TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
1. Teori Kreativitas
Ahli psikologi Abraham Maslow menemukan bahwa bakat yang terlahir dalam diri
seseorang pada suatu saat akan timbul sebagai suatu kebutuhan, dan perlu mendapatkan
perhatian serius. Karena itulah, bakat perlu perhatian serius dan jangan dianggap remeh. Bila
bakat seorang anak diperhatikan dengan serius, akan sangat baik demi kemajuan masa
depannya. Apalagi bila si anak anak sudah dibimbing pengembangan bakatnya sejak kecil.
Sebagai guru yang bertanggung jawab untuk perkembangan bakat sang anak. Harus
mengetahui hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk pengembangan bakat anak. Berikut
ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bakat sang anak :
a) Perhatian
Setiap individu adalah unik karena itu setiap bakat perlu memperoleh perhatian khusus.
Sistem pendidikan yang menggunakan pola penyeragaman kurang baik untuk
digunakan. Cernatilah berbagai kelebihan, ketrampilan dan kemampuan yang tampak
menonjol pada anak.
b) Motivasi
Bantu anak dalam meyakini dan fokus pada kelebihan dirinya agar anak lebih percaya
diri. Dan tanamkanlah rasa optimis kepada mereka bahwa mereka bisa mencapainya.
c) Dukungan
Dukungan sangat penting bagi anak, selalu beri dukungan terhadap mereka dan
yakinkan mereka untuk tekun, ulet dan latihan terus menerus. Selain itu dukunglah
anak untuk mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan
bakatnya.
d) Pengetahuan
Perkaya anak dengan berbagai wawasan, pengetahuan, serta pengalaman di bidang
tersebut.
e) Latihan
Latihan terus menerus sangat baik untung perkembangan bakat anak agar bakat yang
dipunya oleh anak lebih matang. Alangkah baiknya bila anak diikutsertakan dengan
ekstra kurikuler atau beri kegiatan yang lebih agar anak bisa terus latihan dengan
bakatnya tersebut.
f) Penghargaan
Berikan penghargaan dan pujian untuk setiap usaha yang dilakukan anak.
g) Sarana
Sediakan fasilitas atau sarana yang menunjang dengan bakat anak.
h) Lingkungan
Lingkungan juga ikut mempengaruhi perkembangan bakat anak. Karena itu usahakan
anak selalu dekat dengan lingkungan yang mendukung bakat anak.
i) Kerjasama
Kerja sama antara orang tua, guru maupun anak sangat diperlukan mengingat waktu
anak di sekolah hanya sedikit dan waktu yang anak luangkan di rumah lebih banyak.
j) Teladan yang baik
Mengingat sikap anak yang selalu meniru, maka teladan yang baik sangat diperlukan.
Misalnya kenalkan anak pada sosok Taufik Hidayat bila anak berbakat dalam bidang
bulu tangkis, Utut Adianto bila anak berbakat dalam bidang catur dsb.
D. Pengukuran
1. Pengukuran Kreativitas
Penilaian kreativitas sangatlah subjektif. Terkadang standar kreativitas ditentukan oleh
orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Para psikolog berpendapat bahwa ada kemungkinan
untuk menentukan/meneliti bakat kreatif dengan cara mengukur seberapa bagus seseorang
melihat hubungan antara beberapa kata yang tampak tidak saling berhubungan. Tes ini disebut
Remote Associations Test (RAT) yang ditemukan oleh Mednick (1967). Cara mengujinya
adalah dengan meminta subjek untuk menghasilkan satu kata baru yang diperoleh dari asosiasi
logis dari 3 kata. Sebagai contoh adalah 3 rangkaian kata berikut: BATA, SEMEN, PASIR dan
TERANG, BULAT, LISTRIK. Jika anda mengatakan ”TEMBOK” untuk rangkaian kata
pertama berarti anda tepat.
Pengukuran RAT setidaknya dapat mengukur satu komponen kreativitas, tetapi tidak
tertutup kemungkinan dapat mengukur komponen yang lain. Beberapa orang yang kreatif dapat
mengelesaikan tes ini dengan baik, yang dapat menggambarkan tingginya kreativitas yang di
milikinya. Ide pengasosiasian kemudian dikembangkan oleh Bowers dan rekan(1990) dengan
nama “dyads of triads”. Salah satu bagiannya seperti pada RAT dimana sebuah kata merupakan
bagian dari 3 serangkai kata yang koheren, seperti TERANG, BULAT, LISTRIK, dimana
ketiga kata tersebut koheren dengan kata LAMPU. Ada juga rangkaian koheren seperti
BURUNG, PIPA, JALAN, dan dari rangkain kata tersebut tidak ada elemen pokok yang tampak
jelas.
Dalam penelitian ini subjek diberi satu set kelompok kata yang koheren maupun yang
tidak koheren kemudian subjek diminta untuk menilai rangkain kata yang mana saja
koheren. Hasil dari penelitian menunjukkan subjek mampu mengidentifikasi rangkaian kata
yang koheren, meskipun mereka tidak memberikan sebuah solusi/alasan. Hal tersebut berarti
bahwa subjek mengetahui elemennya, tetapi tidak tau memberi nama. Ada kemungkinan bahwa
subjek sebenarnya mempunyai solusi terhadap asosiasi tersebut, dan hal ini bisa menjadi salah
satu fase dalam membuat solusi kreatif dari suatu tugas.
Konsep ide mempunyai hubungan dengan konsep intuisi (pemahaman secara segera
terhadap suatu objek tanpa ada intervensi dari proses penalaran). Intuisis manusia merupakan
bagian yang sangat penting dari proses menemukan tindakan kreatif.
J.P. Guilford (1967, 1985) juga membedakan tipe berpikir menjadi dua macam, yaitu:
a. Berpikir konvergen/terpusat (convergent thinking)
Cara berpikir konvergen mengarah pada satu kesimpulan khusus. Pada umumnya bidang
pendidikan lebih menekankan pada berpikir konvergen.
b. Berpikir devergen/menyebar (divergent thinking)
Cara berpikir devergen lebih menekankan pada variasi jawaban yang berbeda terhadap
suatu pertanyaan, sehingga kebenaran dari jawaban tersebut bersifat subjektif.
Menurut teori struktur intelek yang diajukan Guilford (1967) diantara jenis berpikir
yang erat hubungannya dengan kreativitas adalah berpikir divergen (divergent thinking). Disini
yang perlu dipahami adalah bahwa kreativitas tidak sama dengan berpikir divergensebagaimana
yang diyakini oleh kebanyakan orang selama ini. Berpikir divergen merupakan jenis
kemampuan berpikir yang berpotensi untuk digunakan ketika seseorang melakukan aktivitas
atau memecahkan masalah secara kreatif. Namun, hal ini belum merupakan jaminan bahwa
seseorang akan menjadi lebih kreatif secara aktual atau kreatif produktif. Sebab, untuk menjadi
orang kreatif-produktif masih diperlukan potensi yang bersumber dari karakteristik kepribadian
dan lingkungan yang kondusif.
Berpikir divergen dianggap sangat dekat dengan kreativitas karena untuk menghasilkan
gagasan-gagasan kreatif (baru dan berguna) akan melibatkan empat kemampuan, yaitu: (a)
kelancaran berpikir/fluency (kemampuan seseorang menghasilkan gagasan yang banyak), (b)
keluwesan berpikir/flexibility (kemampuan seseorang untuk menghasilkan gagasan-gagasan
yang terdiri dari kategori-kategori yang berbeda-beda, atau kemampuan memandang sesuatu
seperti objek, situasi, atau masalah dari berbagai sudut pandang). (c) originalitas/unusual
thinking (bentuk keaslian berpikir mengenai sesuatu yang belum dipikirkan orang lain atau
tidak sama dengan pemikiran orang-orang pada umumnya), (d) elaborasi (kemampuan
memerinci suatu gagasan pokok kedalam gagasan-gagasan yang lebih kecil.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, terdapat korelasi antara inteligensi dengan kreativitas
yaitu cenderung bergerak dari tingkat rendah sampai sedang. Dengan kata lain, memang orang
yang memiliki inteligensi tinggi cenderung atau berpotensi menjadi orang kreatif (Kuncel,
Hezlett, dan Ones, 2004). Tetapi, untuk menjadi orang kreatif mereka tidak cukup dengan hanya
berbekal intelegensi tinggi, karena masih diperlukan peran-peran tertentu dari variabel-variabel
penting yang lain, misalnya pengetahun, imajinasi, motivasi, karakteristik kepribadian tertentu,
dan lingkungan (Sternberg dan Lubart, 1995; Suharnan, 1998, 2000).
Hayes (1978) telah merangkum sejumlah penelitian mengenai keterkaitan intelegensi
dengan kreativitas, kemudian ia menyimpulkan bahwa kreativitas memerlukan intelegensi pada
taraf tertentu. Artinya, untuk menjadi kreatif paling sedikit seseorang harus memiliki
intelegensi minimal diatas rata-rata (IQ sekitar 120). Memang, tanpa intelegensi yang memadai
boleh jadi seseorang akan mengalami kesulitan mengerjakan tugas-tugas yang menuntut
pencarian gagasan-gagasab baru yang berguna dan bermutu (Sternberg, 1995).
Jika produktivitas digunakan sebagai alat untuk mengukur kreativitas, maka penilaian
kuantitatif terhadap sifat-sifat tersebut dapat diperoleh dengan menjumlahkan banyaknya
respons terhadap suatu pertanyaan. Intinya, pengevaluasian secara subjektif tetap perlu
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Utami. (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya.
Munandar, Utami. 1992. Mengambangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Semiawan, Conny R. (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.