Oleh:
dr. Chika Aulia Husna
Peserta PPDS OBGIN
Pembimbing:
dr. Puja Agung Antonius, SpOG. Subsp. Onk.
1
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS RSUP M. DJAMIL PADANG
LEMBAR PENGESAHAN
dr. Puja Agung Antonius, SpOG. Subsp. Onk. dr. Chika Aulia Husna
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN FK UNAND
RS Dr. M. DJAMIL PADANG
2
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS RSUP M. DJAMIL PADANG
Lembar Penilaian Peserta PPDS Obstetri & Ginekologi I FK. Unand / RSUP Dr. M.
Djamil Padang
1 Pengetahuan
2 Ketrampilan
3 Attitude
Note:
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Robekan jalan lahir yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi,
robekan perineum spontan derajat I sampai IV, robekan pada dinding vagina,
forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra, dan bahkan yang terberat
ruptur uteri. Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun
tindakan episiotomi perineum yang dilakukan. Episiotomi harus dilakukan atas
beberapa indikasi, antara lain bayi besar, partus prematurus, perineum kaku,
persalinan dengan kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat bantu baik
forceps, maupun vakum. Apabila episiotomi tidak dilakukan atas indikasi yang
tepat, maka dapat menyebabkan peningkatan angka kejadian dan derajat kerusakan
pada daerah perineum. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
pasca persalinan 2,3
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Ruptur merupakan robeknya jaringan secara paksa. Perineum adalah lantai
pelvis dan struktur yang berhubungan dengan pintu bawah panggul; bagian ini
dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber
ischiadikum, dan di sebelah posterior oleh os. coccygeus, dan dibagi ke dalam
segitiga urogenital anterior dan segitiga anal posterior.2,4,5
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dicegah dengan memastikan
kepala janin tidak terlalu cepat lahir. Namun, kepala janin yang akan lahir jangan
ditahan terlampau kuat dan lama karena dapat menyebabkan asfiksia dan
perdarahan dalam tengkorak janin, serta melemahkan otot-otot dan fassia pada
dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.2,4,5
2.1.2 Epidemiologi
Insidensi laserasi pada perineum mencapai 0,25 hingga 6%, dimana terdapat
berbagai faktor risiko yang dapat memperberat laserasi pada perineum, seperti
episiotomi medialis, nullipara, kala II yang memanjang, persalinan yang diinduksi,
posisi oksipital posterior persisten, persalinan pervaginam dibantu, ras Asia, dan
berat bayi yang besar.3
Tingkat prevalensi laserasi perineum derajat ketiga dan keempat berkisar
antara 0,3-6% atau kira-kira 1,7% dari semua kelahiran (2,9% pada primipara).
Sebagian besar penelitian berfokus pada kejadian dan faktor risiko traumaperineum
yang lebih berat seperti mengenai termasuk sfingter anal. Penelitian sebelumnya
melaporkan lebih dari 80% wanita mengalami robekan perineum pada tingkat
tertentu selama persalinan, yang merupakan salah satu komplikasi paling umum
dari persalinan pervaginam, dan ini terkait dengan komplikasi jangka pendek dan
jangka panjang seperti nyeri persisten, dispareunia, dan gangguan saluran kemih,
dan juga inkontinensia anal.7
6
2.1.3 Klasifikasi Ruptur Perineum
a. Derajat I
Perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina, kulit perineum, dan fourchette,
dan tidak mengenai fasia serta otot. Derajat ini termasuk laserasi periurethral, yang
dapat menyebabkan perdarahan besar.3
b. Derajat II
Perlukaan yang lebih dalam dan bisa meluas ke vagina dengan melukai fasia
serta otot-otot perineal, namun tidak mengenai sfingter ani. Robekan dapat terjadi
di garis tengah, namun seringkali meluas ke satu atau kedua sisi vagina,
membentuk segitiga ireguler. 3
7
c. Derajat III
Perlukaan lebih luas dan lebih dalam dari derajat II menyebabkan muskulus
sfingter ani eksterna terputus. Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral,
tetapi dapat juga bilateral. Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus
levator ani yang terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan dengan alat,
dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak
kelihatan dari luar dan mengakibatkan terbentuknya hematoma.3
d. Derajat IV
Robekan pada perineum derajat III yang dapat meluas ke mukosa rektum
dan melibatkan sfingter ani eksterna dan interna. 2
8
2.1.4 Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Episiotomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episton (regio pubis) dan tomy
(memotong). Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada
septum rektovaginal, otot-otot, dan fasia perineum dan kulit sebelah depan
perineum. Insisi dapat dilakukan di garis tengah, yang disebut sebagai episiotomi
mediana atau episiotomi yang dimulai di garis tengah lalu diarahkan ke lateral
menjauhi rektum, atau disebut sebagai episotomi mediolateral. 3,11,12
Episiotomi dapat menurunkan kejadian trauma perineal posterior, perbaikan
dengan bedah, dan komplikasi penyembuhan, serta trauma perineal anterior.
Episiotomi dapat dipertimbangkan atas beberapa indikasi, antara lain:3
Distosia bahu
Sungsang
Janin makrosomia
Persalinan pervaginam dibantu
Posisi oksiput posterior persisten
dan indikasi lain yang dapat menyebabkan rupture perineum apabila tidak
dilakukan episiotomi
Berdasarkan pihak ibu dan pihak janin, indikasi episiotomi terbagi atas: 8
1) Indikasi janin
a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam,
ekstraksi vakum, dan janin besar.
2) Indikasi ibu.
Indikasi episiotomi dilakukan apabila terjadi peregangan perineum yang
berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perineum, terutama pada
primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum,
dan anak besar.
Teknik Episiotomi
Sebelum episiotomi, analgetik dapat menggunakan analgetik epidural saat
persalinan, blokade nervus pudendus bilateral, atau dengan infiltrasi lidokain 1%.
Apabila dilakukan terlalu cepat, perdarahan akibat episiotomi akan cukup besar
selama interval antara insisi dan saat persalinan. Namun, apabila dilakukan
terlambat, laserasi tidak dapat dicegah. Episiotomi sebaiknya dilakukan saat kepala
sudah terlihat saat kontraksi dengan diameter kepala mencapai 4 cm, seperti
mahkota.3,13
Episiotomi medialis
1) Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai
batas atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara
anestesi infiltrasi antara lain dengan procaine 1-2%; atau larutan lidonest 1-
10
2%; atau larutan xylocaine 1-2%. Setelah pemberian anestesi, jari menyusup
antara kepala dan perineum. Kemudian insisi dimulai pada arah jam 6 pada
introitus vagina dan diarahkan ke posterior. Panjang insisi sekitar 2 sampai 3
cm tergantung panjang perineal dan derajat ketebalan perineum. Insisi yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis persalinan yang akan dilakukan, namun
harus dihentikan sebelum mencapai sfingter ani eksterna. Bila kurang lebar
disambung ke lateral (episiotomi medio lateralis). 2,12
2) Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju
anus melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum. 8
3) Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan
kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan
beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit dengan empat atau lima
jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputius-putus (interupted suture)
atau secara jelujur (continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit
otot, fasia dan selaput lendir adalah catgut chromic, sedang untuk kulit
perineum dipakai benang sutera.8
Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.
11
Gambar 2.8 Teknik menjahit luka episiotomi medialis8
Episiotomi mediolateralis
4) Pada teknik ini, gunting episiotomi diposisikan pada arah jam 7 atau jam 5,
kemudian insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke
arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan kearah kanan
atau pun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.
Panjang insisi kira-kira 4 cm.2,12
12
5) Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa
sehingga setelah penjahitan luka selesai hasilnya harus simetris.8
a. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putus
b. Benang jahitan pada otot ditarik
c. Selaput lendir vagina dijahit
d. Jahitan otot-otot diikatkan
e. Fasia dijahit
f. Penutupan fasia selesai
g. Kulit dijahit
Episiotomi lateralis8
1) Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3
atau 9 menurut arah jarum jam.
2) Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar kearah dimana terdapat pembuluh
darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang
banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang
mengganggu penderita.
2. Derajat II
Laserasi derajat II melibatkan fasia dan otot (muskulus perinei transversalis)
dari badan perineum tapi tidak mengenai sfingter anus. Robekan ini biasanya
melebar ke atas pada salah satu atau kedua sisi vagina, membentu luka segitiga
yang ireguler. Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II atau
III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir
13
yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah
kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah
pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Awalnya otot dijahit
dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara
interuptus atau kontinu. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak
robekan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang secara interuptus.8
3. Derajat III
Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan
perineum, dan melibatkan sfingter anus. Mula-mula dinding depan rektum yang
robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani
yang terpisah oleh karena robekan diklem dengan klem Pean lurus, kemudian
dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum derajat II.8
14
4. Derajat IV
Teknik yang digunakan untuk menjahit laserasi deajat IV melibatkan sfingter
ani dan mukosa rektal. Teknik pertama dan yang lebih disarankan adalah teknik
end-to-end dan teknik kedua, yaitu teknik overlapping. Teknik end-to-end
dilakukan dengan meperkirakan jarak antara robekan tepi mukosa rektum dengan
jahitan pada otot rektal sejauh 0,5 cm. Benang yang dapat digunakan adalah 2-0
atau 3-0 chromic gut. Lapisan otot kemudian ditutup dengan sfingter ani interne.
Kemudian akhir dari jahitan di sfingter ani eksterna diisolasi, dan ditutup secara
end-to-end dengan 3-4 jahitan terputus-putus. 3
2.1.6 Prognosis
Kebanyakan pasien dengan episiotomi atau robekan akan sembuh dengan
sangat baik, dengan menghilangnya nyeri 6 minggu setelah persalinan dan bekas
luka yang minimal. Namun dapat terjadi inkontinensia feses dalam jangka pendek
maupun jangka panjang pada 10% pasien dengan ruptur perineum tingkat IV,
walaupun sudah dilakukan penanganan dengan baik. Jika tidak ada komplikasi,
tidak dibutuhkan perawatan dan monitoring dalam jangka waktu lama.3,11,12
15
2.2 Masa nifas
Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidana pada ibu selama masa nifas
adalah sebagai berikut :15
1. Anjurkan ibu untuk melakukan control/kunjungan masa nifas setidaknya 4 kali, yaitu :
- 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
16
- 6 hari setelah persalinan
- 2 minggu setelah persalinan
- 6 minggu setelah persalinan
17
4. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang didapatkannya
dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan bayinya.
5. Tatalaksana dan rujuk ibu bila ditemukan masalah
6. Lengkapi vaksinasi tetanus toksoid bila diperlukan
7. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila menemukan salah satu tanda
berikut :
- Perdarahan berlebihan
- Sekret vagina berbau
- Demam
- Nyeri perut berat
- Kelelahan atau sesak nafas
- Bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau pandangan kabur
- Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan pada putting
a. Kebersihan diri
1) Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air kecil
atau besar dengan sabun dan air
2) Mengganti pembalut minimal dua kali sehari, atau sewaktu-waktu terasa
basah atau kotor dan tidak nyaman
3) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelamin
4) Menghindari menyentuh daerah luka episiotomy atau laserasi
b. Istirahat
1) Beristirahat yang cukup, mengatur waktu istirahat pada saat bayi tidur,
karena terdapat kemungkinan ibu harus sering terbangun pada malam hari
karena menyusui
2) Melakukan rutinitas rumah tangga kembali secara bertahap
c. Latihan
Menjelaskan dan mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul
- Menarik otot perut bagian bawah sambil menarik napas dalam posisi tidur
terlentang dengan lengan disamping, tahan napas sampai hitungan 5, angkat
dagu ke dada, ulangi sebanyak 10 kali
18
- Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan. Tahan dan kencangkan otot pantat,
pinggul sampai hitungan 5, ulangi sebanyak 5 kali.
d. Gizi
- Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
- Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin)
- Minum minimal 3 liter/hari
- Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pascasalin, terutama di
daerah dengan prevalensi anemia tinggi
- Suplemen vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU diminum segera setelah
persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24 jam kemudian
e. Menyusui dan merawat payudara
Jelaskan kepada ibu mengenai cara menyusui dan merawat payudara,
pentingnya ASI ekslusif dan mengenai tanda-tanda kecukupan ASI dan
manajemen laktasi.
f. Senggama
Senggaman aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak merasa
nyeri ketika memasukkan jari ke dalam vagina. Keputusan tentang senggama
bergantung pada masing-masing pasangan yang bersangkutan.
g. Kontrasepsi dan KB
Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya kontrasepsi dan keluarga berencana
setelah bersalin.
19
DAFTAR PUSTAKA