Anda di halaman 1dari 11

Gereja Keluarga Menjawab Tantangan Intergenerasi

Gidion Tappi
Fakultas Teologi dan Sosiologi Kristen Institut Agama Kristen Negeri Toraja
Gidiontappi0708@gmail.com

Abstrak

Gereja adalah rumah bagi mereka yang dipanggil oleh Allah, dibentuk untuk menjadi agen dari

misi Allah sendiri. Pribadi-pribadi yang dipanggil tentunya lahir dari generasi dengan

pengalaman hidup yang berbeda-beda. Generasi yang memiliki pengalaman yang berbeda-beda

tentunya memiliki keunikannya masing-masing. Namun, ketika keunikan tersebut tidak diberi
ruang untuk berekspresi dan berkolaborasi, maka akan menimbulkan sebuah tantangan, salah

satunya adalah gap generasi. Gap generasi merupakan sebuah kondisi kesenjangan antar

generasi yang terjadi akibat adanya perbedaan pengalaman hidup. Gap generasi ini dapat terjadi

dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan manusia. Artinya, secara tidak langsung gap
generasi ini merupakan suatu tantangan yang ada dan secara nyata terjadi dalam kehidupan

bermasyarakat, termasuk dalam kehidupan bergereja. Oleh karenanya, gereja sebagai rumah

harus mampu menjawab tantangan tersebut, sebab gereja tidak hanya diisi oleh pribadi-pribadi

dari satu generasi saja. Homemaking adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjawab

tantangan tersebut. Homemaking membawa setiap generasi yang ada untuk mau saling terbuka

dan menerima pendapat serta pengalaman hidup dari generasi yang lainnya.

Kata Kunci: Generasi, Gereja, Keluarga, Tantangan, Homemaking

Abstrac

The church is a home for those called by God, formed to be agents of God’s own mission. The summoned

individuals are of course born from generations with different life experiences. Generations that have

different life experiences certainly have own uniqueness. However, when this uniqueness is not given space

for expression and collaboration, it will pose a challenge, one of which is the generation gap. Generation

gap is a condition of gap between generation gap can occur in various fields and aspects of church life.

1
Therefore, the church as a house must be able to answer this challenge, because the church is not only filled

with individualals from one generation. Homemaking is one way that can be done to answer this challenge.

Home making brings anevery existing generation to want to be open to each other and accept opinions and
life experiences from othe generation

Keywords: Generation, Church, Family, Challenges, Homemaking

PENDAHULUAN

Gereja adalah orang-orang yang dipanggil keluar oleh Allah untuk bersekutu, memuji dan

memuliakan nama Tuhan, serta menjadi satu kesatuan dari tubuh Kristus. Gereja dipanggil oleh

Allah untuk membawa pribadi-pribadi tersebut hidup dibentuk menurut kehendakNya dan

menjadi agen dari misi Allah. Setiap individu membutuhkan individu yang lain untuk hadir di

dalam hidupnya, karena sudah menjadi hakikat dari manusia yang tidak dapat hidup tanpa
adanya kehadiran orang lain. Mereka yang dipanggil keluar, tentunya lahir dalam generasi dan

pengalaman hidup yang berbeda-beda. Gereja yang anggotanya terdiri dari generasi yang

berbeda-beda tentu saja harus melakukan relasi dan berinteraksi serta saling memahami satu

generasi dengan generasi yang lainnya.1

Ada 5 pengelompokan generasi yang dijumpai sebagai fase generasi menjelang akhir abad 21.

Pengelompokan generasi tersebut pertama kali diteliti oleh Manhein pada tahun 1952, yang

kemudian dikembangkan oleh beberapa peneliti ahli lainnya, salah satunya yaitu Neil Howe dan

William Straus. Tahun 1991, Howe & Straus membagi generasi berdasarkan waktu kelahiran dan

pengelaman tertentu. Beberapa istilah dari pengelompokan generasi tersebut seperti generasi

baby boomers, generasi X, generasi Y atau millennial, generasi Z, dan generasi Alfa yang masih

dalam proses perkembangan.2 Dalam statiska kependudukan di Indonesia sendiri mencatat

1
Asidoro Sabar Parsaulian Pasaribu. “Gereja Intergenerasi: Studi Tentang Komponen Intergenerasi dalam Upaya
Memaksimalkan Pembangunan Iman Jemaat”. TESIS: SEKOLAH TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNG.
Jakarta: 2021. Hlm. 1.
2
Hengki Irawan Setia Budi. “Meminimalisir Konflik dalam Gap Generasi Melalui Pnedekatan Komunikasi
Interpersonal”. JTI: JURNAL TEOLOGI INJILI: 2021. Hlm. 73.

2
bahwa populasi generasi muda yaitu generasi Y (28, 87%), generasi Z (27, 94%), generasi post

generasi Z (10.99%) dari populasi penduduk yang berjumlah sekitar 270.2 juta. 3

Masing-masing generasi yang ada dan hadir menjalani masa hidupnya dengan keunikan

tersendiri. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kekayaan dalam keunikan tersebut, namun disisi
lain juga dapat berubah menjadi sebuah tantangan ketika tidak diberi ruang untuk

mengekspresikan dan mengkolaborasikan keunikan tersebut. Salah satu tantangan yang

dihadapi oleh generasi-generasi yang ada saat ini adalah gap generasi. Gap generasi merupakan

kondisi yang disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman, perbedaaan sikap antar generasi
yang berbeda akhirnya bermuara pada kesenjangan atau “adanya jarak” antar generasi.

Tantangan ini tidak hanya terjadi antar dua generasi, tetapi juga dapat mencapai tiga generasi

dalam satu atap.4

Pada realitanya, tantangan gap generasi tidak hanya terbatas pada tataran hubungan orang tua

dan anak, melainkan juga ada dan dapat terjadi pada bidang usaha antar karyawan yang

memiliki rentang usia yang cukup jauh dengan para pemimpin mereka, bidang pendidikan

dengan hadirnya teknologi yang digunakan sebagai media pembelajaran sehingga menimbulkan

perbedaan perilaku dan tata cara mengajar kepada siswa, serta berbagai bidang kehidupan

masyarakat lainnya, termasuk gereja. Tantangan kesenjangan generasi yang melanda gereja

berada pada tataran pelayanan dan persoalan komunikasi antar pengurus dan jemaat, dan paper

ini secara khusus membahas mengenai gereja dalam menjawab tantangan intergenarasi, secara

khusus kesenjangan atau gap generasi.

Metodologi

Metodologi yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan

pendekatan data yang ada di lapangan dan menggunakan studi literatur sebagai sebuah objek

yang sedang dikaji.5 Data yang dimaksud berupa beberapa jurnal yang berkaitan dengan

3
Badan Pusat Statistik Indonesia. “Badan Pusat Statistik”. BPS Indonesia.
4
Setia Budi. “Meminimalisir Konflik dalam Gap ...”. 74
5
Hengki Wijaya, I Putu Ayub Darmawan. “Strategi Penulisan Artikel Ilmiah di Jurnal Internasional”. OSF
PREPRINTS: Maret 2022. Hlm. 114

3
pembahasan materi seperti beberapa jurnal mengenai gereja keluarga, gap generasi, realita

mengenai intergerasi, dan beberapa literatur lainnya. Metodologi kualitatif deskriptif ini

diharapkan dapat membantu pembaca untuk dapat memahami dengan baik apa yang ingin
disampailan oleh penulis. Metodologi jenis ini memudahkan penulis dalam mengelaborasi hal-

hal yang didapatkan dari literatur maupun pengalaman pribadi.

PEMBAHASAN

- Gereja Keluarga atau Rumah Tangga

Gereja dalam Perjanjian Baru adalah gereja rumah (bahasa Yunani: oikos atau oikia yang berarti

rumah). Rumah merupakan tempat orang-orang untuk berkumpul, beribadah dan

berkomunitas. Oikos merupakan kata yang menarik perhatian dalam Perjanjian Lama, yang

memiliki arti keluarga dan ras. Dengan demikian, secara tidak langsung oikos selalu berkaitan
dengan rumah Allah. Perjanjian Lama memperlihatkan bahwa Musa seringkali memakai kata

oikos untuk menunjukkan bahwa rumah Allah adalah Israel. Artinya, rumah Allah ini memiliki

hubungan yang erat dengan komunitas.6

Oikos lebih dominan muncul dalam Perjanjian Baru dibanding dengan kata oikia. Menurut EDNT,

oikos lebih merujuk kepada kepunyaan seseorang, sedangkan oikia lebih kepada tempat tinggal.

Namun, secara keseluruhan penggunaan kedua kata tersebut dapat ditukar. Hal ini dapat dilihat

dalam beberapa kasus yang menggunakan kedua kata tanpa membedakan arti, misalnya dalam

Lukas 15:6, 8; 1 Kor. 11:22, 38 menunjukkan kedua kata yang memiliki arti keluarga. Injil Sinoptik

pun demikian, rumah dalam Markus 5:38 menggunakan oikos, sedangkan Matius 9:23 yang

merupakan ayat paralelnya menggunakan kata oikia.7

Struktur jemaat menurut TDNT adalah keluarga, kelompok, dan rumah. Kisah Para Rasul dan

Surat-Surat Paulus kepada beberapa jemaat dapat mendukung pernyataan tersebut. Penggunaan

kata rumah untuk pertemuan jemaat diberbagai kota selalu merujuk pada rumah tangga atau

keluarga tertentu selain rumah ibadah, contohnya jemaat di rumah Priskila dan Akwila (Rm.

6
Hidajat. “Gereja di Rumah: …” Hlm. 108
7
Ibid, 108-109

4
16:3-5), dan beberapa rumah yang pernah ditinggali oleh Paulus seperti rumah Karpus di Troas

(2 TIM. 4:13), rumah Filipus di Kaisarea (Kis. 21:8), rumah Lidia di Filipi (Kis. 16:15-16) dan

rumah-rumah yang lainnya.8

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya konsep gereja rumah
tangga atau keluarga bukanlah sesuatu yang baru dalam kerkistenan, sebab sebelumnya jemaat

mula-mula pun memakai rumah sebagai tempat ibadah mereka. Rasul Paulus pun tidak pernah

menjelaskan secara rinci mengenai pola gereja rumah tangga ini sendiri. Namun yang pasti

bahwa konsep gereja rumah ini dapat memberikan manfaat baik kepada keluarga maupun
kerabat sekitar rumah untuk dapat memberitakan Injil secara personal.9 Pekabaran Injil yang

dimulai bagian terkecil dalam masyarakat, kemudian menjadi meluas sampai kepada penjuru

bumi.

- Gap Generasi

Sebelumnya pada bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa terdapat 5 pengelompokkan

generasi, akan tetapi dalam beberapa hasil penelitian memperlihatkan perbandingan perbedaan

generasi yang konsisten yang dimulai dengan sampel pada tahun 1950 – awal tahun 2000. Sampel

ini menunjukkan perbedaan karakteristik dari 3 generasi, yaitu generasi baby boomers, generasi X

dan generasi Y. Berdasarkan beberapa literatur yang dibaca oleh penulis, secara umum beberapa

hasil penelitian menunjukkan sebuah kesamaan. Vetran generation memiliki kesamaan dengan

generasi baby boomer dalam hal waktu (Howe & Strauss, 1991).

Generasi X yang lahir pada tahun-tahun awal dari perkembangan teknologi dan informasi

memiliki ciri-ciri mampu beradaptasi, menerima perubahan dengan baik, memiliki karakter yang

mandiri dan loyal, sangat mengutamakan citra, ketenaran, uang, dan seseorang dengan tipe

pekerja keras (Jurkiewicz, 2000). Generasi yang lahir dan tumbuh pada era dimana maraknya

penggunaan internet memiliki ciri dan karakter yang berbeda tergantung dimana dia dibesarkan

dan bagaimana kehidupan sosialnya. Namun, biasanya generasi ini atau generasi yang akrab

8
Ibid.
9
Dwi Arya Nanda. “Praktek Gereja Rumah di Masa Pandemi”. OSF PREPRINTS. Oktober 2020. Hlm. 9

5
disebut sebagai generasi Y (millenial) merupakan individu dengan karakter kehidupan yang

dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, sehingga memiliki pola pikir yang terbuka dengan

pandangan politik dan ekonomi. Selain itu, generasi ini juga lebih peka terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi dilingkungannya.10

Kemudian generasi Z yang memiliki kesamaan hampir mirip generasi Y. Perbedaannya hanya

terletak pada kemampuan generasi Z yang dapat mempraktekkan semua kegiatannya dalam

satu waktu, misalnya menggunakan ponsel untuk membuka media sosial, menggunakan PC

untuk browsing, sambil mendengarkan music menggunakan earphone atau headset. Hal ini
terjadi karena kebanyakan dari orang-orang yang lahir pada generasi ini sudah akrab dengan

teknologi dan dunia maya sejak kecilnya. Tidak heran apabila generasi ini seringkali juga disebut

sebagai iGeneration atau generasi internet.

Kakek nenek yang merupakan bagian dari generasi baby boomer hidup di masa perjuangan bangsa

melawan penjajah, setelah itu kembali berjuang untuk bangkit setelah Indonesia secara khusus

menyatakan kemerdekaan. Orang tua dan anak dari generasi baby boomer saat ini disebut sebagai

generasi X, selanjutnya generasi Y dan Z berperan sebagai anak-anak dari generasi X.

Pendekatan secara tatap muka dengan orang lain lebih disukai oleh generasi senior, sedangkan

pendekatan secara offline dan online lebih didominas oleh generasi muda. Sisi lain

memperlihatkan generasi Z dan Alfa yang hidup di masa modern dengan kemajuan zaman yang

serba digital dan online.11

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa kesenjangan bisa saja terjadi dalam

semua aspek kehidupan manusia melalui interaksi antargenerasi. Peristiwa gap generasi pernah

terjadi pada tahun 2019 yang lalu merupakan salah satu contoh dimana seorang politikus asal

New Zealand yang bernama Chlöe Charlotte Swarbrick mengungapkan frasa “OK Boomer” untuk

mengekspresikan kekecewaannya terhadap Todd Muller yang memotong pidatonya mengenai

perubahan iklim. Kata boomer ini mengacu pada generasi baby boomer yang pada tahun 2019

sudah tergolong lanjut usia. Permasalahan mengenai gap generasi akan semakin kuat terlihat

10
Yanuar Surya Putra. “Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi”. AMONG MAKARTI: Desember 2016
11
Ibid,77

6
dalam masyarakat dengan budaya yang lebih terbuka.12 Gap generasi yang terjadi juga akan terus

berlanjut ke ranah tongkat estafet dari berbagai sisi kehidupan manusia.13

- Gereja Keluarga Menjawab Tantangan Intergenerasi: Pendekatan Metafora

Homemaking

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan konflik sebagai sebuah percekcokan, perselisihan

dan pertentangan. Berasal dari kata cofligree, konflik diartikan sebagai pertentangan kepentingan

dari beberapa pihak yang berbeda. Konflik dapat saja ditemui secara sengaja maupun tidak

sengaja, baik disadari ataupun tidak disadari, dan konflik bisa saja muncul dari diri kita sendiri

sebagai pemicu yang melatar belakanginya. Gap generasi merupakan konflik internal yang

secara beragam dapat muncul mulai dari level yang rendah sampai pada level yang tinggi.

Konflik generasi ini dapat terjadi dikarenakan oleh berbagai hal, salah satu penyebab yang

terbesar ialah komunikasi yang tidak baik yang biasa disebut sebagai miss-communication.14

Miss-communication dapat terjadi dimana, kapan, dan pada siapa saja, termasuk dalam keluarga.

Sangat sering sekali terjadi konflik gap generasi dalam lingkungan keluarga, orang tua yang

terkadang merasa tidak dihargai atau dihormati ketika anak mengutarakan pendapatnya, atau

anak yang merasa terkekang akibat orang tua yang terlalu banyak menuntut dan membuat

keputusan untuk anak dengan dasar “orang tualah yang terlebih dahulu makan nasi dibanding anak”.

Tekanan dari tanggung jawab pekerjaan, sebagai orang tua dan pendidik menjadi pemicu

terjadinya miss-communication. Apabila miss-communication telah terjadi, maka itu akan membuka
ruang adanya gap generasi di dalam keluarga.

Tidak hanya dalam keluarga, lingkup gereja pun juga dapat mengalami hal yang sama. Adanya

perbedaan pendapat, kepentingan-kepentingan pribadi, komunikasi satu arah, pengambilan

keputusan secara sepihak, pengalaman masa lalu, buta terhadap organisasi, belum ada kesatuan

visi dan misi, perubahan sistem dan sebagainya merupakan beberapa hal yang melatar belakangi

12
Febri Hadianti Dahara, Lisda Liyanti. “Genereation Gap dan Kafkaesque Modern dalam Film A Coffee in Berlin”.
MOZAIK HUMNIORA. 2020. Hlm. 156
13
Ibid.
14
Ibid.

7
terjadinya miss-communication yang berujung pada konflik gap generasi. Hengki dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa komunikasi antar generasi yang menimbulkan gap generasi

disebabkan oleh adanya jurang gap yang ada di antara pendiri gereja dengan anggota pemimpin
gereja yang masih diaggap muda dan dianggap belum cukup mempunyai pengalaman. 15 Para

pendiri disisi lain kemudian beranggapan bahwa mereka memiliki pengalaman yang mumpuni

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gereja.

Istilah homemaking kemudian menjadi sebuah jawaban bagi gereja untuk menjawab persoalan

tantangan diatas. Elizabeth Caldwell merupakan pencetus dari metafora homemaking untuk
menjelaskan mengenai interaksi religus dengan menggunakan pendekatan yang terbukan untuk

setiap anggota yang ada dalam komunitas iman, sehingga mereka semua dapat merasakan

kenyamanan seperti berada di rumahnya sendiri. Metafora ini ada untuk mengingatkan gereja

bahwa sudah seharusnya tidak terdapat gap atau sekat diantara setiap anggota yang mengalami
perbedaan usia. Penekanan metafora ini terletak pada pentingnya membangun sebuah “rumah”

yang nyaman untuk belajar dan mengalami pertumbuhan bersama. Pernyataan ini kemudian

dipermudah dengan melakukan perbandingan sikap ketika seseorang berada dirumahnya

sendiri dan dirumah orang asing. Setiap individu pastinya akan merasa nyaman dan menjadi
dirinya sendiri apabila berada dirumah sendiri, demikan pula sebaliknya ketika individu berada

dirumah orang asing, maka akan terasa sangat tidak nyaman, sehingga kita terkesan menjadi

orang lain di dalam rumah tersebut.16

Homemaking tidak hanya menjawab pergumulan gereja, tetapi juga dapat menjawab pergumulan

dalam lingkup yang paling kecil yaitu keluarga. Homemaking memberikan peluang kepada setiap
generasi untuk bersama-sama melakukan perubahan untuk membangun “rumah” bagi seluruh

anggota baik itu dalam keluarga maupun gereja, sebab semua orang tanpa terkecuali dipanggil

untuk berpartisipasi melakukan dialog dan refleksi iman. Orang tua sebagai generasi tertua

dalam keluarga memberikan kesempatan kepada seluruh anggota keluarga sekaligus diri

15
Hengki Irawan Setia Budi. “Kajian Kecerdasan Emosinal Terhadap Manajemen Konflik Tingkat Pimpinan”.
JURNAL JAFFRAY: Oktober 2019. Hlm. 239-258
16
Sri Rejeki Ulina Kaban. “Metafora Homemaking dalam Pendidikan Kristiani Keluarga pada Masa Pandemi
Covid-19”. DUNAMIS: JURNAL TEOLOGI DAN PENDIDIKAN KRISTIANI. Jakarta: Oktober 2021. Hlm. 8

8
mereka sendiri untuk bersama-sama mau belajar dari berbagai pengalaman hidup yang telah

dilalui, begitu pula dengan gereja. Homemaking memberikan kesempatan kepada seluruh anggota

gereja untuk saling terbuka satu sama lain, mau memahami dan mempelajari setiap pengalaman
ataupun keterampilan yang didapatkan semasa hidup, tidak terbatas dan tidak dibatasi oleh

intergenerasi.

Banyak cara yang didapat diterapkan dalam melakukan metafora homemaking, dalam lingkup

keluarga contohnya ketika selesai makan bersama, masing-masing anggota keluarga dapat

menceritakan pengalaman hidup mereka, apa saja yang telah dilalui, dan bagaimana mereka
merasakan dan mensyukuri penyertaan serta pemeliharaan Tuhan bagi hidup mereka masing-

masing. Sedangkan dalam lingkup gereja, homemaking dapat dilakukan tanpa bergantung dan

berpatokan pada setiap jadwal dan tempat ibadah yang telah ditetapkan, sehingga metafora ini

dapat dilakukan dimana dan kapan saja, misalnya ketika sedang melakukan retreat jemaat
(seluruh organisasi intragerejawi terlibat di dalamnya), pendalaman Alkitab, ibadah syukur dan

sebagainya. Pendekatan homemaking ini diharapkan dapat menolong setiap generasi untuk mau

terbuka terhadap pengalaman hidup generasi yang lainnya. Terbuka bukan dalam artian

generasi muda hanya sekedar menerima setiap pengalaman hidup yang telah dilewati oleh
generasi sebelumnya, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi terbuka dalam artian baik generasi

muda maupun yang sebelumnya sama-sama mau membuka diri tidak hanya sekedar untuk

menerima saja, tetapi juga mau mempelajari setiap hal dan pengalaman positif yang telah dijalani

untuk mendukung proses perkembangan iman masing-masing generasi. Sehingga, terjadi


pengurangan konflik gap-gap atau kesenjangan intergenerasi.

9
KESIMPULAN

Gap generasi merupakan sebuah tantangan yang ada dan benar-benar terjadi dalam segala aspek

bidang kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan bergereja. Hal ini terjadi karena dalam

kehidupan bergereja terdiri dari beberapa generasi, mulai dari generasi yang paling tua hingga
yang paling muda. Gereja sebagai rumah harus mampu memberikan kenyamanan bagi setiap

anggota persekutuannya. Dalam hal ini, kita tidak sedang berbicara mengenai gedung gerejanya,

melainkan adalah orangnya. Dengan kata lain, setiap orang sebagai gereja sudah seharusnya

saling memberikan kenyamanan antara satu dengan yang lainnya. Kenyamanan ini dapat
diberikan melalui berbagai hal, salah satunya dengan menerapkan metafora homemaking.

Metafora ini akan sangat membantu masing-masing anggota untuk memiliki sikap terbuka dan

mau menerima anggota yang lainnya, tanpa terbatas dan dibatasi oleh perbedaan usia,

pandangan, maupun pengalaman hidup yang telah dilalui. Setiap perbedaan yang ada tidak
dijadikan sebagai sebuah halangan untuk membangun sebuah rumah yang nyaman bagi

pertumbuhan iman setiap anggota. Metafora homemaking adalah salah satu jawaban yang

sederhana namun tidak semua orang mampu untuk mempraktekannya. Oleh karenanya,

dibutuhkan sebuah kesepahaman dan kesatuan pikiran untuk mewujudkan metafora tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Pasaribu, Asidoro Sabar Parsaulian . “Gereja Intergenerasi: Studi Tentang Komponen


Intergenerasi dalam Upaya Memaksimalkan Pembangunan Iman Jemaat”. TESIS: SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNG. Jakarta: 2021
2. Budi, Hengki Irawan Setia. “Meminimalisir Konflik dalam Gap Generasi Melalui Pendekatan
Komunikasi Interpersonal”. JTI: JURNAL TEOLOGI INJILI: 2021.
3. Badan Pusat Statistik Indonesia. “Badan Pusat Statistik”. BPS Indonesia.
4. Dahara, Febri Hadianti & Liyanti, Lisda. “Genereation Gap dan Kafkaesque Modern dalam
Film A Coffee in Berlin”. MOZAIK HUMNIORA. 2020.
5. Kaban, Sri Rejeki Ulina. “Metafora Homemaking dalam Pendidikan Kristiani Keluarga pada
Masa Pandemi Covid-19”. DUNAMIS: JURNAL TEOLOGI DAN PENDIDIKAN
KRISTIANI. Jakarta: Oktober 2021
6. Budi, Hengki Irawan Setia. “Kajian Kecerdasan Emosinal Terhadap Manajemen Konflik
Tingkat Pimpinan”. JURNAL JAFFRAY: Oktober 2019
7. Putra, Yanuar Surya. “Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi”. AMONG MAKARTI:
Desember 2016
8. Nanda, Dwi Arya. “Praktek Gereja Rumah di Masa Pandemi”. OSF PREPRINTS. Oktober
2020.
9. Wijaya, Hengki & , Darmawan, I Putu Ayub. “Strategi Penulisan Artikel Ilmiah di Jurnal
Internasional”. OSF PREPRINTS: Maret 2022

11

Anda mungkin juga menyukai