memudahkan klasifikasi seperti

ditunjukkan pada Gbr. 1 sehingga memungkinkan masing-masing tolok-

ukur independen dikelompokkan berdasarkan fase patofisiologis level

perubahannya. Pengelompokan ini memudahkan perbandingan tolok-ukur

tolok-ukur pada fase tertentu dan lintas level perubahan atau sebaliknya.

Dari sini diperoleh model kesehatan kulit kepala yang lebih lengkap,

termasuk karakteristik patofisiologi dimana integritas sawar yang

berkurang semakin meningkatkan kerentanan kulit kepala terhadap

gangguan.

Dalam review kali ini, setiap level perubahan akan dibahas secara

berurutan, dimulai dari pengamatan pada level makro dan terakhir pada

level biomolekuler.

Pertama-tama, yang menjadi fokus adalah perbedaan antara

populasi yang mengalami dandruff/dermatitis-seboreik dengan populasi

normal untuk memungkinkan deskripsi komprehensif tentang kondisi

dandruff/dermatitis-seboreik dan dasar-dasar fisiologisnya. Terakhir, data-

data terapeutik yang tersedia akan direview, yang memungkinkan


penentuan indikator mana yang bisa menjadi parameter klinis dalam

mengevaluasi efektifitas terapi secara lebih akurat dibanding dengan

pendekatan-pendekatan tradisional.

TANDA-TANDA DAN GEJALA-GEJALA DANDRUFF DAN DERMATITIS

SEBOREIK

Tanda-tanda dan gejala-gejala yang dominan adalah adanya

serpihan-serpihan pada kulit kepala dan tanda serta gejala yang

merupakan ciri khas adalah pruritus, yang intensitasnya cenderung

berkorelasi satu sama lain. Perhitungan jumlah serpihan umumnya

tergantung pada hasil pemeriksaan yang melibatkan berbagai skema

skoring, tetapi bisa juga diukur secara instrumental. Pemeriksaan pruritus

bersifat subjektif dan umumnya menggunakan skala tingkat keparahan

sesuai penilaian pasien. Eritema terkadang bisa menyertai dandruff dan

lebih umum lagi pada dermatitis seboreik dan bisa dievaluasi dengan

skoring atau instrumen optik, seperti halnya pemeriksaan serpihan,.

Gejala kulit kepala kering, yang bisa dirasakan sebagai sensasi keketatan,

bersumber dari terganggunya fungsi sawar stratum korneum. Tanda kulit

kering lebih sering dievaluasi dengan instrumen listrik atau disimpulkan

berdasarkan pengukuran laju pengurangan air trans-edpiermal (TEWL);

penilaian keketatan lazimnya bergantung pada skor yang diberikan sendiri

oleh pasien.

Malassezia merupakan fungus komensalisme pada kulit kepala

yang umumnya dianggap sebagai faktor etiologi pada dandruff/dermatitis-


seboreik. Bukti empiris yang mendukung peranan patogenik dari fungus

ini pada dandruff/dermatitis-seboreik didapatkan dari hasil penelitian

bahwa zat-zat yang digunakan dalam terapi untuk dandruff/dermatitis-

seboreik berbeda secara kimiawi tetapi secara umum memiliki aktivitas

anti-fungus yang kuat. Selain itu, umumnya telah disepakati bahwa terapi-

terapi yang efektif dapat mengurangi jumlah malassezia dan bahwa

kolonisasi-ulang Malassezia pasca-terapi menyebabkan kejadian kembali

penyakit. Mekanisme etiopatologi yang terlibat diduga kuat melibatkan

pelepasan gugus asam lemak dari trigliserida sebasea induk melalui

aktivitas lipase yang bersumber dari lipase-lipase Malassezia yang

disekresikan; asam lemak bebas, khususnya yang tidak-jenuh, bisa

memicu inflamasi dan hiper-proliferasi yang diketahui sebagai komponen

dandruff/dermatitis-seboreik yang mengarah pada tanda-tanda dan gejala-

gejala yang umum terkait dengan kondisi-kondisi ini.

Salah satu tanda/gejala terkait dandruf/dermatitis-seboreik yang

baru-baru ini dilaporkan adalah bahwa beberapa sifat serat-serat rambut

pada kulit kepala bisa dipengaruhi secara negatif oleh fisiologi kulit kepala

yang buruk yang terkait dengan dandruff/dermatitis-seboreik (pengamatan

serupa untuk psoriasis kulit kepala). Sebagai contoh, perbandingan

rambut dari populasi normal dengan populasi yang mengalami

dandruff/dermatitis-seboreik menunjukkan bahwa rambut yang berasal

dari populasi dandruff/dermatitis-seboreik cenderung lebih tipis, dengan

permukaan yang lebih rapuh dan kurang mengkilap. Dandruff/dermatitis-


seboreik juga bisa berkontribusi bagi meningkatnya persentase

kerontokan rambut, yang mana bisa terkait langsung dengan keberadaan

Malassezia; sampo anti-dandruff dengan komposisi zat aktif anti-fungus

tampak dapat mengurangi kerontokan rambut bahkan pada populasi yang

mengalami alopesia androgenik, sehingga semakin mendukung

keterlibatan Malassezia.

Pertimbangan-Pertimbangan Terapeutik

Pengobatan tanda-tanda dan gejala-gejala dan dandruff/dermatitis

seboreik telah menjadi fokus sejumlah studi klinis. Dari beberapa

penelitian yang telah dilakukan, bisa disimpulkan bahwa ada beberapa

material aktif yang bisa digunakan untuk terapi dandruff/dermatitis-

seboreik seperti zink pirithion (ZPT), ketokonazol dan azol-azol lainnya,

selenium sulfida, dan pirokton olamin. Karena data-data ini umum tersedia

dan telah direview, maka di sini tidak akan dibahas lebih lanjut.

DAMPAK TERHADAP STRUKTUR DAN FUNGSI EPIDERMIS

Manifestasi-manifestasi luar dari dandruff/dermatitis-seboreik yang

dibahas di atas adalah akibat dari gangguan struktur dan fungsi epidermis.

Dari sudut pandang struktural, meskipun Malassezia permukaan terdapat

pada semua individu, namun fungus ini ditemukan di dalam lapisan

stratum-korneum penderita dandruff/dermatitis-seboreik. Sel-sel fungus ini

tampak sangat terkait dengan serpihan-serpihan dan sel-sel parakeratotik.

Persistensi sel-sel parakeratotik ini pada stratum korneum atas tampak

sebagai salah satu karakteristik struktural umum dari kedua kondisi ini;
kuantitasnya berkorelasi dengan tingkat keparahan serpihan. Sel-sel

parakeratotik kemungkinan disebabkan oleh sifat epidermis yang hiper-

proliferatif pada dandruff/dermatitis-seboreik, yang dibuktikan dengan

meningkatnya laju turnover dan epidermis yang lebih tebal. Struktur

selubung korneosit juga telah ditemukan berbentuk tidak beraturan dan

sangat terlipat ke dalam akibat kurangnya sinkronisasi antara proliferasi

dan diferensiasi pada dandruff/dermatitis-seboreik. Perubahan-perubahan

ini tercermin dalam kapasitas penjagaan-kelembaban yang tidak

beraturan dan komposisi protein kulit superfisial dari para penderita

dandruff.

Selain perubahan-perubahan struktur seluler, lipid epidermis

dipengaruhi oleh dandruff/dermatitis-seboreik. Struktur lamelar

karakteristik yang dibentuk oleh seramida digantikan dengan material lipid

yang jauh lebih luas; juga ada tetes-tetes lipid dengan asal-usul tidak

diketahui atau ada komposisi dalam sitoplasma sel. Lazimnya, lipid

sebasea mengalami perubahan: asam lemak bebas dilepaskan oleh

aktivitas lipase asal Malassezia (inkubasi in vitro) dan asam-asam lemak

ini menjadi dasar untuk pembentukan peroksida lipid, yang bisa menjadi

inisiator utama inflamasi.

Pada level seluler, bukti aktivitas inflamatori mencakup infiltrasi

leukosit pada dandruff/dermatitis-seboreik. Yang lebih terbaru, telah ada

pengelompokkan histologis yang lebih ekstensif terhadap sel-sel

inflamatori, termasuk berbagai limfoid MHC+ dan sel-sel NK. Infiltrasi


neutrofil ke dalam lesi-lesi dandruff juga telah dilaporkan dan kemotaksis

neutrofil melalui anafilaktoksin yang berasal dari serpihan-serpihan

dandruff. Analisis histologis terbaru telah menunjukkan bukti inflamasi

ringan semacam ini (limfosit perivaskular) pada lesi-lesi dandruff.

Variasi-variasi struktural ini pada level seluler menghasilkan sebuah

sawar stratum korneum yang terganggu secara fungsional. Sawar ini tidak

lagi sama efektifnya seperti pada kulit normal dalam mengurangi transmisi

uap kelembapan dan juga tidak sama efektifnya dalam mengurangi

penetrasi material-material eksogen, seperti pengaplikasian sebuah

larutan topikal yang mengandung histamin. Fungsi sawar yang terganggu

ini mengarah pada percepatan progresi penyakit, yang menyebabkan kulit

kurang efektif dalam memblokir penetrasi inisiator-inisiator inflamasi yang

bersumber dari aktivitas metabolik Malassezia.

Pertimbangan-pertimbangan terapeutik

Terapi dandruff/dermatitis-seboreik yang efektif tidak hanya

menghilangkan tanda-tanda dan gejala-gejala, tetapi juga menghasilkan

normalisasi struktur dan fungsi kulit. Sebagai contoh, abnormalitas

struktural yang sebelumnya terkait dengan hiper-proliferasi (parakeratosis,

selubung korneosit yang tidak terbentuk sempurna, infiltrasi Malassezia

dan kurangnya struktur lipid epidermal) semuanya mengalami perbaikan

signifikan setelah penggunaan sampo yang mengandung ZPT. Seperti

yang diharapkan, fungsi mengikuti struktur, dan ketika struktur membaik

karena terapi, maka fungsi kulit juga membaik. Integritas struktur sawar
juga membaik seiring dengan normaliassi TEWL.

PERUBAHAN-PERUBAHAN BIOMOLEKULER

Perhitungan data-data perubahan pada level molekuler dari

epidermis merupakan sebuah metode baru yang dimungkinkan oleh

teknik-teknik molekuler baru yang handal dan mudah diperoleh. Dengan

membandingkan populasi dandruff/dermatitis-seboreik dengan populasi

normal, data-data seperti ini tidak hanya memberikan rincian etiopatologi

yang sebelumnya tidak bisa didapatkan, namun pendekatan-pendekatan

yang non-invasif juga sangat mempermudah evaluasi manfaat terapeutik

dari setiap terapi. Penelitian awal di bidang ini berfokus pada molekul-

molekul mediator inflamatori dengan menggunakan sampel biopsi jarum

tradisional dan imunohistokimia. Dengan menggunakan teknik-teknik ini,

peningkatan kadar sitokin-sitokin berikut ditemukan pada lesi-lesi

dandruff/dermatitis-seboreik: IL-1α, IL-1β, IL-2, IL-4, IL-6, IL-10, IL-12,

TNF-α dan IFN-γ dibandingkan dengan yang ditemukan pada kulit relawan

normal. Selain itu, kulit non-lesi dari subjek-subjek dandruff/dermatitis-

seboreik mengalami peningkatan kadar sitokin-sitokin ini dibanding kulit

normal. Data-data ini memberikan indikasi awal bahwa

dandruff/dermatitis-seboreik bisa dibedakan dari kondisi normal pada level

molekuler (dan semakin mendukung bahwa kondisi-kondisi ini memiliki

komponen inflamatori). Perbaikan-perbaikan metodologi selanjutnya

dikembangkan dengan menggunakan metodologi sampling permukaan

kulit non-invasif yang dikombinasikan dengan uji berbasis ELISA yang


sangat sensitif. Teknik-teknik non-sensitif ini memfasilitasi ukuran sampel

klinis yang lebih besar sehingga meningkatkan kualitas data dan

memmungkinkan pendekatan ini bisa dipadukan secara rutin dalam

evaluasi klinis. Pada penggunaan pertama kali jenis metodologi ini pada

kulit kepala untuk membedakan populasi dandruff/dermatitis-seboreik dari

populasi normal, penanda-penanda infalmatori berikut ditemukan terkait

secara akurat dengan dandruff/dermatitis-seboreik dan parameter-

parameter lain yang diukur, seperti: IL-1ra (rasio dengan IL-1α), IL-2, IFN-

γ, oksida nitrat, dan TNF-α.

Populasi-populasi klinis yang ekstensif (dengan menggunakan

penilaian serpihan oleh ahli untuk mengidentifikasi dandruff/dermatitis

seboreik) baru-baru ini telah dievaluasi untuk berbagai biomarker level

molekuler dengan membandingkan populasi dandruff/dermatitis-seboreik

dengan populasi normal. Data-data dari kedua penelitian ini diplotkan

ulang dan disajikan pada Gambar 2. Perbedaan-perbedaan yang

signifikan menurut statistik ditemukan pada kedua populasi untuk ketiga

biomarker inflamatori yang diteliti, yaitu: IL-1ra/IL-1α, IL-8, dan histamin.

Biomarker-biomarker struktural yang terkait dengan diferensiasi juga

dievaluasi: protein selubung sel, involukrin, hanya menunjukkan sedikit

perbedaan diantara kedua populasi (tetapi sensitif terhadap respon

terhadap terapi, lihat berikut), dan keratin 1, 10, dan 11 berkurang

signifikan pada populasi dandruff/dermatitis-seboreik sehingga

menandakan adanya diferensiasi terminal yang tidak utuh. Penanda-


penanda molekuler untuk integritas sawar juga dihitung yang melengkapi

mekanisme etiologi, yang mencakup: albumin serum manusia (HSA) dan

lipid antar-seluler epidermal. Kuantifikasi HSA pada stratum korneum

terluar merupakan sebuah tolok-ukur molekuler untuk penurunan

integritas dan fungsi sawar yang ditemukan untuk dandruff/dermatitis-

seboreik. Penurunan total seramida dan spingoid ditemukan untuk

dandruff/dermatitis-seboreik, yang mendukung hasil penelitian

sebelumnya dan kemungkinan menjadi penyebab berkurangnya fungsi

sawar kulit.

Berdasarkan ketersediaan metode-metode sampling non-invasif

yagnbaru ini serta kemampuan bio-analitik, biomarker-biomarker relevan

lainnya dari kondisi dandruff/dermatitis-seboreik bisa diharapkan

diidentifikasi di masa mendatang. Ini bisa mencakup induksi material anti-

mikroba endogen seperti β-defensin, yang telah ditemukan sebagai hasil

dari keterpaparan Malassezia dan pada psoriasis positif Malassezia serta

ekspresi mediator-mediator inflamatori terkait Malassezia seperti

malassezin. Juga ada kemungkinan bahwa kuantifikasi biomarker yang

terkait dengan pertahanan spesies oksigen reaktif (ROS) akan

diidentifikasi, karena ada indikasi-indikasi bahwa kerusakan oksidatif turut

menyertai atau menyebabkan dandruff/dermatitis seboreik.

Pertimbangan-pertimbangan terapeutik

Meskipun indikasi-indikasi dandruff/dermatitis-seboreik pada level

molekuler ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang kondisi


patologi tersebut, namun indikasi-indikasi ini juga bisa berfungsi sebagai

tolok-ukur baru untuk mengevaluasi resolusi terapeutik

dandruff/dermatitis-seborheik. Data-data yang dirangkum dari publikasi-

publikasi terbaru yang menyelidiki biomarker-biomarker di atas sebelumd

an setelah terapi dengan sampo ZPT 1% diplotkan ulang pada Gambar 3.

Data-data dan analisis statistik didasarkan pada perubahan dari kondisi

awal sebelum penelitian: normalisasi pada beberapa kasus memerlukan

sejumlah parameter untuk dikurangi sementara lainnya ditingkatkan.

Pengurangan signifikan pada semua biomarker inflamatori yang dihitung

(IL-1ra/IL-1α, IL-8, dan histamin) ditemukan, yang menunjukkan

normalisasi kondisi inflamatori kulit (relatif terhadap level molekul-molekul

biomarker ini yang ditemukan pada populasi normal, lihat Gambar 2).

Demikian juga, biomarker diferensiasi juga mengalami normalisasi

signifikan; involukrin berkurang sementara produk diferensiasi terminal

keratin 1, 10, dan 11 mengalami peningkatan. HSA juga berkurang

signifikan, sehingga menandakan fungsi sawar yang kembali normal dan

konsisten dengan perbaikan pada level struktur/fungsi yang ditemukan

(lihat di atas). Terakhir, lipid-lipid antar-seluler yang bertanggung jawab

atas fungsi sawar juga meningkat signifikan, yang mana konsisten dengan

hasil pengamatan sebelumnya dan mendukung perbaikan fungsi sawar.

Jika digabungkan, hasil-hasil pengamatan biomolekuler ini

memberikan pengetahuan lebih lanjut tentang gambaran patofisiologi

kondisi dandruff/dermatitis-seboreik dan menawarkan bukti penyembuhan


yang lebih rinci dengan terapi-terapi komersial yang tersedia. Meskipun

ada konsistensi antara penyembuhan tanda-tanda dan gejala-gejala

dandruff/dermatitis-seboreik dengan normalisasi biomarker, namun penulis

tertarik untuk menilai signifikansi statistik dari korelasi-korelasi tersebut.

Variabel pengurangan jumlah serpihan yang sering dievaluasi

sebagaimana dihitung dengan skor serpihan kulit-kepala adheren (ASFS)

digunakan sebagai tolok-ukur-hasil-akhir klinis yang berterima. Ini

dilakukan dengan mengevaluasi korelasi-korelasi sebagai perubahan dari

nilai awal sebelum terapi pada basis orang-per-orang diantara kedua

parameter. Karena ini merupakan sebuah korelasi antara dua tolok-ukur in

vivo yang independen, satu tergantung pada penilaian ahli (ASFS) dan

yang lainnya merupakan teknik molekuler objektif (biomolekuler),

termasuk variabilitas biologis normal, maka korelasi mutlak yang rendah

diharapkan. Korelasi-korelasi ini dirangkum untuk biomarker-biomarker

terpilih pada Tabel I, kisaran umum adalah ±0,2, yang menandakan

derajat variabilitas yang diharapkan dari penelitian-penelitian ini. Akan

tetapi, korelasi-korelasi ini semuanya signifikan secara statistik, lazimnya

dengan nilai p jauh di bawah 0,0001. Jika analisis-analisis statistik ini

dilakukan sebagai rata-rata berdasarkan terapi (bukan berdasarkan

orang), maka penurunan variabilitas orang-ke-orang, koefisien korelasi

diantara biomarker-biomarker individu, dan pengurangan serpihan jauh

lebih tinggi (sering pada kisaran 0,7, data tidak ditunjukkan). Analisis ini

menunjukkan korelasis ignifikan antara biomaker-biomarker individudan


pengurangan serpihan sebagai gejala kunci dan tolok-ukur rutin saat ini

untuk kondisi kepala. Keduanya menunjukkan relevansi biomaker dengan

semua definisi patofisiologi kondisi dandruff/dermatitis-seboreik dan juga

menetapkannya sebagai tolok-ukur wakil yang relevan untuk tolok-ukur-

hasil-akhir reduksi kenampakan serpihan.

DISKUSI

Definisi deskripsi patofisiologis komprehensif dandruff dan dermatitis

seboreik

Tanda-tanda dan gejala-gejala kondisi dandruff/dermatitis seboreik

sebagian besar diketahui melalui pemeriksaan tradisional (makro)

terhadap kondisi kulit kepala. Deskripsi kondisi kulit kepala pada level

struktural dan molekuler sekarang telah dimungkinkan oleh kemampuan

pengukuran molekuler. Model patofisiologis yang sedang berkembang

(Gbr. 1) didasarkan pada fase etiologi metabolisme Malassezia yang

mengawali porses inflamatori, dengan menghasilkan hiper-proliferasi kulit

kepala dan diferensiasi korneosit yang tidak utuh yang menghasilkan

terganggunya sawar stratum-korneum.

Tolok-ukur pada level struktur/fungsi, seperti morfologi epidermal,

infiltrasi Malassezia dan pemeriksaan instrumental yang terkait dengan

kandungan kelembapan telah mendukung urutan etiologi pokok yang

dibahas di atas. Semua pengukuran ini telah memungkinkan

didapatkannya pemahaman yang lebih mendalam tentang patofisiologi

kondisi-kondisi ini dengan menunjukkan bahwa tanda-tanda dan gejala-


gejala superfisial yang terlihat adalah akibat dari konstruksi epidermis

yang tidak beraturan dan dis-organisasi yang dihasilkan pada onset

dandruff/dermatitis seboreik. Hasil-hasil pengamatan ini selanjutnya telah

mengarah pada penyelidikan mekanisme-mekanisme molekuler spesifik

dalam kulit, yang menentukan sifat inflamatori kondisi tersebut,

sinkronisasi buruk proliferasi dan diferensiasi serta fungsi sawar yang

relatif tidak efektif.

Parameter-parameter baru ini tidak menentukan kesehatan kulit

hanya berdasarkan ada tidaknya tanda-tanda dan gejala-gejala dari

sebuah kondisi, tetapi parameter-parameter ini memungkinkan deskripsi

patofisiologis dandruff/dermatitis-seboreik yang lebih lengkap serta

menentukan kriteria yang lebih spesifik untukmenilai apakah kondisi

tersebut telah berhasil diterapi secara efektif.

Selain itu, parameter-parameter dandruff/dermatitis-seboreik yang

baru ini mendukung dimasukkannya dandruff/dermatitis-seboreik dalam

kelompok dermatosa inflamatori, yang mencakup psoriasis, dermatitis

atopik, dan akne. Kondisi-kondisi ini memiliki faktor pemicu yang berbeda-

beda, tetapi memiliki kesamaan patofisiologi inflamasi, proliferasi, dan

gangguan sawar kulit. Dermatosa inflamator lainnya telah diteliti secara

lebih rinci dibanding dandruff/dermatitis-seboreik; dan data-data biomarker

yang direview di sini sangat bermanfaat untuk menunjukkan keumuman

patofisiologi dengan kondisi-kondisi yang telah diketahui ini.

Relevansi Biomaker-Biomarker sebagai Indikator Klinis


Manfaat pengembangan kemampuan kuantifikasi berbasis

biomarker molekuler kemungkinan akan menghasilkan pemahaman yang

lebih luas tentang kondisi penyakit dan mencakup potensi penggunaan

biomarker sebagai tolok-ukur efikasi yang relevan. Jika biomarker-

biomarker ini mencerminkan mekanisme-mekanisme penyakit yang

mendasari patofisiologi klinis, sebagaimana tampak pada kasus

dandruff/dermatitis-seboreik, maka biomarker-biomarker tersebut bisa

menjadi alat yang berguna sebagai parameter awal dalam onset kondisi,

dan/atau parameter pengganti untuk efikasi klinis terapi. FDA mengakui

kelebihan alat-alat biomarker ini dan mendorong penggunaan biomarker

dalam sebuah makalah terbaru yang berjudul "Innovation or Stagnation?".

Salah satu contoh tentang penggunaan analisis biomarker dalam

dermatologi adalah tentang dermatitis atopik. Penghitungan IL-18 pada

permukaan ditemukan berkorelasi dengan tingkat keparahan kondisi dan

tampak disebabkan oleh kolonisasi S aureus. Ini merupakan salah satu

contoh yang menunjukkan manfaat dari biomarker ini untuk AD:

diperolehnya informasi patofisiologi baru dan pembentukan parameter

klinis yang baru.

Beberapa biomarker telah ditemukan berkorelasi signifikan dengan

gejala inti dari dandruff/dermatitis-seboreik yaitu pembentukan serpihan

(lihat Tabel I), bahkan ketika dievaluasi berdasarkan individu-individu yang

dianalisis. Semua biomarker ini memiliki peran tersendiri dalam etiologi

kondisi yang diketahui, sehingga memungkinkan pemahaman yang lebih


rinci dan lebih besar tentang patofisiologi dandruff/dermatitis-seboreik.

Biomarker-biomarker ini juga bisa digunakan sebagai parameter klinis

untuk penilaian keberhasilan terapi dandruff/dermatitis-seboreik, sehingga

melengkapi parameter-parameter tradisional yang sebagian besar

berfokus pada tanda-tanda/gejala-gejala yang terlihat.

Arah perkembangan di masa mendatang

Kemampuan-kemampuan baru dalam mengukur keadaan fisiologi

kulit kepala dengan penanda-penadna biomolekuler akan mempermudah

mendapatkan pemahaman yang lebih besar tentang patofisiologi kondisi

dandruff/dermatitis seboreik. Tindakan-tindakan non-invasif baru akan

terus dikembangkan di masa mendatang yang bisa memberikan

pengetahuan tentang interaksi antara Malassezia dengan epidermis.

Masih banyak yang perlu dipelahari, misalnya, mengapa

dandruff/dermatitis seborheik kulit kepala memerlukan penutupan fisik

rambut? Pertanyaan penting lainnya adalah mengapa organisme seperti

Malassezia dapat memicu dandruff/dermatitis-seboreik pada sebagian

orang tetapi tidak pada sebagian lainnya.

Anda mungkin juga menyukai