Anda di halaman 1dari 13

1

DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................2

PENDAHULUAN...................................................................................................2

1.1.Latar Belakang.............................................................................................2

1.2.Rumusan Masalah........................................................................................3

1.3. Tujuan..........................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................4

METODOLOGI.....................................................................................................4

2.1. Alat dan bahan............................................................................................4

2.2.Cara kerja.....................................................................................................4

BAB III....................................................................................................................7

PEMBAHASAN.....................................................................................................7

3.1 Limbah Cair Tahu........................................................................................7

3.2. Mikroalga Scenedesmus sp.........................................................................8

3.2.1. Klasifikasi dan Struktur Scenedesmus sp..........................................8

3.2.2. Habitat dan Reproduksi Scenedesmus sp..........................................9

3.2.3. Fisiologi Scenedesmus sp......................................................................9

3.3 Kultur limbah cair tahu terhadap scedesmus sp.....................................10

IV. PENUTUP......................................................................................................11

4.1 Kesimpulan.................................................................................................11

4.2 Saran............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang telah lama dikenal dan
banyak disukai, karena harganya murah dan mudah didapat. Selain itu industri
tahu ini juga ikut berperan dalam meningkatkan nilai gizi masyarakat, karena
terbuat dari protein nabati (Fatha, 2007). Zat gizi utama yang terkandung dalam
tahu adalah protein yang berbentuk gumpalan pada proses pembuatan tahu
(Hariyadi, 2002).
Industri tahu di Indonesia semakin berkembang dengan meningkatnya
kebutuhan gizi masyarakat. Industri tahu saat ini telah menjadi salah satu industri
rumah tangga yang tersebar luas baik di kota-kota besar maupun kecil. Dalam
proses produksinya, industri tahu menghasilkan limbah padat dan cair
(Rossiana,2006).
Limbah padat berupa ampas tahu, umumnya telah dapat ditanggulangi dengan
memanfaatkannya sebagai bahan pembuatan oncom dan bahan makanan ternak.
Limbah cairnya adalah whey tahu yang merupakan cairan buangan
(Rossiana,2006).
Limbah cair tahu dapat diolah dengan cara fisika, kimia, maupun biologi.
Pengolahan limbah cair secara biologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai
dasar fungsional dalam proses penanganan (Citroreksono, 1996). Hal utama
dalam penanganan limbah cair adalah pengembangan dan pemeliharaan kultur
mikoorganisme yang cocok (Jenie & Rahayu, 1993).
Menurut Nurtiyani (1998), salah satu mikroalga yang sering digunakan dalam
memecahkan masalah pencemaran limbah adalah Scenedesmus sp. Mikroalga ini
mampu merombak nutrient yang terkandung di dalam limbah cair tahu menjadi
biomassa. Steenblock (1987 dalam Sriharti dan Carolina, 2000) menyatakan
bahwa Scenedesmus sp. merupakan sumber daya potensial yang mempunyai
prospek yang cerah di masa mendatang, karena kandungan proteinnya cukup
3

tinggi, juga mengandung karbohidrat, lemak, vitamin, asam-asam amino esensial,


asam lemak esensial, enzim, beta karoten dan klorofil. Sebagai salah satu sumber
daya hayati, mikroalga ini memiliki beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia, antara lain sebagai pakan alami (jenis udang, ikan), bahan makanan
non-konvensional, bahan baku industri kimia dan farmasi, indikator pencemaran
air serta sebagai agen bioremediasi (Prihantini dkk, 2007).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah limbah cair tahu dapat dimanfaatkan sebagai medium
pertumbuhan
mikroalga Scenedesmus sp.?
2. Apakah konsentrasi limbah cair tahu berpengaruh terhadap kerapatan sel
Scenedesmus sp.?
1.3. Tujuan
1. Memanfaatkan limbah cair tahu sebagai medium pertumbuhan Mikroalga
Scenedesmus sp.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap kerapatan
kultur sel
Scenedesmus sp
4

BAB II
METODOLOGI

2.1. Alat dan bahan


Bahan yang diperlukan adalah biota peliharaan yang digunakan berupa
mikroalga Scenedesmus sp. yang sebelumnya diisolasi terlebih dahulu,limbah cair
tahu yang digunakan sebagai medium kultur mikroalga, akuades steril, formalin,
alkohol, alumunium foil. Bahan kimia untuk Medium Basal Bold (MBB) berupa
NaNO3, CaCl.2H2O, MgSO4.7H2O, K2HPO4, KH2PO4, NaCl, EDTA,
FeSO4.7H2O, H3BO3, ZnSO4.7H2O, MoO3, CuSO4.5H2O, MnCl2.4H2O,
Co(No3)2.6H2O , dan Medium Ekstrak Tauge (MET).
Alat-alat yang digunakan adalah akuarium, wadah isolat Scenedesmus sp.
berupa akuarium, erlenmeyer, aerator, timbangan analitik, sentrifuge, autoclave,
lampu, selang aerator, mikroskop cahaya, pipet, tabung ukur, Haemacytometer
(Improved Neubauer), object glass, cover glass, hand counter, thermometer, dan
luxmeter.
2.2.Cara kerja
2.2.1. Persiapan Alat
Erlenmeyer, tabung ukur, dan pipet yang akan digunakan dicuci,
dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas kemudian disterilisasi menggunakan
autoclave dengan suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 2 atm.
2.2.2. Isolasi mikroalga Scenedesmus sp.
Untuk mengisolasi spesies yang diinginkan dari alam, diambil 5 liter air
danau. Kemudian air danau tersebut dimasukkan ke dalam wadah isolasi berupa
akuarium dan ditambahkan dengan pupuk NPK yang sebelumnya telah dilarutkan
dengan akuades terlebih dahulu. Selanjutnya wadah tersebut diletakkan di tempat
terbuka yang terkena sinar matahari dan dimasukkan selang aerator. Pembiakan
mikroalga ini ditunggu hingga hari ke-4 setelah didapatkannya biota yang
diinginkan yaitu Scenedesmus sp.
2.2.3. Pemurnian Scenedesmus sp.
5

Kultur Scenedesmus dimurnikan menggunakan metode pengenceran.


Sebanyak 1 ml biakan Scenedesmus dari hasil isolasi dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi 9 ml MBB kemudian dicampur hingga homogen.
Selanjutnya dari kultur tersebut diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi ke dua.
Proses ini dilakukan hingga tabung reaksi keempat. Kultur selanjutnya
diletakkan di rak kultur dan diinkubasi selama 14 hari. Kultur Scenedesmus yang
tumbuh dengan baik dan murni (tanpa kontaminan) diperbanyak lagi secara
bertahap hingga didapatkan 100 ml kultur murni Scenedesmus (Damayanti, 2006)
2.2.4. Perbanyakan Kultur Mikroalga Scenedesmus sp.
Dalam memperbanyak kultur mikroalga Scenedesmus sp. digunakan
medium ekstrak tauge (MET) 4% yang digunakan sebagai kultur starter.
Pemberian ekstrak tauge ini dilakukan secara kontinyu setiap 3-4 hari sebanyak
200-300 ml sampai tercukupinya kebutuhan akan sel-sel Scenedesmus sp. yang
akan diinokulasikan pada medium perlakuan.
2.2.5. Inokulasi Scenedesmus sp.
Sel Scenedesmus sp. dari hasil pemurnian yang ditumbuhkan pada medium
ekstrak tuage (MET) disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit
untuk memisahkan biomassa mikroalga Scenedesmus sp. dari media. Supernatan
dibuang dan endapan sel diinokulasikan ke dalam medium perlakuan kontrol dan
limbah cair tahu dengan jumlah sel antara 5x 104 sel/ml.
2.2.6. Penghitungan Jumlah Sel Scenedesmus sp.
Penghitungan jumlah sel untuk mendapatkan data kerapatan sel dilakukan
setiap 24 jam sekali mulai dari t0 (hari ke-0) hingga t10 (hari ke-10). Sebanyak 1
ml kultur diambil secara aseptik dari tiap-tiap perlakuan. Penghitungan jumlah sel
dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Haemocytometer (Improved
Neubauer). Rumus yang digunakan untuk menghitung kerapatan sel Scenedesmus
sp. adalah : dalam Michael (1994)
( k = n x p x 2500)
K = kerapatan sel Scenedesmus sp. (sel/ml)
n = jumlah total sel dalam 4 kotak kamar hitung Improved Neubauer (white)
6

p = adalah tingkat pengenceran yang digunakan.


Cara penghitungan kerapatan sel mikroalga adalah pertama-tama
Haemocytometer dibersihkan dan dipasang cover glass. Sampel air mikroalga
yang akan dihitung kerapatannya diteteskan dengan pipet pada bagian parit yang
melintang hingga penuh. Selanjutnya Haemocytometer diamati di bawah
mikroskop.
7

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Limbah Cair Tahu


Limbah cair industri tahu berasal dai proses pencucian dan perendaman
kedelai, serta dari proses pengepresan dan pencetakan tahu (Djarwati dkk, 2000).
Selain itu juga dari sisa larutan serta dari proses pencucian peralatan. Pada proses
pembuatan tahu akan dihasilkan limbah (Lampiran 6). Limbah dari pengolahan
tahu ini berupa limbah padat dan limbah cair (Hariyadi, 2002).
Limbah padat berupa ampas tahu dapat digunakan sebagai bahan pangan
yaitu tempe gambus dan oncom, sedangkan limbah cairnya adalah whey (air
buangan) sisa proses penggumpalan tahu. Di dalam whey tahu masih terdapat sisa
protein yang tidak menggumpal dan zat-zat lain yang larut dalam air, termasuk
lesitin dan oligosakarida. Whey tahu yang tidak dimanfaatkan akan dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan karena membusuknya senyawa-senyawa
organik tersebut, sedangkan pemanfaatannya masih sangat terbatas (Hariyadi,
2002).
Limbah cair dan ampas tahu berbeda dengan ampas kedelai yang diperoleh
dari kedelai segar, dimana limbah cair dan ampas tahu berasal dari kedelai yang
sudah dimasak. Protein limbah cair dan ampas tahu mempunyai nilai lebih tinggi
dari pada biji kedelai itu sendiri (Dahiyat, 1990).
Berdasarkan kandungan nutrisi yang masih terdapat pada limbah cair tahu,
maka pemanfaatannya sebagai medium alternatif pertumbuhan mikroalga
merupakan salah satu bentuk pemecahan masalah limbah cair tahu. Cara ini
memiliki banyak keunggulan di antaranya adalah penanganannya mudah dan
murah (Aspuranto, 1989).
Pengolahan limbah cair tahu dengan mikroalga telah dilakukan oleh Johari
pada tahun 1999 dengan menggunakan Chlorella. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukan bahwa Chlorella mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada
medium limbah cair tahu, sehingga dapat diasumsikan bahwa limbah cair tahu
8

juga dapat digunakan sebagai medium alternatif untuk pertumbuhan


Scenedesmus.
3.2. Mikroalga Scenedesmus sp.
3.2.1. Klasifikasi dan Struktur Scenedesmus sp.

Dalam Bold dan Wyne (1985), Scenedesmus sp. diklasifikasikan sebagai


berikut:
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Scenedesmaceae
Genus : Scenedesmus
Spesies: Scenedesmus sp.
Scenedesmus talusnya terdiri dari 1 atau 2 sel terkadang 3 sel, biasanya
membentuk koloni yang terdiri dari 2,4, atau 8 bahkan bisa mencapai 16 sel
sampai 32 sel pada setiap koloninya (Gambar 2.). Sel berbentuk silindris, oval,
bulat, dengan ujung sel berbentuk bulat atau lancip (John dkk, 2002). Sel
Scenedesmus memiliki 1 inti sel, dan kloroplas yang terdapat satu pyrenoid
(Graham dan Wilcox, 2000).
Pada bagian terminal sel Scenedesmus terdapat ornamen sel yang disebut
dengan spina, yang ukurannya dapat mencapai panjang sampai 20 mikrometer.
Spina ini berguna untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi keberadaan prey
(predator) atau juga dapat membantu sel dalam mencapai tempat yang memiliki
cahaya dan nutrien yang optimum (Graham dan Wilcox, 2000). Scenedesmus
9

berwarna hijau rumput karena adanya klorofil a dan b yang lebih dominan
dibanding pigmen lain. Pigmen-pigmen terdapat dalam plastid dan sangat tahan
terhadap cahaya panas. Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan pektin
sedangkan lapisan dalam dari selulosa (Bachtiar, 2007).
3.2.2. Habitat dan Reproduksi Scenedesmus sp.
Bold dan Wynne (1985) menyatakan bahwa Scenedesmus merupakan alga
hijau yang terdistribusi secara luas. Terdapat pada hampir semua tipe perairan dan
tanah. Reproduksi aseksual Scenedesmus sp. terjadi melalui pembentukan
autokoloni. Sel induk membelah membentuk koloni anakan.
Pembelahan akan dilakukan sampai terbentuk empat sel anakan. Pelepasan
autokoloni dilakukan dengan cara memecah dinding sel induk, tiap koloni yang
dihasilkan mempunyai kemampuan untuk memproduksi autokoloni (Graham dan
Wilcox, 2000). Beberapa spesies Scenedesmus sp. Dapat melakukan reproduksi
seksual dengan pembentukan zoospore biflagel dan isogami, menurut Pickett-
Heaps (1975 dalam Damayanti, 2006) reproduksi seksual diawali dengan
pembentukan sel gamet pada masing-masing sel induk. Dua buah sel gamet akan
melebur dan membentuk zigot. Zigot kemudian akan tumbuh menjadi koloni anak
dan akhirnya menjadi sel induk.
3.2.3. Fisiologi Scenedesmus sp.
Mikroalga merupakan makhluk bersel tunggal yang hidup di lingkungan
yang mengandung air, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar
matahari sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis serta dapat
memanfaatkan nutrien anorganik sederhana seperti CO2 serta komponen N, P, K
dan komponen lainnya (Setiawan dkk, 2008).
Namun dalam kondisi tanpa cahaya, mikroalga menggunakan bahan organik
sama halnya seperti organisme non-fotosintetik. Jadi, mikroalga dapat melakukan
metabolismenya dengan menggunakan energi kimia dari degradasi simpanan pati
atau minyak, atau dari konsumsi protoplasma alga itu sendiri (Saeni, 1989).
Menurut (Muslimin, 1995) Mikroalga bersifat fotoautotrof yang akan
menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber
10

karbonnya. Pada proses ini CO2 akan diubah menjadi karbohidrat melalui proses
fotosintesis.

3.3 Kultur limbah cair tahu terhadap scedesmus sp.


Scenedesmus sp. adalah jenis mikroalga yang dapat dimanfaatkan dalam
berbagai aplikasi, termasuk sebagai sumber energi alternatif, bahan pangan, dan
suplemen nutrisi. Namun, pertumbuhan Scenedesmus sp. dapat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, termasuk kualitas limbah cair yang terdapat di sekitarnya.
Limbah cair tahu merupakan salah satu jenis limbah cair yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan Scenedesmus sp. Limbah cair tahu mengandung
berbagai bahan organik dan anorganik, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan
garam-garam mineral. Ketika limbah cair tahu dibuang ke lingkungan tanpa
pengolahan yang memadai, limbah tersebut dapat mengkontaminasi air dan
berpotensi merusak ekosistem perairan.
Namun, limbah cair tahu juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi
untuk pertumbuhan Scenedesmus sp. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan Scenedesmus sp. menggunakan limbah cair tahu
sebagai media pertumbuhannya. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah
teknologi fotobioreaktor, yang merupakan sistem pengolahan limbah dengan
memanfaatkan mikroalga.
Dalam teknologi fotobioreaktor, limbah cair tahu dialirkan ke dalam reaktor
yang dilengkapi dengan lampu LED untuk memberikan cahaya yang dibutuhkan
oleh Scenedesmus sp. Selain itu, teknologi ini juga dapat menghasilkan biomassa
mikroalga yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk berbagai produk,
seperti biofuel, bahan pangan, dan suplemen nutrisi.
Dalam hal ini, penggunaan limbah cair tahu sebagai media pertumbuhan
Scenedesmus sp. dapat dianggap sebagai bentuk pengolahan limbah yang ramah
lingkungan dan berpotensi menghasilkan produk bernilai tambah. Namun, perlu
diingat bahwa penggunaan limbah cair tahu harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan aspek kesehatan dan lingkungan, sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif pada lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
11

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang telah lama dikenal
dan banyak disukai, karena harganya murah dan mudah didapat. Selain itu
industri tahu ini juga ikut berperan dalam meningkatkan nilai gizi masyarakat,
karena terbuat dari protein nabati (Fatha, 2007). Zat gizi utama yang terkandung
dalam tahu adalah protein yang berbentuk gumpalan pada proses pembuatan tahu
(Hariyadi, 2002).
Scenedesmus talusnya terdiri dari 1 atau 2 sel terkadang 3 sel, biasanya
membentuk koloni yang terdiri dari 2,4, atau 8 bahkan bisa mencapai 16 sel
sampai 32 sel pada setiap koloninya (Gambar 2.). Sel berbentuk silindris, oval,
bulat, dengan ujung sel berbentuk bulat atau lancip (John dkk, 2002). Sel
Scenedesmus memiliki 1 inti sel, dan kloroplas yang terdapat satu pyrenoid
(Graham dan Wilcox, 2000).
Scenedesmus sp. adalah jenis mikroalga yang dapat dimanfaatkan dalam
berbagai aplikasi, termasuk sebagai sumber energi alternatif, bahan pangan, dan
suplemen nutrisi. Namun, pertumbuhan Scenedesmus sp. dapat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, termasuk kualitas limbah cair yang terdapat di sekitarnya.
4.2 Saran
Diharapkan praktikum kedepannya dapat lebih baik lagi dalam meniliti dan
menganalisis dan juga fokus dalam pengerjaannya agar praktikum dapat selesai
tepat waktu. Serta dalam membuat laporan yang baik dan benar. Menurut saya
sebaiknya pada saat sebelum melakukan praktikum, semua praktikan harus sudah
menguasai materi yang sedang dipraktikumkan agar praktikan mengetahui
prosedur praktikum dengan baik dan praktikum dapat berjalan dengan lancar.
12

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, N.W.S dan I.N.K. Kabinawa 1993. Pengaruh Konsentrasi Nitrat sebagai
Sumber N dalam Media Kultur terhadap Pembentukan As. Arakidonat dari
Mikroalga Poryphyridium cruentum. Jurnal: Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI, Bogor.
Anonim.2008.http:///www.dr-ralf-wagner.de/Bilder/Scenedesmus_longispina.jpg.
Tanggal 13Mei 2009 pukul 16:45
Aspuranto.1989. Identifikasi dan Studi Peranan Mikroalga Dalam Proses
Stabilisasi
Mikrobiologis Beberapa Jenis Limbah Cair. Skripsi: Fakultas Teknologi
Pertanian IPB,Bogor.
Bachtiar, E. 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) Sebagai
Biotarget
Industi. Makalah: Universitas Padjajaran, Bandung.
Becker, E.W. 1994. Microalgae.: Biotechnology dan Microbiology. Cambridge
University Press, Cambridge.
Bold, H.C dan M, J. Wynne. 1985. Introduction to The Algae Structure and
Reproduction.
Prentice-Hall Inc,New Jersey.
Coetteau, P. 1998. Alga Production. University of Gent, Rome.
Chrismandha,T. dan Nofdianto, 1994. Pengaruh Konsentrasi Nutrien Terhadap
Pertumbuhan dan Produktifitas Chlorella sp pada system Kultur
Semikontinyu.
Limnotek perikanan darat Tropis di Indonesia, Bogor.
Citroreksono,P.1996.Pengantar Bioremediasi. Prosiding: Pelatihan dan Lokakarya
13

Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Puslitbang


Bioteknologi-LIPI Cibonong.1-11

Anda mungkin juga menyukai