Menurut Purnama (2003:4) Ilmu Pengetahuan Alam bermula dari rasa ingin tahu, yang
merupakan suatu ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang apa yang ada
di sekitarnya. Baik itu alam sekitarnya, bulan, bintang, dan matahari yang dilihatnya, bahkan
ingin tahu tentang dirinya sendiri.
Manusia memiliki rasa ingin tahu (curiousity) yang tinggi. Dengan rasa ingin tahu ini
pengetahuan manusia dapat berkembang. Meskipun makhluk bumi lainnya juga mempunyai
rasa ingin tahu, tetapi rasa ingin tahunya itu hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
makanannya saja. Rasa ingin tahu mereka tidak untuk menciptakan sesuatu yang melebihi
kebutuhan makannya dan bersifat menetap (idle curiousity). Berbeda dengan manusia yang
mempunyai rasa ingin tahu yang terus berkembang. Perkembangan rasa ingin tahu itu selalu
dimulai dengan pertanyaan “apa” (what) tentang segala sesuatu yang dilihatnya. Kemudian
dilanjutkan dengan pertanyaan “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Pertanyaan-
pertanyaan seperti ini telah tumbuh sejak anak-anak belajar di taman kanak-kanak.
Dengan adanya kemampuan berpikir pada manusia, membuat rasa ingin tahu manusia
terhadap segala sesuatu di semesta ini terus berkembang. Jawaban terhadap berbagai pertanyaan
manusia terhadap berbagai gejala atau peristiwa yang terjadi di alam tersebut akhirnya menjaddi
ilmu pengetahuan.
Dengan rasa ingin tahunya yang besar, manusia selalu berusaha mencari keterangan
tentang fenomena alam yang teramati. Untuk bisa menjawab pertanyaan dari rasa ingin tahunya,
manusia sering mereka-reka sendiri jawabannya. Meski jawaban seperti ini kadang tidak logis,
namun sering diterima masyarakat awam sebagai suatu kebenaran. Pengetahuan semacam ini
disebut pseudo science, yaitu pengetahuan mirip sains tapi bukan sains. Cara memperoleh
pengetahuan dengan pendekatan pseudo science (sains semu) ini antara lain sebagai berikut.
Mitos, merupakan gabungan dari pengamatan, pengalaman dengan dugaan, imajinasi dan
kepercayaan.
Wahyu, merupakan komunikasi sang Pencipta dengan makhluk-Nya sebagai utusan yang
menghasilkan ilmu pengetahuan yang benar.
Otoritas dan Tradisi, yaitu pengetahuan yang telah lama ada dan dipergunakan oleh
pemimpin atau secara tradisi untuk menyatakan kebenaran.
Prasangka, yaitu berupa dugaan yang kemungkinannya bisa benar dan bisa salah.
Intuisi, merupakan kegiatan berpikir yang nonanalitik (tanpa nalar), tidak berdasarkan
pola pikir tertentu dan biasanya pendapat itu diperoleh dengan cepat tanpa melalui proses
berpikir terlebih dahulu.
Penemuan Kebetulan, yaitu pengetahuan yang awalnya ditemukan secara kebetulan dan
beberapa di antaranya adalah sangat berguna.
Cara Coba-Ralat (Trial and Error), adalah pengetahuan yang diperoleh melalui cara
coba-salah-coba-salah, tanpa dilandasi dengan teori yang relevan.
Pada zaman Yunani (600-200 SM) pola pikir manusia menjadi lebih maju dariada pola
pikir mitos. Pada masa ini terjadi penggabungan antara pengamatan, pengalaman, dan
akal sehat atau logika. Aliran ini disebut “rasionalisme”, yaitu pertanyaan akan dijawab
dengan logika atau hal-hal yang masuk akal.
Selanjutnya juga dikenal metode deduksi, yaitu penarikan suatu kesimpulan berdasarkan
pada sesuatu yang bersifat umum. Bebarapa waktu setelahnya juga dikenal metode
induksi, yang intinya adalah pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan data
pengamatan atau eksperinmentasi yang diperoleh.
MAKNA KEBENARAN
Kebenaran berasal dari kata “benar” padanan kata yang sering digunakan dan mempunyai
makna sama adalah “betul”. Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan
kenyataan. Proposisi batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah,
sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar.
Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan
kenyataan yang sesungguhnya.
Ukuran kebenaran kedua yaitu tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi
dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke
dalam prinsip ini yaitu, "ia adalah orang jujur yang suka menipu". Pertentangan juga terdapat
dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Tuhan dapat
membuat batu yang lebih besar dari diri-Nya". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan
yang salah karena tidak menghadirkan maksud yang pasti.
Sedangkan istilah validitas berasal dari kata validus (Latin) yang berarti kuat, valid dalam
kaitannya dengan logika berarti sah, kuat, atau sahih digunakan dalam arti penentuan valid
tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika kesimpulannya berakar dalam
premis-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas
suatu proposisi tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut
yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak tergantung
pada kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut. Contohnya:
Referensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebenaran#:~:text=Kebenaran%20adalah%20persesuaian
%20antara%20pengetahuan,dan%20tidak%20merugikan%20diri%20sendiri.
https://www.academia.edu/37296354/Pengertian_Kebenaran