Gidion Tappi
Fakultas Teologi dan Sosiologi Kristen Institut Agama Kristen Negeri Toraja
Gidiontappi0708@gmail.com
Abstrak
Gereja adalah rumah bagi mereka yang dipanggil oleh Allah, dibentuk untuk menjadi agen dari
misi Allah sendiri. Pribadi-pribadi yang dipanggil tentunya lahir dari generasi dengan
pengalaman hidup yang berbeda-beda. Generasi yang memiliki pengalaman yang berbeda-beda
tentunya memiliki keunikannya masing-masing. Namun, ketika keunikan tersebut tidak diberi
ruang untuk berekspresi dan berkolaborasi, maka akan menimbulkan sebuah tantangan, salah
satunya adalah gap generasi. Gap generasi merupakan sebuah kondisi kesenjangan antar
generasi yang terjadi akibat adanya perbedaan pengalaman hidup. Gap generasi ini dapat terjadi
dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan manusia. Artinya, secara tidak langsung gap
generasi ini merupakan suatu tantangan yang ada dan secara nyata terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat, termasuk dalam kehidupan bergereja. Oleh karenanya, gereja sebagai rumah
harus mampu menjawab tantangan tersebut, sebab gereja tidak hanya diisi oleh pribadi-pribadi
dari satu generasi saja. Homemaking adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjawab
tantangan tersebut. Homemaking membawa setiap generasi yang ada untuk mau saling terbuka
dan menerima pendapat serta pengalaman hidup dari generasi yang lainnya.
Abstrac
The church is a home for those called by God, formed to be agents of God’s own mission. The summoned
individuals are of course born from generations with different life experiences. Generations that have
different life experiences certainly have own uniqueness. However, when this uniqueness is not given space
for expression and collaboration, it will pose a challenge, one of which is the generation gap. Generation
gap is a condition of gap between generation gap can occur in various fields and aspects of church life.
1
Therefore, the church as a house must be able to answer this challenge, because the church is not only filled
with individualals from one generation. Homemaking is one way that can be done to answer this challenge.
Home making brings anevery existing generation to want to be open to each other and accept opinions and
life experiences from othe generation
PENDAHULUAN
Gereja adalah orang-orang yang dipanggil keluar oleh Allah untuk bersekutu, memuji dan
memuliakan nama Tuhan, serta menjadi satu kesatuan dari tubuh Kristus. Gereja dipanggil oleh
Allah untuk membawa pribadi-pribadi tersebut hidup dibentuk menurut kehendakNya dan
menjadi agen dari misi Allah. Setiap individu membutuhkan individu yang lain untuk hadir di
dalam hidupnya, karena sudah menjadi hakikat dari manusia yang tidak dapat hidup tanpa
adanya kehadiran orang lain. Mereka yang dipanggil keluar, tentunya lahir dalam generasi dan
pengalaman hidup yang berbeda-beda. Gereja yang anggotanya terdiri dari generasi yang
berbeda-beda tentu saja harus melakukan relasi dan berinteraksi serta saling memahami satu
Ada 5 pengelompokan generasi yang dijumpai sebagai fase generasi menjelang akhir abad 21.
Pengelompokan generasi tersebut pertama kali diteliti oleh Manhein pada tahun 1952, yang
kemudian dikembangkan oleh beberapa peneliti ahli lainnya, salah satunya yaitu Neil Howe dan
William Straus. Tahun 1991, Howe & Straus membagi generasi berdasarkan waktu kelahiran dan
pengelaman tertentu. Beberapa istilah dari pengelompokan generasi tersebut seperti generasi
baby boomers, generasi X, generasi Y atau millennial, generasi Z, dan generasi Alfa yang masih
1
Asidoro Sabar Parsaulian Pasaribu. “Gereja Intergenerasi: Studi Tentang Komponen Intergenerasi dalam Upaya
Memaksimalkan Pembangunan Iman Jemaat”. TESIS: SEKOLAH TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNG.
Jakarta: 2021. Hlm. 1.
2
Hengki Irawan Setia Budi. “Meminimalisir Konflik dalam Gap Generasi Melalui Pnedekatan Komunikasi
Interpersonal”. JTI: JURNAL TEOLOGI INJILI: 2021. Hlm. 73.
2
bahwa populasi generasi muda yaitu generasi Y (28, 87%), generasi Z (27, 94%), generasi post
generasi Z (10.99%) dari populasi penduduk yang berjumlah sekitar 270.2 juta. 3
Masing-masing generasi yang ada dan hadir menjalani masa hidupnya dengan keunikan
tersendiri. Hal ini tentu saja menjadi sebuah kekayaan dalam keunikan tersebut, namun disisi
lain juga dapat berubah menjadi sebuah tantangan ketika tidak diberi ruang untuk
dihadapi oleh generasi-generasi yang ada saat ini adalah gap generasi. Gap generasi merupakan
kondisi yang disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman, perbedaaan sikap antar generasi
yang berbeda akhirnya bermuara pada kesenjangan atau “adanya jarak” antar generasi.
Tantangan ini tidak hanya terjadi antar dua generasi, tetapi juga dapat mencapai tiga generasi
Pada realitanya, tantangan gap generasi tidak hanya terbatas pada tataran hubungan orang tua
dan anak, melainkan juga ada dan dapat terjadi pada bidang usaha antar karyawan yang
memiliki rentang usia yang cukup jauh dengan para pemimpin mereka, bidang pendidikan
dengan hadirnya teknologi yang digunakan sebagai media pembelajaran sehingga menimbulkan
perbedaan perilaku dan tata cara mengajar kepada siswa, serta berbagai bidang kehidupan
masyarakat lainnya, termasuk gereja. Tantangan kesenjangan generasi yang melanda gereja
berada pada tataran pelayanan dan persoalan komunikasi antar pengurus dan jemaat, dan paper
ini secara khusus membahas mengenai gereja dalam menjawab tantangan intergenarasi, secara
Metodologi
Metodologi yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan
pendekatan data yang ada di lapangan dan menggunakan studi literatur sebagai sebuah objek
yang sedang dikaji.5 Data yang dimaksud berupa beberapa jurnal yang berkaitan dengan
3
Badan Pusat Statistik Indonesia. “Badan Pusat Statistik”. BPS Indonesia.
4
Setia Budi. “Meminimalisir Konflik dalam Gap ...”. 74
5
Hengki Wijaya, I Putu Ayub Darmawan. “Strategi Penulisan Artikel Ilmiah di Jurnal Internasional”. OSF
PREPRINTS: Maret 2022. Hlm. 114
3
pembahasan materi seperti beberapa jurnal mengenai gereja keluarga, gap generasi, realita
mengenai intergerasi, dan beberapa literatur lainnya. Metodologi kualitatif deskriptif ini
diharapkan dapat membantu pembaca untuk dapat memahami dengan baik apa yang ingin
disampailan oleh penulis. Metodologi jenis ini memudahkan penulis dalam mengelaborasi hal-
PEMBAHASAN
Gereja dalam Perjanjian Baru adalah gereja rumah (bahasa Yunani: oikos atau oikia yang berarti
berkomunitas. Oikos merupakan kata yang menarik perhatian dalam Perjanjian Lama, yang
memiliki arti keluarga dan ras. Dengan demikian, secara tidak langsung oikos selalu berkaitan
dengan rumah Allah. Perjanjian Lama memperlihatkan bahwa Musa seringkali memakai kata
oikos untuk menunjukkan bahwa rumah Allah adalah Israel. Artinya, rumah Allah ini memiliki
Oikos lebih dominan muncul dalam Perjanjian Baru dibanding dengan kata oikia. Menurut EDNT,
oikos lebih merujuk kepada kepunyaan seseorang, sedangkan oikia lebih kepada tempat tinggal.
Namun, secara keseluruhan penggunaan kedua kata tersebut dapat ditukar. Hal ini dapat dilihat
dalam beberapa kasus yang menggunakan kedua kata tanpa membedakan arti, misalnya dalam
Lukas 15:6, 8; 1 Kor. 11:22, 38 menunjukkan kedua kata yang memiliki arti keluarga. Injil Sinoptik
pun demikian, rumah dalam Markus 5:38 menggunakan oikos, sedangkan Matius 9:23 yang
Struktur jemaat menurut TDNT adalah keluarga, kelompok, dan rumah. Kisah Para Rasul dan
Surat-Surat Paulus kepada beberapa jemaat dapat mendukung pernyataan tersebut. Penggunaan
kata rumah untuk pertemuan jemaat diberbagai kota selalu merujuk pada rumah tangga atau
keluarga tertentu selain rumah ibadah, contohnya jemaat di rumah Priskila dan Akwila (Rm.
6
Hidajat. “Gereja di Rumah: …” Hlm. 108
7
Ibid, 108-109
4
16:3-5), dan beberapa rumah yang pernah ditinggali oleh Paulus seperti rumah Karpus di Troas
(2 TIM. 4:13), rumah Filipus di Kaisarea (Kis. 21:8), rumah Lidia di Filipi (Kis. 16:15-16) dan
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya konsep gereja rumah
tangga atau keluarga bukanlah sesuatu yang baru dalam kerkistenan, sebab sebelumnya jemaat
mula-mula pun memakai rumah sebagai tempat ibadah mereka. Rasul Paulus pun tidak pernah
menjelaskan secara rinci mengenai pola gereja rumah tangga ini sendiri. Namun yang pasti
bahwa konsep gereja rumah ini dapat memberikan manfaat baik kepada keluarga maupun
kerabat sekitar rumah untuk dapat memberitakan Injil secara personal.9 Pekabaran Injil yang
dimulai bagian terkecil dalam masyarakat, kemudian menjadi meluas sampai kepada penjuru
bumi.
- Gap Generasi
generasi, akan tetapi dalam beberapa hasil penelitian memperlihatkan perbandingan perbedaan
generasi yang konsisten yang dimulai dengan sampel pada tahun 1950 – awal tahun 2000. Sampel
ini menunjukkan perbedaan karakteristik dari 3 generasi, yaitu generasi baby boomers, generasi X
dan generasi Y. Berdasarkan beberapa literatur yang dibaca oleh penulis, secara umum beberapa
hasil penelitian menunjukkan sebuah kesamaan. Vetran generation memiliki kesamaan dengan
generasi baby boomer dalam hal waktu (Howe & Strauss, 1991).
Generasi X yang lahir pada tahun-tahun awal dari perkembangan teknologi dan informasi
memiliki ciri-ciri mampu beradaptasi, menerima perubahan dengan baik, memiliki karakter yang
mandiri dan loyal, sangat mengutamakan citra, ketenaran, uang, dan seseorang dengan tipe
pekerja keras (Jurkiewicz, 2000). Generasi yang lahir dan tumbuh pada era dimana maraknya
penggunaan internet memiliki ciri dan karakter yang berbeda tergantung dimana dia dibesarkan
dan bagaimana kehidupan sosialnya. Namun, biasanya generasi ini atau generasi yang akrab
8
Ibid.
9
Dwi Arya Nanda. “Praktek Gereja Rumah di Masa Pandemi”. OSF PREPRINTS. Oktober 2020. Hlm. 9
5
disebut sebagai generasi Y (millenial) merupakan individu dengan karakter kehidupan yang
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, sehingga memiliki pola pikir yang terbuka dengan
pandangan politik dan ekonomi. Selain itu, generasi ini juga lebih peka terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi dilingkungannya.10
Kemudian generasi Z yang memiliki kesamaan hampir mirip generasi Y. Perbedaannya hanya
terletak pada kemampuan generasi Z yang dapat mempraktekkan semua kegiatannya dalam
satu waktu, misalnya menggunakan ponsel untuk membuka media sosial, menggunakan PC
untuk browsing, sambil mendengarkan music menggunakan earphone atau headset. Hal ini
terjadi karena kebanyakan dari orang-orang yang lahir pada generasi ini sudah akrab dengan
teknologi dan dunia maya sejak kecilnya. Tidak heran apabila generasi ini seringkali juga disebut
Kakek nenek yang merupakan bagian dari generasi baby boomer hidup di masa perjuangan bangsa
melawan penjajah, setelah itu kembali berjuang untuk bangkit setelah Indonesia secara khusus
menyatakan kemerdekaan. Orang tua dan anak dari generasi baby boomer saat ini disebut sebagai
Pendekatan secara tatap muka dengan orang lain lebih disukai oleh generasi senior, sedangkan
pendekatan secara offline dan online lebih didominas oleh generasi muda. Sisi lain
memperlihatkan generasi Z dan Alfa yang hidup di masa modern dengan kemajuan zaman yang
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa kesenjangan bisa saja terjadi dalam
semua aspek kehidupan manusia melalui interaksi antargenerasi. Peristiwa gap generasi pernah
terjadi pada tahun 2019 yang lalu merupakan salah satu contoh dimana seorang politikus asal
New Zealand yang bernama Chlöe Charlotte Swarbrick mengungapkan frasa “OK Boomer” untuk
perubahan iklim. Kata boomer ini mengacu pada generasi baby boomer yang pada tahun 2019
sudah tergolong lanjut usia. Permasalahan mengenai gap generasi akan semakin kuat terlihat
10
Yanuar Surya Putra. “Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi”. AMONG MAKARTI: Desember 2016
11
Ibid,77
6
dalam masyarakat dengan budaya yang lebih terbuka.12 Gap generasi yang terjadi juga akan terus
Homemaking
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan konflik sebagai sebuah percekcokan, perselisihan
dan pertentangan. Berasal dari kata cofligree, konflik diartikan sebagai pertentangan kepentingan
dari beberapa pihak yang berbeda. Konflik dapat saja ditemui secara sengaja maupun tidak
sengaja, baik disadari ataupun tidak disadari, dan konflik bisa saja muncul dari diri kita sendiri
sebagai pemicu yang melatar belakanginya. Gap generasi merupakan konflik internal yang
secara beragam dapat muncul mulai dari level yang rendah sampai pada level yang tinggi.
Konflik generasi ini dapat terjadi dikarenakan oleh berbagai hal, salah satu penyebab yang
terbesar ialah komunikasi yang tidak baik yang biasa disebut sebagai miss-communication.14
Miss-communication dapat terjadi dimana, kapan, dan pada siapa saja, termasuk dalam keluarga.
Sangat sering sekali terjadi konflik gap generasi dalam lingkungan keluarga, orang tua yang
terkadang merasa tidak dihargai atau dihormati ketika anak mengutarakan pendapatnya, atau
anak yang merasa terkekang akibat orang tua yang terlalu banyak menuntut dan membuat
keputusan untuk anak dengan dasar “orang tualah yang terlebih dahulu makan nasi dibanding anak”.
Tekanan dari tanggung jawab pekerjaan, sebagai orang tua dan pendidik menjadi pemicu
terjadinya miss-communication. Apabila miss-communication telah terjadi, maka itu akan membuka
ruang adanya gap generasi di dalam keluarga.
Tidak hanya dalam keluarga, lingkup gereja pun juga dapat mengalami hal yang sama. Adanya
keputusan secara sepihak, pengalaman masa lalu, buta terhadap organisasi, belum ada kesatuan
visi dan misi, perubahan sistem dan sebagainya merupakan beberapa hal yang melatar belakangi
12
Febri Hadianti Dahara, Lisda Liyanti. “Genereation Gap dan Kafkaesque Modern dalam Film A Coffee in Berlin”.
MOZAIK HUMNIORA. 2020. Hlm. 156
13
Ibid.
14
Ibid.
7
terjadinya miss-communication yang berujung pada konflik gap generasi. Hengki dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa komunikasi antar generasi yang menimbulkan gap generasi
disebabkan oleh adanya jurang gap yang ada di antara pendiri gereja dengan anggota pemimpin
gereja yang masih diaggap muda dan dianggap belum cukup mempunyai pengalaman. 15 Para
pendiri disisi lain kemudian beranggapan bahwa mereka memiliki pengalaman yang mumpuni
Istilah homemaking kemudian menjadi sebuah jawaban bagi gereja untuk menjawab persoalan
tantangan diatas. Elizabeth Caldwell merupakan pencetus dari metafora homemaking untuk
menjelaskan mengenai interaksi religus dengan menggunakan pendekatan yang terbukan untuk
setiap anggota yang ada dalam komunitas iman, sehingga mereka semua dapat merasakan
kenyamanan seperti berada di rumahnya sendiri. Metafora ini ada untuk mengingatkan gereja
bahwa sudah seharusnya tidak terdapat gap atau sekat diantara setiap anggota yang mengalami
perbedaan usia. Penekanan metafora ini terletak pada pentingnya membangun sebuah “rumah”
yang nyaman untuk belajar dan mengalami pertumbuhan bersama. Pernyataan ini kemudian
sendiri dan dirumah orang asing. Setiap individu pastinya akan merasa nyaman dan menjadi
dirinya sendiri apabila berada dirumah sendiri, demikan pula sebaliknya ketika individu berada
dirumah orang asing, maka akan terasa sangat tidak nyaman, sehingga kita terkesan menjadi
Homemaking tidak hanya menjawab pergumulan gereja, tetapi juga dapat menjawab pergumulan
dalam lingkup yang paling kecil yaitu keluarga. Homemaking memberikan peluang kepada setiap
generasi untuk bersama-sama melakukan perubahan untuk membangun “rumah” bagi seluruh
anggota baik itu dalam keluarga maupun gereja, sebab semua orang tanpa terkecuali dipanggil
untuk berpartisipasi melakukan dialog dan refleksi iman. Orang tua sebagai generasi tertua
dalam keluarga memberikan kesempatan kepada seluruh anggota keluarga sekaligus diri
15
Hengki Irawan Setia Budi. “Kajian Kecerdasan Emosinal Terhadap Manajemen Konflik Tingkat Pimpinan”.
JURNAL JAFFRAY: Oktober 2019. Hlm. 239-258
16
Sri Rejeki Ulina Kaban. “Metafora Homemaking dalam Pendidikan Kristiani Keluarga pada Masa Pandemi
Covid-19”. DUNAMIS: JURNAL TEOLOGI DAN PENDIDIKAN KRISTIANI. Jakarta: Oktober 2021. Hlm. 8
8
mereka sendiri untuk bersama-sama mau belajar dari berbagai pengalaman hidup yang telah
dilalui, begitu pula dengan gereja. Homemaking memberikan kesempatan kepada seluruh anggota
gereja untuk saling terbuka satu sama lain, mau memahami dan mempelajari setiap pengalaman
ataupun keterampilan yang didapatkan semasa hidup, tidak terbatas dan tidak dibatasi oleh
intergenerasi.
Banyak cara yang didapat diterapkan dalam melakukan metafora homemaking, dalam lingkup
keluarga contohnya ketika selesai makan bersama, masing-masing anggota keluarga dapat
menceritakan pengalaman hidup mereka, apa saja yang telah dilalui, dan bagaimana mereka
merasakan dan mensyukuri penyertaan serta pemeliharaan Tuhan bagi hidup mereka masing-
masing. Sedangkan dalam lingkup gereja, homemaking dapat dilakukan tanpa bergantung dan
berpatokan pada setiap jadwal dan tempat ibadah yang telah ditetapkan, sehingga metafora ini
dapat dilakukan dimana dan kapan saja, misalnya ketika sedang melakukan retreat jemaat
(seluruh organisasi intragerejawi terlibat di dalamnya), pendalaman Alkitab, ibadah syukur dan
sebagainya. Pendekatan homemaking ini diharapkan dapat menolong setiap generasi untuk mau
terbuka terhadap pengalaman hidup generasi yang lainnya. Terbuka bukan dalam artian
generasi muda hanya sekedar menerima setiap pengalaman hidup yang telah dilewati oleh
generasi sebelumnya, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi terbuka dalam artian baik generasi
muda maupun yang sebelumnya sama-sama mau membuka diri tidak hanya sekedar untuk
menerima saja, tetapi juga mau mempelajari setiap hal dan pengalaman positif yang telah dijalani
9
KESIMPULAN
Gap generasi merupakan sebuah tantangan yang ada dan benar-benar terjadi dalam segala aspek
bidang kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan bergereja. Hal ini terjadi karena dalam
kehidupan bergereja terdiri dari beberapa generasi, mulai dari generasi yang paling tua hingga
yang paling muda. Gereja sebagai rumah harus mampu memberikan kenyamanan bagi setiap
anggota persekutuannya. Dalam hal ini, kita tidak sedang berbicara mengenai gedung gerejanya,
melainkan adalah orangnya. Dengan kata lain, setiap orang sebagai gereja sudah seharusnya
saling memberikan kenyamanan antara satu dengan yang lainnya. Kenyamanan ini dapat
diberikan melalui berbagai hal, salah satunya dengan menerapkan metafora homemaking.
Metafora ini akan sangat membantu masing-masing anggota untuk memiliki sikap terbuka dan
mau menerima anggota yang lainnya, tanpa terbatas dan dibatasi oleh perbedaan usia,
pandangan, maupun pengalaman hidup yang telah dilalui. Setiap perbedaan yang ada tidak
dijadikan sebagai sebuah halangan untuk membangun sebuah rumah yang nyaman bagi
pertumbuhan iman setiap anggota. Metafora homemaking adalah salah satu jawaban yang
sederhana namun tidak semua orang mampu untuk mempraktekannya. Oleh karenanya,
dibutuhkan sebuah kesepahaman dan kesatuan pikiran untuk mewujudkan metafora tersebut.
10
DAFTAR PUSTAKA
11