Anda di halaman 1dari 9

1 Sosiologi Komunikasi, 6th

PRANATA SOSIAL KOMUNIKASI MASSA

Pengertian Pranata Sosial

Dalam peristilahan sosiologi, pranata atau institusi sosial (social intituation) diartikan
sebagai suatu fungsi yang memenuhi ataupun melayani kebutuhan sosial tertentu.
Dalam bahasa Indonesia, ada juga yang menggunakan istilah lembaga kemasyarakatan
sebagai terjemahan istilah social instition.

Soemardjan dan Soemardi (1967) mengartikan institusi sosial sebagai: semua norma-
norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu keperluan pokok dalam
kehidupan masyarakat. Keperluan pokok itu biasanya terletak dalam salah satu bidang
kehidupan masayarakat; misalnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, agama, politik,
keturunan, dan sebagainya. Kebutuhan hidup berkerabat sebagai contoh menimbulkan
pranata-pranata sosial seperti pelamaran, perkawinan, perceraian, Burhan Bungin
(2006) menyebutkan : Lembaga sosial atau pranata adalah sekumpulan tata aturan
yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat. Lembaga sosial
memungkinkan setiap struktur dan fungsi serta harapan-harapan setiap anggota dalam
masyarakat dapat berjalan memenuhi harapan sebagaimana yang disepakati bersama.
Dengan kata lain lembaga sosial digunakan untuk menciptakan ketertiban atau order.

Wujud kongkrit dari pranata adalah aturan, norma, adat, atau semacamnya yang
mengatur kebutuhan masyarakat dan telah terinternalisasi dalam kehidupan
manusia, dengan kata lain pranata sosial adalah norma yang telah melembaga atau
menjadi kelembagaan di masyarakat.

Ogburn dan Nimkoff (1960) menjelaskan institusi adalah konstalasi dari kebiasaan
yang bermakna secara sosial yang terbentu sejumlah fungsi atau perangkat fungsi
seperti pemerintahan, perjuangan, pemujaan, yang cukup penting untuk ada pada
berbagai tempat dan waktu.

Insitutusi adalah merupakan salah satu dari sejumlah organisasi sosial yang berfungsi
dalam kehidupan masyarakat. Banyaknya organisasi sosial dalam suatu masyarakat
ditentukan oleh besarnya masyarakat tersebut. Semakin besar populasi masayarakat,
maka akan semakin besar institusi yang ada.

Institusi sosial yang mempunyai kegunaan utama sebagai alat pengamatan


masyarakat (social control) karena dengan mengetahui adanya institusi-institusi itu
setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat.

Komunikasi Massa Sebagai Institusi Sosial

Salah satu yang menjadi kebutuhan dalam kehidupan bersama adalah sarana untuk
menyampaikan atau menyebarluaskan informasi kepada sesama anggota masyarakat.
Pada masyarakat tradisional, institusi komunikasi lebih banyak diselengggarakan pada
forum-forum dan saluran tradisional misalnya komunikasi tatap muka. Komunikasi
massa merupakan bentuk sekaligus cara melembaganya komunikasi sosial.
2 Sosiologi Komunikasi, 6th

Dengan sarana dan kebiasaan yang terselenggara melalui komunikasi massa,


masyarakat telah mempunyai ekspektasi tertentu yang khas, dan juga telah terbiasa
untuk berkomunikasi dengan jalan itu.

Apresiasi dan pemahaman yang lebih jauh tentang komunikasi massa sebagai suatu
institusi sosial menuntut suatu konsiderasi mengenai hubungan antara institusi-
institusi komunikasi massa dengan institusi sosial yang lain seperti pemerintah, struktur
ekonomi, keluarga, dan lain sebagainya. Yang menjadi fokus adalah fungsinya sebagai
suatu lembaga atau pranata sosial. Sedangkan fungsi dan disfungsi tadi lebih
mengkhusus untuk pribadi, kelompok masyarakat dan masyarakat secara umum dari
media tertentu sebagai individu, atau bahkan lebih detil lagi hanya bagian dari suatu
media (maksudnya cuma isi tertentu saja). Peran media massa secara institusi sosial
secara keseluruhan ternyata mengalami pergeseran-pergeseran

Perkembangan komunikasi massa sebagai pranata sosial

Pada mulanya media massa diciptakan untutk keperluan menyampaikan sesuatu


(informasi) kepada khalayak ramai. Perkembangan berikutnya terjadi dalam wujud/
bentuk atau bentuk media sendiri, yaitu dengan datang media massa baru. Setelah
surat kabar, menyusul muncul radio, lalu belakangan televisi. Dengan demikian
ditengah kehidupan sebagai besar masyarakat, kini media massa sebagai suatu
prantara sosial untuk kebutuhan berkomunikasi massa telah menjadi kenyataan sehari-
hari.

Sejumlah fungsi lain telah melekat pada prantara media massa bahkan merupakan
bagian yang tak terpisahkan yaitu:

1. fungsi bisnis: media massa mengiklankan sesuatu mensponsori suatu produk atau
kegiatan mempromosikan suatu ide kegiatan ataupun produk termasuk untuk diri
media itu sendiri. Bahkan kini media massa sebagai suatu bisnis merupakan
prantara niaga yang cukup besar. Ada beberapa media massa yang bahkan memiliki
anak-anak perusahaan yang bergerak baik dibidang media massa sendiri atau yang
bekembang ke bidang lain yang bukan media. Misalnya : Keterlibatan Metro TV
dalam sebuah event sebagai “media partner “yang diselanggarakan oleh suatu
perusahaan.

Perkembangan anak-anak perusahaan media sebagai wujud perkembangan bisnis


media misalnya : Trans Corporations (TransTV dan TV7), Media Group (Media
Indonesia, MetroTV, Lampung Post, dan berbagai perusahaan di luar media),
Gramedia Group (Kompas, beberapa tabloid ternama Bola, Kontan, NIKITA dsb),
Jawa Pos Group (JPNN), Media Nusantara Cipta (MNC) dengan RCTI, GlobalTV, TPI,
beberapa radio, SINDO, dan sebagainya.

2. fungsi politis: media massa dapat mendukung atau menolak ide tokoh tertentu.
Karena setiap media ada khalayaknya maka sikap politik suatu media biasanya
berpengaruh pula pada masyarakat luas. Secara institusi media mempunyai visi,
misi, dan ideologi yang akan berpengaruh terhadap fungsi politis media. Misalnya
sebuah media yang berafiliasi kepada satu partai politik, maka media massa
3 Sosiologi Komunikasi, 6th

tersebut akan terus mendorong kepentingan partai tersebut. Kepentingan-


kepentingan diluar partai tersebut akan ditolak dan kontra bagi media tersebut.
3. fungsi sosial: media massa sebagai institusi sosial juga bertanggungjawab dalam
bidang-bidang sosial. Tanggung jawab sosial media yang diwujudkan dalam
Corporate Social Responsibility merupakan wujud nyata peran sosial media.
Misalnya RCTI Peduli, Dompet Duafa Republika, Pundi Amal SCTV, Dana
Kemanusiaan Kompas, dan sebagainya. Dana-dana yang dihimpun media
diperuntukan untuk kegiatan sosial semacam bencana alam seperti gempa bumi,
banjir, tsunami, dan tanah longsor. Selain itu selama ini media juga memberikan
bantuan berupa beasiswa bagi kalangan tidak mampu, pengobatan gratis dan
sebagainya. Fungsi sosial lain dari media misalnya adalah menyediakan rubrik
jodoh, dan menjembatani persoalan-persoalan sosial lainnya.
4. fungsi organisator: Media massa mengorganisasikan orang dalam bentuk kelab-
kelab remaja kumpulan ibu-ibu pembaca majalah wanita. Fungsi ini dilakukan
media dengan berbagai tujuan misalnya mengelola segmentasi pasar atau khalayak
mereka atau bahkan hanya mengelola bagian dari rubrik atau program acara
mereka. Misalnya salah satu radio swasta DELTA FM di Jakarta menjembatani dan
mengorganisator para pendengarnya dan membuat program jalan/wisata bersama
ke suatu tempat.
5. fungsi ekonomis: kelompok usaha media massa telah menjadi kekuatan ekonomi
tersendiri yang berpengaruh: Perkemabagan industri media telah mendorong
pertumbuhan ekonomi baru bagi media itu sendiri mapun sektor-sektor lainnya.
Misalnya tersedianya lapangan kerja baru dibidang media. Lapangan kerja itu tidak
hanya dari dalam media tapi juga di sektor-sektor luar media sebagai perpanjangan
tangan media misalnya pengecer koran, biro iklan, productions house dan
sebagainya.

Media Massa dan Social Control

Pengertian Social Control

Kontrol sosial erat kaitannya pengendalian sosial, karena perilaku masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya ditiap bidang telah diwadahi oleh pranata tertentu.
Pada dasarnya setiap orang diharapkan untuk berperilaku hidup yang
mempertimbangkan keberadaan orang lain disekitarnya. Artinya jika tidak dipenuhi
seluruh ataupun jika tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya, maka masyarakat
tidak terlalu memperdulikanya. Misalnya setiap anggota masyarakat diharapkan untuk
berperilaku yang bertanggung jawab untuk ketenteraman dan keamanan lingkungan
tempat ia bermukim. Masyarakat kemudian mengamati dan mengendalikan agar warga
masyarakat ditempat terwujud berprilaku sesuai dengan norma dan nilai yang
berprilaku. Dengan kata lain mereka lakukan social control.

Koentjaraningrat pakar antropologi kita menunjukan lima cara pengendalian sosial


(social control), yaitu dengan:
1. mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma
kemasyarakat yang ada.
4 Sosiologi Komunikasi, 6th

2. memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-


norma kemasyarakatan.
3. Mengembangkan rasa malu pada diri atau jiwa anggota masyarakat jika mereka
menyimpan atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan yang berlaku.
4. Menimbulkan rasa takut.
5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi-sanksi yang
berat bagi para pelanggarnya.

Social Control Oleh Media Massa

Seberapa jauh media massa ampuh melaksanakan fungsi social control ditentukan oleh
tingkat integrasi media massa dalam penilaian warga masyarakat yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan integrasi media massa adalah sejauh mana media massa yang
bersangkutan oleh masyarakat dinilai jujur, konsisten dan konsekuen dalam
melaksanakan peranannya selama ini.

Media massa juga turut membantu mengumpulkan dan menyalurkan aspirasi


masyarakat dalam perumusan suatu ketentuan hukum serta aturan lain yang
menyangkut perilaku masyarakat disuatu bidang. Hal yang termasuk kedalam cara yang
dimaksud butir ke-5 pengendalian sosial yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat
diatas tadi. Berarti media massa turut dalam penciptaan sistem hukum yang dimaksud
untuk masyarakat yang bersangkutan.

Sebagai representasi dari masyarakat sipil (civil society) media massa


bartanggungjawab menjalankan kontrol sosialnya. Kontrol sosial oleh media massa di
atur dalam undang-undang tentang pers nomor 40 tahun 1999.

Pasal 3 menyebutkan pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi,


pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Pasal 5 menyebutkan :

(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan


menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas
praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani hak jawab.
(3) Pers wajib melayani hak koreksi.

Pasal 6 menyebutkan:

Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut :

a. memenuhi hak masyarakat untuk memenuhu;


b. menegaskan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benar.
d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum;
5 Sosiologi Komunikasi, 6th

e. Memperjuangkan keadailan dan kebenaran.

Sebagai bagian dari sebuah bangsa, media massa mempunyai tanggungjawab dalam
mendorong tercapainya tujuan negara. Dalam proses pembangunan negara dalam
mencapai tujuannnya diperlukan kontrol sosial dengan tujuan menjunjung
transparansi, profesionalitas, bebas korupsi kolusi dan nepotisme.

Pemerintah dalam hal ini eksekutif bertanggungjawab bersama-sama lembaga negara


lain legislatif dan yudikatif mencapai tujuan negara. Maka sebagai representasi dari
masyarakat sipil, media massa mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan kontrol
dalam proses tersebut.

Contoh misalnya:

Pemerintahan SBY-JK banyak menjalankan program-program pemerintahan. Ambillah


contoh konversi minyak tanah ke gas elpiji. Tujuan dari program tersebut adalah untuk
mengurangi subsidi minyak tanah yang sangat besar. Selain itu konversi itu juga untuk
menjaga makin berkurangnya ketersediaan minyak di tanah air, sedangkan gas masih
melimpah. Pengguna minyak tanah yang lebih banyak adalah masyarakat dari golongan
menengah bawah, diberikan kompos gas secara gratis dan juga diberikan tabung
seberat 3 KG.

Program konversi tersebut memakan dana yang sangat besar, dan juga melibatkan
aparat pemerintahan sampai ke tingkat kelurahan dan desa. Sebagai program
pemerintah, konversi minyak tanah ke gas ini harus di kontrol mulai dari kebijakan yang
telah diambil pemerintahan SBY-JK, misalnya regulasi sampai kepada teknis kelapangan
yakni pembagian atau distribusi kompor.

Beberapa pemberitaan tentang konversi minyak ke gas yang dilakukan media sebagai
bentuk kontrol media adalah :

_______________________________________________________________________

Pemerintah Percepat Program Konversi Minyak Tanah Rabu, 30 Agustus 2006 | 20:04 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:

Pemerintah akan mempercepat program konversi minyak tanah ke elpiji dari 6 tahun
menjadi 4 tahun. Total minyak tanah yang dialihkan itu ditargetkan mencapai 90 persen
dari konsumsi minyak tanah sekitar 10 juta kiloliter. “Kita bisa, sebab Indonesia
produsen elpiji (gas tabung)," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat mengunjungi
Pertamina kemarin.

Sebelumnya, pemerintah menganggarkan dana Rp 1,93 triliun bagi program konversi


minyak tanah ini. Program konversi minyak tanah ke elpiji ini berdasarkan surat Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro kepada Menko Perekonomian,
Menteri Keuangan, Dirjen Migas, dan PT Pertamina (persero). Dananya berasal dari
pengurangan subsidi minyak tanah yang dialihkan ke elpiji. Dari program ini,
diperkirakan terjadi pengurangan konsumsi minyak tanah mencapai 988.280 kiloliter.
6 Sosiologi Komunikasi, 6th

Sedangkan konsumsi elpiji menjadi naik sebesar 567.700 ton. Saat ini harga jual elpiji di
dalam negeri Rp 4.250 per kilogram. Padahal sebagian pasokan elpiji diimpor
Pertamina dengan biaya Rp 6.000-7.000. Jadi selama ini Pertamina mensubsidi
konsumen dalam negeri Rp 1.750-2.750 per kilogram. Tahun ini konsumsi elpiji rata-
rata 1 juta ton.

Jusuf Kalla menjelaskan, bila ini tercapai, dalam 4 tahun ada penghematan subsidi Rp
30 triliun. Namun, diperlukan tambahan investasi sekitar Rp 15 triliun. "Kami akan
minta swasta untuk ikut program ini," ujarnya.

Berdasarkan uji coba konversi elpiji yang dilakukan Pertamina, lanjut Kalla, hasilnya 85
persen konsumen beralih dari minyak tanah ke elpiji. Hasil lainnya, ada kenaikan
pendapatan rill masyarakat hingga Rp 25 ribu sebulan untuk keluarga sederhana. "Jadi
ini harus segera berjalan."

Direktur Utama PT Pertamina (persero) Arie Soemarno menambahkan, tidak ada


tambahan subsidi untuk Pertamina. Skemanya subsidi minyak tanah akan dialihkan ke
elpiji dengan perbandingan 1:1. Jadi bisa saja untuk sementara Pertamina menanggung
dulu selisih harga jual elpiji. “Yang penting diganti dengan subsidi minyak tanah karena
ada pengurangan konsumsi minyak tanah," ujarnya.

Arie menjelaskan, untuk tabung pertama kali, diupayakan gratis. Sedangkan harga jual
elpiji tetap dijual Rp 4.250 per kilogram sehingga Pertamina masih menanggung
kerugian sekitar Rp 1,9 triliun. "Itu akan kami cari jalan dan dibicarakan dengan
pemegang saham," tutur dia. muhamad fasabeni/nieke

_______________________________________________________________________

MENYOAL KONVERSI MINYAK TANAH KE BAHAN BAKAR GAS


Ditulis oleh Eddy Satriya, Selasa, 06 Maret 2007

(Telah diterbitkan dalam Downstream Indonesia Edisi Feb 2007)

Subsidi energi, baik listrik maupun BBM, telah menjadi momok menakutkan bagi
pengambil keputusan di Republik Indonesia ini. Pemerintah dipusingkan bukan hanya
oleh rumitnya merancang pembangunan dan menentukan prioritas dalam penyusunan
RAPBN, tetapi juga dengan besarnya subsidi – terutama BBM – yang harus ditanggung
setiap tahun. Karena itulah, pemerintah bersama DPR telah bersepakat untuk
menghapuskan subsidi BBM secara bertahap seperti tertuang dalam UU No. 25/2000
tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas). Meskipun demikian, subsidi
minyak tanah dikecualikan. Dengan kata lain, meski telah menerapkan harga pasar
untuk bensin dan solar, pemerintah masih mensubsidi minyak tanah untuk keperluan
masyarakat berpendapatan rendah dan industri kecil.

Namun subsidi minyak tanah dalam dua tahun terakhir masih terasa memberatkan
karena besarnya volume yang harus disubsidi, seiring dengan berbagai krisis dan
transisi yang terjadi dalam managemen energi nasional. Kondisi ini diperberat pula
dengan bertahannya harga minyak dunia pada kisaran USD 50-60 per barel. Karena itu,
7 Sosiologi Komunikasi, 6th

langkah pemerintah untuk melakukan konversi penggunaan minyak tanah kepada


bahan bakar gas dalam bentuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) bisa dianggap sebagai
salah satu terobosan penting dalam mengatasi rancunya pengembangan dan
pemanfaatan energi, sekaligus mengurangi tekanan terhadap RAPBN.

Dari berbagai sumber diketahui bahwa pemerintah berencana untuk mengkonversi


penggunaan sekitar 5,2 juta kilo liter minyak tanah kepada penggunaan 3,5 juta ton
LPG hingga tahun 2010 mendatang yang dimulai dengan 1 juta kilo liter minyak tanah
pada tahun 2007 (detik.com, 19/1/07). Langkah ini bisa dipahami cukup strategis
mengingat setelah penghapusan subsidi bensin dan solar, permintaan akan minyak
tanah tidak memperlihatkan penurunan. Karena itu, salah satu jalan yang bisa
dilakukan adalah dengan mengurangi pemakaian minyak tanah.

Sayangnya, rencana konversi kepada LPG ini terasa mendadak dan tidak terencana
secara komprehensif. Tak heran berbagai masalah dalam pelaksanaannya muncul
seakan tiada henti. Mulai dari ribut-ribut tender kompor gas yang dilakukan oleh
Kantor Menteri Koperasi dan UKM, belum jelasnya sumber pendanaan dan besarnya
subsidi yang mencapai ratusan milyar Rupiah, rendahnya sosialisasi kepada masyarakat
yang justru sedang giat-giatnya memproduksi kompor murah berbahan bakar briket
sesuai program pemerintah sebelumnya, ketidaksiapan infrastruktur seperti stasiun
pengisian dan depot LPG, hingga kaburnya kriteria pemilihan lokasi uji coba dan
kelompok masyarakat penerima kompor dan tabung gas gratis.

Belum habis berbagai kontroveri tersebut, muncul pula masalah lain dalam proses
tender kompor gas. Yaitu adanya aturan baru dimana kompor gas harus memiliki dua
tungku. Padahal peserta tender sebelumnya telah mengantisipasi dan diminta
menyiapkan penawaran hanya satu tungku sesuai aturan dari Departemen
Perindustrian (Kompas,3/2/07).

Lalu bagaimana langkah ke depan?

Tidak semua rencana baik bisa berjalan mulus. Apalagi dalam era demokrasi yang
penuh transisi. Berbagai niat dan semangat untuk mengukir sejarah tidak cukup hanya
dibekali upaya biasa, tapi juga menuntut perjuangan ekstra dan kerjasama. Itulah salah
satu kaedah proses perencanaan saat ini. Karena itu demi kelangsungan program
konversi yang bertujuan baik, maka proses perencanaan dan program pelaksanaannya
sebaiknya dibenahi dari sekarang sebelum mengalami kegagalan atau menciptakan
dampak yang lebih buruk.

Ada dua masalah utama yang perlu pemikiran ulang. Pertama, dampak penghapusan
subsidi untuk bensin dan solar kelihatannya luput dari perhatian pemikir negeri ini.
Anjuran kiai dan puluhan cendekiawan Indonesia dengan berbagai iklannya di media
cetak dan media elektronik untuk bersabar menghadapi “penyesuaian” harga BBM
ternyata tidak mangkus.

Himpitan dan kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat miskin seperti nelayan di
pesisir dan penduduk yang hidup didaerah sungai seperti di Jambi, Sumatera Selatan,
sebagian Jawa, dan sebagian besar Kalimantan, menuntut kreativitas agar bisa
8 Sosiologi Komunikasi, 6th

bertahan hidup. Mahalnya solar untuk melaut telah memaksa nelayan memodifikasi
ribuan mesin kapal agar tetap bisa dioplos dengan minyak tanah supaya ekonomis,
meski harus mengganti beberapa onderdil secara berkala. Sedangkan bagi rakyat
pengguna transportasi sungai, mesin tempel perahu mereka juga harus direkayasa agar
bisa menggunakan minyak tanah yang lebih murah. Meski secara ekonomi terjadi
pengurangan subsidi untuk bensin dan solar, namun secara nasional penggunaan dan
permintaan minyak tanah bukannya menurun. Malah sebaliknya, permintaan naik
berlipat-lipat yang tercermin dengan banyaknya antrian minyak tanah disepanjang
tahun 2005 dan 2006 di seluruh wilayah nusantara, termasuk di ibukota Jakarta. Hal ini
telah diperburuk pula oleh ulah spekulan, pengoplos, dan buruknya distribusi
Pertamina.

Kedua, apabila pemerintah masih akan terus melakukan konversi minyak tanah dengan
berbagai kondisi makro seperti di atas, maka pelaksanaannya menuntut pembenahan.
Koordinasi menjadi kata kunci. Demikian pula, harus jelas institusi penanggung jawab
program utama (executing agency) dan institusi pelaksana untuk setiap sub program
(implementing agency). Saat ini peran, fungsi dan tugas masing-masing institusi yang
terlibat masih rancu. Setidaknya ada beberapa institusi yang terlibat, antara lain:
Departemen ESDM, PT. Pertamina, BPH Migas, Depertemen Perindustrian,
Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Usaha (swasta), LSM, dan Pemerintah Daerah.
Menjadi penting untuk meluruskan peran dan tugas masing-masing agar tidak terjadi
tumpang tindih dan saling tuding.

Untuk mewujudkan kerjasama dan koordinasi yang baik antar instansi sudah
sepantasnya dibetuk Tim Terpadu untuk melaksanakan program konversi ini.
Mengingat jumlah masyarakat miskin yang terus bertambah, maka sangat diperlukan
kecermatan dalam menentukan lapisan masyarakat yang akan menjadi sasaran
konversi ini. Untuk skala nasional tentu saja tingkat kesulitannya akan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan skala uji coba yang sekarang sedang dilaksanakan di beberapa
kecamatan di wilayah DKI Jaya dan Tangerang.

Konversi penggunaan minyak tanah memang harus dilaksanakan secara


berkesinambungan mengingat masih tingginya permintaan dan ketergantungan
nasional terhadap BBM. Program ini harus berkelanjutan dan tidak bisa sporadis
mengingat pemerintah masih kesulitan menaikkan produksi minyak ketingkat 1,3 juta
barel per hari, sementara penggunaan bahan bakar gas dan batu bara masih terkendala
oleh infrastruktur.

Penggantian jutaan kompor minyak tanah menjadi kompor gas tentu memerlukan
biaya cukup besar. Apalagi jika itu akan diberikan secara cuma-cuma. Untuk jangka
panjang strategi pembiayaan mutlak harus dipikirkan. Diusulkan agar biaya konversi
pemakaian minyak tanah ini bisa diambilkan dari berbagai retribusi dan pendapatan
negara bukan pajak lainnya (PNBP) yang jumlahnya cukup besar di sektor Migas.

Sedangkan pengelolaanya dalam jangka panjang bisa saja di embankan kepada badan
usaha tertentu atau dikembalikan ke Pertamina dengan menggunakan pola Public
Service Obligation sehingga mengurangi rantai birokrasi dan dapat meringankan beban
9 Sosiologi Komunikasi, 6th

pemerintah ditengah keterbatasan sumber daya manusia yang ada saat ini.

Sebagai penutup tidak kalah pentingnya adalah program sosialisasi kepada masyarakat
agar dapat mensukseskan program ini. Karena itu ukuran tabung gas dan kepastian
rancangan kompor hendaklah dibuat sedemikian rupa sehingga memang sesuai dengan
kebutuhan mereka. Khusus untuk ukuran tabung gas, kiranya perlu dipikirkan ulang
secara seksama, hingga tidak terjadi salah persepsi nantinya bagi sebagian masyarakat
miskin yang tentu juga memiliki tingkat pendidikan yang agak terbatas dibandingkan
dengan masyarakat luas lainnya. Kedua hal ini sangat perlu diperhatikan untuk
menghindarkan berbagai masalah sosial yang belum diantisipasi pemerintah pada saat
ini.

_______________________________________________________________________

Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Prenada Media. Jakarta. 2006

Depari, Eduard & MacAndrews, Colin. Peran Komunikasi dalam Pembangunan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. 1978.

Elvinaro dan Erdinaya. Komunikasi Massa; Suatu Pengantar. Simbiosa Rekatama Media.
Bandung. 2004

Nasution, Zulkarimein. Komunikasi Pembangunan. PT. RajaGrafindo. Jakarta. 1987

Sutaryo. Sosiologi Komunikasi-Perspektif Teoritik. ArtiBumi Intaran, Yogyakarta, 2005.

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990.

Anda mungkin juga menyukai