Disusun oleh:
KARTIKA (19010006)
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Leukemia, atau bisa dikenal sebagai kanker darah , merupakan salah satu
jenia keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang dan dapat terjadi pada
anak maupun dewasa. Leukemia pada anak merupakan suatu jenis penykait
keganasan tersering.
Leukemia adalah kanker sel darah putih atau leukosit. Kanker ini
menyerang sumsum tulang karena disanalah leukosit diproduksi. Akibat kanker
ini, maka sumsum tulang didominasi oleh sel-sel kanker tersebut, akibatnya
fungsi sumsum tulang terganggu. Sumsum tulang terletak di rongga tulang yang
berfungsi sebagai tempat produksi komponen-komponen darah, seperti sel darah
merah, trombosit dan sel darah putih. Penyakit leukemia menyebabkan fungsi
sumsum tulang terganggu, sehingga seluruh kegiatan produksi darah
(hematopoesis), yaitu : pembetukan sel darah merah (eritropoesis), pembentukan
sel limfosit (limfopoesis), pembentukan trombosit (trombopoesis) dan
granulopoesis mengalami gangguan. Anak yang menderita sakit ini akan
mengalami anemia, mudah mengalami perdarahan dan mudah terkena infeksi.
B. ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab leukemia tidak diketahui secara pasti pada
kebanyakan penderita, beberapa faktor resiko berhubungan terjadinya kanker
darah bisa melalui :
1. Bersifat Herediter
Ada insiden yang meningkat pada beberapa penyakit herediter, khususnya
sindrom down (kejadian leukemia terjadi peningkatan 20-30 kali lipat).
2. Berhubungan dengan Radiasi
Radiasi khususnya yang mengenai sumsum tulang, bersifat leukemogenik.
Pada anak-anak yang ibunya menerima sinar X abdomen selama hamil yang
terdapat peningkatan terjadinya leukemia.
3. Perubahan Kromosom
Perubahan kromosom paling banyak ditemukan pada leukemia baik yang akut
maupun yang kronik. Sekarang kelainan kromosom pada leukemia dianggap
sebagai variabel prognotik leukemia akut.
4. Kombinasi Kemoterapi Alkilasi dengan Radiasi
Biasanya dilakukan pada penderita limfoma Hodgkin yang diberi kemoterapi
dengan regimen yang mengandung alkilasi yang dikombinasi dengan radiasi
mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya Leukemia Limfosit Akut
(LLA).
5. Zat Kimia
Terpapar zat kimia yang kronis dapat menyebabkan displasia sumsum tulang
belakang, anemia aplastik dan perubahan kromosom yang akhirnya dapat
menyebabkan leukemia.
6. Infeksi Virus
Pada manusia terdapat bukti yang kuat untuk etiologi virus. HTLV (The
Human T Leukemia Virus) dan retro jenis CRNA, ditunjukkan oleh
mikroskop elektron dan oleh kultur pada sel penderita dengan jenis khusus
leukemia/limfoma sel T. (Mediarty, 2003).
Kelainan kromosom dapat diidentifikasi setidak-tidaknya 80-90 %
Leukemia Limfosit Akut anak (Nelson, 2000). Abnormalitas genetika merupakan
kondisi yang memainkan peran penting dalam penyebab ALL. Hal ini meliputi
kelebihan kromosom (hyperdiploidy) atau kekurangan kromosom (hypodiploidy),
translokasi kromosom (pembentukan gen-gen yang berubah/disregulasi gen dan
inaktifasi gen penekan tumor). Abnormalitas genetika ditemukan pada sel-sel
blast dari 60 % - 75 % pasien. (Whaley and Wong,2000).
C. PATOFISIOLOGI
Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem pada sistem hematopoetik
yang fatal dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh darah limfe ditandai
dengan tidak terkendalinya proliferasi dari leukosit, jumlah besar dari sel
menggumpal pada tempat asalnya yaitu granulasit dalam sumsum tulang, limfosit
di dalam nodus limfe dan menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke
organ yang lebih besar mengakibatkan splenomegali dan hepatomegali.
Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel
hematopoetik lainnya dan mengarah ke pembelahan sel yang cepat dan sitopenia
atau penurunan jumlah. Pembelahan dari sel darah putih meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi karena penurunan imun (Long, 1996 : 704).
Akumulasi sel abnormal dari sel blast jenis tertentu akan menimbulkan
gangguan sistem pembentukan hormone sel darah merah (eritropoiti), gangguan
sistem untuk pembentukan likosit (tranulopoitik) dan gangguan sistem
pembentukan trombosit (trombopoitik) dan infiltrasi sel blast ke organ
hematopoitik dan non hematopoitik (hati, limpa, limfohodus, meningen, otak,
kulit, atau testis) yang akan menimbulkan berbagai gejala klinis (Mediarty, 2003).
D. MANIFESTASI KLINIS
Pucat (mendadak), panas, perdarahan (ekimosis, petekie, epistaksis,
perdarahan gusi), hepatomegali, limfadenopati, sakit sendi, sakit tulang,
splenomegali, lesi purpura, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral
(Mansjoer, 2000 : 495).
Tanda dan gejala inisial, dalam urutan frekuensi yang semakin berkurang,
meliputi demam, pucat, petekie, dan purpura, limfadenopati, hepatospleno megali,
anoreksia, kelelahan, nyeri tulang dan sendi, nyeri abdomen, dan penurunan berat
badan (Merenstein, 2002 : 804). Pada leukemia akut didapatkan gejala klinis yang
disebabkan kegagalan sumsum tulang antara lain : pucat, letargi, demam,
gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit pernafasan, memar, pendarahan gusi
spontan dan pendarahan dari tempat fungsi vena yang disebabkan oleh
trombositopenia. Infiltrasi organ lain yaitu nyeri tulang, hipertrofi dan infiltrasi
gusi, sakit kepala, muntah-muntah, penglihatan kabur dan terkadang terjadi
pembengkakan testis pada Leukemia Limfositik Akut (Mediarty, 2003).
Kira-kira 60 % anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut mempunyai
gajala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis. Gejala
pertama biasanya non spesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi.
Mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti tidak
mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang progresif
sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia), dan demam (neutropenia,
keganasan). Pada pemeriksaan inisial, umumnya penderita dan lebih kurang 50 %
menunjukkan petekie atau perdarahan mukosa. Sekitar 25 % demam, yang
mungkin disebabkan oleh suatu sebab spesifik seperti infeksi saluran nafas atau
otitis media. Limfaderopati biasanya nyata dan splenomegali (biasanya kurang
dari 6 cm di bawah arkus kosta) dijumpai pada lebih kurang 66 %. Kira-kira 25 %
ada nyeri tulang yang nyata dan artralgia yang disebabkan oleh infiltrasi leukemia
pada tulang perikondrial atau sendi atau oleh ekspansi rongga sumsum tulang
akibat sel leukemia (Nelson, 2000 : 1773).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada
kelainan sumsum tulang yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-
kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas.
Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomonik untuk
leukemia (FKUI, 2002 :472). Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
biasanya rendah. Jumlah sel-sel darah putih mungkin meningkat, normal atau
berkurang, tetapi neutropenia sering didapatkan. Trombositopenia sangat
sering dijumpai (Merenstein, 2002 : 804).
2. Sumsum tulang
Akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel
limfopoetik patologis. Sedangkan sistem lain terdesak (FKUI, 2002 : 472).
Leukemia terjadi bila lebih dari 25 % sel-sel di dalam suatu aspiral
sumsum tulang merupakan sel blast ganas (Merenstein, 2002 : 804).
3. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel
yang berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal,
granulosit. (FKUI, 2002 : 472).
4. Cairan serebrospirial
Pleositosis (terdiri dari bentuk-bentuk sel blast), peninggian kadar
protein, dan penurunan kadar glukosa mungkin dapat dijumpai (Merenstein,
2002 : 804).
Bila terjadi peninggian jumlah sel patologis dan protein, atau anak
menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi, berarti leukemia
mengenai meningen. (FKUI, 2002 : 472).
F. PENATALAKSANAAN
Suatu kombinasi prednisone, vinkristin dan asparaginase akan
menghasilkan remisi pada kira-kira 98 % dari anak dengan LLA resiko-standar,
khas dalam 4 minggu. Terapi lanjutan sistemik, biasanya terdiri dari anti
metabolit metotreksat (MTX) dan 6-merkaptopurin harus diberikan selama 2,5-3
tahun (Nelson, 2000 : 1774). Secara garis besar pengelolaan terdiri dari terapi
penunjang untuk memperbaiki keadaan umum dan terapi khusus dengan
sitostatika. Terapi penunjang adalah sebagai berikut : Transfusi darah bila ada
anemia, Transfusi trombosit bila trombosit sangat rendah (< 20.000) dan bila ada
tanda-tanda perdarahan hebat, Memberantas infeksi dengan antibiotika, dan
Memperbaiki keadaan umum (Muh. Heru, 1997 : 12).
G. Pendidikan kesehatan
Edukasi yang dapat di berikan pada pasein yaitu leukemia harus dilakukan supaya
orang tua dan kelompok masyarakat berisiko tinggi dapat mengenali tanda dan gejala
leukemia. Pasien leukemia dan orang tua juga harus diberikan edukasi mengenai
aspek penanganan dan perawatan leukemia, baik di rumah sakit maupun di rumah.
Edukasi tersebut harus mencakup tanda bahaya yang harus segera mendapat
perawatan secepatnya.
Hal lain yang perlu diedukasi adalah supaya pasien dan keluarga tidak mencari
pengobatan alternatif yang tidak jelas manfaatnya dan malah berpotensi
memperburuk kondisi pasien. Pasien dan keluarga sebaiknya berdiskusi terlebih
dahulu dengan dokter yang merawat pasien sebelum mencoba terapi alternatif.
H. Komplikasi
Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan pengobatan yang dilakukan. Berikut ini
beberapa komplikasi akibat pengobatan leukemia:
Graft versus host disease, yaitu komplikasi dari transplantasi sumsum tulang.
Anemia hemolitik.
Tumor lysis syndrome (sindrom lisis tumor).
Gangguan fungsi ginjal.
Infertilitas.
Sel kanker muncul kembali setelah penderita menjalani pengobatan.
I. Prognosis
Prognosis leukemia paling buruk pada acute myeloid leukemia (AML).
Komplikasi yang dapat terjadi di antaranya adalah osteonekrosis sendi dan
perdarahan intrakranial.
Prognosis leukemia tergantung pada faktor usia, penyakit komorbid , subtipe
leukemia, dan karakteristik sitogentik dan molekalur leukemia pada masing-masing
orang.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Fokus Pengkajian
Pengkajian pasien meliputi riwayat penyakit, kaji tanda-tanda anemia
seperti pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat, kaji adanya tanda-tanda leukemia
seperti demam, infeksi, kaji adanya tanda-tanda trombositopenia seperti
ptekie, perdarahan membran mukosa, kaji adanya tanda-tanda ekstra medulla
seperti limfadenopati, hepatomegali, splenomegali (Suriadi, 2001: 178).
Penurunan berat badan, demam, sering infeksi, kelemahan, keletihan
yang meningkat dengan progresif, pendarahan, memar abnormal, limfa
denopati, nyeri tulang dan sendi, sakit kepala, splenomegali, hepatomegali,
dan disfungsi neurologis (Nettina, 2001 : 439).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang
masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian data. Demam menggambarkan tentang masalah
kesehatan yang nyata atau potensial dan pemecahannya membutuhkan tindakan
keperawatan sebagai masalah klien yang dapat ditanggulangi. (Lismidar, 1990).
1. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari sel : depresi sumsum
tulang, hepar, limpha, pembesaran organ/nodus limfe
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, sekunder
penurunan oksigen ke jaringan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem
pertahanan tubuh sekunder : gangguan dalam kematangan sel darah
putih, prosedur infasif
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan kalori dan kesulitan mencerna kalori yang
mencakupi sekunder akibat kanker
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan melemahnya
kemampuan fisik sekunder terhadap kanker.
6. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan pengaruh proliferasi sel
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis obat, efek samping obat
berhubungan dengan kurang informasi.
C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan ini meliputi penentuan prioritas diagnosa
keperawatan, menetapkan tujuan dan kriteria hasil, merumuskan rencana tindakan
dan mengemukakan rasional dari rencana tindakan. Setelah itu dilakukan
pendokumentasian diagnosa aktual atau potensial, kriteria hasil dan rencana tindakan.
(Lismidar, 1990 : 34&44).
Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan klien
pada dasarnya sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien dengan demam
tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada. Perencanaan
berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan
itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan
diagnosa keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat sebagai berikut :
a. Obse
rvasi dan catat
masukan
Resiko perubahan makanan.
nutrisi kurang dari Nutrisi sesuai b. Obse
kebutuhan tubuh kebutuhan setelah rvasi dan catat
berhubungan dilakukan tindakan mual dan muntah.
dengan keperawatan c. Timb
peningkatan dengan kriteria ang berat badan
kebutuhan kalori hasil, klien dapat setiap hari.
dan kesulitan menghabiskan satu d. Beri
mencerna kalori porsi makanannya, kan makanan
yang mencakupi albumin dalam porsi kecil tapi
sekunder akibat batas normal, tidak sering.
kanker mual dan muntah. e. Anju
rkan keluarga
untuk
memodifikasi
lingkungan atau
variasi makanan.
f. Beri
kan antiemetik
sesuai advis
REFERENSI
Carpenito, L.J. 1995. Nursing Care Plans & Documentation, Nursing Diagnoses
and Collaborative Problem. Alih bahasa : Monica Ester, Setiawan.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Wong, D.L & Whaley, L.F. 1999. Clinical Manual of Pediatric Nursing. St
Louis. The Mosby Company.
Long Barbara, C. 1993. Essential Of Medical Surgical Nursing, A Nursing
Process Approach. Alih bahasa : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan. Penerbitan Yayasan IAPK. Padjajaran Bandung.
Doenges Marilynn, E, Moorehouse, M.F, Geissler, A.C. 1993. Nursing Care
Plans, Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Edisi 3.
Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Penerbit Buku
Jedokteran. Jakarta : EGC.
I Hartantyo, dkk. 1997. Pedoman Pelayanan Medik Anak. Edisi 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. FK Universitas Diponegoro.