Anda di halaman 1dari 16

PJAMGMG@BA @JPJUBWB]BA

GAY]G@]JZY]JC]JB@]ABLA
DELBNDGG MBA
Jln. Tukad Balian No. 180,
Denpasar-Bali
Tanggal Terbit Ditetapkan
15-11-2020 Rektor ITEKES Bali Dosen Akademik

PJFJUG@YBBA Tanggal Revisi


HGYG@ YGY]JF 15-11-2020
AJZULDLNG (YBUBH)
I.G.P. Darma Suyasa, S.Kp., MNg.,PhD Ns. Sri Dewi Megayanti,
NIR. 98032 Sp.KMB

Pemeriksaan fisik sistem neurologi adalah salah satu cara untuk


2. PJANJU]GBA mengetahui status, tanda-tanda atau masalah kesehatan khususnya pada
sistem saraf yang dialami oleh klien melalui pengumpulan data secara
objektif.

1. Mengidentifkasi secara dini status sistem saraf


5. ]ZKZBA /FBAHBB] 2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan kesehatan yang
muncul atau dikeluhkan serta tanda-tanda perubahan status sistem saraf
3. Mampu melakukan rujukan dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya jika ditemukan permasalahan kesehatan atau perubahan status
sistem saraf

3.
@LA]UBGAMG@BYG Tidak Ada
1. Persiapan Alat
4.
PERSIAPAN KERJA 1. Troli 1 bh
2. Substansi aromatic (perfume, kopi, alcohol, tembakau atau
rempah-rempah) secukupnya
3. Snellen Card 1 bh
4. Alat penutup mata (k/p) 1 bh
5. Lampu senter/ penlight 1 bh
6. Pensil 1 bh
7. Benda dengan berbagai macam warna (pencil warna, spidol,
kertas) secukupnya
8. Cermin 1bh
9. Kapas secukupnya
10. Lidi kapas secukupnya
11. Gula dan garam secukupnya
12. Garputala 1 bh

13. Tongue spatel dalam kupet 2-3 bh


14. Kassa secukupnya

15. Tabung/
dingin) botol test 2 bh (satu berisi air panas/ hangat dan satu air
16. Reflek hammer 1bh
17. Bengkok 1 bh
18. Sarung tangan bersih (k/p) secukupnya
19. Termometer aksila (k/p) 1bh
20. Tissue pada tempatnya 1 bh
21. Buku catatan dan pulpen 1bh
2. Persiapan Perawat
1. Perawat yakin sudah memahami prosedur pemeriksaan fisik
sistem neurologi
2. Perawat yakin mampu melaksanakan prosedur pemeriksaan fisik

sistem neurologi
3. Persiapan Pasien
1. Beri salam dan memperkenalkan diri
2. Identifikasi pasien
3. Menjelaskan tujuan dari pemeriksaan fisik sistem neurologi
4. Menjelaskan langkah/prosedur yang akan dilakukan
5. Menyiapkan posisi pasien
6. Mencuci tangan
4. Persiapan Lingkungan
1. Meminta pengunjung/ keluarga untuk meninggalkan ruangan
2. Pasang sampiran atau gorden untuk menjaga privasi klien
A. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
5. TAHAPAN KERJA 1. Secara Kualitatif
a. Compos mentis/ conscious: kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya b.
Apatis: keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
c. Delirium: gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi): kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma): keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
f. Coma (comatose): tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

2. Secara Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)


a. Menilai respon membuka mata (E) 4:
3:
spontan
2:
dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata)
dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
tidak ada respon
1:

b. Menilai respon Verbal/ respon Bicara (V)


5 : orientasi baik
4 : bingung, berbicara mengacau(seringbertanya

berulangulang), disorientasi tempat dan waktu


3: kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
“aduh…, bapak…”)
suara tanpa arti (mengerang)
2: tidak ada respon
1:

c. Menilai respon motorik (M)


6: mengikuti perintah
5: melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
withdraws (menghindar/ menarik extremitas atau tubuh
4 menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
3 : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku
diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
2 : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi
di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri)
1 : tidak ada respon
Interpretasi:
• Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan
dalam simbol E…V…M…
• Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1 0
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan:
✓ Compos Mentis (GCS: 15-14)
✓ Apatis (GCS: 13-12)
✓ Delirium (GCS: 11-10)
✓ Somnolen (GCS: 9-7)
✓ Sporo coma (GCS: 6-4)
✓ Coma (GCS: 3)
c. Pemeriksaan Brudzinski
1) Brudzinski I (Brudzinski's Neck Sign)  dapat
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk
a) Klien berbaring dalam sikap terlentang
b) Tangan kanan ditempatkan di bawah kepala klien yang
sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan.
c) Kepala klien difleksikan sehingga dagu menyentuh
sternum.
d) Brudzinski I Positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.

2) Brudzinski II (Brudzinski's Contra-Lateral Leg Sign)


a) Klien berbaring terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diluruskan
b) Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut
sehingga lurus dengan dengan sendi panggul
c) Brudzinski II Positif jika terlihat adanya flexi kaki
kontralateral (tungkai yang satunya lagi)
3) Brudzinski III
a) Klien berbaring terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diluruskan
b) Tekan kedua pipi klien dengan kedua ibu jari tepat di
bawah os. Ozygomaticum

c) Brudzinski III Positif jika bersamaan dengan


pemeriksaan terdapat flexi involunter pada ekstremitas
superior (kedua lengan)
4) Brudzinski IV
a) Klien berbaring terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diluruskan
b) Tekan simpisis ossis pubis (SOP) klien dengan kedua ibu
jari
c) Brudzinski IV Positif jika bersamaan dengan
pemeriksaan terlihat flexi involunter pada extremitas
inferior (kedua tungkai bawah)

C. Pemeriksaan Nervus Kranialis


1. Saraf Kranial I (sensorik) — Saraf Olfaktorius
a. Periksa kepatenan fungsi hidung dengan menutup salah satu
nostril (lubang hidung) dan pada saat bersamaan minta klien
untuk mencium bau di sekitar. Lakukan secara bergantian.
b. Minta klien untuk menutup mata, kemudian tutup salah satu
lubang hidung dan minta klien untuk mencium dan
mengidentifikasi berbagai jenis subtansi bau-bauan yang
disediakan. Gunakan bahan-bahan yang tidak merangsang dan
umum diketahui seperti perfume, kopi, alcohol, tembakau atau
rempah-rempah

2. Saraf Kranial II (sensorik) — Saraf Optikus


a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity, VOD & VOS)
1) Pastikan ruangan mendapat cahaya yang cukup terang
2) Atur jarak kartu Snellen dengan klien sepanjang 6 meter
atau sekitar 20 kaki
3) Minta klien menutup salah satu mata dengan menggunakan
tangan atau alat penutup mata
4) Periksa mata kiri dan kanan secara bergantian, diutamakan
mata klien dengan pandangan yang lebih buram diperiksa
terlebih dahulu
5) Minta klien untuk menyebutkan huruf yang ditunjuk,
mulai dari baris paling atas sampai paling bawah.

6) Catat urutan baris akhir dimana klien tidak mampu lagi


membaca dengan jelas huruf tersebut.
a) Normal visus: 20/20 (dalam kaki/ hjjt) atau 6/6 (dalam meter) 
pasien bisa melihat optotip Snellen pada jarak 6 meter, orang normal
juga bisa melihat optotip Snellen pada jarak 6 meter).
b) Nilai visus ditentukan oleh seberapa banyak klien dapat
membaca huruf pada baris yang ditunjuk. Klien
dikatakan memiliki visus pada baris yang ditunjuk jika
mampu membaca > 50% huruf tersebut.
Clntlc:
• Pada baris ke-6 yang terdiri dari 6 huruf, jika klien
mampu membaca semua huruf pada baris tersebut
maka visusnya adalah 6/9.
• Namun jika klien hanya mampu membaca 3 huruf
(50%) maka klien dianggap belum lolos pada baris
tersebut dan otomatis nilai visus yang digunakan
adalah nilai visus sebelumnya (nilai visus pada baris
ke 5, yaitu 6/12).

7) Jika huruf paling atas pada Snellen Chart tidak bisa dibaca
penderita, lakukan test jari tangan (finger test)
a) Acungkan satu atau lebih jari tangan kanan/ kiri di depan
klien dari jarak 3 meter, 2 meter, atau 1 meter.
b) Minta klien untuk menebak berapa jumlah jari yang

diacungkan.
c) Jika pada jarak 3 meter klien bisa menebak/ melihat jari
yang diacungkan maka visusnya 3/60, yang berarti orang
normal bisa melihat acungan jari pada jarak 60 meter,
sedangkan klien hanya bisa melihat pada jarak 3 meter.
8) Jika klien tidak bisa menebak/ melihat acungan jari pada
jarak
1 meter lakukan tes goyangan tangan (waνing hand test)
a) Goyangkan kedua tangan di depan klien dari jarak 3
meter,
2 meter atau 1 meter
b) Tanyakan apakah klien dapat melihat goyangan tangan
di depannya atau terlihat buram
c) Apabila pada jarak 3 meter klien bisa melihat goyangan/
lambaian tangan di depannya maka visusnya 3/300, yang
berarti orang normal bisa melihat goyangan tangan pada
jarak 300 meter, sedangkan klien hanya bisa melihat
pada jarak 3 meter.
9) Jika klien masih tidak bisa melihat goyangan/ lambaian
tangan pada jarak 1 meter, maka lakukan tes penyinaran
dengan lampu senter (dark-light test)
a) Sorotkan cahaya lampu senter di depan klien dari jarak 1
meter
b) Tanyakan klien apakah dapat melihat cahaya lampu
senter di depannya.
c) Apabila klien bisa melihat cahaya lampu senter di
depannya maka visusnya 1/- (tidak terbatas), jika tidak
maka visusnya 0.
10) Setelah visus mata kanan-kiri klien diketahui tidak mencapai
6/6, lakukan test pinhole.
b. Pemeriksaan penglihatan perifer (visual field)
1) Atur jarak pemeriksa dengan klien 60 — 100 cm (2 kaki)
2) Minta klien untuk menutup salah satu mata dan mata lainnya
harus lurus melihat ke depan (tidak boleh melirik ke arah
objek yang akan digerakkan)
3) Pegang pensil atau jika tidak ada gunakan jari sebagai objek
dan posisikan diantara atau tengah-tengah jarak tersebut
4) Gerakan objek perlahan mulai dari lapang pandang kanan
dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah
5) Minta klien untuk mengatakan “ya” saat objek terlihat
pertama kali
6) Pastikan juga bahwa lapang pandang pemeriksa adalah
normal dan melihat objek tersebut bergerak
c. Refleks pupil
1) Respon cahaya langsung
a) Dengan senter, arahkan sinar dari samping ke arah salah
satu pupil
b) Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi
mata lainnya. Dalam keadaan normal, pupil yang disinari
akan mengecil
2) Respon cahaya konsensual
a) Jika pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil
lainnya akan mengecil dengan ukuran yang sama

d. Tes warna
1) Siapkan beberapa benda dengan warna yang berbeda
2) Minta klien untuk menebak warna benda yang diberikan/
ditunjuk
3. Saraf Kranial III, IV, VI (motoric) — Saraf Okulomotorius,
Trochlearis, dan Abdusen
a. Inspeksi adanya ptosis (kelopak mata memotong iris lebih rendah
dari pada mata yang lain, atau bila klien mendongakkan kepala ke
belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau
mengangkat alis mata secara kronik)
b. Inspeksi palpebral fissures meliputi bentuk dan ukuran (rata-rata
pada orang dewasa palpebral membuka 28 mm panjang dan 10 mm
tingginya)
c. Inspeksi pupil seperti ukuran, bentuk, perbandingan pupil kanan dan
kiri, serta reflex pupil:
1) Ukuran: normalnya pupil mata orang dewasa akan berdiameter
2-4 mm
Isokor Anisokor
Midriasis Miosis
Pinpoint

2) Respon cahaya langsung (bersamaan dengan Nervus II)


3) Respon cahaya konsensual (bersamaan dengan Nervus II)
4) Respon akomodasi dan konvergensi
a) Dengan cermin, minta klien untuk melihat jauh dalam cermin
tersebut. Gerakkan cermin menjauh dan mendekat dari pupil
(konvergensi)
b) Ketika pupil melihat jauh, kemudian tempatkan jari 20 cm di
depan klien (akomodasi) dan inspeksi pupil
d. Kaji pergerakan bola mata dengan meminta klien mempertahankan
kepalanya tidak bergerak dan ikuti gerakan jari tangan atau pensil
pemeriksa ke arah medial, lateral, atas, bawah.
e. Kaji adanya penglihatan ganda (diplopia), ada tidaknya nystagmus
dan strabismus.
4. Saraf Kranial V (sensorik & motoric) — Saraf Trigeminus
a. Fungsi motoric
1) Kaji otot pengunyah dengan palpasi otot temporal dan masseter
pada saat klien mengatupkan atau menggerakkan giginya
b. Fungsi sensorik
1) Minta klien untuk menutup mata
2) Lakukan pengujian sensasi sentuhan ringan dengan menyentuh
menggunakan gumpalan kapas pada area wajah: dahi, pipi dan
dagu.
3) Katakan “ya” jika klien merasakan sentuhan yang diberikan

c. Reflex corneal
1) Minta klien untuk melihat ke atas
2) Dengan gumpalan kapas, lakukan sentuhan ringan pada kornea
mata
3) Catat adanya reflek berkedip bersamaan pada kedua mata

5. Saraf Kranial VII (sensorik & motoric) — Saraf Fasialis


a. Fungsi motoric
1) Catat pergerakan dan kesimetrisan wajah saat klien
diinstruksikan untuk: tersenyum, cemberut & mengerutkan dahi,
menutup mata dengan rapat (pemeriksa akan mencoba
membukanya), mengangkat alis, menyengir/ menunjukkan gigi,
bersiul, mengembungkan pipi
2) Tekan pipi yang dikembungkan oleh klien ke arah dalam dan
perhatikan bahwa udara harus keluar sama rata dari kedua sisi b.
Fungsi sensorik
1) Sediakan gula dan garam
2) Lakukan pengujian rasa manis dan asin
6. Saraf Kranial VIII (sensorik) — Saraf Oktavus/ Vestibulokoklearis
a. Rinne test
1) Tempatkan garputala yang sudah digetarkan pada tulang
mastoid klien, lalu dipindahkan pada telinga dan tanyakan
kepada klien suara mana yang terdengar lebih jelas
2) Catat hasilnya, apakah AC > BC atau BC < AC (AC = Air
Conduction, BC = Bone Conduction)
b. Weber test
1) Garputala digetarkan lalu ditempatkan pada puncak dari tulang
tengkorak yaitu pada tengah-tengah dahi dimana jarak ke
kedua telinga harus sama
2) Minta klien untuk melaporkan pada telinga mana suara
terdengar lebih jelas

7. Saraf Kranial IX, X (sensorik & motoric) — Saraf Glosofaringeal


dan
Vagus
a. Fungsi sensorik
1) Dengan tongue spatel, lakukan test rasa kecap pada
posterior lidah
2) Tanyakan klien apakah merasakan sentuhan yang
diberikan b. Fungsi motoric
1) Minta klien untuk membuka mulut dan menggerakan lidah ke
atas, bawah dan samping
2) Tekan lidah klien dengan tongue spatel dan minta untuk
menyebut “ah”.
3) Inspeksi palatum dengan senter dan perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula (normalnya uvula tertarik ke arah
sisi yang sehat)
4) Keluarkan tongue spatel dan minta klien untuk tetap membuka
mulut
b. Test reflek muntah (sensorik  Nervus IX, dan motoric 
Nervus X)
1) Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spatula
2) Tanyakan apakah klien merasakan sentuhan spatula tersebut
(nervus IX)
3) Inspeksi apakah ada kontraksi atau reflek pallatum molle atau
Gag reflek. Jika tidak ada kontraksi dan sensasinya utuh maka
ini menunjukkan kelumpuhan nervus X.
4) Minta klien untuk berbicara agar dapat dinilai adanya suara
serak dan minta juga klien untuk batuk.
8. Saraf Kranial XI (motoric) — Saraf Aksesorius (Kekuatan otot
Trapezius & Sternocleidomastoideus)
a. Minta klien untuk mengangkat bahu dan palpasi massa otot
trapezius
b. Tekan atau berikan dorongan pada bahu klien ke bawah
c. Minta klien untuk memutar kepalanya ke salah satu sisi
d. Instruksikan klien untuk melawan tahanan tangan yang diberikan
oleh pemeriksa
e. Palpasi juga massa otot sternocleidomastoid

9. Saraf Kranial XII (motoric) — Saraf Hypoglossus


a. Inspeksi lidah dalam keadaan diam di dasar mulut dan amati
kesimetrisan, adanya atrofi, gerakan tremor, dan fasikulasi
(kontraksi otot halus irregular dan tidak ritmik)
b. Minta klien untuk menggerakan lidah dan uji kekuatan otot lidah
dengan meminta klien melawan tahanan tounge spatel

M. Pemeriksaan Fungsi Motorik


1. Inspeksi kesimterisan tubuh, extremitas, kelumpuhan anggota tubuh
& gerak, dan gaya berjalan klien
2. Inspeksi gerakan volunteer dan minta klien untuk:
a. Mengangkat kedua tangan dan bahu,
b. Flexi dan extensi artikulus kubiti
c. Mengepal dan membuka jari tangan
d. Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
e. Flexi dan extensi artikulus genu
f. Plantar flexi dan dorsal flexi plantar kaki
g. Gerakan jari-jari kaki
3. Palpasi jika terdapat nyeri tekan, kontraktur, konsistensi otot yang

meningkat (meningitis) dan menurun (kelumpuhan).


J. Pemeriksaan Fungsi Sensorik — Kepekaan Saraf Perifer
1. Minta klien untuk memejamkan mata
2. Lakukan pengujian sensasi sentuhan ringan (mekanoreseptor, korpus
maisner & lempeng merkel):
a. Dengan menggunakan bola kapas atau lidi kapas, beri sentuhan
ringan pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit klien
b. Minta klien untuk melokisir tempat dan bersuara jika merasakan
sensasi yang diberikan
3. Lakukan pengujian sensasi nyeri (nosiseptor, ujung saraf tanpa
selaput):
a. Dengan menggunakan spatel lidah yang dipatahkan atau ujung
kayu atau kapas yg diruncingkan, lakukan goresan pada beberapa
area kulit.
b. Minta klien untuk melokalisir tempat dan bersuara pada saat
merasakan sensasi tumpul dan tajam yang diberikan.
4. Lakukan pengujian sensasi terhadap vibrasi/ getaran dan sentuhan

k ua t (k o r p us p a ci n i )
a. D e n g a n g a rp u t a la yang sudah digetarkan,
tempelkan batang garputala tersebut di bagian distal sendi
interfalang dari jari, siku, pergelangan tangan dan ibu jari kaki.
b. Minta klien untuk melokalisir tempat dan bersuara pada saat
merasakan vibrasi
5. Lakukan pengujian sensasi panas dan dingin (thermoreseptor,
korpus Rufini  perasa panas, korpus Krause  perasa dingin):
a. Dengan menggunakan dua tabung/ botol test, satu berisi air
panas/ hangat dan satu air dingin, sentuh kulit dengan tabung
tersebut secara bergiliran
b. Minta klien untuk mengidentifikasi sensasi yang dirasakan

F. Pemeriksaan Reflek Kedalaman Tendon


1. Reflek fisiologis
a. Reflek bisep:
1) Posisi: dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan
lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau
membentuk sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku.
2) Identifikasi tendon: minta pasien memflexikan di siku
sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa
antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal.

3) Cara: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada


tendon m. biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada
sendi siku.
4) Respon: fleksi lengan pada sendi siku
b. Reflek tricep:
1) Posisi: dilakukan dengan pasien duduk. Dengan perlahan tarik
lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut
dengan bahu atau lengan bawah harus menjuntai ke bawah
langsung di siku
2) Cara: ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi

pada sendi siku dan sedikit pronasi

3) Respon: ekstensi lengan bawah pada sendi siku

c. Reflek brachiradialis
1) Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus
beristirahat longgar di pangkuan pasien.
2) Cara: ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon
melintasi (sisi ibu jari pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10
cm proksimal pergelangan tangan. Posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi.
3) Respons: flexi pada lengan bawah, supinasi pada siku dan
tangan
d. Reflek patella
1) Posisi: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring
terlentang
2) Cara: ketukan pada tendon patella
3) Respon: plantar fleksi kaki karena kontraksi m. quadrisep

femoris

e. Reflek achiles
1) Posisi: pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian
atau dengan berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi
diatas kaki yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe
katak.
2) Identifikasi tendon: mintalah pasien untuk plantar flexi.
3) Cara: ketukan hammer pada tendon Achilles

4) Respon: plantar fleksi kaki krena kontraksi m. gastroenemius


2. Reflek patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a. Reflek Babinski:
1) Pasien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki

diluruskan.

2) Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien


agar kaki tetap pada tempatnya.
3) Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior

ke anterior

4) Respon: posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari

kaki dan pengembangan jari kaki lainnya

1. Evaluasi perasaan pasien (merasa aman dan nyaman)


8. EXALZASI 2. Menyampaikan hasil pemeriksaan secara umum
3. Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
4. Merapikan tempat tidur dan lingkungan
5. Merapikan alat
6. Mencuci tangan
7. Dokumentasikan prosedur dan hasil observasi
1. Jarvis, C. (2016). Physical examination & health assessment (7th ed.).
>. MLKZMEN TERKAIT St. Louis: Elsevier.
2. Jarvis, C. (2008). Physical examination & health assessment DVD
series (ver. 2nd). St. Louis: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai