BAB I
PENDAHULUAN
UNWTO, World Tourism barometer pada tahun 2014 bahwa wilayah Asia Pasifik
kenaikan lebih dari 6%, negara bagian afrika 6%, dan negara bagian eropa sebesar
bidang pariwisata adalah negara bagian Asia Tenggara yang mengalami kenaikan
sebesar 10% dimana pada pada wilayah tersebut terdapat Negara Indonesia yang
menjadi salah satu tujuan wisata di mata dunia. Menurut data The Travel and
dan keindahan alam. Salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia adalah Kota
Bengkulu, selain keindahan alam kota Bengkulu yang sangat menarik, makanan
tardisional kota Bengkulu juga banyak diminati oleh para wisatawan, baik
Menurut (Pramintasari & Fatmawati, 2017) pada era modern saat ini,
konsumen menjadi lebih peduli terhadap apa yang mereka makan. Cooper,
1
2
dan konsumen yang mencari destinasi sesuai dengan selera makanan yang disukai.
konsumen yang berwisata ke suatu tempat lebih memilih untuk membeli makanan
yang serupa dengan makanan yang ada di daerah asalnya. Terlebih adanya rasa
sesuai selera telah menjadi motivasi utama dalam melakukan sebuah perjalanan
kuliner khas daerah ini harus dikembangkan karena sangat mendukung pariwisata.
Kuliner khas daerah ini bisa menjadi daya tarik sendiri. Pariwisata saat ini harus
menjual potensi alam, kuliner yang sangat menarik dan nikmat akan mengundang
wisatawan seperti pendap, pendap adalah makanan khas Bengkulu yang terbuat
dari bahan dasar ikan kemudian dibumbui dengan bumbu rempah seperti bawang
putih, kencur, cabai, garam, hingga kelapa muda parut, ikan yang sudah berbalur
bumbu akan dibungkus dengan daun talas dan direbus hingga matang. Bagar hiu,
bagar hiu menggunakan daging ikan hiu, lebih tepatnya lagi adalah jenis hiu
tanduk. Daging ikan hiu yang sudah dibersihkan kemudian dibumbui dengan
bumbu cabai dan rempah lalu dimasak hingga matang. Rebung asam undak liling
adalah makanan khas Bengkulu yang dibuat dari campuran dua bahan dasar, yakni
keong hitam dan rebung. Lemang tapai juga menjadi makanan khas kota
Bengkulu, Lemang tapai dibuat dari bahan dasar beras ketan dan santan. Untuk
3
cara membuatnya, beras ketan yang sudah dicuci bersih lalu direndam semalaman.
Setelah itu dicampur dengan santan dan dimasak dengan cara dibakar dalam
Makanan khas Bengkulu yang sangat terkenal adalah tempoyak yaitu buah
makanan seperti gulai udang tempoyak, gulai ikan tempoyak dan lain-lain. Selain
itu masih banyak makanan etnis Bengkulu yang sangat disukai seperti perut punai,
kue baytat, manisan terong dan lain-lain. Kuliner khas Bengkulu ini harus di
intenasional.
ulang dari layanan suatu perusahaan yang sama, dengan membandingkan situasi
sekarang dan nanti (Kaveh, 2012). (Hellier et al., 2003) menyatakan bahwa
kembali untuk kedua kali atau lebih, dimana alasan pembelian kembali terutama
dapat membuat konsumen menjadi loyal terhadap produk atau jasa yang
orang lain atas jasa yang dirasakan. Maka dengan demikian penting bagi
dapat membedakan suatu produk atau jasa karena telah merasakan pengalaman
yang dirasakan secara langsung dan juga merupakan konsep pemasaran yang
jaman karena lebih menekankan pada pemberian pengalaman atas merk produk
atau jasa menjadi nilai tambah bagi pengusaha kuliner agar konsumen dapat
membedakan restoran yang satu dengan yang lainnya. (Yang, 2009) menyatakan
tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan yang positif (Schmitt, 1999).
Banyak peneliti telah berfokus untuk memahami hal tersebut agar dapat
2012). (Helena & Saifi, 2018) menemukan bahwa analisis dari Experiential
Berry (1983) dalam (Hunt & Morgan, 1994) adalah proses menarik,
panjang dengan konsumen, tetapi juga dengan calon mitra dalam proses
terdahulu yang dilakukan oleh (Utami, 2019) menemukan adanya pengaruh dari
oleh (Astari et al., 2016) yang menemukan bahwa bahwa experiential marketing
Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah semua UMKM
yang ada di kota Bengkulu yang menjual makanan etnis Bengkulu seperti
tempoyak, pendap, lempuk durian dan lain-lain. Makanan khas Bengkulu ini
etnis Bengkulu ini. Untuk itu perlu dilakukan promosi atau pemasaran yang baik
agar setiap konsumen yang telah melakukan pembelian makanan etis Bengkulu
yang hedonis. Sehingga penelitian ini diberi judul “Peran Experiential Value
repurchase intention?
repurchase intention?
value?
adalah:
repurchase intention.
repurchase intention.
value.
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber pengetahuan dan referensi dalam
b. Manfaat Praktis
b) Institusi pendidikan
c) Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai masukan atau informasi bagi
yang lain.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
konsumen akan melakukan pembelian produk tertentu. Selain itu, dapat diartikan
juga sebagai rencana dari konsumen untuk melakukan upaya dalam membeli.
oleh manfaat dan nilai yang dirasakan oleh konsumen (Wang & Tsai, 2014).
Niat beli juga dapat diartikan sebagai konsumen lebih memilih untuk
membeli produk atau layanan karena merasa bahwa membutuhkan produk atau
jasa tersebut (Madahi & Sukati, 2012). (Wijaya & Sugiharto, 2015)menjelaskan
bahwa niat beli adalah pengguna-an alat yang efektif dalam memprediksi proses
Minat beli ulang adalah tindakan dari konsumen untuk mau membeli atau
tidak terhadap produk (Kotler, 2005). Minat beli atau minat pembelian ulang
memiliki atribut, menarik dan keunikan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya,
10
maka produk tersebut akan dibeli oleh konsumen. Pembelian ulang (repurchase)
dapat terjadi ketika melakukan pembelian yang dilakukan lebih dari satu kali.
Minat pembelian kembali secara online adalah situasi ketika seorang pelanggan
bersedia dan berminat untuk terlibat dalam transaksi di masa mendatang (Ling
et al., 2010).
adalah suatu kegiatan seorang pelanggan saat melakukan pembelian pertama kali
berminat untuk membeli suatu produk. Sutantio pun mengartikan intention to buy
sebagai pernyataan yang berkaitan dengan batin yang mencerminkan rencana dari
pembeli untuk membeli suatu merek tertentu dalam suatu periode waktu tertentu.
diantaranya adalah:
yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut, preferensi ini dapat
2. Loyalitas (Loyalty)
Komitmen yang tinggi untuk pembelian ulang produk atau jasa yang disukai
di masa mendatang
3. Perpindahan (Switch)
berpaling.
Menurut Chang dan Wildt (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
1. Intensitas Promosi
12
daya Tarik.
2. Relationship marketing
lainnya.
kepuasan pelanggan
yang sebenarnya telah dilakukan sejak jaman dulu hingga sekarang oleh para
yang satu dengan lainnya karena mereka dapat merasakan dan memperoleh
pengalaman secara langsung melalui lima pendekatan (sense, feel, think, act,
relate), baik sebelum maupun ketika mereka mengkonsumsi sebuah produk atau
keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga
usaha yang digunakan oleh perusahaan atau pemasar untuk mengemas produk
emosional dan interaktif produk dan jasa harus memberikan suatu pengalaman
a. Pengalaman fisikal
menghabiskan malam panjang di Hard Rock Cafe, seluruh panca indera akan
dibuai oleh atmosfer kejayaan musik rock tahun 1970-an, foto-foto dan alat
b. Pengalaman emosional
independent dan tak tunduk pada determinasi laki laki, Confident dan menjadi
c. Pengalaman intelektual
d. Pengalaman spiritual
dan akherat.
berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada
inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk. Hal yang
perusahaan dan merek–merek tertentu untuk dijadikan bagian dari hidup mereka.
dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi. Dalam era
informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras
dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa mereka
(Rini, 2009). Tahap awal dari sebuah Experiential Marketing yaitu terfokus pada
a. Pengalaman pelanggan
menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar
dalam kehidupan.
b. Pola konsumsi
sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah,
tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang
dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan
adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan peluang pada pelanggan
untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau
jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak
beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan apabila badan usaha
pembelian, dan yang paling penting adalah konsumsi loyal. Menurut (Nigam,
a. Sense
Sense berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol verbal dan visual
yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun website, seorang pemasar
perlu memilih warna yang tepat sejalan dengan company profile. Pilihan
b. Feel
Feel atau perasaan sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini
berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar
menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu
produk lain. Jika sebuah strategi pemasaran dapat menciptakan perasaan yang
c. Think
d. Act
dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang
pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan
e. Relate
simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain web yang mampu
daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan
yang sama. Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen
b. Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo,
f. Web sites
mendasar, memandang pelanggan sebagai mitra (partner) dan modal harus diatur
awal hubungan dengan pelanggan. Fokusnya terletak pada hubungan bukan pada
penjualan individu.
setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah
pemasok, distributor untuk memelihara bisnis dan preferensi mereka dalam jangka
panjang.
20
suatu proses penciptaan hubungan yang baik dengan semua pihak yang
tingkat kepuasan yang tinggi kepada pendengar, ataupun pihak lain, sehingga
terjalin kerjasama yang baik yang dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang
keinginan dan kebutuhan didasarkan pada opini, word of mouth references dan
pengalaman yang lalu tentang produk dan jasa (Halimi et al., 2011).
dan kepuasan konsumen dalam jangka panjang dan juga untuk menciptakan
membangun hubungan yang baik dengan pelanggan dalam jangka panjang dengan
melayani pelanggan dengan interaksi yang tinggi. Menurut (Ndubisi et al., 2008)
nasabah, yaitu :
a. Kepercayaan
pada kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan, tetapi lebih dari itu bahwa
b. Komitmen
sebagai janji atau ikrar perusahaan untuk memelihara hubungan yang telah
c. Komunikasi
memperbaiki kinerjanya.
d. Penanganan Keluhan
Interaksi ini menyediakan dasar untuk preferensi relativistik yang diadakan oleh
reaktif atau pasif berasal dari pemahaman penghargaan konsumen untuk objek
atau pengalaman konsumsi. Nilai aktif atau partisipatif, di sisi lain, menunjukkan
Value mungkin interaktif, relatif, disukai, pribadi, dan mungkin berubah secara
dari pengalaman. Nilai ekstrinsik adalah utilitas dari pertukaran dan berkaitan erat
penghargaan Batra dan Ahtola (1991). Dimensi kedua adalah aktivitas, yang dapat
dibagi kedalam kategori aktif dan reaktif. Nilai aktif merupakan kerjasama erat
Holbrook (1994).
Value yaitu:
24
pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran
atau bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan. Adapun
Experiential Marketing
(X1) H1
H3
H6
Relationship Marketing H2
(X2)
Keterangan
1. Variabel independen
Menurut (Sugiyono, 2017) independen adalah suatu variabel tidak terikat dan
2. Variabel Dependen
karena variabel ini mencerminkan masalah yang terikat, maka peneliti mungkin
Intention (Y).
3. Variabel Mediasi
variable) adalah salah satu yang muncul antara waktu variabel independen
sebelum dilakukan penelitian dan harus dibuktikan melalui penelitian. Ada dua
jenis hipotesis yang biasanya digunakan dalam penelitian, yakni Hipotesis nol
26
menunjukkan ada pengaruh atau ada hubungan (Uma, 2008). Ada dua jenis
hipotesis yang biasanya digunakan dalam penelitian, yakni Hipotesis nol (null
keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri, tetapi juga
pemasaran tradisional (fokus pada fungsi dan manfaat) menuju pada bagaimana
dipengaruhi oleh sisi emosional yang dihasilkan, bukan dari pikiran rasional yang
sensasi yang sesuai bahkan di luar harapannya, yaitu rasa puas yang akan
peristiwa yang memberikan target konsumen untuk menjelajah suatu produk dan
27
99 Sidoarjo juga memperoleh hasil yang senada dengan itu. Selain itu, dalam
penelitian yang pernah dilakukan oleh (Olii et al., 2016) diperoleh temuan bahwa
repurchase intention.
Berry (1983) dalam (Hunt & Morgan, 1994) adalah proses menarik,
panjang dengan konsumen, tetapi juga dengan calon mitra dalam proses
menjadi pelanggan yang loyal, namun pelanggan yang loyal tidak perlu puas.
itu, hasil ini konsisten dengan penelitian (Utami, 2019) dimana relationship
(Kusuma, 2013). Dalam era baru experience economy, tujuan pemasaran saat ini
Experiential Marketing yang digagas oleh Schmitt (1999) telah menjadi tren di
yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan yang positif (Schmitt, 1999).
positif pada experiential value. Senada dengan itu, (Gowinda & Suprapti, 2014) di
hubungan yang positif antara Experiential Marketing dan Experiential Value pada
dan berusaha untuk menarik dan menjaga hubungan yang baik dalam jangka
dengan menawarkan pelayanan yang baik dan harga yang sesuai dan relationship
ini lebih disukai konsumen karena dengan relationship, proses pembelian dan
memperoleh informasi dapat lebih mudah, resiko dapat dikurangi serta konsumen
hanya dapat dirasakan pada saat konsumsi, sedangkan Experiential Value yang
dimiliki konsumen akan melekat dalam memori mereka (Larasati & Suprapto,
suatu nilai. Berdasarkan pemikiran rasional, hal itu berarti Experiential Value
membantu pemasar untuk menanamkan nilai positif suatu produk ke dalam benak
konsumen.
saat konsumsi, namun Experiential Value yang diperoleh konsumen akan melekat
dalam benak mereka (Larasati & Suprapto, 2013). Pada dasarnya, minat
merupakan suatu sikap yang dapat membuat seseorang merasa senang terhadap
obyek situasi ataupun ide-ide tertentu yang biasanya diikuti oleh perasaan senang
dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi tersebut karena adanya
ukur keputusan pembelian, melainkan cenderung lebih memilih produk yang telah
memiliki ikatan emosional sebagai bentuk aktualisasi diri dan penunjang gaya
hidup. Ketika konsumen telah merasakan nilai dari suatu produk atau perusahaan
31
yang telah diperoleh dari pengalaman konsumsi sebelumnya, maka akan timbul
perasaan senang dan puas. Hal tersebut akan membuat konsumen berminat untuk
diperolehnya.
luar harapannya, yaitu rasa puas yang akan membuat pelanggan kembali, bahkan
merekomendasi kepada orang lain. Hal ini berarti experiental marketing dapat
Sebagian besar konsumen tidak lagi menjadikan harga sebagai tolok ukur
memiliki ikatan emosional sebagai bentuk aktualisasi diri dan penunjang gaya
hidup. Ketika konsumen telah merasakan nilai dari suatu produk atau perusahaan
yang telah diperoleh dari pengalaman konsumsi sebelumnya, maka akan timbul
32
perasaan senang dan puas. Hal tersebut akan membuat konsumen berminat untuk
luar harapannya, yaitu rasa puas yang akan membuat pelanggan kembali,
BAB III
METODE PENELITIAN
pengumpulan data berupa angka yang akuntabel berdasarkan kenyataan yang ada
penelitian adalah suatu atribut atau sifat / nilai dari orang objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan
Variabel penelitian ini terdiri dari tiga macam variabel, yaitu variabel terikat
(dependent variable) atau variabel yang tergantung pada variabel lainnya, variabel
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Penelitian
N Variabel Dimensi Indikator Sumber Skala
o
1. Variabel Repurchase 1. Minat Transaksional (Bahar & Ordin
Dependen Intention (Y) 2. Minat Referensial Sjahruddin al
3. Minat preferensial , 2017)
4. Minat Eksploratif
a. Populasi
hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa yang menjadi
Bengkulu.
b. Sampel
populasi. Sebagian ini diambil karena dalam banyak kasus tidak mungkin
diperoleh hasil minimal sampel 170 orang. Oleh karena itu, sampel yang
data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan
responden akan memberi respon atas pertanyaan tersebut. Dalam penelitian ini
dilakukan dengan skala Likert yang menggunakan metode scoring. Kuesioner ini
jawaban dan responden tinggal memilih salah satu dari alternatif jawaban tersebut.
menggunakan skala Likert. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang
dapatberupa kata-kata dan untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu
x=
∑ xs
n
Keterangan:
x = rata-rata (Mean)
n = Jumlah Responden
data yang dinyatakan dalam bentuk uraian. Data kualitatif ini merupakan
a. Pengeditan (Editing)
d. Pengelompokan (Tabulating)
a) Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
instrument. Dalam hal ini adalah suatu kuesioner juga dikatakan valid jika
validity yaitu apabila > 0,5 (Ferdinand, 2002). Analisis faktor konfirmatori
39
dinyatakan dengan loading factor. Variabel laten yang diuji dalam analisis ini
penelitian.
hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali pada subyek yang
Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang
CR= [∑λi]2
[∑λi]2+ [∑εi]
Keterangan :
yaitu:
yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang
dia pilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk
mendukung analisis.
strukturalnya. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model
teori. Namun demikian jika peneliti hanya ingin melihat pola hubungan
dan tidak melihat total penjelasan yang diperlukan dalam uji teori, maka
a. Adanya nilai standard error yang besar untuk satu atau lebih koefisien
c. Nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negatif
d. Adanya nilai korelasi yang tinggi (> 0.90) antar koefisien estimasi
Langkah pertama dalam model yang sudah dihasilkan dalam analysis SEM
a. Ukuran Sampel
penyebarannya.
c. Outliers
kovarian yang sangat kecil dengan melihat data kombinasi linear dari
probabilitas (p).
menunjukkan fit yang lebih baik. Nilai GFI > 0,90 mengisyaratkan
dari Goodness of Fit Index (GFI) yang telah disesuaikan dengan ratio
porposed model dan null model. Nilai NFI berkisar antara 0 sampai 1
dengan melihat jumlah residual yang dihasilkan oleh model. Batas keamanan
untuk jumlah residual yang dihasilkan oleh model, maka sebuah modifikasi
mulai perlu dipertimbangkan. Nilai residual yang lebih besar atau sama
statistik pada tingkat 5%. melakukan interpretasi bila model yang dihasilkan
sudah diterima. Sedangkan modifikasi model diperlukan karena tidak fit nya
hasil yang diperoleh pada tahap keenam. Namun segala modifikasi harus
Structural Equation Modeling dari paket statistik AMOS 21. Sebagai sebuah
konstruk
tidak antar variabel penelitian. Pengujian ini dengan cara menganalisis nilai
Regression Weight, yaitu nilai Critical Ratio (CR_dan Probability (P). Batasan
yang disyaratkan yaitu ≥ 1,96 untuk nilai CR dan ≤ 0,05 untuk nilai P. Apabia
hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut, maka hipotesis
konsumen. Menurut Baron dan Kenny (1986) suatu variabel disebut variabel
Baron dan Kenny (1986). Berikut ini merupakan proses penentuan jenis variabel
Variabel
Mediasi
Path A Path C
47
Path B
Variabel Variabel
Independen Dependen
Langkah :
dependen.
Kriteria :
variabel dependen.
48
4. Jika semua kondisi pada poin 1, 2, dan 3 telah terpenuhi, pengaruh variabel
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A., & Sjahruddin, H. (2017). Pengaruh Kualitas Produk Dan Kualitas
Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Dan Minat Beli Ulang.
Hellier, P. K., Geursen, G. M., Carr, R. A., & Rickard, J. A. (2003). Customer
repurchase intention: A general structural equation model. European Journal
of Marketing.
Keng, C., & Ting, H. (2009). The acceptance of blogs: using a customer
experiential value perspective. Internet Research.
Ling, K. C., Chai, L. T., & Piew, T. H. (2010). The effects of shopping
orientations, online trust and prior online purchase experience toward
customers’ online purchase intention. International Business Research, 3(3),
63.
Madahi, A., & Sukati, I. (2012). The effect of external factors on purchase
intention amongst young generation in Malaysia. International Business
Research, 5(8), 153.
Maghnati, F., Ling, K. C., & Nasermoadeli, A. (2012). Exploring the relationship
between experiential marketing and experiential value in the smartphone
industry. International Business Research, 5(11), 169.
Olii, R., Reno, K., & Nurcaya, I. N. (2016). Peran Kepuasan Pelanggan Dalam
Memediasi Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Pembelian Ulang
Tiket Pesawat Pada PT Jasa Nusa Wisata Denpasar. Udayana University.
Rizan, M., Warokka, A., & Listyawati, D. (2014). Relationship marketing and
customer loyalty: do customer satisfaction and customer trust really serve as
intervening variables? Journal of Marketing Research & Case Studies, 2014,
51
1.
Sengel, T., Karagoz, A., Cetin, G., Dincer, F. I., Ertugral, S. M., & Balık, M.
(2015). Tourists’ approach to local food. Procedia-Social and Behavioral
Sciences, 195, 429–437.
Wang, Y.-H., & Tsai, C.-F. (2014). The relationship between brand image and
purchase intention: Evidence from award winning mutual funds. The
International Journal of Business and Finance Research, 8(2), 27–40.