Anda di halaman 1dari 42

BUKU AJAR PATOLOGI KLINIK

Pemeriksaan Laboratorium Klinik

dr. Zulfian, Sp.PK

Penerbit : UPPM Universitas Malahayati


Tahun 2023
BUKU AJAR PATOLOGI KLINIK

ISBN:
Hak Cipta 2018 pada Penulis
Hak penerbitan pada …… PRESS. Bagi mereka yang ingin memperbanyak Sebagian isi buku
ini dalam bentuk atau cara apapun harus mendapatkan izin tertulis dari penulis dan penerbit
……. PRESS.
Penulis:
dr. Zulfian, Sp.PK
Editor:
Annisa Nursyafitri
Mochamad Rafi Aldizar Ramadhan
Komang Aditya Septa Pramana
Wahyu Rahma Sari
Penyusun:
Khofifah Sinta Nuria
Lis Awang Sega Ayu
Nabila Diandra S.
Arief Muya Mambaul Khayyi
Wanda Fatresia
Wahid Haris
Rafi’a Shinta Birrahma
Manda Meno Marsella
Desain Sampul:
Wahid Haris
Penerbit:
UPPM Universitas Malahayati
Alamat E-mail:
Hak Cipta di lindungi Undang-undang
All Right Reserved
Cetakan I, ______________ 2023
ii
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga Buku
Ajar Patologi Klinik telah dapat diselesaikan. Buku Ajar ini disusun untuk bahan ajar
mahasiswa kedokteran dalam mempelajari tentang dasar dari pemeriksaan laboratorium
sebagai bahan pembelajaran mahasiswa.

Buku ajar ini terdiri atas beberapa bab yang berisi materi klinis dengan pemeriksaan
penunjang yang terkait. Setelah mempelajari buku ini, diharapkan mahasiswa kedokteran
mampu memperluas pengetahuannya tentang pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan
sebagai pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis suatu penyakit.

Penyusun berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi dunia Pendidikan maupun
profesional. Menyadari bahwa dalam penyusunan buku inimasih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu segala kritik dan saranyang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Bandar Lampung, Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

PRAKATA .................................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

BAB 1 Patologi Klinik .................................................................................................. 5

A. Tujuan Pembelajaran ....................................................................................... 5

B. Pendahuluan ...................................................................................................... 5

BAB 2 Blok Tropikal Medik ........................................................................................ 6

Pertemuan 1 Pemeriksaan ASTO ......................................................................... 6

Uji ASO/ASTO ....................................................................................................... 6

Pemeriksaan Widal ................................................................................................ 8

Tubex TF ................................................................................................................. 13

Laporan Praktikum ............................................................................................... 21

Pertemuan 2 Pemeriksaan Feses .......................................................................... 22

Laporan Praktikum ............................................................................................... 27

BAB 3 Blok Gastrointestinal ....................................................................................... 28

Pemeriksaan Tes Fungsi Hati ............................................................................... 28

Bilirubin .................................................................................................................. 29

Fungsi Sintesis Hati ................................................................................................ 32

Sirosis Hati .............................................................................................................. 35

Hepatitis Marker .................................................................................................... 35

Laporan Praktikum ............................................................................................... 42

iv
BAB 1
PATOLOGI KLINIK

A. Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa setelah mempelajari bab ini diharapkan mampu :

1. Memahami definisi dasar patologi klink.

2. Memahami jenis pemeriksaan laboratorium secara sederhana.

B. Pendahuluan

Patologi secara harfiah merupakan ilmu yang mempelajari tentang “penderitaan” (dari
Bahasa Yunani pathos = penderitaan, dan logos = ilmu); dalam. Dunia kedokteran modern,
patologi merupakan ilmu tentang penyakit.

Dasar dari Patologi klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran klinik yang ikut
mempelajari masalah diagnostik dan terapi, ikut meneliti wujud dan perjalanan penyakit pada
seorang penderita atau bahan yang berasal dari seorang penderita.

5
BAB 2
BLOK TROPIKAL MEDIK

PERTEMUAN 1 – PEMERIKSAAN ASTO

UJI ASO / ASTO

Tujuan : mengetahui antibodi Streptolysin O dalam serum secara semikualitatif

Prinsip : suspensi latex dicampur dengan serum dengan kadar meningkat,aglutinasi terjadi
dalam waktu 2 menit

Alat pemeriksaan : pengaduk, slide test, mikropipet

Bahan : serum

Reagen : kontrol (+) = mengandung antibodi ASO ; kontrol (–) = tidak mengandung antibodi
ASO ; reagen latex = suspensi partikel latex polysiterinyang dilapisi Streptolysin O

Cara Kerja : reagen dan seum diinkubasi dalam suhu kamar, teteskan 50 mikroL serum pasien
ke dalam lubang slide. Kocok reagen latex, kemudian teteskan ke dalam lubang dengan penetes
yang disediakan. campur tetesan menggunakan alat disposable untuk memastikan seluruh
lubang test tercampur.

putar test slide, selama 2 menit lihat aglutinasi yang terjadi.

Metode : ORTHO Anti Streptolisin O

Prinsip : Antigen Streptolisin O didalam reagensia (lateks) akan bereaksi


dengan antibodi Streptolisin O yang ada di dalam serum sehingga
membentuk aglutinasi.

Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya anti Streptolisin O di dalam serum.

Peralatan : Slide test.

Batang pengaduk

Mikropipet + tip

Reagensia : ASTO (Ortho)


6
Bahan pemeriksaan : Serum.

Cara kerja :

1. Disiapkan slide glass yang bersih.


2. Diteteskan 10 µl serum pasien diatas slide test lalu ditambahkan 10 µlreagen ASTO (1:1).
3. Diaduk dengan batang pengaduk.
4. Apabila terbentuk aglutinasi maka titer yang didapatkan adalah 400 IU/ml.
5. Apabila tidak terbentuk aglutinasi maka dibuat pengenceran dengan NaCl(10 µl serum +
10 µl NaCl), dipipet sebanyak 10 µl lalu ditambahkan 10 µl reagen ASTO.

6. Apabila terbentuk aglutinasi maka titer 600 IU/ml.


7. Apabila tidak terbentuk aglutinasi maka dibuat pengenceran dengan NaCl(10 µl serum +
20 µl NaCl), dipipet sebanyak 10 µl reagen ASTO.

8. Apabila terbentuk aglutinasi maka didapatkan titer 800 µl/ml.


9. Apabila tidak terbentuk aglutinasi maka di buat pengenceran dengan NaCl 10 µl serum +
30 µl NaCl), dipipet sebanyak 10 µl lalu ditambah 10µl reagen reagen ASTO.

10. Apabila terbentuk aglutinasi maka didapatkan titer 1000 IU/ml.

Interpretasi hasil : Titer serum ASTO adalah pengenceran serum tertinggi yang masih
menunjukan adanya reaksi aglutinasi.

7
PEMERIKSAAN WIDAL

Uji Widal adalah prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri Salmonella enterica yang
mengakibatkan penyakit Thipoid. Uji ini akan memperlihatkan reaksi antibodi Salmonella
terhadap antigen O-somatik dan H-flagellar di dalam darah.

Geoge Ferdinand Widal

PRINSIP

Prinsip pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita
dicampur dengan suspense antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila
terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (agglutinin). Antigen yang digunakan
pada tes Widal ini berasal dari suspense salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dalam
laboratorium. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar anti dapat ditentukan.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi menunjukkan titer
antibodi dalam serum.

Tekhnik pemeriksaan uji Widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji hapusan/
peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung membutuhkan
waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji Widal
peluncuran hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan dalam
prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih banyak digunakan uji Widal peluncuran.
Sensitivitas dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan. Menurut
beberapa peneliti uji Widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis strain kuman
asal daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi daripada
bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah enddemis (import).

8
Walaupun begitu, menurut suatu penelitian yang mengukur kemampuan Uji Tabung Widal
menggunakan antigen import dan antigen local, terdapat korelasi yang bermakna antara
antigen local dengan antigen S.typhi O dan H import, sehingga bisa dipertimbangkan antigen
import untuk dipakai di laboratorium yang tidak dapat memproduksi antigen sendiri untuk
membantu menegakkan diagnosis Demam tifoid. Pada pemeriksaan uji Widal dikenal
beberapa antigen yang dipakai sebagai parameter penilaian hasil uji Widal. Berikut ini
penjelasan macam antigen tersebut :

• Antigen O

Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya
terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam,
alkohol dan asam yang encer.

• Antigen H

Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur
kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa
Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian
alkohol atau asam.

• Antigen Vi

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari fagositosis
dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C,
dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier.

• Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma
dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri
dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama
OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang
berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan
denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan
9
lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan
jelas. Beberapa peneliti menemukan antigenOMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen
protein 50 kDa/52 kDa.

PENILAIAN

Kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam typhoid masih kontroversial diantara para
ahli. Namun hampir semua ahli sepakat bahwa kenaikan titer agglutinin lebih atau sama
dengan 4 kali terutama agglutinin O atau agglutininH bernilai diagnostic yang penting untuk
demam typhoid. Kenaikan titer agglutinin yang tinggi pada specimen tunggal, tidak dapat
membedakan apakah infeksi tersebut merupakan infeksi baru atau lama. Begitu juga kenaikan
titer agglutinin terutama agglutinin H tidak mempunyai arti diagnostic yang penting untuk
demam typhoid, namun masih dapat membantu dan menegakkan diagnosis tersangka demam
typhoid pada penderita dewasa yang berasal dari daerah non endemic atau pada anak umur
kurang dari 10 tahun di daerah endemic, sebab pada kelompok penderita ini kemungkinan
mendapat kontak dengan S. typhi dalam dosis subinfeksi masih amat kecil. Pada orang dewasa
atau anak di atas 10 tahun yang bertempat tinggal di daerah endemic, kemungkinan untuk
menelan S.typhi dalam dosis subinfeksi masih lebih besar sehingga uji Widal dapat
memberikan ambang atas titer rujukan yang berbeda- beda antar daerah endemic yang satu
dengan yang lainnya, tergantung daritingkat endemisitasnya dan berbeda pula antara anak di
bawah umur 10 tahun dan orang dewasa. Dengan demikian, bila uji Widal masih diperlukan
untuk menunjang diagnosis demam typhoid, maka ambang atas titer rujukan, baik pada anak
dan dewasa perlu ditentukan.

Salah satu kelemahan yang amat penting dari penggunaan uji Widal sebagai sarana
penunjang diagnosis demam typhpid yaitu spesifitas yang agak rendah dan kesukaran untuk
menginterpretasikan hasil tersebut, sebab banyak factor yang mempengaruhi kenaikan titer.
Selain itu antibodi terhadap antigen H bahkan mungkin dijumpai dengan titer yanglebih tinggi,
yang disebabkan adanya reaktifitas silang yang luas sehingga sukar untuk diinterpretasikan.
Dengan alasan ini maka pada daerah endemis tidak dianjurkan pemeriksaan antibodi H S.typhi,
cukup pemeriksaan titer terhadap antibodi O S.typhi.

Titer Widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.

• Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).

• Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah adakenaikan titer.
10
Jika ada, maka dinyatakan (+).

• Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada
pasiendengan gejala klinis khas.

PEMERIKSAAN WIDAL

Infeksi oleh Salmonella thyposa menyebabkan reaksi tubuh membentuk antibody


terhadap bakteri tersebut. Ada 2 Antigen yan penting pada S. Thyposa yaitu Ag O (somatik)
dan antigen H (flagelar). Berdasarkan antigen tersebut Salmonella dibagi 5 serotype penting
yaitu Ag O S Thyposa dan Ag H S typhosa, Antigen O paratyphi A, B, C, D dan E dan antigen
H paratyphi A, B, C,D dan E. Selama perjalanan penyakit rangsangan antigen menghasilkan
anti bodi, yang akan meningkat secara perlahan pada awal penyakit sampai suatu saat
mencapai maksimal selanjutnya menurun sehingga tidak terdeteksi. Antibodi mulai timbul
setelah minggu kedua setelah infeksi.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara aglutinasi dinyatakan positif bila terjadi aglutinasi

Spesimen : serum / plasma

Reagensia :

Reagensia Widal mengandung : O – S typhii

H - S typhii

O – S paratyphii A (AO), B (BO), C (CO)

H – S paratyphii A (AO), B (BO), C (CO)

Reagensia dapat diguakan sampai tanggal kadaluarsa

Hasil adanya aglutinasi mengidentifikasi adanya antibodi terhadap salmonella dalam darah,
tidak adanya aglutinasi mengindikasikan tidak adanya antibodi dalam darah.

Prosedur :

1. Letakkan satu tetes serum pada masing lingkaran pada glass slide,tambahkan satu tetes
reagensia Widal pada masing lingkaran.

2. Goyang glass slide perlahan-lahan dan hati-hati. Baca aglutinasi dalam 1menit.
11
3. Simpan reagensia 2 – 8 o C (jangan dalam freezer).

Cara semikuantitatif :

Serum penderita diencerkan dengan NaCl : 1:1, 1:2,1:2, 1:3, 1:4, 1:5, 1:6 dst Titer serum
dinyatakan pada pengenceran tertinggi masih terjadi aglutinasi,

Pemeriksaan dengan slide

12
Pemeriksaan dengan tabung

TUBEX TF

Tubex TF adalah suatu tes diagnostic in vitro semi kuantitatif untuk deteksi demam Tifoid akut
yang disebabkan oleh Salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi lgM
tersebut dalam menghambat (inhibasi) reaksi antara antigen berlabel partikel lateks
magnetik (reagen warna coklat)dan monoklonal antibodi berlabel lateks warna (reagen warna
biru), selanjutnya ikatan inhibasi tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnetik. Tingkat
inhibasi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi lgM S. Typhi dalam
sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala
warna.

TUBEX merupakan alat bantu diagnostik demam tifoid yang diperoduksi oleh IDL Biotech,
Sollentuna, Sweden. Tes ini sangat cepat 5-10 min, simpel, dan akurat. Tes TUBEX ini
menggunakan sistem pemeriksaan yang unik dimana tes ini mendeteksi serum antibody

13
immunoglobulin M (Ig M) terhadap antigen O9 (LPS) yang sangat spesifik terhadap bakteri
salmonella typhi. Metode dari tes TUBEX ini adalah mendeteksi antibody melalui
kemampuannya untuk memblok ikatan antara reagent monoclonal anti-O9 s.typhi (antibody-
coatedindicator particle) dengan reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic particle)
sehingga terjadi pengendapan dan pada akhirnya tidak terjadi perubahan warna.

Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan. Antigen ini dapat merangsang respons
imun secara independen terhadap timus, pada bayi, dan merangsang mitosis sel B tanpa
bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat ini, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat
sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder.

Dasar konsep antibodi lgM spesifik terhadap salmonella typhi digunakan sebagai marker
penanda TUBEX TF menurut beberapa peneliti: kadar ketiga kelas immunoglobin anti
Lipopolisakarida (lgA, lgG dan lgM) lebih tinggi pada pasien tifoid dibandingkan
kontirol;pengujian lgM antipolisakarida memberikanhasil yang berbeda bermakna antara tifoid
dan non tifoid.

Dalam diagnosis serologis Demam Tifoid, deteksi antibodi lgM adalah lebihbaik karena
tidak hanya meningkat lebih awal tetapi juga lebih cepat menurun sesuai dengan fase akut
infeksi, sedangkan antibodi lgG tetap bertahan pada fase penyembuhan. TUBEX TF
mendeteksi antibodi lgM dan bukan lgG. Hal ini membuat sangat bernilai dalam menunjang
diagnosa akut.

Prinsip kerja dari tes TUBEX adalah sebagai berikut yaitu ketika partikel magnet yang
diselimuti oleh antigen (s.typhi LPS) dicampurkan dengan blue latex antibody-coated
indicator particle yang diselimuti oleh anti-s typhi LPS (O9) antibody, maka kedua jenis
partikel ini akan berikatan satu dengan yang lain. Ketika pada akhir eksperimen tabung
berbentuk V tempat terjadinya proses reaksi diatas diletakan diatas magnet stand, maka
antigen-coated magnetic particle akan tersedimentasi dibawa tabung. Begitu juga blue latek
particle yang telah berikatan dengan antigen-coated magnetic particle akan ikut
tersedimentasi pada bagian bawah tabung. Sehingga terjadi perubahan warna dari biru
menjadi merah. Hal ini menunjukan tidak adanya anti-s typhi O9antibody pada serum
milik pasien dan hasil reaksi dikatakan negative (pasien tidak terindikasi menderita demam
tifoid).

Seperti yang telah disinggung diatas bahwa kini tes TUBEX tidak hanya mendeteksi adanya

14
antibody anti-O9 spesifik s.typhi saja, melainkan juga dapat mendeteksi antigen O9 spesifik
s.typhi. Hal ini membuat TUBEX menjadi sangat unik karena kemampuannya untuk
mendeteksi baik antibody maupun antigen. Secara teoritis hal ini sangatlah penting untuk
dignostik serologi pada fase akut. Mengingat bahwa secara teori antigenlah yang terlebih
dahulu muncul daripada antibody diawal mulainya terjadi infeksi. Sangatlah penting untuk
mengambil sampel serum pada hari-hari awal saat onset panas mulai muncul. Mengingat pada
saat itulah antigen banyak terdapat pada serum pasien, jika telat dilakukan pengambilan sampel
maka antigen didalam serum akanmenghilang karena terjadinya ikatan terhadap antibody yang
terbentuk dan selanjutnya membentuk antibody-antigen komplek.

Urine memberikan hasil yang lebih menjanjikan daripada serum dalammendeteksi antigen,
dikarenakan antigen sangat cepat hilang didalam sirkulasi.

Sebaliknya antigen secara berkesinambungan diekskresikan melalui urin sebagai free antigen.
Keuntungan lain menggunakan urine adalah konsentrasi antigen dapat ditingkatkan beberapa
kali lipat dengan cara yang sederhana.Metode yang digunakan adalah sama dengan tes TUBEX
yang asli yaitu memblok ikatan antara reagent anti-O9 s.typhi (antibody-coated indicator
particle) dengan reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic particle), tetapi yang
berperan memblok disini adalah antigen.

15
Ilustrasi bagaimana kerja tes TUBEX dalam mendeteksi anti-O9 antibody atau
mendeteksi antigen O9 s.typhi (Tam, et al, 2008)

Protokol kerja utuk mendeteksi antigen pun sama dengan protokol kerja untuk mendeteksi
antibody, hanya saja serum specimen terlebih dahulu dicampurkan dengan blue reagent dan
dicampur dalam 2 menit, barulah setelah itu ditambahkan brown reagent. Proses selajutnya
dan pembacaan hasilnya menggunakan cara yang sama.Untuk menilai pengaruh efek dari
pendeteksian antigen terhadap sensitivitas dan spesifisitas dari uji TUBEX, telah dilakukan
penelitian oleh Tam, et al, 2008. Ia membandingkan antara protokol asli untuk mendeteksi
antibody dan protokol baru untuk mendeteksi antigen. Ia menggunakan beberapa level
antigen yang dicampurkan pada serum sempel.

Hal yang didapatkan adalah peningkatan sensitivitas sebanyak 2-4 kali lipat Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi:

• Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan


sensitivitas.

• Reagen A (brown), yang mengandung partikel magnetik yang


diselubungi dengan antigen S. typhi O9

• Reagen B (blue), yang mengandung partikel lateks berwarna biru yangdiselubungi


dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.

Komponen-komponen ini stabil disimpan selama 1 tahun dalam suhu 40C dan selama
beberapa minggu dalam suhu kamar.

Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan tes Tubex TFyaitu:

- Alat
• Mikropipet (40 dan 90 µl)

• Yellow tip

- Bahan
• Sampel serum
16
• Tubex TF reagen

• Reagen biru

• Reagen coklat

• Kontrol positif dan negative

• Skala warna strip wall reaction

• Tape sealing

Cara Kerja Tes Tubex TF:

• Masukkan 45 µl antigen coated magnetic particle (brown reagent) pada reaction


caontainer yang disediakan (satu set yang terdiri dari enam tabung berbentuk V). Reagen
dimasukkan ke sumur 1,2 dan 3.

• Masukan 45µl serum sampel (serum harus jernih) ke dalam sumur yang sudah berisi
reagen, lalu campurkan keduanya dengan menggunakan pipette tip.

• Inkubasi dalam 2 menit.

• Tambahan 90 µl antibody coated indikator partikel (blue reagent)

• Tutup tempat reaksi tersebut dengan menggunakan strip, lalu ubah posisi tabung dari
vertical menjadi horizontal dengan sudut 90º.

• Goyang-goyangkan tabung kedepan dan kebelakang selama 2 menit.

• Pada akhir proses reaksi ini tabung berbentuk V ini diletakkan diatas magnet stand.

• Didiamkan 5 menit untuk terjadi proses pemisahan (pengendapan).

• Pembacaan skor hasil dari reaksi ini dilakukan dengan cara mencocokkan warna yang
terbentuk pada akhir reaksi dengan skor yang tertera pada color scale.

Interpretasi Hasil:

≤2 : Negatif (tidak menunjukkan indikasi demam tifoid)

3 : Border line skor (tidak meyakinkan, analisis perlu diulang)

4 : Positif lemah (indikasi demam tifoid)

6-10 : Positif kuat (indikasi kuat demam tifoid)

17
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Ketika partikel magnet yang
diselimuti oleh antigen (s.typhi LPS) dicampurkan dengan blue latex antibody-coated indicator
particle yang diselimuti oleh anti-s typhi LPS (O9) antibody, maka kedua jenis partikel ini akan
berikatan satu dengan yang lain. Ketika pada akhir eksperimen tabung berbentuk V tempat
terjadinya prosesreaksi diatas diletakan diatas magnet stand, maka antigen-coated magnetic
particle akan tersedimentasi dibawa tabung. Begitu juga blue latek particle yang telah berikatan
dengan antigen-coated magnetic particle akan ikut tersedimentasi pada bagian bawah tabung.
Sehingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Hal ini menunjukan tidak
adanya anti-s typhi O9antibody pada serum milik pasien dan hasil reaksi dikatakan negative
(pasien tidak terindikasi menderita demam tifoid). Hasil tes TUBEX akan bernilai positive
(pasien terindikasi menderita penyakit demam tifoid) apabila tidak terjadi perubahan warna
(tetap berwarna biru). Hal ini menunjukan terdapatnya anti-s typhi O9 antibody yang mampu
menghambat ikatan antara antigen-coated magnetic particle dengan blue latex antibody-coated
indicator particle (lihatgambar 3, sebelah kanan). Sehingga pada akhir reaksi blue latex particle
tidak ikut tersedimentasi pada dasar tabung, sehingga warna tabung tetap berwarna biru.

Perubahan Warna Pada Hasil Tes Tubex Negatif dan Positif

Jika dibandingkan antara tes TUBEX dengan uji Widal akan ditemukanbeberapa hal

18
sebagai berikut:

• Antigen yang digunakan pada tes TUBEX adalah anti-O9 s.typhi yang mampu
membedakan organisme ini dari >99% serotype bakteri salmonella lainnya, sedangkan uji
Widal menggunakan antigen yang tidak begitu spesifik terhadap s.typhi sehingga dapat terjadi
cross- reaction dengan kuman salmonella lainnya misalnya pada pasien yang pernah menderita
enteric fever lainnya. Reaksi ini dinamakan anamnestic response dan dapat menimbulkan
tingginya nilai false positive. Hal ini menjawab alasan dari kurang spesifiknya uji Widal.

• Dilihat dari metode yang digunakan oleh kedua tes, dimana TUBEX menggunakan
kemampuan inhibitor activities dari antibody dan uji Widal menggunakan reaksi agglutinasi.
Inhibitor activities memiliki keuntungan karena lebih mudah dideteksi walaupun dengan kadar
antibody yang rendah. Hal ini memberikan alasan mengapa TUBEX lebih sensitive daripada
uji Widal.

• Single test pada uji Widal tidak begitu bermakna. Idealnya uji Widal dilakukan dua
kali yaitu pada fase akut dan 7-10 hari setelahnya. Hal ini dikarenakan agglutinin O dan H
meningkat dengan tajam ±8 hari setelah onset panas pertama. Jika terjadi empat kali
peningkatan titer agglutinin baru dapat dikatakan hasilnya positive secara signifikan.
Sayangnya hal ini jarang ditemukan karena penggunaan antibiotik pada awal penyakit bisa
mencegah meningkatnya titer agglutinin. Hal ini berbeda dengan tes TUBEX yang fokus
mendeteksi Ig M yang secara teoritis muncul lebih awal daripada Ig G. Bahkan penelitian
terbaru mengatakan bahwa tes TUBEX yang dimodifikasi mampu mendeteksi bukan hanya
antibody melainkan antigen s.typhi , sehingga tes ini sangat berguna pada fase akut. Hal ini
menyebabkan tingginya angka sensitivitas tes TUBEX.

• Meningkatnya penggunaan vaksin typhoid menyebabkan meningkatnya angka false


positive pada uji Widal. Hal ini terjadi karena meninggkatnya agglutinin level secara persisten
pada H agglutinin dan transient pada O agglutinin, yang terjadi baik pada non-infected
population maupun pada febrile non-typhoid patients karena anamnestic response. Hal ini
belum pernah dilaporkan pada pemeriksaan dengan menggunakan tes TUBEX. Tentu saja ini
sangat berpengaruh pada penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan meningkatkan angka
resistensi obat. Untungnya hal ini dapat diatasi dengan mengulangi tes Widal pada minggu
berikutnya, karena tidak akan terjadi peninggkatan lagi pada hasil tes ulangan tersebut.

• Persamaan yang dimiliki oleh kedua tes ini dan sangatlah penting adalah proses
pengerjaan yang relatif mudah; simpel (one-step); tidak membutuhkan alat-alat canggih dan

19
mahal, sehingga kedua tes ini dapat diterapkan pada daerah edemik yang cenderung
merupakan negara berkembang.

• Masih banyak lagi kelemahan uji Widal seperti nilai dari uji ini yang sangat
dipengaruhi oleh operator yang bekerja dll. Beberapa hal diatas menunjukan bahwa tes
TUBEX dapat menutupi kelemahan dari uji Widal dan memiliki keunggulan dari tes Widal.

LAPORAN PRAKTIKUM

Judul Praktikum :

Hari/Tanggal :

Tujuan Praktikum :

20
Prosedur Praktikum :

Hasil Praktikum :

PERTEMUAN 2 – PEMERIKSAAN FESES

Feses merupakan Sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan,
dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.

Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil
sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, debris,
celulosa gas indol, skatol,sterkobilinogen dan bahan patologis. Normal : 100 – 200 gram / hari.
Frekuensi defekasi : 3x / hari – 3x / minggu.
21
Pada keadaan patologik seperti diare didapatkan peningkatan sisamakanan dalam tinja,
karena makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat diabsorpsi secara
sempurna.

Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan, jika pemeriksaan
sangat diperlukan contoh tinja dapat diambil dengan jari bersarung dari rektum.

Pemeriksaan Feses merupakan cara yang dilakukan untuk mengambil feces sebagai bahan
pemeriksaan , yaitu pemeriksan lengkap dan pemeriksaan kultur : Jenis makanan serta gerak
peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya.

INDIKASI PEMERIKSAAN:

· Adanya diare dan konstipasi

· Adanya ikterus

· Adanya gangguan pencernaan

· Adanya lendir dalam tinja

· Kecurigaan penyakit gastrointestinal

· Adanya darah dalam tinja

SYARAT PENGUMPULAN FECES :

• Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30 – 40 menitsejak


dikeluarka bila pemeriksaan ditunda simpan pada almari es.

• Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari sebelum
pemeriksaan.

• Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.

• Pasien konstipasi à Saline Cathartic

• Kasus Oxyuris à Schoth Tape & object glass

· Alur pemeriksaan :

Pengumpulan bahan Pemeriksaan, Pengiriman dan Pengawetan bahan tinja,Pemeriksaan tinja,


22
serta Pelaporan hasil pemeriksaan.

Jika akan memeriksa tinja, pilihlah selalu sebagian dari tinja itu yang memberi kemungkinan
sebesar-besarnya untuk menemui kelainan umpamanya bagian yang tercampur darah atau
lendir dan sebagainya. Oleh Karen unsure- unsur patologik biasanya tidak terdapat merata,
maka hasil pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat,
cukup diberi tanda – (negative), +, ++ atau +++ saja.

1. Pemeriksaan feces lengkap merupakan pemeriksaan feces yang terdiri atas :

– Pemeriksaan makroskopik (dapat dilihat dengan mata telanjang: konsistensi, warna, darah,
lendir). Adanya darah dan lendir menandakan infeksi yang harus segera diobati, yaitu infeksi
karena amuba atau bakteri shigella.

– Pemeriksaan mikroskopik (hanya dapat dilihat melalui mikroskop: leukosit, eritrosit, epitel,
amilum, telur cacing dan amuba). Adanya amuba menandakanadanya infeksi saluran cerna
terhadap amuba tersebut, dan adanya telur cacingmenandakan harus diobatinya pasien dari
infeksi parasit tersebut.

- Pemeriksaan kimia : untuk mengetahui adanya Darah Samar, Urobilin, Urobilinogen,


Bilirubin dalam feses/tinja

Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes
terhadap darah samar untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan
secara makroskopik atau mikroskopik. Adanyadarah dalam tinja selalu abnormal. Pemeriksaan
darah samar dalam tinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens. Tablet Reagens
banyak dipengaruhi beberapa faktor terutama pengaruh makanan yang mempunyai aktifitas
sebagai peroksidase sering menimbulkan reaksi positif palsu seperti

daging, ikan sarden dan lain lain. Menurut kepustakaan, pisang dan preparat besi seperti
Ferrofumarat dan Ferro Carbonat dapat menimbulkan reaksi positif palsu dengan tablet
reagens. Maka dianjurkan untuk menghindari makanan tersebut diatas selama 3-4 hari
sebelum dilakukan pemeriksaan darah samar. Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang
bersifat sebagai peroksidase akan menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens
(On). On akan mengoksidasi zat warna tertentu yang menimbulkan perubahan warna.

CARA KERJA (Metode Benzidine Basa)

23
• Buat emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kurang lebih 10 mlkemudian
panaskan hingga mendidih.

• Saring emulsi dan biarkan filtrat smpai dingin kembali.


• Masukkan benzidine basa 1 g.
• Tambah 3 ml asam asetat ,kocok hingga larut.
• Tambahkan 2ml filtrat emulsi tinja kemudian campur.
• Tambahkan 1 ml larutan Hydrogen Peroksida 3% campur, kemudian hasildibaca dalam
waktu 5 menit .

Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal, karena bilirubin dalam usus akan
berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin.
Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi perubahan
bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang
diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang menyelenggarakan perubahan tadi.
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada ikterus obstruktif,
jika obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja berwarna kelabu disebut akholik. Penetapan
kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan
terhadap tes urobilin, karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah Urobilinogen
yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti Anemia Hemolitik
dan Ikterus Obstruktif.

Cara kerja pemeriksaan Urobilin :

1. Taruh beberapa gram tinja dalam sebuah mortil dan campur dan larutkanHgCl2 10% yang
volumenya sama banyaknya.

2. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap danbiarkan selama
6-24 jam.

3. Adanya Urobilin nyata oleh timbul warna merah.

Catatan :

Dalam tinja normal selalu ada urobilin, hasil test ini yang merah berarti positif. Jumlah urobilin
berkurang pada ikterus obstruktif, jika obstruksif itu total, hasil test menjadi berarti negatif.
24
Test terhadap urobilin ini sangat inferiur jika dibandingkan dengan penetepan kuantitatif
urobilinogen dalam tinja. Penetapan kuantitatif itu dapat mnejelaskan dengan angka mutlak
jumlah urobilinogen yang diekskresikan/24jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti
anemia hemolitik, ikterus obstruktif, dan ikterus hepatoseluler.

Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu jarang dilakukan di
laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan urobilin urin.

Jenis-jenis pemeriksaan di atas adalah gambaran singkat mengenai pemeriksaan MCU.


Kesimpulan mengenai kondisi kesehatan pasien secara holistik harusdilihat dari anamnesis
(wawancara) dan pemeriksaan fisik oleh dokter, serta pemeriksaan penunjang yang saling
menunjang dan tidak dapat dipisahkan satu per satu.

Yang perlu diingat, batas normal pemeriksaan laboratorium dapat berbeda, tergantung dari
standar laboratorium Anda. Biasanya, dokter akan melihat apakah masih dalam batas normal,
apakah kurang atau lebih dari batas normal,dan berapa banyak kekurangan atau kelebihannya
tersebut. Bila kadar pemeriksaan Anda tidak berada dalam batasan normal, dokter MCU akan
memberikan pengarahan seputar kelainan tersebut dan akan menunjuk dokter spesialis untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

Untuk pemeriksaan rutin dipakai tinja sewaktu dan sebaiknya tinja diperiksa dalam keadaan
segar karena bila dibiarkan mungkin sekali unsur unsur dalamtinja menjadi rusak.

2. Pemeriksaan feces kultur merupakan pemeriksaan feces melalui biakanPengambilan


sampel feses

Tujuan : mendapatkan spesimen tinja/feses yang memenuhi persyaratanuntuk pemeriksaan


feses rutine

Waktu : pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dansebaiknya sebelum
pemberian anti biotik.

Alat-alat : - lidi kapas steril

- pot tinjaCara kerja :

1. Penderita diharuskan buang air kecil terlebih dahulu karena tinja tidak boleh boleh
tercemar urine

2. Instruksikan pada penderita untuk buang air besar langsung kedalam pot tinja ( kira kira
25
5gram )

3. Tutup pot dengan rapat


4. Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis spesimen
Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan feses :

Umumnya dilakukan di rumah/laboratorium (Bila di rumah, feses sebaiknya dibawa ke


laboratorium, kurang dari 1 jam)

LAPORAN PRAKTIKUM

Judul Praktikum :

Hari/Tanggal :

Tujuan Praktikum :

Prosedur Praktikum :

26
Hasil Praktikum :

BAB 2
GASTROINTESTINAL

PEMERIKSAAN FUNGSI HATI

PEMERIKSAAN TES FUNGSI HATI (TFH)

Hati :

1. Sistem biokimia dari sel hepar :

- Sintesa protein dan lipoprotein


2227
- Metabolisem glukosa aerob dan aerob
- Sintesa dan pemecahan glikogen
- Penyimpanan zat besi dan vitamin
- Metabolisme obat
- Sintesa dan pembersihan (klirens) horman
2. Sistem hepatobilier

- Metabolisme bilirubin
3. Retikuloendotelial

- Kupffer cells

Fungsi dari organ hati

- Mengatur kadar gula darah dengan pembentukkan glikogen dandisimpan dalam sel2 hepar
- Sintesa glukosa darah dari asam2 amino dan laktat melalui prosesglukoneogenesis
- Membentuk amonia dihasilkan dari glukoneogenetik ber sama2 bakterimenjadi urea.
- Sintesa protein plasma : albumin globulin, faktor2 pembekuan danlipoprotein
- Memecah asam lemak menjadi badan2 keton
- Penyimpanan vitamin2 dan mineral2
- Mempengaruhi metabolisme obat dan detoksifikasi

- Sekresi bile

Manfaat tes Fungsi Hati

1. Deteksi penyebab - gangguan fungsi hati - gangguan fungsi hati -penyakit hati -
penyakit hati

2. Derajat gangguan fungsi/penyakit hati

3. Evaluasi : Perjalanan Penyakit Hasil terapi Hasil terapi PrognosisPrognosis

28
Keterbatasan TFH

1. Fungsi metabolik hati beragam

2. Kapasitas cadangan fungsi hati besar

3. Korelasi dg derajat kerusakan hati tidak linier

4. Sensitivitas thd kerusakan jar hati tidak sama

5. Spesifisitas tidak sama → tdk ada testunggal yg dpt mendeteksi seluruh penyakit hati

Macam Tes Fungsi hati

1. Tes mengetahui gangguan fungsi “Uptake” : bilirubin konjugasi : bilirubin ekskresi


: bilirubin, asam empedu sintesis : albumin faktorkoagulasi kolinesterase

2. Tes integritas sel : AST, ALT, LDH

3. Tes kolestasis : Bilirubin, ALP, γ GT, 5’NT

4. Tes etiologi –Marker hepatitis –Tumor marker : CEA, AFP

Conjugated bilirubin :
BILIRUBIN

1. Larut dalam air

2. Kurang toksis terhadap sel

3. Dapat melalui filter membran glomerulus

Unconjugated bilirubin :

1. tidak larut dalam air

2. toksis terhadap sel

3. terikat dengan albumin sehingga larut dalam plasma ditranspor dalam sirkulasi dilanjut
diekskresi

Gangguan Metabolisme Bilirubin Icterus/Jaundice: keadaan yang disebabkan


peningkatan bilirubin plasma

- Pre hepatik: anemia hemolitik


- Hepatik: kerusakan hepatoselular
29
- Post hepatik: batu empedu, tumor pankreas
Klinis :

bila bilirubin total > 2.5mg/dl

bila bilirubin unconjugated > 15 mg/dl " kern icterus (terutama padabayi)

Gangguan metabolisme bilirubin

Peningkatan Unconjugated Bilirubin

1. Peningkatan produksi: Hemolisis

2. Gangguan uptake : sindroma Gilbert’s

3. Gangguan konjugasi :

− Neonatal jaundice - enzim glukuronil-transferase belum aktif

− Penyakit hati yang berat (hepatitis, sepsis)

− Beberapa macam obat :*kloramfenikol, dll

− Breast-milk jaundice *pregnanediol

− Defisiensi glukuronil transferase herediter

− Sindroma Criggler Najjar


Peningkatan Conjugated Bilirubin

- Kolestasis intra dan ekstra hepatik Hepatitis,


- Sirosis hepatis
- Atresia bilier Kelainan kongenital,
- ggn ekskresi: - Sindroma ROTOR
- Sindroma DUBIN-JOHNSON

Ciri Klinis Hemolitik Hepatoseluler Obstruktif

- Warna kulit Kuning pucat Kuning muda-tuakuning


- Warna urinenormal
- Gelap Warna fesesNormal/gelapPucat (sterkobilin ↓) W

30
- Warna ≈ dempul Pruri tus--Menetap Bilirubin indirek ↑↑Bilirubin
direkN ↑↑ Bilirubin urine " ↑↑ Urobilinogen urine ↑ Sedikit meningkat

Analisis Laboratorium Bilirubin Nilai yang akurat tergantung dari pengambilan dan
penanganan spesimen yang benar

Sampel tidak hemolisis (hasil akan rendah palsu karena adanyainterference)

Tidak lipemia (lebih utama sampel dalam keadaan puasa)

Light sensitive (cahaya merusak bilirubin)

BilirubinTotal : diukur dari kedua macam bilirubin (unconjugated andconjugated)

Bilirubin Direct : hanya mengukur conjugated bilirubin

Bilirubin Indirect : Total – direct = unconjugated (indirect)

Expected Values:

Adults Total bilirubin: 0.2 – 1.0 mg/dl

Conjugated bilirubin-Unconjugated bilirubin: 0.2 – 0.8mg/dlUrine bilirubin :negative

Expected Values:

Infants Total bilirubin Premature, Full Term 24 hours 1 – 6 mg/dl 2 – 6

mg/dl 48 hours6 – 8 mg/dl6 – 7 mg/dl 3-5 days10 – 12 mg/dl4 – 6 mg/dl

FUNGSI SINTESIS HATI

Sintesis

– Total protein

– Albumin
– Protein koagulasi /faktor koagulasi banyak disintesis di hatimembutuhkan vitamin K untuk
sintesisnya –Cholinesterase

Perubahan Fraksi Protein Pada Penyakit Hati

ALBUMIN ↓
31
• Kapasitas cadangan sintesis protein besar, bila Albumin sangat rendahberarti kerusakan
hepatosit luas/berat

• Waktu Paruh albumin : cukup lama ( 20 hr ), bila albumin rendah → kerusakan

hepatosit berlangsung lama GLOBULIN ↑ terutama globulin - responterhadap

inflamasi - kompensasi

FAKTOR KOAGULASI PLASMA

Disintesis oleh hepatosit - kecuali faktor III,IV,VIII penyakit hati diffus menyebabkan
gangguan sintesis faktor koagulasi. sintesis faktor II, VII, IX & X (prothrombin complex)
perlu vit K. Test test : aPPT

Dipengaruhi oleh :

- peny.hepatoselular (ggn sintesis)


- peny. Obstruktif (ggn absorpsi vit.K), protein disintesis di hati, krn sintesisnya
membutuhkan vit.K

CHOLINESTERASE (CHE)

- Penyakit hati kronis, sirosis, hepatitis akut fulminan.


- Malnutrisi. -Keracunan insektisida (organofosfat), aktivitas,sintesis normal
- Pada hepatitis akut →  CHE    → prognosis buruk.

TRANSAMINASE SERUM

- SGOT: Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase/ AST:Aspartate amino Transferase →


hati, otot jantung, ginjal, otak, brain,

- SGPT:Serum Glutamic Pyruvic Transaminase/ ALT:Alanine amino Transferase – lebih


spesifik utk fungsi hati, kadar rendah dijumpai ginjaldan otot rangka, dalam hati liver, very low
concentrations in kidney andskeletal muscles.

- Waktu paruh 47 jam

32
AST dan ALT dalam sitoplasma hepatosit:

- AST 1,5 – 2 x ALT


- Pada hepatitis akut:AST > ALT –24-48 jam: kerusakan berlanjut → ALT > AST krn waktu
paruh yg lebih panjang,

kerusakan hati ringan: ALT ,↑ Kerusakan hati berat

/nekrosis : AST ↑

Obat2an menyebabkan peningkatan aminotransferases: Acetaminophen, Amoxicillin-


clavulanic acid HMGCoA,reductase inhbtors, INH, NSAIDS Phenytoin Valproate,

beberapa obat herbal dan toksin herbal.

RASIO AST/ALT (de RITIS)

- Biasa dipakai bila ada kenaikan transaminase tidak terlalu tinggi < 1 C
kerusakan hati akut, > 1 C kerusakan hati menahun / sirosis.

- ALTt C kerusakan membran. AST C kerusakan organel + kerusakanmembran


- Biasanya tidak banyak berarti, kecuali bila: - rasio > 2 : 1 → penyakit
hati karena alkohol, sirosis / hipertensi portal + rasio > 3, Primary billiarycirrhosis,ALT > AST
: viral hepatitis - chronic active hepatitis - cholestasis

ALP (Alkaline Phosphatase)

- Dapat ditemukan: hati, tulang, ginjal, intestine, placenta


- ALP hati : Half life 3 hari Permukaan kanalikuli → disfungsi bilier, ↑10x
N

LDH (Laktat Dehydrogenase)

- Terdapat di hampir semua sel LD isoenzim menunjukkan spesifisitasjaringan LD-1 (HHHH)


LD-2 (HHHM) Cardiac muscle, kidney, erythrocyte LD-4 (HMMM) LD-5 (MMMM ) Liver,
skeletal muscle

- Infark (± 72jam), Hemolitik Sampel lisis, Penyakit hati, otot rangka.


33
Gamma-GT

- Sel hepar dan sel epitel biliary, pankreas, tubulus ginjal dan usushalus
- Sangat sensitif, tidak spesifik, meningkat berbagai penyakit hati hepatoseluler atau
kolestatis Causes of raised serum gammaglutamyltransferase (GGT)

INTERPRETASI TFH

- Petanda kerusakan sel hepar (Transaminases) : - AST - ALT


- Petanda kolestasis: ALP Gamma GT 5’ nucleotidase / 5’NT.
- Bilirubin, Albumin dan Prothrombin time (INR) –berguna sebagaiindikator fungsi hati
- Primary care saat berhubungan dengan penyakit hati
- Trombositopenia indikator sensitif untuk fibrosis hati
- Disorder bilirubin AST/ ALT, ALP, Albumin, PT : Hemolysis / Gilberts unconj ↑ NNNN
Acute hep. cellular ds Both elevate Bilirubin uria+ Elevate ALT > AST N / < 3 times N
NUsually N Chronic hep. cellular. ds Both elevate Bilirubin uria+ Elevate <300u/lN/ <3 times
N Decreaseprolonged

Disorder Bilirubin, AST/ ALT, ALP, Albumin, PT, Alkohol hepatitis cirrhosisBoth elevate
bilirubinuria + >2 sugg >3 diag N / <3 times N ↓ prolonged Obs. jaundice Both elevate
Bilirubinuria+ N to mod elevate Elevate >4 times N N unless chronic N / Prolonged Infiltrative
disease NN / slight elevate Elevate >4times GGT,5’N NN

SIROSIS HATI

Definisi: Penyakit hati yang kronik dan progresif mengakibatkandestruksi dan degenerasi sel
parenkim yang extensif.

Terdiri dari 4 tipe:

• Alcoholic (Laennec’s) cirrhosis → Berhubungan dengan penyalahan gunaaan alkohol.

34
• Post necrotic cirrhosis → Komplikasi hepatitistoxis atau virus

• Biliary cirrhosis → Berhubungan dengan obstruksi atau infeksi bilier kronis

• Cardiac cirrhosis → Akibat serngan yang lama gagal gagal jantung kanan

SIROSIS HATI

COMPENSATED PHASE :

- Gangguan fungsi minimal


- Active Phase : - Nekrosis progresif ( ALT ) - Fibrosis C Kolestasis( ALP, Bilirubin )
DECOMPENSATED PHASE :

- Gangguan fungsi berat + hipo albumin + hiperbilirubinemia C GAGALHATI


Hepatitis A
HEPATITIS MARKER

▪ Penyebab: Virus Hepatitis A (VHA) Hepatitis akut, jarang kronik


▪ Penularan : Fekal-oral Sembuh sempurna
▪ Laboratorium – Imunologiserologi :
- Pem. Antibodi (IgM dan IgG anti VHA) – PCR (mendeteksi Antigen/virus dalam darah)

- Antigen VHA, IgM Anti, VHAIgG Anti VHA


CInterpretasi +--Fase Akut -+Fase akut –

+Pernah terinfeksi/sembuh

35
Hepatitis B

• Penyebab :
o VHB Virus DNA, termasuk Hepadnavirus VHB:
o Ditemukan I oleh Blumberg pada thn 1964
o Ag australia 3 bentuk partikel virus
o 1. Sferikal pleomorfik. Tdd komponen selubung saja, diameter nm
2. Filamen/tubuler komponen selubung, diameter nm

3. Partikel virion lengkap/ partikel Dane, diameter 42 nm Partikel virus yang lengkap
ditemukan oleh Dane partikel Dane Dapat menimbulkan hepatitis, akut, kronik,
fulminan, sirosis dan kankerhati Transmisi : horizontal, vertikal

o Penularan:Hub. seksual,alat suntik, transfusi darah, tindakan bedah dll

• Antigen:

- Ag permukaan (HBsAg) - HBcAg (inti) - HBe Ag

• Antibodi:

Anti HBc, Anti HBs, Anti HBe HBsAg = Hepatitis B surface antigen dan antibodi
Merupakan kompleks antigenik. Terdapat dalam darah:1 minggu setelah terpapar VHB, -
Sebelum timbul gejala hepatitis atau peningkatan kadar alanin aminotransferase serum -
Menghilang setelah 4sampai 6 bulan.

• HBsAg yang persisten selama lebih dari 6 bulan berarti terdapat infeksikronis, Anti HBs
36
atau HBsAb timbul setelah HBsAg

• Antibodi terhadap HBs Ag (IgM dan IgG anti HBs), petunjuk sembuh dari infeksi VHB
karena HBsAb bertanggung jawab untuk pemulihan dankekebalan. Pada sebagian besar
pasien, HBsAb menetap selama hidup dan memberikan imunitas jangka panjang, tetapi
sering timbul keadaan anti HBs tidak dapat menetralisir virus di sirkulasi sehingga
menimbulkan keadaan yang disebut karier antibodi terhadap Hepatitis B core Antigen
(Anti- HBcAg) Titer IgM anti-HBc yang tinggi menandai hepatitis virus akut saat ini,
terdeteksinya setelah HBsAg dibersihkan dari serum. IgM anti-HBc yang menetap
menyatakan terdapatnya hepatitis aktif kronik.

• Kadar IgG anti-HBc yang rendah serta ditemukannya anti- HBs menandakan infeksi VHB
masa lalu, sementara kadar IgG anti-HBc yang lebih tinggi tanpa ditemukan Anti HBs
menunjukkan persistensi infeksi VHB.

• Hepatitis Be Antigen (HBeAg) dan Antibodi (HBeAb). HBeAg protein sekretori yang
diproses oleh protein precore. Merupakan petanda replikasiVHB dan infektivitas. Terdapat
selama serangan akut dan lebih singkat terdapat didalam darah dibanding HBsAg infeksius
Apabila HBeAg menetap lebih dari 10 minggu sangat menggambarkan terjadinya
kronisitas penyakit.

Petanda serologi dalam darah

• Antibodi terhadap HBeAg merupakan petunjuk infeksi VHB dalam fasenon replikatif dan
infektivitas yang lebih rendah serta menghilangnya DNA VHB dalam serum. Kemunculan
HBeAb merupakan bukti yang kuat bahwa pasien akan sembuh lengkap.

37
• Deoksi Ribonuklease (DNA) Virus Hepatitis B DNA VHB merupakan indeks replikasi
virus yang paling sensitif.

Marker hepatitis B

• HBsAgIgM antiHBcAnti HBc totalAnti HBsInterpretasi Atau + Infeksi VHB dini sebelum
respon anti HBc Infeksi VHB dini. Karena anti HBc +, onset 6 bulan. IgG muncul segera
setelah IgM, oleh sebab itu keduanyabisa positif Baru terinfeksi VHB akut (4-6 bulan)
dengan perbaikan,misalnya HBsAg menghilang. Anti HBs biasanya muncul dalam
beberapa minggu atau bulan setelah HbsAg menghilang.

• Infeksi VHB,paling sdikit sudah 6 bulan karena IgM anti HBc telah hilang. Menjurus ke
arah infeksi Kronik Respon terhadap vaksin hepatitis B. Tidak ada infeksi VHB Post infeks
VHB, perbaikan Lab: - Pem. Antigen dan Ab - Metoda pemeriksaan : RIA, ELISA,
Hemaglutinasi,Imunodifusi - VHB DNA " PCR

Virus Hepatitis C

• Pada mulanya tahun 1974, VHC dikenal sebagai virus hepatitis nonA-non B.

• (VHNANB). VHC baru berhasil di klon pada tahun 1989 dan diberinama tersendiri.

• Virus ini ditransmisikan secara parenteral melalui darah, produk darah, penyalah gunaan
38
obat-obat injeksi dan perilaku seksual risikotinggi.

• Yang menjadi masalah pada hepatitis C adalah angka kejadian menjadi hepatitis kronik yang
tinggi yaitu kurang lebih 80% kasus,15-20% dari infeksi kronik menjadi sirosis dan 1-4%
diantaranya menjadi karsinoma hepatoseluler

• VHC adalah virus RNA yang termasuk famili flavivirus.

• Infeksi Virus Hepatitis C Akut - Identifikasi akut " tidak lazim dilakukan
(asimptomatik) - RNA VHC positif merupakan bukti pertama infeksi VHC. - Terdeteksi
dalam darah " beberapa hari sampai 8 minggu setelah terpapar - Anti HCV ditemukan
pada awal minggu ke delapan setelah paparan, tetapi anti HCV yang positif tidak dapat
membedakan infeksi yang teratasi dengan infeksi kronik

• Infeksi Virus Hepatitis C Kronik Infeksi VHC kronik ditandai dengan RNA VHC yang
positif lebih dari 6 bulan disertai anti VHC sulit membedakan infeksi VHC akut dengan infeksi
kronik yang baru dikenal karena pada kedua keadaan tersebut dapat ditemukan RNA VHC dan
anti VHC,.

Virus Hepatitis (VHD)

• VHD adalah suatu virus RNA yang tidak sempurna (defective virus),berukuran 36 nm yang
39
bagian luarnya diliputi oleh HBsAg.

• Petanda Hepatitis Pada Infeksi Virus Hepatitis D Koinfeksi Virus Hepatitis D Akut dan
Hepatitis B Akut HDAg pada awal infeksi cepat menghilang,HBsAg yang positif serta
ditemukan kadar IgManti-HBc yang tinggi

• Superinfeksi Virus Hepatitis D Akut pada Karier Virus Hepatitis BKronik, HDAg atau RNA
VHD yang persisten dalam serum serta peningkatan yang cepat kadar IgM dan anti-VHD total.

• Juga dapat ditemukan HBsAg meskipun kadang-kadang tidak ditemukan karena penekanan
sementara replikasi VHB sehinggakadar HbsAg sangat rendah atau bahkan tidak terdeteksi
Infeksi

• Virus Hepatitis D Kronik petanda replikasi VHB biasanya tidak ada dan ditandai dengan
HBeAg yang negatif dan anti-HBe yang positif,juga ditemukan RNA VHD dan antibodi total
anti VHD, kadang- kadang terdapat secara bersamaan RNA VHD dan DNA VHB

Hepatoma Karsinoma hati primer

• Etiologi : VHB, VHC, sirosis hepatis, aflatoksin dll Lab:ALP, GGT >>SGOT, SGPT >
Gamma Globulin > AFP >> Tes koagulasi abnormal

• Diagnosa pasti : Biopsi Sirosis Hepatis Lab:SGOT, SGPT sedikit >SGOT>SGPT GGT >
sebagian TFH dalam batas normal

• Stadium dekompensasi albumin menurun, globulin meningkat SGOT dan SGPT > ALP
dan GGT > atau >> Kolesterol ester, < PT memanjangakibat respon vit K – Bilirubin darah
atau urine + atau –, Hepatitis Fulminan SGOT dan SGPT cepat meningkat. Klinis cepat
memburuk, PT memanjang Hepatitis kronis persisten Bilirubin darah N/>, ALP N, SGOT dan
SGPT > (2-5 x N) Hepatitis kronis aktif Bil darah >, ALP >,GGT >, SGOT dan SGPT >>
(10x N) Hepatic failure stadium akhir penyakit hati (kronis)" koma hepatikum

• Alfa Feto Protein (AFP) Petanda tumor atau “ tumor marker”. Protein normal pada sel
janin " dihasilkan oleh sel hati embrional Janin lahir " kadar AFP << " dewasa <<< (10
mg/mL) Hepatoma " kadar AFP ≥

1000 ng/mL Menurut Sherlock kadar AFP ng/mL, hepatoma " 70% kadar AFP ≥ 500 ng/mL
" hepatoma 30% kadar AFP sampai 500 ng/mL "peny. Hati yang lain Kepentingan AFP: -
Diagnosis hepatoma - Kontrol post operatif " AFP << " op. berhasil AFP > "
40
residif/metastase

LAPORAN PRAKTIKUM

Judul Praktikum :

Hari/Tanggal :

Tujuan Praktikum :

Prosedur Praktikum :

41
Hasil Praktikum :

42

Anda mungkin juga menyukai