Anda di halaman 1dari 3

1.

Pendekatan politik berdasarkan paradigma behavioralis


Paradigma Behavioral
Keterbelakangan wacana dalam pendekatan tradisional melahirkan pendekatan
Behavioral yang mengutamakan perhatiannya kepada tindakan politik individu,
hubungan pengetahuan, budaya politik terhadap tindakan politik, termasuk bagaimana
pendapat politik terbentuk, ketajaman politik diperoleh, serta cara masyarakat
memahami fenomena politik yang biasanya mengacu pada ideologi, sistem kepercayaan
yang melahirkan pola prilaku yang penuh arti,konsisten bahkan kadan fanatis. Asal-usul
behavioralisme yang menenkankan masalah perilaku tidak lepas dari raja filsafat Skeptis
David Hume, filsafat pragmatis William James yang menenkankan voluntarisme dan
empirisme, tindakan individu, serta hubungan antara kesadaran dan tujuan. Behavioral
berasal dari pengaruh Psikologi. Istilah behaviorisme menunjuk pada salah satu tipe
psikologi yang mendasarkan datanya kepada stimulus dan respon yang nampak,
khususnya menyangkut perilaku. Behavioralisme sebagai pembaharuan yang
ingin meningkatkan mutu ilmu Politik, Muncul setelah PerangDunia II sebagai gerakan
protes terhadap pendekatan Tradisional. Pendekatan behavioralisme di Amerika
berawal dari migrasi sarjana politik Eropa yang menguasai pendekatan metode
penelitian mutakhir ke Amerika pada tahun 1930. Gerakan Behavioralisme muncul
karena terpengaruh oleh ilmuwan sosiologi Max weber dan Talcott Parsons, Auguste
Comte, Sigmund Freud, EmileDurkheim. Beberapa tokoh Behavioralisme diantaranya
adalah Gabriel A. Almond (structural functional analysis), David Eastone (general system
analysis), Karl W. Deutsch (communications theory), David Truman, Robert Dahl.
Behavioralisme menegaskan, kendati institusi atau lembaga politik merupakan aspek
penting politik, akan tetapi ia bukanlah materi yang nyata daripolitik. Aktifitas yang ada
di dalam atau di sekitar institusi politiklah yang seharusnya memperoleh perhatian
besar dari para sarjana politik. Porsi dari kekuatan Behavioralisme tidak diberikan untuk
menjelaskan struktur lembaga-lembaga perwakilan, atau kewajiban kewajiban hukum
para wakil rakyat, akan tetapi lebih banyak menjelaskan tingkah laku para wakil rakyat
dan menjelaskan bagaimana lembaga perwakilan rakyat itu bekerja.
Behavioralisme dapat diinterpretasikan sebagai upaya pembaharuan guna
mengembangkan aspek aspek ilmiah ilmu politik secara serius, menurut ketentuan-
ketentuan ilmu alam dan biologi, dan sejalan dengan perkembangan-perkembangan
baru yang terjadi dalam bidang psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Behavioralisme
dapat juga bisa dipahami sebagai pendekatan yang mem-fokuskan perhatian yang
berlebihan terhadap perilaku aktor aktor politik dalam penelitian Ilmu Politik, dan
menolak pendekatan institusional sebagaimana yang dipakai oleh tradisionalis.
Behavioralisme tidak sepenuhnya menolak pendekatan Tradisionalisme. Bila dipandang
perlu data historis yang diperoleh dari pendekatan tradisionalisme tetap digunakan.
Behavioralisme tetap mengkaji aspek hukum suatu suatu sistem politik, dan tetap
menyadari pentingnya lembaga-lembaga yang ada dalam sistem politik tersebut. Akan
tetapi behavioralisme tetap senantiasa mengembalikan semuanya kepada perilaku.
Behavioralisme memiliki asumsi dasar, sejarah disusun dari perilaku manusia, manusia
merupakan pembuat yang tunduk dan pelanggar hukum, tidak ada institusi atau
lembaga yang tidak di susun dari pola pola perilaku. Perilaku pada dasarnya melakukan
aksi dan reaksi, merangsang dan menjawab. Behavioralisme menekankan signifikansi
perilaku individu sebagai bangunan dasar ilmu politik. Jika para tradisionalis mengkaji
struktur, kekuasaan dan tanggung jawab, maka behavioralis mengkaji sikap, kepribadian,
dan aktifitas fisik seperti aktifitas voting, lobbying. Perilaku yang dimaksudkan oleh
kaum behavioralisme adalah perilaku individul.
Ciri-Ciri Pendekatan Behavioral:
1. Pendekatan ini cenderung bersifat interdisipliner, maksudnya tidak saja mempelajari
dampak faktor pribadi tetapi juga dampak dari faktor sosial, ekonomi, dan budaya.
2. Merupakan suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik.
3. Pandangan bahwa masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem sosial dan negara
sebagai suatu sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial. Dalam suatu
sistem, bagian-bagian saling berinteraksi serta saling bergantungan dan semua
bagian bekerjasama untuk menunjang terselengaranya sistem tersebut.
4. Sumbangan pendekatan perilaku pada usaha untuk memajukan Ilmu Perbandingan
Politik.

2. Bandingkan kekuasaan yudikatif pada negara Amerika Serikat dan Inggris


Kekuasaan Yudikatif
Amerika Serikat Inggris
1. Lembaga yudikatif tertinggi adalah 1. Lembaga yudikatif tidak terpisah
Mahkamah Agung yang memiliki dengan lembaga legislatif. Karena
kewenangan untuk memeriksa dan pemegang kekuasaan yudisial
menginterpretasikan UU yang dibuat tertinggi adalah bagian dari orang-
oleh kongres. orang yang ada di parlemen, yakni
2. Lembaga yudikatif adalah independen Komite Yudisial (untuk kasus pidana)
terpisah dengan eksekutif dan dan The House of Lords (untuk kasus
legislatif. perdata).
3. Di luar MA, terdapat lembaga 2. Untuk setiap wilayah di Britania Raya
peradilan yang bersifat hierarkis, di memiliki Pengadilan Tinggi sendiri-
mana ada pengadilan di tingkat sendiri. Tetapi untuk melakukan
federal dan negara bagian. banding perkara harus dilakukan di
Komite Yudisial dan The House of
Lords.

3. Bandingkan kekuasaan legislatif di Perancis dan Belgia

Kekuasaan Legislatif
Perancis Belgia
Parlemen Perancis menganut sistem dua Lembaga legislatif Belgia menganut
kamar yang terdiri dari Majelis Nasional sistem bicameral, yang terdiri dari
dan Senat. Anggota Majelis berjumlah Chamber of Representatif dan senat, di
577 orang yang dipilih secara langsung mana kedua kamar tersebut independen
oleh rakyat melalui pemilu, sedangkan satu sama lainnya. Chamber dan senat
anggota senat berjumlah 321 orang yang memiliki fungsi dan kedudukan yang
tidak dipilih langsung oieh rakyat, sama, yakni fungsi legislasi, anggaran dan
meiainkan melaiui electoral colleges. kontrol politik terhadap pemerintah.
Anggota Majelis Nasional menjabat Selain itu, parlemen memiliki kekuasaan
selama 5 tahun, sedangkan anggota senat melakukan amandemen konstitusi
menjabat selama 6 tahun. Namun untuk negara, fungsi internasional yang
1/2 senator akan dipilih kembali setiap 3 dijalankan bersamasama dengan
tahun sekali. Majelis Nasional dan Senat pemerintah. Terkait dengan fungsi yang
memiliki tugas dan fungsi yang sama, terakhir ini adalah, seperti kekuasaan
yaitu legislasi, namun secara politik parlemen untuk mempengaruhi kebijakan
Majelis Nasional memiliki posisi dan luar negeri yang dibuat oleh pemerintah.
kekuasaan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Senat.

Anda mungkin juga menyukai