Anda di halaman 1dari 3

1.

Apa itu UU Cipta Kerja


Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem
investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan
proyek strategis nasional.
(https://uu-ciptakerja.go.id/wp-content/uploads/2020/11/Salinan-UU-Nomor-11-Tahun-
2020-tentang-Cipta-Kerja.pdf)

Secara singkat UU Cipta Kerja membahas tentang Penyederhanaan perizinan


berusaha. Persyaratan investasi. Ketenagakerjaan. Kemudahan dan perlindungan
UMKM.

Pro kontra UU Cipta Kerja (https://www.ugm.ac.id/id/berita/20184-pakar-ugm-soroti-pro-


kontra-uu-cipta-kerja)

UU ini beberapa pasal juga memberi manfaat lebih besar kepada pengusaha dibanding para
buruh. “Jadi, ada dua sisi yang perlu kita cermati, dari aspek positif UU ini memang diharapkan
mampu memberi kemudahan bagi investasi masuk ke Indonesia yang diharapkan memberikan
kemudahan bagi  penciptaan lapangan kerja. Namun, jika dicermati lebih mendalam UU ini akan
lebih cenderung memberi manfaat lebih pada pengusaha dibanding buruh,” kata Hempri ketika
dimintai tanggapannya soal prospek dampak pembangunan kesejahteraan masyarakat pasca
pengesahan UU Cipta Kerja.

Dalam kesempatan itu ia sempat menyinggung apabila UU ini tetap diterapkan, Hempri
menyampaikan bahwa setiap kebijakan ekonomi yang diambil oleh negara harus sesuai dengan
amanat konstitusi pasal 33 UUD 1945 yaitu investasi yang masuk mampu menyejahterakan
bukan yang meminggirkan rakyat.

https://ekonomi.bisnis.com/read/20201006/9/1301136/tuai-pro-kontra-apa-itu-omnibus-law-dan-
uu-cipta-kerja

https://www.kompas.tv/article/391303/dampak-buruk-disahkannya-uu-cipta-kerja-masyarakat-
desa-dan-buruh-kian-terimpit#:~:text=Mengutip%20dari%20Kompas.id%2C%20Peneliti,akan
%20semakin%20mengimpit%20petani%20lokal.

Sejumlah kalangan menolak keputusan DPR yang menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk disahkan menjadi
undang-undang saat perppu tersebut sedang diuji di Mahkamah Konstitusi. Mengutip
dari Kompas.id, Peneliti The Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi mengungkapkan, UU Cipta
Kerja akan berdampak buruk bagi masyarakat perdesaan dan kaum buruh. Perlindungan kerja
kepada petani akan melemah dan komoditas pangan impor akan semakin mengimpit petani lokal.
Misalnya, Pasal 30 Ayat 1 UU Cipta Kerja yang membuka lebar keran impor pangan sehingga
petani dibiarkan bersaing di pasar bebas dengan kekuatan korporasi atau pemodal besar di
bidang pangan. Selain itu, ada penghapusan soal sanksi dua tahun penjara dan denda Rp 2 miliar
bagi pengimpor komoditas pertanian saat hasil komoditas lokal masih mencukupi di UU Cipta
Kerja. Sanksi itu sebelumnya ada dalam Pasal 101 UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Petani khawatir undang-undang yang dibuat dengan
metode omnibus law ini akan semakin mengimpit lapangan pekerjaan mereka. Produksi dalam
negeri akan mati, benih lokal menghilang, hingga lahan pertanian tergusur pembangunan atas
nama investasi. “Sebelum ada UU Cipta Kerja saja desa-desa ini sudah dihajar dengan investasi
yang ugal-ugalan, sementara UU ini mencakup banyak sekali sendi di masyarakat,” ungkap Sri
dalam peluncuran buku modul untuk rakyat berjudul Memahami dan Melawan Omnibus Law
UU Cipta Kerja di Jakarta, Jumat (24/3/2023). Tak hanya petani, kelompok nelayan, petambak,
dan masyarakat pesisir juga mengalami nasib yang tak jauh beda.

Definisi nelayan kecil yang sebelumnya dalam UU No 45/2009 dibatasi dengan ukuran kapal
maksimal 5 gros ton, di dalam UU Cipta Kerja tidak dibatasi lagi. Nelayan kecil hanya dianggap
nelayan yang mencari ikan untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini berarti perlindungan terhadap
nelayan terancam karena akan terjadi penyamarataan antara nelayan kecil dan nelayan bermodal.
Definisi yang tidak jelas ini menimbulkan ketidakadilan karena izin berusaha untuk nelayan
besar tidak menjadi masalah. Selain itu, UU Cipta Kerja juga mengancam area tangkap ikan bagi
nelayan kecil karena tidak ada batasan yang jelas. Pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil juga tidak lagi wajib melibatkan konsultasi aktif dengan publik. Dampaknya, kerusakan
lingkungan. Sri menyebut, UU Cipta Kerja juga telah banyak menghapus, mengubah, dan
menyisipkan beberapa ketentuan di dalam UU yang terkait dengan masyarakat hukum adat. Di
antaranya, UU No 41/1999 tentang Kehutanan, UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan, UU No 39/2014 tentang Perkebunan, dan UU No 2/2012 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. “Misalnya, UU Cipta Kerja membuat
badan usaha milik desa (BUMDes) bisa dimasuki modal asing karena frasa dimiliki oleh
masyarakat itu dihapus. Tanpa UU Cipta Kerja saja desa-desa itu sebenarnya sudah banyak
dikooptasi oleh modal, sementara desa ini sangat lemah dan nyaris tidak ada perlindungan,”
papar Sri.
Buruh kehilangan kepastian kerja

Aktivis buruh Nining Elitos juga mengecam pengesahan UU Cipta Kerja. Menurut dia, buruh
akan kehilangan kepastian kerja, ekonominya semakin tertekan karena upah akan semakin
rendah, sedangkan beban kerja bertambah, hingga nilai tawar buruh terhadap perusahaan dan
pemerintah akan merosot. Nining menilai, UU Cipta Kerja diciptakan untuk kepentingan
pengusaha. Suara-suara penolakan dari masyarakat, mulai dari jalanan hingga jalur uji materi di
Mahkamah Konstitusi, tidak didengar. Bahkan, suara masyarakat dibungkam dengan surat
telegram Kepala Polri yang menginstruksikan anggota kepolisian untuk melawan narasi anti-UU
Cipta Kerja di masyarakat. “Kekuasaan hari ini semakin culas dan mereka tidak butuh rakyat.
Yang mereka butuhkan hanya investasi, tetapi mengorbankan aspek yang lebih besar, yaitu
persoalan kemanusiaan yang adil dan sejahtera,” kata Nining.

Anda mungkin juga menyukai