Maskapai Penerbangan
Maskapai penerbangan atau airline adalah perusahaan yang menyediakan jasa layanan
transportasi udara untuk perjalanan penumpang dan barang (Handoyono dan Sudibyo, 2011),
airline menyewa atau memiliki pesawat yang dapat digunakan untuk menyediakan layanan ini
dan dapat membentuk kemitraan atau aliansi dengan maskapai lain untuk saling menguntungkan.
Menurut Atmajati (2013) berdasarkan jenis pelayannanya, maskapai penerbangan dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Maskapai full service atau premium Maskapai full service merupakan perusahaan
penerbangan yang menerapkan konsep pelayanan secara penuh dengan melakukan
penambahan layanan yang memiliki value added dengan penambahan catering,
penyediaan newspaper atau majalah, in flight entertainment, in flight shop, exclusive
frequent flier service dan lain sebagainya.
b. Low cost carrier atau LCC LCC adalah redifinisi bisnis penerbangan yang menyediakan
harga tiket yang terjangkau serta layanan terbang yang minimalis. LCC melakukan
eleminasi layanan maskapai tradisioal yaitu:
1) Pengurangan catering
2) Minimalisasi reservasi dengan bantuan teknologi IT sehingga layanan tampak sederhana dan
bisa cepat
3) Pelayanan yang minimal ini berakibat dalam penurunan cost, namun faktor safety tetap dijaga
untuk menjamin keselamatan penumpang sampai ke tujuan.
2. Pengembangan Visi
Dari sisi Visi, dapat dikatakan bahwa PT Garuda Indonesia sudah baik. Dapat dilihat dari apa
yang ingin dicapai PT Garuda Indonesia di masa depan, yaitu sebagai penyedia jasa penerbangan
pilihan utama.
LOW COST CARRIER
Maskapai berbiaya rendah atau LCC (Low Cost Carier) memang mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat di berbagai negara termasuk Indonesia. Harga yang lebih murah menjadikan lebih
unggul dari maskapai yang menerapkan system full service. Low Cost Carrier (LCC) itu sendiri
maksudnya adalah maskapai yang memberikan tariff rendah dan menghapus beberapa layanan
penumpang yang pada umumnya seperti layanan catering, minimalis reservasi dan harganyapun
terjangkau sehingga lebih dinikmati oleh masyarakat luas
Di Indonesia sendiri hampir 60 persen maskapai rute domestik adalah maskapai tipe berbiaya
rendah atau LCC (Low Cost Carier). Seperti maskapai Lion Air dan Citilink. Sedangkan 40
persen sisanya adalah maskapai yang menerapkan system full service, sperti Garuda Airlines dan
Batik Air.
Istilah Penerbangan “low cost” atau sering disebut LCC (low cost carrier). LCC sering juga
disebut sebagai Budget Airlines atau no frills flight atau juga Discounter Carrier. LCC
merupakan model penerbangan yang unik dengan strategi penurunan operating cost. Dengan
melakukan efisiensi cost di semua lini, maskapai melakukan hal-hal diluar kebiasaan maskapai
pada umumnya, Kalau airlines pada umumnya melakukan penambahan layanan yang memiliki
value added dengan penambahan catering, penyediaan newspaper atau magazine, in flight
entertainment, in flight shop, lounge, free taxy after landing, exclusive frequent flier services,
dan lain sebagainya. Berlawanan dengan hal itu, Low cost carrier melakukan eleminasi layanan
maskapai tradisional yaitu dengan pengurangan catering, minimize reservasi dgn bantuan
teknologi IT sehingga layanan nampak sederhana dan bisa cepat. Pelayanan yang minimize ini
berakibat dalam hal penurunan cost, namun factor safety tetap dijaga untuk menjamin
keselamatan penumpang sampai ke tujuan. LCC adalah redifinisi bisnis penerbangan yang
menyediakan harga tiket yang terjangkau serta layanan terbang yang minimalis. Intinya produk
yang ditawarkan senantiasa berprinsip low cost untuk menekan dan mereduksi operasional cost
sehingga bisa menjaring segmen pasar bawah yang lebih luas.
Langkah Low cost carrier kemudian juga ditiru di Asia dengan munculnya Air Asia di tahun
2000 yang bermarkas di Malaysia, Virgin Blue di Australia, sedangkan di Indonesia kemudian
berdiri Lion Air, dan Wings Air yang merupakan anak perusahaan Lion Air.
1. Semua penumpangnya adalah kelas ekonomi, tidak ada penerbangan kelas premium atau
bisnis
2. Kapasitas penumpangnya lebih banyak. Hal ini untuk menaikkan revenue pesawat
mengingat tarif yang sangat murah.
3. Maskapai tersebut memiliki satu tipe pesawat untuk memudahkan training dan
meminimize biaya maintenance dan penyediaan spare part cadangan. Biasanya
pesawatnya baru/ umurnya masih muda sehingga hemat dalam konsumsi fuel (avtur).
6. Pemilihan jam penerbangan untuk menghindari biaya yang mahal pada layanan bandara
pada saat jam-jam sibuk.
7. Rute yang diterbangi sangat sederhana biasanya point ke point untuk menghindari miss
conection di tempat transit dan dampak delay dari akibat delay flight sebelumnya.
8. Pada maskapai LCC (Low Cost Carier), selama penerbangan tidak ada fasilitas hiburan
seperti majalah ataupun televisi. Makanan dan minumannya juga tidak gratis. Sedangkan
pada maskapai Full Service fasilitas yang ditawarkan lebih banyak serta makanan dan
minumannya juga gratis, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk membeli
makanan dan minuman
10. Maskapai melakukan penjualan langsung (direct sales), biasanya via call center dan
internet untuk meminize cost channel distribusi. LCC tidak dijual melalui travel agent,
dan tidak menggunakan Channel Distribusi GDS (Global Distribution System) seperti
Abacus,Galileo, dll.
12. Karyawannya melakukan multi role dalam pekerjaannya. Disamping itu LCC
menerapkan outsourching dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital, termasuk
pekerjaan ground handling pesawat di bandara.
Jenis penerbangan ini diperkenalkan di Amerika Serikat yang akhirnya diikuti oleh banyak
perusahan maskapai penerbangan di seluruh dunia. Bagaimana tidak, bisnis tipe ini cukup
merauk untung yang besar. Dilansir dari berbagai media, pada saat kondisi penerbangan
internasional tengah mengalami krisis dengan adanya isu terorisme dan perang, jasa penerbangan
dengan basis LCC masih tetap mendapatan keuntungan. Para konsumen tetap memilih
penerbangan murah untuk melakukan perjalanan walaupun dengan kondisi tersebut.
Jika kita tengok di dalam negeri, kita bisa melihat Air Asia dan Lion Air adalah dua di antara
maskapai yang menerapkan konsep penerbangan tersebut. Tak jarang kita dapat menemukan
promo tarif penerbangan besar-besaran yang dilakukan kedua maskapai tersebut melalui laman
website atau online travel agent (OTA)
Jika kita tengok karakteristik penerbangan ini, memang LCC akan mengeliminasi layanan
maskapai reguler pada umumnya seperti yang dijelaskan di atas.
Konsep ini memang dilakukan untuk memikat konsumen untuk tetap dapat bepergian jarak jauh
meski dengan merogoh kocek yang minim. Hal positif yang didapatkan masyarakat adalah
mobilitas masyarakat terbantu oleh tarif tiket yang murah−walaupun dengan layanan yang minim
disbanding full service carrier. Terlebih beberapa tahun terakhir, dengan adanya konsep
penerbangan LCC, antusias masyarakat Indonesia untuk bepergian menggunakan angkutan udara
terbilang cukup tinggi.
Melihat dari isu tersebut, sebenarnya penerbangan berbasis LCC ini tidak dapat sepenuhnya
selalu diidentikkan dengan “murah bearti rendahnya pelayanan dan tingkat keamanan”. Namun
yang perlu kembali kita evaluasi adalah selain dari evaluasi teknis berkaitan dengan pengecekan
standar kemanan yang tercantum dalam IATA Operational Safety Audit (IOSA) yang ditetapkan
oleh International Air Transport Association (IATA) oleh masing-masing maskapai dan
dukungan dari berbagai pihak terkait transportasi seperti Air Traffic Control (ATC), pihak
bandara, pihak operator penerbangan, tetapi juga bagaimana strategi komunikasi pemasaran dan
customer relations oleh masing-masing maskapai.
Mengutip Schiffman & Kanuk (2004), strategi ini tidak melulu selalu berkaitan dengan usaha
peningkatan jumlah konsumen, tetapi lebih dari bagaimana perusahaan mampu memelihara dan
menjaga kepercayaan serta menimbulkan sikap positif terhadap pelanggannya dengan
mengutamakan pelayanan atau customer care yang baik dan berkualitas.