Fraktur Gadar
Fraktur Gadar
DISUSUN OLEH :
DAHLIANA ISNAINI
21.9.1.022
D. Etiologi
Menurut Helmi (2012), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur adalah:
a. Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau
berat yang mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak.
b. Fraktur stres, disebabkan karena tulang sering
mengalami penekanan.
c. Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi
patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur.
E. Pathway
F. Patofisiologi
Fraktur adalah gangguan pada tulang yang disebabkan oleh trauma, stress, gangguan
fisik, gangguan metabolik, dan proses patologis. Kerusakan pembuluh darah pada fraktur
mengakibatkan perdarahan sehingga volume darah menurun dan terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma yang terjadi mengeksudasi plasma dan berpoleferasi
menjadi edema lokal sehingga terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau
tertutup mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta serta saraf dalam korteks,
sumsum, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuk hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respons inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian ini merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Yasmara Deni, 2016)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gawat darurat ( Brunner & Suddarth 2018) yaitu :
1) Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien dipindahkan.
2) Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat fraktur, untuk mencegah
pergerakan fragemen fraktur.
3) Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah dapat dilakukan dengan mengikat
kedua tungkai bersama-sama.
4) Pada cedera ekstrimitas atas, lengan dapat dibebat kedada atau lengan bawah yang
cedera dapat digendong dengan mitela.
5) Kaji status neurovascular disisi distal area cedera sebelum dan setelah pembebatan
untuk menentukan keadekuatan perfusi jaringan perifer dan fungsi saraf.
6) Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk mencegah kontaminasi
jaringan yang lebih dalam.
Adapun proses pengkajian gawat darurat yaitu pengkajian primary dan pengkajian
sekunder (Silvia, 2018)
1. Primary Survey
Menurut (Krisanty P, 2018) Setelah pasien sampai di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan dan
mengaplikasikan prinsip Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure (ABCDE).
a. A: Airway, Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami
fraktur meliputi, pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas atau fraktur
di bagian wajah.Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
memproteksi tulang servikal karena itu tehnik Jaw Thurst dapat
digunakan pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. ( Krisanty p, 2018)
b. B: Breathing, Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita
harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa
sumber mengatakan pasien dengan fraktur yang signifikan sebaiknya
diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan
reservoir.
c. C: Circulation Pada pengkajian kegawatdaruratan pada pasien fraktur,
dilakukan penilaian terhadap fraktur ketika mengevaluasi sirkulasi
maka yang harus diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan,
dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama
pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Menghentikan
pendarahan yang terbaik adalah menggunakan penekanan langsung dan
meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di
atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan
pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan
meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah
tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat
menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan
hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan. (Kristanty P,
2018)
d. D: Disability Pada Pengkajian Disability dilakukan pengkajian
neurologi, untuk mengetahui kondisi umum pasien fraktur dengan
cepat mengecek tingkat kesadaran pasien dan reaksi pupil pasien (Tutu,
2017). Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal.
e. E: Exposure Pada pengkajian exposure, Pasien harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna
memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting bahwa
pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia. pemeriksaan tambahan
pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah
imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi (Paul, 2018)
2. Secondary surver
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah
mencari cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak
satupun terlewatkan dan tidak terobati. Apabila pasien sadar dan dapat
berbicara maka kita harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu
Allergies, Medication, Past Medical History, Last Eat dan Event (kejadian
atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme kecelakaan penting untuk
ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki
oleh pasien, terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum
diketahui saat primary survey, Selain riwayat AMPLE, penting juga untuk
mencari informasi mengenai penanganan sebelum pasien sampai di rumah
sakit.
Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi
adalah:
(1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi
(2) fungsi neuromuskular
(3) status sirkulasi
(4) integritas ligamentum dan tulang.
Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada
Look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan
memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan
pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian
distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan
vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot
menunjukkan adanya crush injury dengan ancaman sindroma kompartemen.
Pada pemeriksaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah
nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada periksaan Move kita
memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal. Pemeriksaan sirkulasi
dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari fraktur dan juga
memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian membandingkan sisi
yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan
pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah di
ekstremitas. Pada pasien dengan hemodinamik yang normal, perbedaan
besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan adanya gangguan
motorik menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang membesar
atau pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya
trauma arterial. Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan
mengingat cedera muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut
syaraf dan iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja
sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan
sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
Mempraktekk
an cara
bagaimana
cara
meredakan
nyeri dengan
cara distraksi
Pemberian
analgetik
brguna untuk
memblok
lintasan nyeri
supaya nyeri
berkurang
Kerusakan Setelah di 1. Kaji luka dan adanya 1. Perubahan
integritas lakukan perubahan warna warna
jaringan tindakan asuhan kulit. kulit dapat
berhubungan keperawatan dipakai
dengan selama 3x 24 sebagai
2. Berikan perawatan
faktor jam, di harapkan informasi
kulit setiap 2 jam
mekanik masalah sirkulasi
sekali jika perlu
robekan luka kerusakan kulit.
dengan hati-hati.
pada otot dan integritas
kulit. jaringan dapat 2. perawatan
3. Ganti posisi miring
teratasi, dengan kulit dapat
kanan-miring kiri
Kristera hasil : mencegah
sesuai indikasi.
1. Adanya infeksi
kerusakan lebih
jaringan lanjut.
menurun.
2. Adanya 3. pergantian
kerusakan 4. Pijatan dengan posisi
jaringan menggunakan lotion dapat
kulit pada punggung dan menurunk
menurun. daerah yang tertekan. an tekanan
Hindari pijatan pada pada area
daerah yang berwarna tertekan,
kemerahan. memperba
iki
5. Pantau bidai atau sirkulasi,
balutan kebersihan dan
dan keamanan serta menurunk
kenyamanan pasien. an risiko
kerusakan
6. Rawat luka sesuai kulit.
prosedur.
4. tindakan
menggoso
7. Kolaborasi pemberian k dapat
obat salep antibiotik memperla
jika diperlukan. ncar
sirkulasi,
menguran
gi nyeri,
dan
membantu
perbaikan
sel.
5. kebersihan
meminima
lkan
terjadinya
infeksi
nosokomia
l.
6. perawatan
luka septik
aseptik
mencegah
infeksi.
7. Salep
antibiotik
dapat
membunu
h bakteri
kuman
pada
daerah
luka.
DAFTAR PUSTAKA