Anda di halaman 1dari 18

USG

Ultrasonografi merupakan salah satu teknologi kesehatan yang bermanfaat untuk


meningkatkan pelayanan kesehatan. Ultrasonografi atau disingkat USG adalah suatu
kaidah pemeriksaan tubuh menggunakan gelombang bunyi pada frekuensi tinggi.
Teknologi USG tidak asing bagi kaum ibu karena mereka biasanya menggunakannya
pada masa kehamilan untuk memonitor keadaan janin dalam kandungan. USG ini
adalah salah satu aplikasi teknologi radar dan telah ada sejak puluhan tahun lalu. Lebih
jauh kea rah medis, USG medis (sonografi) dapat diartikan sebagai sebuah teknik
diagnostik pencitraan menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan
organ internal dan otot, struktur, dan luka patologi, sehingga teknik ini berguna untuk
memeriksa organ. Namun biasanya sonografi obstetrik digunakan ketika masa
kehamilan.
Prisip USG adalah penggunaan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara dengan
frekuensi lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita
tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai
frekuensi antara 20 – 20.000 cpd (Cycles per detik- Hertz). Sedangkan dalam
pemeriksaan USG ini mengunakan frekuensi 1- 10 MHz ( 1- 10 juta Hz).

Perangkat USG terdiri dari transducer, monitor, dan mesin USG. Transducer adalah
komponen USG yang ditempelkan  pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti
dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam
transducer terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang
disalurkan oleh transducer. Monitor merupakan perangkat yang digunakan untuk
menampilkan display hasil USG dan mengetahui arah dan gerakan jarum menuju
sasaran. Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah
data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG merupakan CPU dalam
teknologi USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti
pada CPU pada PC termasuk untuk mengubah gelombang hasil USG menjadi gambar.
Dalam pemeriksaan kandungan dengan USG, ada dua metode yang lazim ditempuh.
Pertama, metode transabdominal. Metode ini paling dikenal karena ditemukan lebih
dahulu. Dokter akan mengoleskan semacam jelly di perut lalu menggerakkan
transducer untuk memperoleh gambaran yang dikehendaki. Secara sederhana, jelly
berfungsi mempertinggi kemampuan mesin USG untuk mengantarkan gelombang
suara. Metode kedua adalah transvaginal. Pada metode ini, transducer dimasukkan ke
vagina. Dengan cara ini, gambar yang dihasilkan lebih jelas karena resolusi yang lebih
tinggi. Maklum, obyek yang diperiksa berada lebih dekat dengan transducer ketimbang
pada metode transabdominal. Sebagai catatan, metode transvaginal dijamin tidak
berefek negatif apa pun untuk wanita hamil dan janin yang dikandungnya. Prosedur
pemeriksaan dengan metode ini memakan waktu sekitar 15 menit. Selama pemeriksaan,
pasien dapat menyaksikan gambar-gambar bayinya melalui monitor.
Pemeriksaan USG tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali
tidak akan memperburuk penyakit penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin
karena USG tidak mengeluarkan radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk
pada otak si jabang bayi. Hal ini berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru
berakibat negatif jika telah dilakukan sebanyak 400 kali. Dampak yang timbul dari
penggunaan USG hanya efek panas yang tak berbahaya bagi ibu maupun bayinya.
Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya,
sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan
berbagai organ tubuh. Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan
diagnosa medis tidak memiliki kontra indikasi atau efek samping terhadap pasien.
Ada beberapa prosedur yang perlu diperhatikan dalam penggunaan USG, yaitu lebih
kepada persiapan pasien, walaupun sebenarnya tidak diperlukan persiapan khusus.
Walaupun demikian pada penderita obstivasi, sebaiknya semalam sebelumnya
diberikan laksansia. Untuk pemeriksaan alat- alat rongga di perut bagian atas, sebaiknya
dilakukan dalam keadaan puasa dan pagi hari dilarang makan dan minum yang dapat
menimbulkan gas dalam perut karena akan mengaburkan gambar organ yang diperiksa.
Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6 jam
sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal. Untuk pemeriksaan
kebidanan dan daerah pelvis, buli-buli harus penuh. Pasien akan diminta untuk
menurunkan  celana/rok hingga pangkal paha. Setelah itu gel dingin, sebagai konduktor
gelombang  suara akan dioleskan di atas perut pasien. Sonografer akan menggunakan
suatu alat untuk menghasilkan gelombang suara ke dalam rahim. Alat tersebut
digerakan perlahan di atas perut pasien. Gelombang suara dipantulkan oleh tulang dan
jaringan tubuh kembali ke alat pemindai sebagai sinyal listrik untuk mengghasilkan
citra berwarna hitam dan putih dari si janin. Biasaanya pada kehamilan trimester 1,
dianjurkan agar pasien tidak buang air kecil dulu atau banyak minum agar dapat melihat
rahim dan janin dengan lebih baik.
Setelah dilakukan proses USG, akan diperoleh hasil berupa print out USG. Pada hasil
USG, selain gambar janin, terdapat tabel-tabel atau angka-angka yang diukur dari
pengukuran dokter terhadap tungkai lengan, kaki, dan diameter kepala. Itu semua bisa
menghasilkan rumus yang menunjukkan berat janin. Namun hanya dokter yang bisa
membacanya. Adapun istilah umum yang biasa diketahui, yaitu :
1. LMP (last menstrual period):  hari pertama haid terakhir.
2. EDD (LMP): taksiran persalinan berdasarkan tanggalan menstruasi.
3. GA (Gestational Age). Ini menunjukkan perkiraan umur kehamilan, berdasarkan
panjang tungkai lengan, tungkai kaki ataupun diameter kepala. Jika salah satu
dari GA di foto USG menunjukkan besaran yang tidak normal, dokter langsung
bisa mendeteksinya sebagai kelainan. Terutama GA di bagian kepala
Dalam print out hasil USG juga terdapat kolom Fetal Biometry, dari kolom ini dapat
dibaca informasi-informasi sebagai berikut :
1. BPD: Biparietal diameter. Ini adalah ukuran tulang pelipis kiri dan kanan. Biasa
digunakan untuk mengukur janin di trimester dua atau tiga.
2. HC: Head Circumferencial atau lingkaran kepala
3. AC: Abdominal Circumferencial. Ukuran lingkaran perut bayi. Jika
dikombinasikan dengan BPD akan menghasilkan perkiraan berat bayi.
4. FL: Femur Length. Merupakan ukuran panjang tulang paha bayi.
5. FW: Fetal weight atau berat janin
Biasanya, yang diperiksa saat USG adalah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
kehamilan, yaitu :
1. Konfirmasi kehamilan. Embrio dalam kantung kehamilan dapat dilihat pada
awal kehamilan 5 ½ minggu, kemudian detak jantung janin biasanya diketahui
dalam usia tujuh minggu.
2. Mengetahui usia kehamilan
3. Menilai pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.
4. Masalah dengan plasenta. USG bisa menilai dan mengetahui kondisi plasenta,
apakah ada masalah misalnya seperti plasenta previa.
5. Kehamilan kembar. Dengan pemeriksaan USG bisa mengetahui apakah ada satu
atau lebih fetus di rahim.
6. Mengukur cairan ketuban. Jumlah cairan ketuban dapat dinilai dengan USG,
sehingga jika terjadi masalah ketika kandungan kelebihan cairan ketuban atau
terlalu sedikit.
7. Kelainan letak janin. Tidak saja kelainan janin dalam rahim, tetapi bisa juga
mengetahui kelainan yang bisa diketahui dengan USG, seperti ; hydrocefalus,
kelainan jantung, down syndrome.
8. Mengetahui jenis kelamin bayi.
Penggunaan USG tidak hanya untuk masalah kandungan dan kebidanan, tapi juga dapat
memberikan kemudahan dalam memberikan pelayanan kesehatan, yaitu dapat dengan
mudah dan murah mendeteksi sesuatu. Diantaranya adalah : USG mampu menemukan
dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis, dapat membedakan kista
dengan massa yang  solid, dapat mempelajari pergerakan organ ( jantung, aorta, vena
kafa), maupun pergerakan janin dan jantungnya. USG dapat digunakan untuk
pengukuran dan penetuan volum, pengukuran aneurisma arterial, fetalsefalometri,
menentukan kedalaman dan letak suatu massa untuk bioksi. USG juga dapat
menentukan volum massa ataupun organ tubuh tertentu (misalnya buli-buli, ginjal,
kandung empedu, ovarium, uterus, dan lain-lain). Dari hasil diagnosis seperti ini, dapat
ditentukan bagaimana tindakan medis selanjuntnya, contohnya adalah menentukan
perencanaan dalam suatu radioterapi. Berdasarkan besar tumor dan posisinya, dosis
radioterapi dapat dihitung dengan cepat.
USG 4 DIMENSI
USG 4 DIMENSI adalah alat yang bisa mendeteksi janin dengan akurat terpercaya,
bukan lagi hanya KATANYA DOKTER tapi SI IBU keluarga bisa melihat sendiri
bayinya di dalam kandungan.
Fungsi USG 4 Dimensi :
o Melihat aktivitas bayi di dalam kandungan (sedang nguap/mengantuk,
tidur/melamun, senyum, mengisap jari bahkan menjulurkan lidahnya), dan
pergerakan bayi menyerupai film.
o Deteksi dini kemungkinan adanya kelainan secara fisik (bibir sumbing,
hydrocephallus, jari-jari tangan/kaki tidak lengkap, dsb)
o Bayi letak sungsang atau melintang, lilitan tali pusat, letak plasenta untuk
memprediksi bayi lahir normal atau harus operasi.

Gelombang atau radiasi USG 4 Dimensi tidak menimbulkan resiko apapun pada
janin, beda dengan USG lainnya.

Foto Hasil USG 4 Dimensi


RONTGEN

Rontgen atau Roentgen (disimbolkan dengan R) adalah sebuah satuan


pengukuran radiasi ion di udara (berupa sinar X atau sinar gamma), yang dinamai
sesuai dengan nama fisikawan Jerman Wilhelm Rontgen. Rontgen adalah jumlah
radiasi yang dibutuhkan untuk menghantarkan muatan positif dan negatif dari 1 satuan
elektrostatik muatan listrik dalam 1 cm³ udara pada suhu dan tekanan standar. Ini setara
dengan upaya untuk menghasilkan sekitar 2.08×109 pasang ion.
Dalam sistem SI, 1 R = 2.58×10 −4 C/kg. Dosis 500 R dalam 5 jam berbahaya
bagi manusia. Dalam keadaan atmosfer standar (kepadatan udara ~1.293 kg/m³) dan
menggunakan energi ionisasi udara 36.16 J/C, akan didapat 1 R ≈ 9.330 mGy, atau 1
Gy ≈ 107.2 R.
Rontgen dan CT-Scan adalah alat pendeteksi yang sudah tidak asing lagi di
dunia kedokteran. Tetapi bagi orang awam atau yang belum pernah mengenal alat ini
biasanya begitu mendengar langsung merasakan takut dan khawatir. Padahal alat ini
sangat diperlukan untuk mendeteksi penyakit atau kelainan pada diderita pada tubuh
kita.
Rontgen berasal dari kata Roentgen (Wilhelm Roentgen, seorang dokter
berkebangsaan Jerman) yang menemukan suatu bentuk sinar, oleh karena tidak
mengetahui namanya, maka ia memberi nama sinar X, yang dikenal dengan sinar
Roentgen. Nama sinar roentgen sendiri, diusulkan oleh seorang anatomist yang terkenal
bernama Kolliker pada tahun 1986. Sinar yang tidak kelihatan ini mempunyai
kemampuan untuk menembus segala material yang dapat menyerap sinar. Sinar
Roentgen ini pertama kali dipergunakan pada dunia kedokteran pada tanggal 8 Februari
1896 di sebuah klinik di kota Dartmouth, Massachussets, Amerika Serikat.
CT-Scan (Computer Tomography Scanning) adalah suatu alat yang merupakan
gabungan dari teknologi computer dan sinar X yang dipergunakan untuk mendeteksi
bagian-bagian tubuh melalui potongan-potongan gambar yang dihasilkannya. Kali
pertama ditemukan oleh seorang insinyur berkebangsaan Inggris yaitu Sir Godfrey
Hounsfield dan dr Alan Cormack yang membuat mereka mendapat hadiah Nobel pada
tahun 1979.
Dengan bantuan CT-Scan, seorang radiolog atau dokter dapat melihat daerah
yang diinginkan seperti nodul atau tumor kecil, yang tidak dapat dilihat dengan sinar X.
CT-Scan sering dipergunakan untuk mengevaluasi otak, leher, tulang belakang, daerah
dada, perut, pinggang dan sinus-sinus.
Untuk mengetahui keadaan fisik badan, dari kedua alat tersebut di atas, sama-
sama memiliki keunggulan. Penggunaan kedua alat tersebut tergantung dari tujuan yang
ingin diketahui oleh dokter yang memintakan pemeriksaan. Evaluasi pemeriksaan fisik
badan tidak semata-mata hanya bergantung pada kedua jenis alat tersebut di atas,
melainkan merupakan kesimpulan dari semua bagian tubuh yang telah menjalani
pemeriksaan. Di RSPB melalui general medical check up.(*)

Penggunaan di Bidang Kesehatan


Menjadi salah satu alat yang paling berguna di bidang kesehatan, ahli radiologi
menggunakan pemindaian sinar-X untuk menghasilkan gambar struktur internal tubuh
pasien. Hal ini memungkinkan berbagai diagnosa seperti patah tulang, mencari
kemungkinan adanya tumor, dan bahkan melihat saluran pencernaan dapat dilakukan
dengan lebih akurat. Dengan menggunakan ‘ruang ion’ yang terletak antara pasien dan
film sinar-X, ahli radiologi dapat mengatur jumlah paparan radiasi yang diemisikan ke
pasien.

Perkembangan Foto Rontgen


Teknologi Rontgen sudah lama digunakan dalam dunia kedokteran, terhitung
saat fisikawan asal Jerman Wilhelm Conrad Rontgen menemukan sinar aneh yang
kemudian diberi nama Sinar X. Sinar yang ditemukan oleh Rontgen ini mampu
menembus bagian tubuh manusia sehingga sinar ini digunakan untuk pencitraan bagian
– bagian dalam tubuh.
Dengan prinsip Fisika bahwa sinar dapat menembus bagian – bagian tubuh,
dikembangkan teknik pencitraan yang lebih baik. Teknik pencitraan pada saat ini
mengembangkan teknik pencitraan konvensional (dua dimensi) menjadi pencitraan
modern (tiga dimensi dan empat dimensi).
Penggunaan sinar x sebagai foto rontgen sangat bermanfaat dalam segi
pendiagnosaan penyakit, seperti yang telah di bahas sebelumnya bahwa sinar x dapat
menembus benda-benda lunak karena frekuensinya yang tinggi. Foto rontgen generasi
pertama hanya dapat menghasilkan pencitraan 2 dimensi atau masih biasa disebut
dengan foto rontgen, namun lama kelamaan penggunaan sinar x tidak hanya digunakan
sebagai foto rontgen saja, tapi diugunakan dalam CT ( Computerized Tomografy ) dan
kemudian berkembang pula fluoroskopi.
CT mulai digunakan oleh rumah sakit-rumah sakit sejak 1970an, yaitu sebuah
alat yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit dengan menggunakan sinar-x yang
menggunakan metode tomografy ( 3 dimensi ). Alat ini akan menghasilkan keluaran
berupa gambar 3 dimensi yang dihasilkan oleh penyinaran yang dilakukan secara
memutar.

Gambar 5. Hasil CT scan

     Bentukan lain dari foto rontgen adalah fluoroskopi. Fluoroskopi adalah cara
pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar Roentgen dan suatu tabir yang
bersifat fluo resensi bila terkena sinar tersebut. Fluoroskopi terutama diperlukan untuk
menyelidiki pergerakan suatu organ/sistem tubuh seperti dinamika alat-alat peredaran
darah, misalnya jantung dan pembuluh darah besar; serta pernapasan berupa pergerakan
diafragma dan aerasi paru-paru. Karena pada fluoroskopi, baik penderita maupun
pemeriksa mungkin terpapar sinar Roentgen sehingga dapat menyebabkan bahaya
radiasi, maka perlu diperhatikan beberapa petunjuk agar bahaya sinar dibatasi pada
tingkat minimum yang masih praktis. Output alat Roentgen harus diukur secara berkala
dan tidak boleh melebihi 10 Rad per menit disebelah atas meja pemeriksaan (anonime,
2010).

Efek Rontgen
Sering sekali pasien yang akan menjalani pemeriksaan rontgen
mempertanyakan  bahaya atau akibat / efek samping dari pemeriksaan rontgen. Wajar
saja, karena pemeriksaan rontgen menggunakan radiasi sebagai sumber energi untuk
mendapatkan gambaran foto yang diinginkan. Dan sudah menjadi pengetahuan umum
kalau radiasi berbahaya. Apalagi setelah tragedi FUKUSHIMA di Jepang, pemberitaan
bahaya radiasi dari PLTN yang bocor cukup gencar.
Sinar – x yang digunakan dalam pemeriksaan rontgen adalah salah satu
gelombang elektromagnetik buatan yang mempunyai panjang gelombang yang sangat
pendek sehingga memiliki daya tembus yang tinggi terhadap material yang dilaluinya.
Salah satu sifat dari sinar – x adalah dapat menyebabkan kerusakan sel ( efek biologi ).
Efek biologis dimulai dengan ionisasi atom. Mekanisme dengan mana
radiasi menyebabkan kerusakan pada jaringan manusia, atau materi lainnya,
adalah dengan ionisasi atom dalam materi. Ionisasi radiasi diserap oleh jaringan
manusia memiliki energi yang cukup untuk menghilangkan elektron dari atom-atom
yang membentuk molekul dari jaringan. Ketika elektron yang bersama oleh dua atom
untuk membentuk ikatan molekul copot oleh radiasi pengion, ikatan itu pecah dan
dengan demikian, molekul yang berantakan. Ini adalah model dasar untuk memahami
kerusakan radiasi. Ketika radiasi pengion berinteraksi dengan sel, hal itu mungkin atau
tidak bisa menyerang bagian penting dari sel. Kami menganggap kromosom untuk
menjadi bagian paling penting dari sel karena mengandung informasi genetik dan
instruksi yang dibutuhkan untuk sel untuk melakukan fungsinya dan untuk membuat
salinan dari dirinya sendiri untuk tujuan reproduksi. Juga, ada mekanisme perbaikan
sangat efektif di tempat kerja yang terus-menerus memperbaiki kerusakan sel –
termasuk kerusakan kromosom.

Berikut ini adalah kemungkinan efek radiasi pada sel-sel:


Sel tidak rusak oleh dosis Ionisasi dapat membentuk zat kimia aktif yang
dalam beberapa kasus mengubah struktur sel. Perubahan ini mungkin sama dengan
perubahan-perubahan yang terjadi secara alami dalam sel dan mungkin tidak memiliki
efek negatif.
Sel yang rusak, perbaikan kerusakan dan beroperasi secara normal
Beberapa peristiwa ionisasi menghasilkan zat yang tidak biasanya ditemukan dalam sel.
Ini dapat menyebabkan kerusakan struktur sel dan komponennya. Sel dapat
memperbaiki kerusakan jika terbatas. Bahkan kerusakan pada kromosom biasanya
diperbaiki. Banyak ribuan penyimpangan kromosom (perubahan) terjadi terus-menerus
dalam tubuh kita. Kami memiliki mekanisme yang efektif untuk memperbaiki
perubahan ini.
Sel yang rusak, perbaikan kerusakan dan beroperasi normal Jika sel yang
rusak perlu melakukan fungsi sebelum memiliki waktu untuk memperbaiki dirinya
sendiri, itu akan baik tidak dapat menjalankan fungsi perbaikan atau melakukan fungsi
secara tidak benar atau tidak lengkap. Hasilnya mungkin sel-sel yang tidak dapat
melakukan fungsi normal atau yang sekarang merusak sel-sel lain. Sel-sel diubah
mungkin tidak dapat memperbanyak diri atau mungkin memperbanyak pada tingkat
yang tidak terkendali. sel-sel tersebut dapat menjadi penyebab kanker.
Sel-sel mati sebagai akibat dari kerusakan Jika sel secara ekstensif rusak oleh
radiasi, atau rusak sedemikian rupa sehingga reproduksi terganggu, sel akan mati.
Radiasi kerusakan pada sel-sel mungkin tergantung pada seberapa sensitif sel-sel adalah
untuk radiasi.
Meskipun radiasi jelas berbahaya dan tidak boleh disalahgunakan, namun kita
tidak perlu terlalu cemas jika akan melakukan pemeriksaan rontgen. Dosis radiasi yang
digunakan untuk pemeriksaan rontgen DIAGNOSTIK ( rontgen dada, Sinus, Perut,
kaki, tangan dan kepala serta tulang belakang ) cenderung aman untuk dilakukan.
Sebenarnya secara tidak sadar setiap orang menerima radiasi alam setiap harinya.
Sebagai bahan perbandingan , JIKA KITA RONTGEN DADA 1 KALI, MAKA
RADIASI YANG KITA TERIMA SETARA DENGAN RADIASI DARI ALAM
SELAMA 10 HARI .

Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
 Foto rontgen dapat menghasilkan gmbaran tentang anatomi tubuh pasien tetapi
hanya dalam bentuk 2 dimensi saja.
 Penggunaan foto rontgen menggunakan prinsip dari sifat-sifat sinar-x yaitu dapat
menembus benda-benda lunak, dan tidak terbelokkan oleh medan magnet maupun
medan listrik.
 Foto rontgen modern dapat mengetahui anatomi lebih detile secara 3 dimensi dan 4
dimensi mengguanakn metode CT scan dan fluoroskopi.
CARDIOTOCOGRAPHY (CTG)

CARDIOTOCOGRAPHY adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur


DJJ pada saat kontraksi maupun tidak. Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka
pada CTG kontraksi ibu juga terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat
kontraksi dan diluar kontraksi. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya
gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak baik.
Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG yang
ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi
kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit

PENGERTIAN UMUM CARDIOTOCOGRAPHY (CTG)


Suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di dalam rahim, dengan merekam pola
denyut jantung janin dan hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.
Pemeriksaan CTG penting dilakukan pada setiap ibu hamil untuk pemantauan kondisi
janin terutama dalam keadaan:
- Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid, penyakit infeksi
kronis, dll)
- Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth Retriction)
- Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)
- Polihidramnion (air ketuban berlebih)

Pemeriksaan CTG:
- Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.
- Waktu pemeriksaan selama 20 menit,
- Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun
bayi.
- Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan
pertolongan yang  sesuai.
- Konsultasi langsung dengan dokter kandungan
Mekanisme pengaturan DJJ : (normal 120-160dpm)
- SSSimpatis, yang bekerja pada miokardium, dmn dengan obat (beta adrenergik) akn
merang/ meningkatkan kekuatan otot jantung, frek & curah jantung.
- SSParaS, sebagian besar dipeng o/ N.Vagus yang b’asal dr batang otak. Bekerja pd
nodul SA dan AV serta neuron. Rang/ Nvagus (ex asetilkolin) akan menurunkan
kerja jantung, frek & curah jantung, sedangkan hambatan pd Nvagus (ex atropin)
akn meningkatkan kerja, frek & curah jantung.
- Baroreseptor, letaknya diarkus aorta dan sinus karotid, dimana saat tekanan tinggi
pd daerah tersebut, maka reseptor-reseptornya akan merang/ nvagus untuk
menurunkan kerja, frek dan cjantung
- Kemoreseptor yang terletak di aorta dan badan karotid (bagian perifer) serta di
batang otak (sentral), dimana berf/ dalam pengaturan kadar CO2 dan O2 pd darah
dan cairan otak. Pd saat O2 turun dan CO2 naik, maka reseptor sentral akn
mengakibatkan takhikardi sehingga aliran darah bnyk dan O2 meningkat pd darah
& cairan otak
- SSPusat, berfungsi mengatur variabilitas DJJ. Pd keadaan tidur dimana aktivitas
otak tidak ada, maka variabilitas menurun.
- St hormonal, pd keadaan stress (asfiksia) maka adrenal mengeluarkna epi&norepi
untuk meningkatkan kerja, frek dan cjantung.
- Karakterisitik DJJ :
- Basa fetal hearth rate, yakni baseline dan variabilitas disaat tidak ada gerakan dan
kontraksi ut.
- Reactivity, merupakan perubahan pola DJJ saat ada gerakan dan kontraksi.
Baseline Rate
Normal 120-160dpm, ada juga yang membuat 120-150 dpm. Takhikardi jika djj >
160dpm, dan bradikardi jika djj < 120dpm.
Takhikardi dapat terjadi pada keadaan : (Hipoksia janin (ringan / kronik), Kehamilan
preterm (<30 minggu), Infeksi ibu atau janin, Ibu febris atau gelisah, Ibu hipertiroid,
Takhiaritmia janin, Obat-obatan (mis. Atropin, Betamimetik.).

Variabilitas DJJ
suatu gbrn osilasi yg tdk teratur yg tampak pd rekaman djj, dan merupakan hasil dr
interaksi antara s.simpatis (kardioakselerator) dg s.para (kardiodeselerator). pd keadaan
hipoksia variabilitas akan menurun sampai menghilang. Dibedakan atas dua :
variabilitas jangkla pendek dan jangka panjang. Jangka panjang dibedakan lagi : normal
(6-25dpm), berkurang (2-5dpm), menghilang (<2dpm) dan saltatory (>25dpm).

Perubahan periodik djj


suatu p’ubahan pola djj yg b’hub dg kontraksi & gerakan janin (akselerasi dan
deselerasi)
Indikasi CTG : Hipertensi, DMG, gerak janin kurang, riw. obstetri jelek, PRM,
postterm, oligohidramnion, polihidramnion, gamelli, iugr, ibu dg p’sakit penyerta,
kehamilan dg anemia.
LAPAROSKOPI

Laparoskopi adalah suatu instrumen untuk melihat rongga peritoneum. Struktur rongga
pelvik dan dapat juga dipakai untuk tindakan operatif. Sejak pertama kali dicatat
melihat rongga abdomen dengan alat optic dengan dilakukannya incisi kuldotomi pada
tahun 1901, konsep visualisasi rongga pelvis baik untuk prosedur diagnostik maupun
operatif mengalami perkembangan yang pesat.

Kelling (1901) merupakan orang yang pertama sekali menggunakan alat Sistoskopi
Nitze yang telah ia kembangkan untuk memeriksa organ dalam rongga abdomen.
Selanjutnya Kelling mendemonstrasikan pada hewan percobaan dengan melakukan
pneumoperitoneum. Pada waktu itu alat tersebut disebut dengan Celioskopi. Pada saat
itu metode Kelling ini hanya sedikit mendapat perhatian, tetapi kemudian Swede
Jakobaeus (1910) mengembangkan kembali ide Kelling ini dan kemudian
memperkenalkan suatu teknik baru yang dapat melihat rongga peritoneum dengan alat
optic yang disebut Laparoskopi.
Endoskopi ginekologi di Indonesia mulai berkembang mulaik sekitar tahun 1990-an,
sedangkan di dunia internasional dimulai pada tahun 1970-an. Di Indonesia sekarang
sudah mulai pesat perkembangannya terutama di pusat-pusat kota, seperti Jakarta,
Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan Yogyakarta. Apalagi telah terbentuk
Indonesian Gynecologic Endoscopy Society (IGES), dan Satgas Endoskopi
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).
Bedah laparoskopi adalah semua tindakan bedah yang tidak membutuhkan sayatan
lebar dalam melakukan eksplorasinya, tetapi memerlukan alat bantu kamera, monitor
dan instrumen-instrumen khusus melakukan pembedahan melalui layar monitor tanpa
melihat dan menyentuh anggota badan pasien.  Bedah laparoskopi merupakan metode
baru yang lebih nyaman untuk pasien yaitu bedah invasif minimal. Sejak pertama kali
diperkenalkan teknik pembedahan ini memperlihatkan keunggulannya dibanding bedah
konvensional sehingga berkembang pesat hingga saat ini.

Sejarah Laparoskopi
Membahas bedah laparoskopi tentunya tidak lengkap tanpa mengetahui sejarah
berkembangnya laparoskopi. Keinginan untuk melihat ke dalam rongga perut telah
dimulai sejak awal abad ke-20.  Lalu teknik ini semakin berkembang sejalan dengan
berkembangnya instrumen-instrumen seperti  teleskop, jarum khusus, gunting, pinset
yang memungkinkan untuk intervensi dan melihat rongga perut dengan jelas.

Bedah laparaskopi diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1990, dengan


diselenggarakannya telekonferensi antara Amerika dan masyarakat bedah di Jakarta
melalui stasiun televisi swasta.  Diikuti kemudian demonstrasi operasi kolesistektomi
(pengangkatan kantung empedu) didua rumah sakit swasta di Jakarta. Sejak itu bedah
laparoskopik berkembang di kota-kota besar di Indonesia.

Keuntungan dan Kerugian


Bedah laparoskopi memiliki banyak keuntungan, tetapi juga memiliki beberapa
keterbatasan.  Beberapa keuntungan dari metode ini adalah
1. Luka operasi yang kecil berkisar antara 2-10 mm sehingga rasa sakit setelah
pembedahan jauh berkurang.
2. Secara kosmetik bekas luka operasi sangat berbeda bermakna dibandingkan
dengan parut luka operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi
berukuran 2 mm atau kurang sampai dengan ukuran 10 mm akan hilang atau
tersembunyi di daerah pusar, yang sulit dilakukan dengan bedah konvensional.
3. Karena nyeri setelah pembedahan minimal dan tidak banyak manipulasi pada
organ usus maka masa pulih setelah pembedahan jauh lebih cepat dan masa
rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
4. Dengan alat yang kecil, segala manufer dan eksplorasi jadi semakin luas dalam
rongga daerah dilakukannya operasi.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, teknik bedah laparoskopi juga memiliki
keterbatasan, yaitu masih mahalnya alat-alat, seperti trokar yang sekali pakai. Namun
biaya keseluruhan operasi menyerupai bedah konvensional karena masa perawatan
yang lebih singkat.
Banyaknya keuntungan yang diperoleh pasien dengan teknik bedah laparoskopi
menyebabkan teknik ini lebih diminati dan bersahabat kepada pasien.  
 
Perkembangan Laparoskopi
Bedah laparoskopi suatu prosedur operatif dengan cara pendekatan invasivif minimal
sarat dengan teknologi tinggi. Rancang bangun dan rekayasa terus dilakukan pada
perlengkapan dan peralatan bedah laparoskopi untuk kemudahan melakukan prosedur
maupun kenyamanan dan keamanan pasien. Gambran 3 dimensi untuk memberikan
citra yang lebih alamiah dan robot asisten yang dapat diaktifkan dengan suara operator
telah menjadi kenyataan. Yang sekarang sedang dikembangkan adalah tindakan
pembedahan yang dilakukan oleh pembedah yang tidak berada di sisi pasien, di luar,
atau jauh dari kamar operasi dikenal dengan sebutan telepresence surgery.
Bedah invasif minimal sekarang merupakan baku emas (gold standar) dari berbagai
macam operasi, seperti kelainan kantung empedu, appendisitis (radang usus buntu) akut
dan kronik, kelainan sendi di bidang orthopaedi, kelainan pada rongga toraks yang
dikenal dengan VATS (Video Assisted Thoracoscopy Surgery ) , kelainan dan penyakit
di bidang urologi dan ginekologi (kandungan).

LAPAROSKOPI MEMINIMKAN SAYATAN


Teknologi dan teknik pembedahan pasien terus mengalami perkembangan. Semuanya
tentu demi pemulihan kesehatan pasien. Termasuk penggunaan kamera video untuk
melakukan bedah atau lebih dikenal dengan teknik laparoskopi. Bedah dengan
menggunakan kamera video sudah banyak digunakan di berbagai rumah sakit di Tanah
Air, termasuk Rumah Sakit Awal Bross Batam, yang terus melakukan pengembangan
untuk lebih memberdayakan alat tersebut.
Menurut Assistant Business and Development Manager RS Awal Bross Batam, Ingrid
Sitawidjaja, alat tersebut bisa dimanfaatkan untuk pembedahan berbagai penyakit,
seperti operasi hernia, varicocele, dan kelenjar gondok. “Perkembangan teknologi telah
mengantarkan dunia kedokteran, khususnya bedah, kepada efektivitas dan efisiensi.
Teknik bedah minimal invasif, laparoskopi misalnya, menjadi alternatif dari bedah
konvensional,” papar Ingrid.
Dengan teknik laparoskopi, proses pembedahan tidak memerlukan sayatan panjang
seperti dalam teknik konvensional. Sayatan dalam pembedahan laparoskopi dibuat
seminimal mungkin karena proses penyembuhan di dalam tubuh menggunakan alat
tertentu yang bisa dipantau secara langsung oleh kamera. “Dengan demikian, banyak
keuntungan yang diperoleh pasien, antara lain hospitalisasi yang singkat, nyeri minimal,
biaya murah, dan mengurangi ileus,” ucap dia.
Awalnya, laparoskopi dilakukan untuk bedah digestif atau bedah bagian perut dan
saluran pencernaan. Belakangan, kasus yang sering ditangani justru bukan hanya
saluran pencernaan, melainkan juga cholecystectomy atau pengangkatan kantong
empedu dan appendectomy atau pengangkatan usus buntu yang meradang.
Bedah laparoskopi juga bisa diterapkan untuk kasus lengketnya usus, tumor usus,
obesitas, hernia, dan kelenjar getah bening. RS Awal Bross Batam juga sudah bisa
menangani pembedahan pembesaran kelenjar gondok dengan alat tersebut.
PENGGUNAAN LAPAROSKOPI PADA KISTA OVARIUM
Kista ovarium fisiologis merupakan massa di ovarium yang paling umum ditemukan.
Kista ini disebabkan oleh karena kegagalan folikel untuk pecah atau regresi. Ukuran
kista ovarium fisiologis ini kurang dari 6 cm, permukaan rata, mobile dan konsistensi
kistik. Keluhan dapat berupa massa di daerah pelvik maupun ketidakteraturan haid.
Terdapat beberapa jenis kista fungsional yaitu kista folikuler, kista korpus luteum, kista
teka lutein dan luteoma kehamilan.
Penanganan kista ovarium dapat berupa konservatif maupun operatif. Prosedur
pembedahan perlu dilakukan untuk mengetahui asal massa bila dari pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjang sulit menentukan asal massa tersebut. Pada tahun 1991,
laparoskopi baru digunakan baik sebagai alat diagnosa sekaligus sebagai terapi.
Prosedur pembedahan kista ovarium ini dapat berupa kistektomi dan salfingo-
ooforektomi. Kelebihan dari tindakan laparoskopi adalah trauma pada dinding abdomen
dan resiko perlengketan lebih minimal, waktu operasi lebih singkat dan masa
penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan laparotomi.
PENANGANAN KISTA OVARIUM DENGAN LAPAROSKOPI
Penggunaan laparoskopi untuk penanganan massa di pelvik meningkat satu dekade
terakhir ini. Sampai tahun 1990 tidak terdapat panduan secara umum mengenai
penggunaan laparoskopi sebagai alat diagnostik maupun terapi untuk kelainankelainan
ginekologi. Pada tahun 1991 Dr. Vicki Seltzer mengusulkan panduan penggunaan
laparoskopi sebagai alat diagnosis dan terapi. Hulka dkk melaporkan pada suatu survey,
dilakukan 13,739 prosedur laparoskopi untuk penanganan massa di ovarium 3.
Penggunaan laparoskopi dalam prosedur pembedahan untuk kista ovarium dapat berupa
kistektomi dan salfingoooforektomi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, laparoskopi merupakan cara operasi yang
lebih aman, efektif, dan dapat meminimalkan resiko seperti seperti perdarahan, infeksi
dan cidera organ sekitar dibandingkan bedah konvensional yang menggunakan metode
laparotomi.

Anda mungkin juga menyukai