Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016

ISSN (Cetak) 2527-6042


eISSN (Online) 2527-6050

KLASIFIKASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE


KOTA TANGERANG
Idi Namara, Kurniati, Raditya Jaelani
Universitas Ibn Khaldun, Bogor

Kontak Person:
Raditya Jaelani
Jalan Kh. Sholeh Iskandar KM. 2, Kedung Badak Tanak Sareal, Kota Bogor, Telp: (0251) 8356884
E-mail: jae.raditya@gmail.com

Abstrak
Sungai merupakan salah satu sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga keberadaan sumber air
harus tetap dijaga baik secara kuantitas maupun kualitas. Penurunan kualitas air sungai sebagai akibat aktivitas manusia
yang tidak peduli terhadap lingkungan dan tidak mengindahkan kaidah pembangunan berkelanjutan. Hasil pantauan
Kementerian Lingkungan Hidup RI tahun 2014, disebutkan sungai – sungai di Indonesia, hampir semuanya terindikasi
tercemar berat atau sebanyak 75%, termasuk Sungai Cisadane yang berada di wilayah Kota Tangerang. Tingginya
pencemaran di sungai tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian Japan International Cooperation Agency (JICA), bekerja
sama dengan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Tangerang pada tahun 2012. Saat ini Sungai Cisadane Kota
Tangerang dimanfaatkan sebagai sumber air baku PDAM, irigasi, dan keperluan industri. Mengingat pentingnya fungsi
sungai Cisadane diperlukan penelitian mengenai tingkat pencemaran terkini sehingga bisa dilakukan klasifikasi dari kualitas
air sungai tersebut berdasar peruntukan tata guna lahan. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang
bermaksud mendeskripsikan suatu fenomena. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (a) Menganalisis kualitas air sungai
Cisadane Kota Tangerang berdasarkan 5 parameter (DO, TSS, TDS, BOD dan COD); (b) Melakukan klasifikasi kualitas air
sungai Cisadane Kota Tangerang berdasarkan titik pantau. Sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah studi pustaka
dan kajian literatu,. Adapun data yang digunakan adalah : data situasi sungaiCisadane dan data hasil uji laboraturium
sampel air dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tangerang Tahun 2010-2015.Kesimpulan dari hasil penelitian ini
diharapkan mampu memberikan masukan dalam pengelolaan kualitas air Sungai Cisadane di Kota Tangerang.

Kata kunci : DAS Cisadane, pencemaran air sungai, klasifikasi kualitas air

1. Pendahuluan
Permasalahan air merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.Penggunaan air
khususnya air bersih untuk kegiatan sehari-hari tentunya membuat manusia terhindar dari
penyakit.Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas air, yang berfungsi sebagai pelarut dan peyusun
segala sistem tubuh manusia. Agar air yang digunakan untuk kegiatan manusia tidak berdampak
negatif bagi manusia, maka perlu diketahui kualitas sumber air. Selain dari segi kualitas, jumlah air
juga harus memadai dalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia. Air digunakan manusia untuk
mandi, minum, mencuci, pertanian, perikanan dan lain sebagainya.Masing-masing kegiatan tersebut
memerlukan jumlah air yang beragam. Sumber air yang ada dipermukaan bumi dapat diolah menjadi
air minum dengan berbagai teknik yang telah berkembang, sehingga kebutuhan air minum yang
memenuhi persyaratan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dapat terpenuhi bagi seluruh lapisan
masyarakat.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 mengenai klasisfikasi kualitas air
sungai, maka kualitasair sungai harus berada pada kelas tertentu sesuai dengan regulasi tersebut agar
dapat dimanfaatkan oleh manusia. Didalam peraturan tersebut mengulas tentang pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air merupakan penjabaran undang-undang tersebut diatas dalam
bidang air dan air limbah. Menurut peraturan ini (Pasal 8) klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas, yakni;
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
air yang sama dengan kegunaan tersebut;

II - 48 SENTRA 2016
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut diatas, dapat dipastikan bahwa kualitas air baku
harus mampu memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, sehingga keberadaannya harus dalam
kondisi dilindungi dari pencemaran.Jika pencemaran pada air tidak bisa dikendalikan maka akan
menurunkan kualitas air, yang pada akhirnya akan menurunkan potensi kegunaan dari air baku
tersebut.Penurunan kualitas air sungai sebagai akibat aktivitas manusia yang tidak peduli terhadap
lingkungan dan tidak mengindahkan kaidah pembangunan berkelanjutan (Jiao Ding et al, 2015).
Hasil pantauan Kementerian Lingkungan Hidup RI tahun 2014, disebutkan sungai – sungai di
Indonesia, hampir semuanya terindikasi tercemar berat atau sebanyak 75%. Indikasi pencemaran berat
tersebut diakibatkan oleh buangan limbah rumah tangga.Pencemaran akibat buangan limbah rumah
tangga atau limbah domestik ini masih ditambah lagi dengan limbah industri, limbah ternak, limbah
yang dihasilkan dari pasar, perkantoran, restoran, dan berbagai jenis usaha lainnya. Kota – kota besar
dan metropolitan di Indonesia umumnya memiliki persoalan sosial dan lingkungan yang demikian
kompleks, termasuk dalam persoalan beban pencemaran yang mempengaruhi kualitas air sungai
(Namara, 2016). Dampak negatif lainnya akibat pencemaran air sungai adalah kesehatan masyarakat,
adapun jenis penyakit yang timbul akibat penularan melalui air buangan antara lain, penyakit saluran
pencernaan. Seperti typhus, para typhus, dysentri, cholera, schistozominasis, dan lain sebagainya
(Hadi, 2010).
Kondisi ini juga terjadi pada Sungai Cisadane Kota Tangerang.Secara umum, persoalan yang
berada pada DAS Cisadane menyeluruh sangat beragam, mulai dari erosi; belum terkendalinya ruang
publik; ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan semakin mahal dan
langka baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga menimbulkan berbagai konflik antar sektor
maupun antar wilayah; fluktuasi ketersediaan air permukaan sangat tinggi, sehingga sering terjadi
kebanjiran di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Hal tersebut merupakan wujud dari
hulu DAS yang fungsi konservasinya telah jauh berkurang, belum adanya kesinergian antar wilayah
dalam bentuk role sharing antara Propinsi/Kabupaten/Kota - Propinsi/Kabupaten/Kota di daerah hilir
dalam rangka penanganan hulu DAS.
Sungai Cisadane Kota Tangerang merupakan sumber utama air baku bagi PDAM Kota
Tangerang yang dipakai untuk penyediaan air bersih untuk wilayah Tangerang. Berdasarkan hasil
penelitian Japan International Cooperation Agency (JICA), bekerja sama dengan Badan Lingkungan
Hidup Daerah (BLHD) Kota Tangerang tahun 2012, 84% air sungai itu tercemar limbah domestik.
Adapun 14% lainnya tercemar limbah dari industri yang tidak pempunyai instalasi pengelolaan air
limbah (IPAL), sedangkan sisanya yang sekitar 2% berasal dari pencemaran limbah lainnya.
Gambaran mengenai tingkat kualitas Sungai Cisadane sangat diperlukan sebagai upaya pengelolaan
kedepan yang lebih baik lagi.

2. Metode Penelitian
Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan data sekunder
dari Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Data yang dipakai selama 5 tahun ini akan dianalisis
melalui perbandingan dengan standar baku mutu kualitas air berdasarkan Peraturan Pemerintah No 81
tahun 2001. Dari hasil analisis ini dapat diketahui bagaimana kondisi kualitas air sungai Cisadane
berdasarkan penggunaan lahannya.

2.1. Obyek Penelitian


Penelitian ini difokuskan pada Sungai Cisadane segmen Kota Tangerang Provinsi Banten.

SENTRA 2016 II - 49
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

Lokasi Penelitian

Secara geografis Kota Tangerang terletak pada posisi 106036’ – 106042’ Bujur Timur (BT) dan
606’ – 6013’ Lintang Selatan (LS). Berdasarkan data BPS Kota Tangerang memiliki luas wilayah
184,24 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno Hatta sebesar 19,69 km2). Secara administrasi Kota
Tangerang terbagi menjadi 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan, namun yang termasuk wilayah
administrasi DAS Cisadane Kota Tangerang hanya ada 5 Kecamatan, yaitu :Cibodas, Pinang,
Karawaci, Tangerang, dan Neglasari. Kelima kecamatan tersebut memiliki ciri khas peruntukan lahan,
diantaranya lahan permukiman, lahan campuran, lahan terbuka, dan lahan industri.

2.2. Data Penelitian


Data yang dipakai adalah data yang berasal dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Tangerang
tahun 2010-2015. BLH secara rutin setiap tahun melakukan pengambilan sampel di 16 titik sungai
Cisadane. Dari 16 lokasi tersebut dibagi menjadi 3 klaster, yakni klaster permukiman, industri, dan
lahan campuran. Data dari 3 klaster inilah yang dianalisis pada penelitian ini. Adapun parameter yang
dipakai yakni, TDS (Total Dissolve Solid), TSS (Total Suspende Solid), DO, BOD, dan COD. Berikut
penjelasan mengenai 5 parameter yang dipakai pada penelitian ini.
a. TSS dan TDS
Kecerahan air sungai semakin ke hilir semakin rendah.Kecerahan air sungai dipengaruhi oleh
banyaknya materi tersuspensi yang ada di dalam air sungai. Materi ini akan mengurangi masuknya
sinar matahari ke air sungai (Cech 2005). Endapan tersuspensi dapat juga menyumbat insang ikan,
mencegah telur berkembang. Ketika suspended solid tenang di dasar badan air, dapat
menyembunyikan telur dan terjadi pendangkalan pada badan air sehingga memerlukan pengerukan
yang memerlukan biaya operasional tinggi. Kandungan TSS dalam badan air sering menunjukan
konsentrasi yang lebih tinggi pada bakteri, nutrien, pestisida, logam didalam air (Margareth, 2009).
Sedangkan TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organic maupun
anorganic) yang terdapat pada sebuah larutan.Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik
berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan.Sebagai contoh air buangan sering mengandung
molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, pada air buangan rumah tangga.
b. DO
Oksigen yang terlarut/DO dalam air sangat dibutuhkan untuk mendukung kehidupan organism
akuatik.Sumber utama DO yaitu fotosintesis (Macan 1978; Angelier).Konsentrasi DO dapat menjadi
indikator adanya pencemaran organik (Tontowi & Sofia 2002).
c. BOD dan COD
Nilai BOD dan COD air sungai dapat menunjukkan banyaknya pencemar organik yang ada di dalam
air sungai (Novotny & Olem 1994).

II - 50 SENTRA 2016
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

2.3. Operasional Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pengumpulan
berbagai data, telaah serta penjabaran data sekunder.Telaah dokumen dengan cara mengumpulkan
data-data melalui kepustakaan baik dari buku-buku, dokumen-dokumen, arsip-arsip dan lain-lain yang
berkaitan dengan fokus penelitian, baik dari kampus Universitas Ibn Khaldun, Pemerintah Kota
Tangerang, maupun hasil penelitian terdahulu.Dalam hal ini penulis berusaha mengumpulkan data
yang akurat dengan cara:
 Studi Pustaka
 Klaster lokasi sampel air menjadi 3 klaster, yakni ; permukiman, industri dan lahan campuran
 Analisis data dengan mengklasifikasi kualitas air berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82
tahun 2001, dengan menggunakan 5 parameter.
 Hasil dan pembahasan pada bagian ini peneliti membandingkan data kualitas air tahun 2010-
2015 SLHD pada 3 klaster dengan standar baku kualitas air PP No 82 tahun 2001.
 Kesimpulan dan saran menyimpulkan kondisi saat ini.

3. Hasil dan Pembahasan


Data hasil dari BLH (Badan Lingkungan Hidup) Pemerintah Kota Tangerang terdapat 16 lokasi
hasil penelitian, masing - masing lokasi memiliki fungsi lahan yang berbeda-beda. Secara garis besar
terdapat 3 jenis peruntukan lahan pada lokasi pengambilan sampel, yakni lokasi permukiman, industri,
campuran, sehingga analisis dilakukan berbasis pada 3 klaster, sesuai dengan pengelompokan wilayah
yang ada pada DAS Cisadane Kota Tangerang tersebut. Adapun pembagian klaster sebagai berikut:
 Klaster 1 Permukiman: Jembatan Gading Serpong, SP. Rawa Besar, Jembatan Cikokol,
Jembatan Robinson, Jembatan Satria, SP. Benteng Jaya, dan SP. Letda Dadang
 Klaster 2 Industri: Eretan Panunggangan, dan Pintu Air Sepuluh
 Klaster 3 Campuran: Cicayur Hulu, Cicayur Hilir, SP. Cicayur, Cisarung Hulu, Cisarung Hilir,
SP. Cisarung, dan Eretan 3 Sewan
Dari 3 klaster ini diambil 3 (tiga) lokasi yang mewakili lokasi pengambilan sampel,yaitu; Jembatan
Cikokol (Permukiman); Eretan Panunggangan (industri);dan SP. Cisarung (Campuran).
Berikut data dan analisis tingkat pencemaran:

3.1. Jembatan Cikokol (Permukiman)

Tabel 1. Hasil Pengujian Parameter Kualitas Air di Jembatan Cikokol

Sumber: Data Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang, 2016

3.1.a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Kandungan TSS dari tahun 2010 sampai


TSS Jembatan Cikokol
dengan 2015 bervariasi. Namun pada
600 periode 1, tahun 2011 kadar TSS di
500 Jembatan Cikokol melonjak hingga
400
300 melewati baku mutu III dan IV,
200 sehingga tidak layak untuk digunakan
100 untuk air minum maupun untuk
0
menyirami tanaman.

SENTRA 2016 II - 51
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

3.1.b. Zat Padat Terlarut (TDS)


TDS Jembatan Cikokol
Kandungan TDS pada Jembatan
150 Cikokol selama kurun waktu 2010
hingga 2015 relatif aman apabila diolah
100
untuk air minum maupun digunakan
50 untuk kebutuhan lain.
0

3.1.c. Oksigen Terlarut (DO)

DO Jembatan Cikokol
Kandungan Oksigen Terlarut (DO)
7 pada Jembatan Cikokol sempat
6
5
beberapa kali menyentuh baku mutu
4 III pada
3
2
1
0

3.1.d. Bio Oxygen Demand (BOD)

Kadar BOD pada Jembatan Cikokol


BOD Jembatan Cikokol
pada tahun 2010 dan 2011 relatif
35 aman. Namun pada tahun 2011, 2013,
30
25
2014, dan 2015 kadar BOD
20 mengalami lonjakan melewati standar
15 baku mutu IV, sehingga tidak layak
10
5 untuk penggunaan air minum.
0

3.1.e. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD Jembatan Cikokol Kadar COD pada Jembatan Cikokol


pada periode 1 tahun 2011, mencapai
120
100 batas tidak aman karna melewati baku
80 mutu IV.
60
40
20
0

II - 52 SENTRA 2016
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

3.2. Eretan Panunggangan (Industri)


Tabel 2. Hasil Pengujian Parameter Kualitas Air di Eretan Panunggangan

Sumber: Data Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang, 2016

3.2.a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

TSS Eretan Panunggangan Kadar TSS pada periode 2 tahun 2010


hampir menyentuh bakumutu III dan
500
IV.
400
300
200
100
0

3.3.b. Zat Padat Terlarut (TDS)

TDS Eretan Panunggangan Kandungan TDS pada Jembatan


Cikokol selama kurun waktu 2010
140
120 hingga 2015 relatif aman apabila diolah
100 untuk air minum maupun digunakan
80
60 untuk kebutuhan lain.
40
20
0

3.3.c. Oksigen Terlarut (DO)

DO Eretan Panunggangan
Kadar Oksigen Terlarut (DO) pada
Eretan Panunggangan dari tahun 2010
7 hingga 2015 relatif aman. Namun terjadi
6
5 fluktuasi yang signifikan pada tahun
4 2011 dan 2014 yang menyentuh batas
3
2 baku mutu III dan IV.
1
0

SENTRA 2016 II - 53
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

3.3.d. Bio Oxygen Demand (BOD)


BOD Eretan Panunggangan
Kadar BOD pada Eretan Panungganan
60 melewati baku mutu IV, sehingga tidak
50
40
layak untuk dikonsumsi. Dan
30 menglami lonjakan ekstrim pada
20 periode 1 tahun 2011.
10
0

3.3.e. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD Eretan Panunggangan Kadar COD pada Eretan


Panunggangan relatif aman dari tahun
200
150
2010 hingga 2015, karna tidak
100 menyentuh batas baku mutu III.
50 Namun mengalami lonjakan ekstrim
0 melebihi baku mutu IV pada periode 1
2011.

3.5. SP. Cisarung (Campuran)


Tabel 3. Hasil Pengujian Parameter Kualitas Air di SP. Cisarung

Sumber: Data Badan Lingkungan Hidup Kota Tangerang, 2016

3.5.a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)


TSS SP.Cisarung Kadar TSS pada SP. Cisarung tinggi
400 pada tahun 2010, kemudian cukup
300 stabil hingga 2014, dan angka TSS
200
kembali meninggi pada tahun 2015.
100
Namun angka TSS pada SP. Cisarung
belum melewati batas baku mutu III
0
dan IV.

II - 54 SENTRA 2016
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

3.5.b. Zat Padat Terlarut (TDS)

TDS SP.Cisarung
Kandungan TDS pada SP. Cisarung
bervariasi dari tahun 2010 sampai
140 2015. Namun angka tersebut masih
120
100 aman karna masih jauh di bawah baku
80 mutu I.
60
40
20
0

3.5.c. Oksigen Terlarut (DO)


DO SP. Cisarung
Kandungan Oksigen Terlarut pada SP.
8 Cisarung relatif stabil. Namun
6 mengalami penurunan hingga baku
4 mutu IV pada tahun 2014.
2
0

3.5.d. Bio Oxygen Demand (BOD)

BOD SP. Cisarung


Kadar BOD pada SP. Cisarung relatif
40 aman hingga tahun 2013. Kemudian
30
20 mulai tinggi pada 2013 dan 2014 hingga
10 melewati batas baku mutu IV, dan
0
kembali rendah pada 2015, namun masih
dalam baku mutu III dan IV.

3.5.e. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD
Kadar COD pada SP. Cisarung
60 fluktuatif dan bervariasi. Angka COD
40 cukup tinggi melampaui batas
20 bakumutu III pada tahun 2010, 2012,
0 2013, dan 2014. Dan menurun pada
2013 dan 2015.

4. Kesimpulan
Berdasarkan data dari BLH Pemerintah Kota Tangerang dandata tiap titik sampel yang
mewakili tiap klaster, dapat penulis simpulkan bahwa kualitas air sungai Cisadane Kota Tangerang
tiap periode dan tahunnya fluktuatif. Namun secara garis besar, kualitas air sungai terbilang kurang

SENTRA 2016 II - 55
Seminar Nasional Teknologi dan Rekayasa (SENTRA) 2016
ISSN (Cetak) 2527-6042
eISSN (Online) 2527-6050

baik, terutama pada tahun 2011 dan 2014 kadar pencemaran yang ditunjukkan seringkali melewati
batas baku mutu III dan IV.
Mengingat tingginya tingkat pencemaran pada Sungai Cisadane Kota Tangerang, diperlukan
perhatian yang lebih dari pemerintah kota maupun masyarakat Kota Tangerang untuk menanggulangi
masalah pencemaran air sungai. Sehingga air sungai dapat digunakan dengan lebih amandan leluasa
oleh masyarakat Kota Tangerang.

Referensi
[1] Jiao Ding, Yuan Jiang, Lan Fu Qi Liu, Qiuzhi Peng dan Muyi Kang (2015). Impacts of Land Use on Surface
Water Quality in Subtropical River Basin : A Case Study of the Dongjiang River Basin Southeastern China.
ASCE Journal
[2] Ratna Siahaan, Andry Indrawan, Dedi Soedharma, dan Lilik B.Prasetyo.Jurnal Ilmiah Sains. WATER
QUALITY OF CISADANE RIVER, WEST JAVA-BANTEN.Vol. 11 No. 2, Oktober 2011.
[3] Abdullah, 2015. Drainase Merupakan Fasilitas Dasar Sebagai Sistem Guna Memenuhi Kebutuhan
Masyarakat Dalam Perencanaan Kota. Aria. Surabaya
[4] Dimitri Fairizi, 2015, Analisis Dan Evaluasi Saluran Drainase Pada Kawasan Perumnas Talang Kelapa Di
Subdas Lambidaro Kota Palembang, Andi. Palembang
[5] Martha, Joyce dan Adidarma, Wanny, 1989. Mengenai Dasar-Dasar Hidrologi, Nova, Bandung
[6] PERATURAN MENTERI PU RI, Direktorat Jendral Pengairan, 2014.Keputusan Direktur Jendral Pengairan
Nomor: 1451/KPTS/A/2014 Tentang Standar Perencanaan Drainase.Jakarta
[7] Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, Andi. Yogyakarta
[8] Namara, Idi. Model Pengelolaan Kualitas Air Sungai Berbasis Resiko Terkait Perubahan Tata Guna Lahan
Melalui Pendekatan System Dynamic (Studi Kasus Sungai Cisadane Kota Tangerang).Laporan Pendahuluan
Penelitian. Universitas Indonesia. 2016.

II - 56 SENTRA 2016

Anda mungkin juga menyukai