Oleh : Susie
Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta kerja dilakukan DPR RI pada Senin 5
oktober 2020. DPR mengesahkan UU Cipta Kerja Omnibus Law meski banyak
pendapat penolakan dan kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Banyak kajian
yang diterbitkan oleh berbagai lembaga menunjukkan pengesahaan UU Cipta
Kerja akan merugikan buruh/pekerja.
Sebagian besar peraturan yang diubah dalam RUU ini banyak berbicara mengenai
efisiensi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja, tetapi RUU ini justru tidak
mengubah atau membuat peraturan baru yang berkaitan dengan pelatihan kerja
atau peningkatan kompetensi pekerja. Padahal, berbicara mengenai penciptaan
lapangan kerja seharusnya justru berkaitan erat dengan upaya untuk meningkatkan
kompetensi calon tenaga kerja.
Alih- alih perlindungan pekerja, RUU Cipta Kerja justru berpotensi membuat pasal
ketenagakerjaan kembali terpinggirkan, tergerus oleh kebutuhan investasi dan
ekonomi. Padahal, dalam hubungan industri Pancasila, perlidungan pekerja
merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah.
Sila kelima adalah satu-satunya sila dalam Pancasila yang dilukiskan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dengan menggunakan kata kerja
“mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Prinsip
keadilan inti dari moral ketuhanan, landasan pokok perikemanusiaan, simpul
persatuan, dan kedaulatan rakyat. Dengan, kata lain keadilan sosial merupakan
perwujudan sekaligus cerminan imeraktif etis keempat sila dalam Pancasila
lainnya.
Ini menimbulkan kekhwatiran akan adanya perbedaan batas waktu kerja bagi
sektor tertentu dan kompensasinya akan dapat merugikan pekerja di sektor-sektor
tertentu, karena mereka dapat diminta untuk bekerja lebih lama dan menerima
pembayaran untuk lembur yang lebih rendah dibandingkan pekerja di sektor lain.
Pengaturan kebijakan waktu kerja yang tidak jelas, dinilai menjadi celah semakin
terbukanya eksploitasi terhadap pekerja. Selama ini saja kasus pekerja yang
upahnya tidak dibayar, tetapi waktu kerjanya tetap berjalan normal. Bahkan,
terdapat kasus pengusaha yang kabur dengan tidak membayar hak-hak pekerja.
Banyak hal kontroversial yang selama ini kasusnya menimpa pekerja, walau
instrumen hukmnya diatur dalam Undang-Undang ketenagakerjaan, tetapi tidak
dipatuhi atau dijalankan oleh perusahaan.
Terlebih lagi ketika memberikan ruang bagi pengusaha untuk mengatur waktu
tenaga kerja terhadap pekerja, menghilangkan kewajiban pengusaha membayar
upah dalam keadaan tertentu, dan tidak membayar upah sesuai upah minimum. Hal
ini akan akan semakin menjerumus nasib pekerja.
Kurangnya lapangan pekerjaan juga membuat masyarakat yang sudah siap kerja
menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tenaga kerja
tetap bekerja walaupun dengan upah yang sangat jauh dari standar upah minimum
regional yang telah ditentukan oleh pemerintah dimasing-masing wilayah.
Pekerja juga bekerja tidak sepenuhnya bekerja setidaknya kurang dari 35 jam
setiap minggunya. Konsekuensinya, jumlah pengangguran meningkat dan
pendapatan yang diterima pekerja lebih rendah dari upah minimum.
Profil Singkat
Nama : Susie
Alamat : Jl. Soetoyo S. Komplek Damai no.9 RT 14 RW 01 Kel. Teluk Dalam
Banjarmasin
Hp/WA : 082251166985
Email : susieaja26@gmail.com
Pekerjaan : Mahasiswa Fakultas Hukum ULM