ABSTRAK
Hikayat Hang Tuah sebagai karya sastra yang telah melampaui zaman
mampu memberi berbagai perspektif pandang di masyarakat mengenai sosok
pahlawan dalam cerita tersebut. Naskah Hikayat Hang Tuah secara eksplisit
menghadirkan tokoh Hang Tuah sebagai pahlawan. Kemudian, drama modern
yang berkembang dalam masyarakat, baik secara eksplisit maupun implisit
menghadirkan tokoh lain, yaitu Hang Jebat yang tidak lain adalah sahabat Hang
Tuah sebagai pahlawan dalam pandangan masyarakat Melayu di Malaysia. Dalam
hal ini, terdapat dua pemikiran yang berbeda dalam zaman yang berbeda.
I. PENDAHULUAN
Khasanah kesusatraan Nusantara tentu mengenal salah satu karya sastra
yang menurut Valentjin dalam Iskandar (1996) dikatakan sebagai “karya Melayu
yang terindah” pada masa puncak penulisan di kerajaan Johor (1511—1779) yaitu
Hikayat Hang Tuah. Mengisahkan tentang kepahlawanan lima panglima Melayu
yang tidak tertandingi dan dibumbui oleh persahabatan, dua di antaranya adalah
Hang Tuah dan Hang Jebat. Kisah dari kedua tokoh: Hang Tuah dan Hang Jebat
dikatakan menjadi bagian yang paling menarik dan mengharukan dalam cerita
(Sutrisno, 1983). Bagian cerita yang dimaksud adalah dua sahabat yang sejak awal
cerita sangat akrab dan saling membantu berhadapan sebagai lawan (Sutrisno,
1983).
II. PEMBAHASAN
Hikayat Hang Tuah dikatakan dalam Iskandar (1996) sebagai puncak dari
penulisan hikayat klasik Melayu dalam kesusastraan Johor. Lebih lanjut,
dikatakan bahwa Hikayat Hang Tuah dihasilkan selambat-lambatnya pada akhir
abad ke-17. Hikayat tersebut kemudian muncul dalam berbagai versi dan varian
naskah yang dimiliki oleh banyak pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Sutrisno (1996) menyebutkan delapan negara yang menyimpan naskah mengenai
Hang Tuah dengan jumlah lebih dari satu di setiap negara. Naskah mengenai
Hang Tuah yang terdapat di Asia tersimpan di Jakarta (Indonesia), Singapura, dan
Kuala Lumpur (Malaysia). Umumnya cerita mengenai Hang Tuah yang tersimpan
di Asia setelah dibandingkan mempunyai alur cerita yang kurang lebih sama
(Sutrisno, 1996).
Naskah Hang Tuah yang telah dibandingkan tersebut menyajikan episode
mengenai “Hang Jebat Mendurhaka”, berkisah mengenai Hang Jebat menjadi
paduka Raja yang “diharu syaitan” dalam kepemimpinannya (Sutrisno, 1996)
sehingga Raja meminta para panglima dan prajuritnya untuk membunuh Hang
Jebat, namun tidak ada yang berhasil. Hang Tuah yang diceritakan telah mati,
pada bagian ini dikatakan masih hidup dan tengah berguru pada seorang Syekh.
Selanjutnya, episode ini juga merupakan puncak tragedi dalam Hikayat Hang
Tuah yaitu dua orang sahabat karib yang sama-sama setia dan berbakti kepada
rajanya sampai salah seorang durhaka dan dibinasakan oleh yang lain dalam
perang tanding yang dahsyat (Sutrisno, 1996).
Naskah-naskah Hikayat Hang Tuah yang telah dibandingkan menunjukkan
bahwa Hang Tuah merupakan pahlawan melayu yang tiada tandingannya. Dalam
naskah mengenai Hikayat Hang Tuah tokoh Hang Tauh digambarkan sebagai
seorang hulubalang yang menaruh kesetiaan penuh terhadap rajanya. Kesetiaan
tanpa batas meskipun mengalami fitnah dan dibuang. Melalui kesetiaan tersebut
Hang Tuah digambarkan sebagai tokoh yang patut untuk diteladani. Hal itu
dikatakan sesuai dengan nilai etika masyarakat Melayu yaitu nilai mentaati raja
(Hamid, 1988).
Naskah Hikayat Hang Tuah menjadikan tokoh Hang Tuah sebagai tokoh
pusat dalam cerita (Sutrisno, 1996). Tokoh Hang Tuah hampir seluruhnya
berhubungan dengan tokoh-tokoh lain dalam cerita. Dalam hal ini, dapatlah
dikatakan bahwa Hang Tuah merupakan tokoh utama cerita. Lebih lanjut,
dikatakan dalam Sutrisno (1996) sebagai tokoh utama tidak dapat disangkal lagi
bahwa Hang Tuah ditampilkan sebagai pahlawan.
Kemudian, seiring berjalannya waktu Hikayat Hang Tuah yang berupa
naskah pada abad ke-19 dijadikan sebagai landasan untuk dimainkan dalam
drama. Drama yang berkembang di Melayu pada masa itu disebut drama
bangsawan. Drama bangsawan merupakan drama yang dimainkan tanpa adanya
pengarahan skrip ataupun gerak (Ahmad, 2000). Lebih lanjut, dikatakan dalam
Ahmad (2000) bahwa drama bangsawan lebih mengutamakan kepada nyanyian
babak dan adegan yang panjang. Drama tersebut dipersembahkan untuk hiburan
golongan bangsawan.
Drama bangsawan yang dimaksukan untuk menghibur bangsawan banyak
memilih cerita Hang Tuah sebagai naskah utama untuk dipentaskan (Napiah,
1994). Naskah Hang Tuah dalam Napiah (1994) dipilih karena menggambarkan
kejayaan masa kerajaan Melayu. Masa kejayaan tersebut yang kemudian
memotivasi kaum bangsawan untuk melanjutkan tradisi, dalam tanda kutip, yang
telah dititipkan dari masa lalu.
Drama bangsawan yang berkembang pada masa itu juga menampilkan
Hang Tuah sebagai pahlawan Melayu yang tidak tertandingi. Cerita yang
dipentaskan banyak dipusatkan pada tokoh Hang Tuah. Hang Tuah ditampilkan
sebagai seorang wira (pahlawan) yang serba sempurna baik dari segi jasmani,
rohani, pemikiran, tindakan, dan caranya berbudaya dengan orang lain (Ibrahim
Saad, 1973) dalam (Napiah, 1994).
Perbandingan antara watak tokoh Hang Tuah dan Hang Jebat menjadi
bagian yang penting dalam pementasan drama bangsawan pada masa itu. Hang
Jebat digambarkan memiliki sifat yang berlawan dari Hang Tuah. Berikut
digambarkan bagaimana perwatakan yang tergambar dalam tokoh Hang Jebat
menurut Napiah (1994).
- Hang Jebat memiliki sikap berani dan keras hati digambarkan dalam
peristiwa ketika Hang Tuah masih berpikir dua kali untuk berlayar karena
suatu keadaan Hang Jebat justru mendukung rencana tersebut. Begitu pula
sewaktu mereka dan sahabat yang lainnya di Majapahit. Hang Jebat
merencanakan supaya mereka mengamuk di istana karena suatu kejadian
yang dirasa janggal.
- Hang Jebat terkenal sebagai seorang yang suka berterus terang, radika, dan
tegas. Baginya tidak ada sifat berselindung atau memuji-muji apalagi
bekerja untuk medapatkan nama atau sanjungan.
- Hang Jebat digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kesetiaan utuh
terhadap sahabatnya.
Satu yang menarik dan membedakan tokoh Hang Jebat dari tokoh Hang
Tuah adalah keberaniannya dalam menentang Raja Melayu. Penentangan yang
dilakukan Hang Jebat menurut Ahmad dalam Napiah (1994) dilatarbelakangi
karena cerita feodalisme yang terjadi pada masyarakat Melayu pada masa itu.
Hang Jebat percaya apa yang dilakukannya adalah benar dan hak (Napiah, 1994).
Melalui satu perwatakan tersebut mulailah pemikiran mengenai Hangg Jebat
sebagai pendurhaka dipertanyakan kembali. Kedurhakaan yang dilakukan Hang
Jebat dinilai sebagai kebenaran yang perlu diapresiasi.
Drama modern hadir dengan bentuk yang berbeda dari drama bangsawan.
Perbedaan drama modern dengan drama bangsawan terletak pada proses sebelum
pementasan dilaksanakan. Drama modern menggunakan skrip yang dilengkapi
cara pementasan (Ahmad, 2000). Dalam hal ini, apa yang hendak disampaikan
penulis menjadi lebih mudah ditafsirkan.
III. KESIMPULAN
Hikayat Hang Tuah sebagai karya sastra yang telah melampaui zaman
menghadirkan berbagai perspektif dalam masyarakat. Ciri kepahlawanan pada
tokoh-tokoh dalam cerita tersebut menjadi hal menarik untuk dibahas. Terlebih
lagi, sosok yang dinilai memiliki watak pahlawan berbeda pada suatu masa.
Hang Tuah sebagai tokoh utama dalam naskah Hikayat Hang Tuah pada
masa drama bangsawan disebut sebagai pahlawan. Pahlawan bagi bangsa Melayu
pada masa itu. Sikap dan pemikirannya dijadikan tumpuan dan pandangan hidup
masyarakat. Lain halnya dengan Hang Tuah, pada masa itu Hang Jebat dinilai
sebagai pendurhaka yang tidak pantas untuk diteladani.
Ahmad, Mohamad Nazri. 2000. Seni Persembahan Drama Melayu Moden. Kuala
Lumpur: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Napiah, Abdul Rahman. 1994. Tuah-Jebat dalam Drama Melayu Satu Kajian
Intertekstualiti. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pendidikan Malaysia.
Sutrisno, Sulastin. 1983. Hikayat Hang Tuah: Analisa Struktur dan Fungsi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.