Anda di halaman 1dari 54

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD OTO


ISKANDAR DI NATA SOREANG KABUPATEN
BANDUNG PADA TAHUN 2022

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Kebidanan

ELIN HERLIATIN
F622230

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal yang berjudul “Faktor_ Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban
Pecah Dini pada Ibu Bersalin Di RSUD Oto Iskandar Di Nata Soreang Kabupaten
Bandung Tahun 2022”. Yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
Tidak sedikit rintangan yang saya hadapi dalam penyusunan skripsi ini, baik
dalam teknik penulisan Maureen dalam pengumpulan dan pengolahan data.
Berkat dorongan dan bantuan dari segala pihak, akhirnya penulis dapat mengatasi
berbagai kesulitan tersebut, saya banyak mendapatkan pengarahan dari berbagai
pihak, untuk itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
2. Erni Hernawati, S.S.T., Bd., M.M., M.Keb. selaku Dekan Fakultas
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali Bandung.
4. Lia Kamila, S.S.T., Bd., M.Keb. selaku selaku Penanggung jawab program
program studi Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali dan
pembimbing utama skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, pengarahan dan bantuan selama penyusunan skripsi.
5. Dhini Wahyuni Novitasari, S.S.T., M.Tr.Keb selaku pembimbing
pendamping skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, pengarahan dan bantuan selama penyusunan skripsi.
6. Seluruh dosen Institut Kesehatan Rajawali Bandung yang telah memberikan
ilmu dan bimbingannya dalam pelaksanaan penyusunan skripsi.
7. dr. Riantini ., MMRS Selaku Direktur RSUD Oto Iskandar Di Nata Soreang
Kab.bandung
8. Kedua orang tua, Suami, anak tercinta yang dengan penuh kasih sayangnya
telah banyak memberikan doa, dukungan dan motivasi secara materil maupun
moril guna kelancaran penyelesaian skripsi
9. Seluruh Bidan RSUD Oto Iskandar Di Nata Soreang Kab. Bandung yang
telah membantu dalam melakukan pengumpulan data dan pelaksanaan
penelitian.
10. Rekan-rekan sepejuangan mahasiswa Sarjana Kebidanan Institut Kesehatan
Rajawali Bandung yang senantiasa selalu memberikan doa, dukungan dan
semangat.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu
memberikan dukungan, Doa, serta semangat kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi banyak pihak serta dapat
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menambah wawasan pengetahuan
serta pengalaman.

Bandung 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................iii
ABSTRAK ......................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................v
DAFTAR ISI ..................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Indentifikasi Masalah.....................................................................4
1.3 Rumusan Masalah..........................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian...........................................................................5
1.5 Hipotesis Penelitian.......................................................................6
1.6 Manfaat Penelitian.........................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................8
2.1 Intranatal Care................................................................................8
2.2 Ketuban Pecah Dini.......................................................................24
2.3 Kerangka Teori..............................................................................33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................35
3.1 Rancangan Penelitian.....................................................................35
3.2 Kerangka Penelitian.......................................................................35
3.3 Variabel Penelitian.........................................................................35
3.4 Definisi Operasional Variabel.......................................................36
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian.....................................................37
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian......................38
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data....................................................38
3.6.2 Instrumen Penelitian.............................................................38
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data...........................................40
3.7.1 Pengolahan Data...................................................................40
3.7.2 Analisis Data ........................................................................41
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................43
BAB I
PENDAHULUAN
 
I.I Latar Belakang
Kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya pelayanan
kesehatan ibu dan anak (KIA) diukur dengan angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian bayi (AKB). Menurut World Health Organization (WHO)
2019 AKI merupakan jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan,
persalinan, dan pasca persalinan yang dijadikan indikator derajat kesehatan
perempuan. Untuk Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebagian besar
disebabkan oleh tidak terlaksananya pemeriksaan continuity of care pada ibu,
selain itu timbulnya penyulit persalinan yang tidak segera ditangani.
World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kematian ibu
sebesar 500.000 jiwa dan angka kematian bayi sebesar 10 juta jiwa per
tahun.Kejadian kematian ibu dan bayi sebagian besar terdapat di negara
berkembang yaitu sebesar 98%-99% dimana kematian ibu dan bayi di negara
berkembang 100% lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, bahkan jumlah perempuan
Indonesia yang meninggal saat melahirkan mencapai rekor tertinggi di Asia.
AKI merupakan salah satu target global Sustainable Development Goals
(SDGs) dalam menurunkan AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2030. Menurut WHO 2019 AKI di dunia yaitu sebanyak 303.000
jiwa/100.000 KH. AKI di Association of Southeast Asian Nation (ASEAN)
yaitu sebesar 235 per 100.000 kelahiran hidup (ASEAN Secretariat,
2020).Penyebab kematian ibu antara lain perdarahan (60-70%),
preeklampsia/eklampsia (25%) dan infeksi (20%). Pada tahun 2015 AKI di
Indonesia sebanyak 359 per 100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. (Kemenkes RI, 2020)
Data Kemenkes RI 2020 AKI di Jawa Barat tahun 2019 sebesar 684
kasus meningkat pada tahun 2020 menjadi 745 Kasus/100.000 KH. Hasil

1
survey Badan Pusat Statistik (BPS) di Kabupaten Bandung tahun 2019
menunjukkan

2
2

bahwa AKI mencapai 39/100.000 kelahiran hidup. Perdarahan merupakan


komplikasi yang paling sering terjadi sebagai akibat kematian ibu yaitu sekitar
44,68 % baik saat kehamilan, persalinan dan nifas. Adapun penyebab
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan (27%), hipertensi atau preeklampsia
(14%), Infeksi (11%), Abortus (8%), Emboli (3%), kematian tidak langsung
(28%) dan kematian langsung (10%). (Unicef 2020)
AKI dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Jabar hingga saat ini masih
relatif cukup tinggi, berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat
tahun 2016. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, infeksi,
komplikasi kehamilan. dan eklamsia. Infeksi yang banyak dialami oleh ibu
sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi atau penyulit
kehamilan dan persalinan seperti febris (24%), infeksi saluran kemih (31%)
dan ketuban pecah dini (45%). (Dinkes Jabar, 2020)
Ketuban pecah dini terjadi pada 3 % kehamilan. Sepertiga kelahiran
prematur disebabkan oleh ketuban pecah dini. Masalah ini juga terkait dengan
komplikasi lain seperti paru-paru bayi yang tidak berkembang normal, bayi
terlilit tali pusar, hingga kematian janin. Karena itu, dalam persiapan
melahirkan, ibu dan keluarga mesti memahami soal ketuban pecah dini agar
tahu apa tindakan yang harus diambil ketika mengalami hal tersebut.
Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian KPD di
dunia pada tahun 2017 sebanyak 50- 60%. Berdasarkan data di Indonesia
sebanyak 65%, terjadinya ketuban pecah dini terjadi pada tahun 2020 angka
kejadian ketuban pecah dini di jawa barat sebanyak 230 kasus dari 4834
(4,75%) kebanyakan kasus kematian ibu itu disebabkan pada saat persalinan
juga masa nifas. (WHO, 2018)
Kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm insidensinya
bervariasi antara 6% sampai 19%, sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 2% dari semua kehamilan. Sebagian besar ketuban pecah dini
pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Penyebab ketuban pecah
dini (KPD) belum diketahui secara pasti. Faktor – faktor penyebab KPD
3

adalah usia, paritas, umur kehamilan, anemia, IMS, riwayat KPD, serviks
yang inkompetensik dan peningkatan intra uterm yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan. Selain itu fisiologi selaput ketuban yang
abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, faktor golongan darah,
merokok, keadaan social ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus
dan persalinan preterm sebelumnya, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam
bekerja, serta trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, amniosintesis dan paritas (Tahir, 2018).
Dampak dari ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah
bagi ibu maupun bagi janin. Bagi ibu dapat menyebabkan infeksi intrapartal
(dalam persalinan), infeksi puerparalis (masa nifas), partus lama, perdarahan
postpartum, morbiditas, dan mortalitas maternal. Sedangkan bagi bayi dapat
menyebabkan prematuritas, prolaps funiculli (penurunan tali pusar, hipoksia,
asfiksia ringan sampai dengan asfiksia berat, sindrom deformitas janin,
morbiditas, dan mortalitas perinatal.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketuban pecah
dini yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan pada ibu hamil
tentang kehamilan, persalinan dan juga menganjurkan agar ibu hamil secara
rutin melakukan ANC (Ante Natal Care) ke tempat pelayanan kesehatan
selama kehamilan berlangsung.
Menurut hasil penelitian Raydian U (2019), bahwa ada hubungan antara
umur dengan kejadian ketuban pecah dini, tidak ada hubungan antara paritas
dengan kejadian ketuban pecah dini, ada hubungan antara gamelli dengan
kejadian ketuban pecah dini, ada hubungan antara malpresentasi dengan
kejadian ketuban pecah dini ,dan Tidak terdapat hubungan antara Hidramnion
dengan kejadian KPD.
Hasil penelitian yang juga sama di lakukan oleh Khofifah (2019) ada
hubungan hubungan antara gamelli dengan kejadian ketuban pecah dini, ada
hubungan antara kelainan letak sungsang dengan ketuban pecah dini, tidak ada
hubungan kelainan letak lintang dengan kejadian ketuban pecah dini. Studi pra
penelitian yang dilakukan di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang
4

Kab.Bandung tahun 2020 melaporkan data pasien dengan kasus ketuban


pecah dini sebanyak 732 orang (22,8%) dari 3.202 persalinan . Pada tahun
2021 melaporkan data pasien dengan kasus ketuban pecah dini sebanyak 494
orang (17,9%) dari 2.747 persalinan. Kemudian, pada tahun 2022 melaporkan
data pasien dengan kasus ketuban pecah dini sebanyak 464 Orang(13,11%.)
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti berminat melakukan penelitian
dengan judul “ faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ketuban pecah dini
di RSUD Otista Soreang Kabupaten Bandung pada tahun 2022.

1.2 Identifikasi Masalah
RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab. Bandung atau dahulu di
namakan dengan RSUD Soreang merupakan salah satu fasilitas rujukan yang
terdapat di Kabupaten Bandung. Rumah Sakit Daerah Soreang adalah salah
satu rumah sakit pemerintah yang berada di wilayah kerja Kabupaten
Bandung. Berdiri pada tahun 1996 merupakan pengembangan dari
Puskesmas DTP Soreang. RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab.Bandung
secara geografis terletak di Kabupaten Bandung dan beralamatkan di Jl.
Gading Tutuka Kampung Cingcin Kolot RT.01 RW.01 Desa Cingcin
Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung. Kegiatan pelayanan RSUD Oto
Iskandar Dinata Soreang disesuaikan melalui instalasi-instalasi pelayanan
kesehatan rujukan yang tersedia saat ini adalah Pelayanan Rawat Jalan,
Pelayanan Rawat Inap, Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, dan Pelayanan
Penunjang.
Pelayanan Obstetri Neonatal Komperensif (PONEK) telah dapat
dilakukan di fasilitas ini. Sebagai rumah sakit rujukan kasus kasus resiko
tinggi dan komplikasi dari wilayah sekitarnya. Di rumah sakit ini berdasarkan
informasi yang di peroleh langsung pengelola pelayanan medik ada
peningkatan kecenderungan rujukan ibu hamil dan bersalin dengan KPD.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, dimana
berdasarkan Data Rekam medis angka kejadian ketuban pecah dini pada ibu
bersalin di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab. Bandung pada tahun
5

2020 menunjukan data pasien dengan kasus ketuban pecah dini sebanyak 732
orang (22,8%) dari 3.202 persalinan . Pada tahun 2021 melaporkan data pasien
dengan kasus ketuban pecah dini sebanyak 494 orang (17,9%) dari 2.747
persalinan. Kemudian, pada tahun 2022 melaporkan data pasien dengan kasus
ketuban pecah dini sebanyak 462 Orang(13,11%).
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian KPD di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab.
Bandung Tahun 2022”

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas bahwa rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian KPD di RSUD Oto Iskandar Dinata  Soreang Kab Bandung Tahun
2022”

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian KPD
di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab.Bandung Tahun 2022.
1.4.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian KPD di RSUD Oto
Iskandar Dinata Soreang Kab. Bandung Tahun 2022.
2) Untuk mengetahui distribusi frekuensi antara umur kehamilan dengan
kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Oto Iskandar
Dinata Soreang Kab.Bandung Tahun 2022.
3) Untuk mengetahui distribusi frekuensi paritas dengan kejadian
ketuban pecah dini pada ibu bersalin di di RSUD Oto Iskandar Dinata
Soreang Kab. Bandung Tahun 2022.
6

4) Untuk mengetahui distribusi frekuensi riwayat KPD sebelumnya


kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di di RSUD Oto
Iskandar Dinata Soreang Kab.Bandung Tahun 2022.
5) Untuk mengetahui distribusi frekuensi malpresentasi pada ibu bersalin
di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab.Bandung Tahun 2022.
6) Untuk mengetahui distribusi frekuensi gemelli pada ibu bersalin di
RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab. Bandung Tahun 2022.
7) Untuk mengetahui hubungan antara umur kehamilan dengan kejadian
ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Oto Iskandar Dinata
Soreang Kab.Bandung Tahun 2022.
8) Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban
pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang
Kab.Bandung Tahun 2022.
9) Untuk mengetahui hubungan antara riwayat KPD sebelumnya dengan
kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Oto Iskandar
Dinata Soreang Kab.Bandung Tahun 2022.
10) Untuk mengetahui hubungan antara malpresentasi dengan kejadian
ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Oto Iskandar Dinata
Soreang Kab. Bandung Tahun 2022.
11) Untuk mengetahui gemelli dengan kejadian ketuban pecah dini pada
ibu bersalin di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab.bandung
Tahun 2022.

1.5 Hipotesis Penelitian


Tedapat hubungan antara Faktor Faktor yang mempengaruhi KPD  di
RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab. Bandung tahun 2022.

1. 6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan atau
referensi bagi para mahasiswa dan peneliti untuk melakukan penelitian lebih
7

lanjut terkait faktor-faktor yang memengsruhi kejadian KPD. Selain itu


penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan dasar kajian untuk
menelaah lebih lanjut dalam mengetahui hubungan karakteristik dengan
kejadian KPD.
1.6.2 Manfaat Praktis

1. Bagi RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab.Bandung


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan dalam upaya deteksi dini faktor risiko yang dapat berpengaruh
terhadap kejadian ketuban pecah dini, sehingga menekan kejadian
infeksi pada ibu dan bayi, khususnya yang disebabkan oleh Ketuban
Pecah Dini.
2. Bagi Bidan di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab. Bandung
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan motivasi dan kinerja bidan
dalam melaksanakan deteksi dini terhadap KPD sehingga mampu
berkolaborasi secara efektif dengan tim medis untukmenyusun
penatalaksanaan preventif yang adekuat.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya.
Merupakan tambahan bacaan dan sebagai bahan masukkan tentang
pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi
dan pengetahuan mengenai faktor faktor yang dapat memengaruhi
kejadian KPD sehingga dapat memberikan edukasi kepada ibu hamil dan
melakukan pencegahan kejadian ketuban pecah dini. Penelitian ini
diharapkan juga memberikan ilmu pengetahuan terhadap kejadian
ketuban pecah dini. Hasil ini dapat digunakan sebagai salah satu
referensi untuk peneliti selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Intranatal
2.1.1 Definisi
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin
turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
didorong keluar melalui jalan lahir. (Saifuddin, 2016)
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil
konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati,
yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan
kelahiran plasenta. (Myles, 2014)
2.1.2 Sebab-sebab yang Menimbulkan Persalinan
Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar,
yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara lain
ditemukan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh
prostaglandin, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi. Teori-teori tersebut
diantaranya menurut Manuaba 2016 adalah :
1. Penurunan hormon progesteron
Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun menjadikan otot
rahim sensitif sehingga menimbulkan HIS.
2. Keregangan otot-otot
Otot rahim akan meregang dengan majunya kehamilan, oleh karena
isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mngeluarkanisinya atau
mulai persalinan.
3. Peningkatan hrmon oksitosin
Pada akhir kehamilan hormon oksitosin bertambah sehingga dapat
menimbulkan HIS.
4. Pengaruh janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal pada janin memegang peranan dalam
proses persalinan, oleh karena itu pada anencepalus kehamilan lebih
lama dari biasanya.

8
9

5. Teori prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan dari desidu meningkat saat umur
kehamilan 15 minggu. Hasil percobaan menunjukan bahwa
prostaglandin menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap umur
kehamilan.
6. Plasenta menjadi tua
Dengan tuanya kehamilan plasenta menjadi tua, villi corialis mengalami
perubahan sehingga kadra progesteron dan estrogen menurun.

2.1.3 Tanda-Tanda Persalinan


Menurut (Manuaba 2016) pada saat akan bersalin, terdapat beberapa
tanda berikut yaitu:
1. Tanda-Tanda persalinan sudah dekat
a. Lightening
Pada minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus
karena kepala bayi sudah masuk PAP yang disebabkan oleh
kontraksi barxstonhicks ketegangan otot perut keteganan
ligamentum rotundum dan gaya berat janin kepala kearah bawah.
b. Terjadinya HIS permulaan
Makin tua usia kehamilan, pengeluaran progesteron danestrogen
semakin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi,
yang lebih sering disebut HIS palsu. Sifat HIS palsu yaitu rasa nyeri
ringan dibagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan
serviks, durasinya pendek, tidak bertambah jika berkativitas.
2. Tanda-tanda Mulainya Persalinan
a. Terjadinya HIS persalinan
His persalinan mempunyai sifat yaitu pinggang terasa sakit, yang
menjalar kedepan, sifatnya teratur, interfalnya makin pendek dan
kekuatannya makin besar, kontraksi uterus mengakibatkan makin
bertambah.
b. Bloody show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)
10

dengan HIS pemulaan, terjadi perubahan pada serviks yang


menimbulkan pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat
dikanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh darah pecah, yang
menjadikan perdarahan sedikit.
c. Pengeluaran cairan
Terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek,
sebagian bes ar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap
tetapi kadang pecah pada pembukaan kecil.
2.1.4 Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan normal adalah gerakan posisi yang dilakukan
janin untuk menyesuaikan diri terhadap pelvis ibu. Gerakan ini diperlukan
karena diameter terbesar pelvis ibu agar janin yang cukup bulan dapat
melewati pelvis dan kemudian bayi dapat dilahirkan (saifuddin, 2016).
Gerakan-gerakan pada mekanisme persalinan normal dalam proses
persalinan normal, kepala bayi akan melakukan gerakan-gerakan utama
meliputi :
1. Turunnya kepala
Turunnya kepala dibagi dalam:
a. Masuknya kepala dalam pintu atas panggul (PAP)
1) Masuknya kepala ke dalam PAP pada primi terjadi di bulan
terakhir kehamilan sedang pada multipara terjadi pada permulaan
persalinan.
2) Kepala masuk ke PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang
dan dengan fleksi yang ringan.
3) Masuknya kepala melintasi PAP dalam kuadran synclitismus,
yaitu arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang PAP
atau sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir atau tepat
diantara simpisis dan promontorium, sehingga dari parietal depan
dan belakang sama tingginya.
4) Kepala yang dapat masuk dengan keadaan asynclitismus yaitu
arah sumbu kepala janin miring dengan bidang PAP atau sutura
11

sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak ke belakang


mendekati promontorium.
Asynclitismus posterior yaitu bila sutura sagitalis mendekati
simpisis dan dari parietal belakang lebih rendah dari parietal
depan, atau apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke
belakang PAP.

Gambar 2.1 Asynclistismus Posterior


Sumber : (Cuningham, 2018)
Asynclitismus anterior yaitu bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehinggga parietal depan lebih rendah dari parietal
belakang atau apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke
depan dengan PAP.

Gambar 2.2 Asynclistismus Anterior


Sumber : (Cuningham, 2018)
12

2. Majunya kepala
1) Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk
ke rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II.
2) Pada multipara majunya kepala dan masuknya kepala dalam
rongga panggul terjadi secara bersamaan.
3) Majunya kepala bersamaan dengan gerakan fleksi, putaran paksi
dalam, dan ekstensi.
Etiologi majunya kepala :
1) Tingkat cairan intra uterin.
2) Tekanan langsung oleh fundus pada bokong.
3) Kekuatan mengedan.
4) Melurusnya badan anak oleh pelurusan bentuk rahim.

Gambar 2.3 Engagement


Sumber : (Cuningham, 2018)

3. Fleksi
a. Dengan majunya kepala, biasanya fleksi juga bertambah hingga ubun-
ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar.
b. Dengan fleksi kepala memasuki rongga panggul pada ukuran yang
kecil, yaitu diameter sub oksipitobregmatika 9,5 cm dan dengan
sirkumferensia sub oksipitobregmatika (30 cm).
c. Sampai di dasar panggul, kepala janin dalam keadaan fleksi
maksimal.
Etiologi dari fleksi :
13

1) Fleksi disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya


mendapat tahanan dari PAP, serviks, dinding panggul atau dasar
panggul.
2) Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris dengan
sumbu lebih mendekati suboksiput, tahanan oleh jaaringan di
bawahnya terhadap kepala akan menurun atau menurut hukum
Koppel.

Gambar 2.4 Fleksi


Sumber : (Cuningham, 2018)

4. Putaran paksi dalam


a. Pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian
terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah simpisis.
b. Dalam hal mengadakan rotasi, ubun-ubun kecil akan berputar kearah
depan sampai dasar panggul, sehingga dasar panggul ubun-ubun kecil
berada dibawah simpisis.
c. Putaran paksi dalam merupakan usaha untuk menyesuaikan posisi
kepala dengan bentul jalan lahir, khususnya bentuk bidang tengah dan
pintu bawah panggul.
d. Putaran paksi dalam bersamaan dengan majunya kepala dan tidak
terjadi sebelum kepala sampai ke Hodge III, kadang-kadang baru
setelah kepala sampai di dasar panggul.
Sebab-sebab putaran paksi dalam :
14

1) Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah


dari kepala.
2) Bagian terendah kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat
sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genetalia antara muskulus
levator ani kiri dan kanan.
3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter
anteriorposterior.
4) Akibat kombinasi elatisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin,
disebabkan oleh his yang berulang-ulang sehingga kepala
mengadakan rotasi.

Gambar 2.5 Putaran Paksi Dalam


Sumber : (Cuningham, 2018)

5. Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai didasar pangul dan ubun-ubun kecil di
bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala
mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan atau terjadilah
ekstensi. Sebab ekstensi :
a. Defleksi kepala atau ekstensi dikarenakan sumbu jalan lahir pada
pintu bawah panggul mengarah ke depan dan atas, sehingga kepala
harus mengadakan ekstensi untuk memulainya.
b. Bila tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya.
c. Pola kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak ke bawah dan
yang satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke
atas, sehingga kekuatannya kearah depan atas.
15

Gambar 2.6 Ekstensi


Sumber : (Cuningham, 2018)
6. Putaran paksi dalam
a. Setelah kepala lahir, kepala anak memutar kembali kearah punggung
untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak atau
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran
paksi dalam.
b. Gerakan ini disebut juga putaran resusitasi atau putaran balasan.
c. Selanjutnya putaran diteruskan hingga belakang kepala berhadapan
dengan tuber ichisdicum sepihak.
d. Gerakan selanjutnya, ukuran bahu atau diameter bisacromial
menempatkan diri dalam diameter anteriorposterior dari pintu bawah
panggul.

Gambar 2.7Putaran Paksi Luar


Sumber : (Cuningham, 2018)
Sebab-sebab putaran paksi luar :
Karena bahu didalam rongga panggul menyesuaikan diri dengan bentuk
panggul yang dilaluinya.
7. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan
menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang, kemudian bahu
depan menyusul, dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan
16

paksi jalan lahir (Saifuddin, 2016)

Gambar 2.8 Ekspulsi


Sumber : (Cuningham, 2018)

2.1.5 Pembagian Waktu Persalinan


1. Kala I
Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap
(10 cm). Kala satu persalinan terdiri atas 2 fase :
a. Fase Laten
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap, serviks membuka kurang dari 4
cm dan biasanya berlangsung kurang lebih 8 jam, kontraksi mulai
teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik.
b. Fase Aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi tiga kali atau
lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih). Dari pembukaan 4 ke 10 cm akan terjadi kecepatan rata-rata 1
cm/jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara), dan terjadi penurunan bagian terbawah janin.
(Departemen Kesehatan RI, 2018)
Fase aktif dibagi menjadi tiga :
1) Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4
cm.
2) Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
17

3) Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali, dalam


waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (Saifuddin,
2016).
2. Kala II
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.proses ini biasanya berlangsung 2
jam pada primi dan 1 jam pada multi. Kala dua disebut juga kala
pengeluaran bayi. Gejala dan tanda kala dua persalinan:
a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan
vaginanya
c. Perineum menonjol
d. Vulva-vagina dan spingter ani membuka
e. Meningkatnya pengeluaran lendir dan nulipara umumnya bercampur
sedikit darah
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama,
kira- kira 2- 3 menit sekali.Kepala janin telah turun masuk ruang
panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot- otot dasar panggul yang
secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air besar,
dengan tanda anus terbuka.Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan,
vulva membuka, perineum meregang.Dengan his yang terpimpin
terlahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala 2 pada primi : 1
½ – 2 jam, pada multi ½ - 1 jam.
3. Kala III
Kala III persalinan disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran
plasenta.Kala tiga dan empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala
satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi).
Kala III persalinan dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
a. Fisiologi Kala III
18

Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi


mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya
bayi.Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi
semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding
uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah
uterus/kedalam vagina. Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup
beberapa atau semua hal-hal dibawah ini :
1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan
sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah pear dan fundus berada diatas pusat
(seringkali mengarah kesebelah kanan).
2) Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui
vulva (Tanda Ahfeld).
3) Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul
dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar
dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplacental pooling) dalam ruang- diantara dinding uterus
dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya
maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
b. Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu,
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.Sebagian besar
kasus kesakitan dan kematian ibu diindonesia disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh
atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah
19

dengan dilakukan manajemen aktif kala tiga.


Manajemen Aktif Kala III Terdiri Dari Tiga Langkah Utama:
1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit partama setelah bayi
lahir
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali
3) Masase fundus uteri.
4. Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah itu.
a. Asuhan dan pemantauan kala IV :
1) Lakukan rangsangan taktil uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi lebih kuat dan baik
2) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakan jari tangan secara
melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uteri
setinggi atau beberapa jari dibawah pusat.
3) Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
4) Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau
episiotomi) perineum
5) Evaluasi keadaan umum ibu
6) Dokumentasi semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV
dibagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau
setelah penilaian dilakukan.
b. Memeriksa Kemungkinan Perdarahan Dari Perineum
Perhatikan dan temukan penyebab perdarahan dari laserasi atau
robekan perineum dan vagina. Laserasi diklasifikasikan berdasarnya
luasnya robekan yaitu:
1) Derajat I : Terdiri dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi
luka baik.
2) Derajat II : Derajat I ditambah dengan otot perineum. Dijahit
menggunakan teknik jelujur.
20

3) Derajat III : Derajat II ditambah dengan otot sfingter ani.


4) Derajat IV : Derajat III ditambah dengan dinding depan rektum.
Untuk derajat III dan IV penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat III dan IV, segera rujuk (Saifuddin,
2016).

2.1.6 Asuhan Persalinan Normal (APN)


Berikut 60 langkah APN adalah :
1. Mendengar dan melihat tanda kala dua persalinan
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi segera pada ibu dan
bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusutasi → siapkan:
a. Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat,
b. 3 handuk / kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi),
c. Alat penghisap lendir,
d. Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Untuk ibu :
a. Menggelar kain diperut bawah ibu
b. Menyiapkan oksitosin 10 unit
c. Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus di dalam partus set
3. Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk
periksa dalam.
21

6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang


memakasi sarung tangan DTT atau Steril dan pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik).
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kasa
yang dibasahi air DTT.
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia
c. Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam
sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5 %
d. → Langkah # 9. Pakai sarung tangan DTT/ Steril untuk
melaksanakan langah lanjutan.
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pebukaan lengkap.
Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka
lakukan amniotomi.
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% , lepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin 0,5% selama 10
menit). Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda
(relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-
160x/menit)
11. Beritahu pada ibu bahwa pembukaaan sudah lengkap dan keadaan janin
cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan
sesuai dengan keinginannya.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika da rasa ingin
meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu diposisikan
setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa
nyaman.
22

13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran
atau timbul kontraksi yang kuat
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam
selang waktu 60 menit
15. Letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut bahwa ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai atas bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan
bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT / Steril pada kedua tangan
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk
mempertahankan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernafas cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses lahiran bayi
21. Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara
spontan.
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan
kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian gerakkan ke atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakan.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bahu untuk menopang kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menulusuri dan memegang leher dan
siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai, dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukkan telunjuk di antara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan
23

melingkar ibu jari pada sati sisi dan jari jari lainnya pada sisi yang lain
agar bertemu dengan jari telunjuk).
25. Lakukan penilaian selintas
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah bayi menangis kuat dan / atau bernapas tanpa kesulitan?
c. Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Bila salah sati jawaban adalah “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada
bayi baru lahir dengan dengan asfiksia (lihat penuntun Belajar Resusitasi
Bayi Asfiksia)
Bila semua jawaban adalah “YA”, lanjut ke-26
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
(kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks.Ganti handuk basah
dengan handuk/ kain yang kering.Pastikan bayi dalam posisi dan kondisi
aman di perut bagian bawah ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir
(hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemeli).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi
baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit
(intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin)
30. Setelah 2 menit sejak bayi (cukup bulan) lahir, pegang tali pusat dengan
satu tangan pada sekitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan
jari tengah tangan lain menjepit tali pusat dan geser hingga 3 cm
proksimal dari pusar bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian
tahan klem ini pada posisinya, gunakan jari terlunjuk dan tengah tangan
lain untuk mendorong isi tali pusat ke arah ibu (sekitar 5 cm) dan kelm
tali pusat pada sekitar 2 cm distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan peningkatan tali pusat
32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu bayi.
24

33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10cm dari vulva
34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas simfisis),
untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk
menengangkan tali pusat
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah sambal
tangan yang lain mendorong uterus kea rah belakang-atas (dorso cranial)
secara mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk
mengengangkan tali pusat.
36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kea rah dorsal
ternya diikuti dengan pergeseran tali pusat kea rah distal maka lanjutkan
dorongan kearah cranial hingga plasenta dapat dilahirkan.
37. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah
disediakan.
38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba
keras)
39. Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan plasenta telah
dilahirkan lengkap. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastic atau
tempat khusus.
40. Evaluasi kemungikinan laserasi pada vagina dan perineum.
41. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, bilas kedua tangan tersebut dengan air DTT dan keringkan
dengan kain yang bersih dan kering.
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
43. Pastikan kandung kemih kosong
44. Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
25

45. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.


46. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum baik.
47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-
60 kali./menit).
48. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit) . cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi.
49. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
50. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan menggunakan
air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah di ranjang atau
sekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan
kering.
51. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu menuman dan makanan yang
diinginkannya.
52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
55. Pakai sarung tangan bersih/ DTT untuk melakukan pemeriksaan fisik
bayi
56. Dalam satu jam pertama, beri salep/ tetes mata profilaksis infeksi,
vitamin K1 1 mg IM di paha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi
baru lahir, pernapasan bayi (normal 40-60kali/menit) dan temperature
tubuh (normal 36,5-37,50C) setiap 15 menit.
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam
jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan
26

58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau
handuk pribadi.
60. Lengkapi partograf (Halaman depan dan belakang), periksa tanda vital
dan asuhan Kala IV Persalinan.

2.1.7 Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan
terjadinya partus lama (Saifuddin, 2016). Jika digunakan dengan tepat
dan konsisten, patograf akan membantu penolong persalinan untuk:
a. Mencatat kemajuan persalinan
b. Mencatat kondisi ibu dan janinnya
c. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
d. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini
penyulit persalinan.
e. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan
klinik yang sesuai dan tepat waktu (Saifuddin, 2016)

2.2 Ketuban Pecah Dini


Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah suatu kejadian dimana pecahnya
membran ketuban pada waktu persalinan Maupun jauh sebelum proses
persalinan. Ketuban Pecah Dini juga dapat diartikan kondisi dimana ketuban
pecah sebelum pembukaan <4 cm (fase laten), yang terjadi pada akhir
27

kehamilan atau jauh sebelum waktu melahirkan. Ketuban Pecah Dini Preterm
(Preterm Premature rupture of Membrane) merupakan ketuban yang pecah
sebelum usia kehamilan < 37 minggu, KPD yang memanjang merupakan
KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum adanya tanda persalinan. Dan
ketuban yang pecah setelah usia kehamilan 37 .minggu disebut premature
rupture of membrane. (Negara, 2017)
Wanita yang mengalami ketuban pecah dini akan mengalami selubung
cairan yang bocor melalui vagina tanpa rasa sakit (Maknee, 2014). Ketuban
Pecah Dini akan memiliki risiko yang tinggi apabila terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu yang mana akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas pada ibu dan janin. Sedangkan pada usia kehamilan > 37
minggu memiliki risiko kecil untuk ibu mengalami komplikasi. Disebabkan
oleh masuknya bakteri kedalam rahim pada saat ketuban pecah (Manuaba,
2016), sehingga mengakibatkan tekanan pada tali pusar meningkat dan
menganggu perkembangan paru pada awal pembentukkannya, yang mana
disebabkan karena rendahnya cairan ketuban. ( Manuaba, 2016)

2.2.1 Struktur Selaput Ketuban

Selaput membran ketuban terdiri dari lapisan amnion dan lapisan


chorion, tidak mengandung pembuluh darah dan saraf, sehingga kebutuhan
nutrisinya disuplai melalui cairan ketuban. Lapisan chorion lebih tebal dan
lebih seluler namun lapisan amnion lebih kaku dan kuat karena memiliki
daya regang yang 13 lebih besar. Ketebalan lapisan amnion + 20% dari
ketebalan selaput membran ketuban yakni rata – rata tebalnya 0,08 - 0,12
mm (Saifuddin, 2016). Selaput ketuban terdiri dari beberapa lapisan yang
berbeda secara morfologi yang tersusun dari lima lapisan yang terpisah,
yakni lapisan epitel amnion, lapisan membran basal, lapisan kompak,
lapisan firoblas dan lapisan spongiosum.

Lapisan yang paling dalam, yang terdekat dengan janin, terdiri dari sel
epitel amnion yang tersusun di atas membran basal yang kaya kolagen IV
28

dan glikoprotein non-kolagen. Di bawah membran basal terdapat lapisan


kompakta tersusun atas kolagen tipe I, III dan V yang dihasilkan oleh sel
mesenkim pada lapisan fibroblas, lapisan yang paling tebal. Lapisan
intermediet/berongga (spongy) terdapat di bawah lapisan fibroblas, terdiri
dari proteoglikan dan glikoprotein serta kolagen tipe III. Lapisan ini
memisahkan amnion dengan korion. Korion terdiri dari tropoblast,
pseudobasement membrane, lapisan reticuler dan lapisan seluler. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan desidua uterus. (Saifuddin, 2016)

Telah dikonfirmasi bahwa kolagen tipe I, III, IV, V, VI ditemukan


pada berbagai lapisan amnionkorion. Kolagen (interstisial) tipe I dan III
predominan dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan integritas
mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung
filamentosa antara kolagen interstitial dan membran basal epitel. Sel
mesenkim merupakan tempat sintesis kolagen pada amnion di mana
mencapai puncaknya pada amnion di awal kehamilan, mulai menurun
setelah usia kehamilan 12 -14 minggu dan mencapai kadar terendahnya pada
saat aterm.(Negara, 2017)

2.2.2 Patofisiologi

KPD biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan membran atau


penambahan tekanan intrauteri ataupun oleh sebab kedua-duanya.
Kemungkinan tekanan intrauteri yang kuat adalah penyebab independen dari
Ketuban Pecah Dini dan selaput ketuban yang tidak kuat akibat kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasiakan mudah pecah dengan mengeluarkan air
ketuban (Varney 2022)
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
29

Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan


aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
(Manuaba, 2016)
2.2.3 Diagnosis
Diagnosis Ketuban Pecah Dini, yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di
vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian
terbawah janin atau meminta pasien untuk batuk atau mengejan.
2. Penentuan cairan kebutuhan dapat dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin
Testi) merah yang menjadi biru.
3. Menentukan usia kehamilan, jika perlu dilakukan pemeriksaan dengan
USG.
4. Menentukan ada atau tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah apabila
suhu ibu lebih dari 38o C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit
darah >15.000/ mm3. (Manuaba, 2016)
Janin yang mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin.
1. Menentukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik.
2. Menentukan adanya kontraksi yang teratur dan melakukan periksa dalam
apabila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Ketuban Pecah Dini (KPD), yaitu:
1. Premature Rupture of the Membranes (PROM)Ketuban pecah dini/
premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban
sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan
tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.(Pedoman
Obstetri dan ginekologi pelayanan kedokteran, 2016). Ketuban Pecah Dini
pada saat usia kehamilan >37 minggu. Penyebab PROM dikarenakan
melemahnya membran amnionsecara fisiologis. Kondisi klinis seperti
inkompetensi serviks dan polihidramnion telah diidentifikasi sebagai faktor
risiko yangjelas dalam beberapa kasus ketuban pecah dini.
30

2. Preterm Premature Rupture of the Membranes (PPROM)


Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan
vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia < 37
minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah
ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu,
sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai
kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan,
namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan
kurang dari 37 minggu.(Pedoman Obstetri dan ginekologi pelayanan
kedokteran, 2016)
Ketuban Pecah Dini yang terjadi sebelum usia kehamilan 37minggu dan
sebelum persalinan. Penyebabnya adalah penurunan dalam kekuatan
peregangan membran amnion, cacat lokal pada membran amnion,
penurunan kolagen cairan ketuban danperubahan dalam struktur kolagen,
iritabilitas uterus, apoptosis, degradasi kolagen, dan peregangan membran.
Pada jaringan Maternal-Fetal Medicine Unit (MFMU) menemukan bahwa
faktor risiko PPROM adalah PPROM sebelumya. Fibronektin janin positif
pada kehamilan 23 minggu dan leher rahim pendek (<25 mm) pada umur
kehamilan 23 minggu.
3. Prolonged Premature Rupture of the Membranes
Ketuban pecah yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan
(Manuaba, 2016).
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini
Faktor penyebab Ketuban Pecah Dini mempunyai dimensimulti-
faktoral, yaitu sebagai berikut:
A. Factor maternal
1. Infeksi Infeksi disini terdiri dari:
a. Infeksi Genetalia.
Infeksi genetalia yang dapat mempengaruhi lemahnya kekuatan selaput
membran sehingga mengakibatkan selaput ketuban pecah adalah
candida candidiasis vaginalis, bakteri vaginosis, dan
31

trikomonas.Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa


terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi trikomonas Vaginalis
yaitu dengan nilai OR 2,98 CI 1,18-7,56. Dan hasil kesimpulan
penelitian menunjukan bahwa Trichomonas vaginalis, T vaginalis
dengan C. trachomatis co- infection merupakan faktor risiko yang
mempengaruhi Ketuban Pecah Dini (Saifuddin, 2016)
b. Infeksi Korioamnionitis/ Amnionitis
Infeksi ini merupakan keadaan dimana cairan ketuban terinfeksi oleh
bakteri. Penyebab infeksi ini adalah adanya streptococcus
microorganisme, selain bakteri tadi ada bacteroide fragilis, laktobatili
dan Stapilococus. Bakteri tersebut merupakan bakteri yang sering
ditemukan dalam cairan ketuban, yang mana jika bakteri tersebut
melepaskan mediator inflamasi dapat menyebabkan kontraksi uterus
sehingga mengakibatkan pembukaan serviks sehingga menyebabkan
ketuban pecah dini. (Kementerian Kesehatan RI, 2018)
c. Infeksi saluran Kencing
Infeksi saluran kemih dibagi menjadi ISK bagian bawah (bakteriuria
asimtomatik, sistitis akut), dan ISK bagian atas (pielonefritis). ISK
tidak bergejala (bakteriuria asimtomatik) dan ISK bergejala (sistitis
akut dan pielonefritis) masing-masing ditemukan pada 2-13% dan 1-
2% ibu hamil. 21 Sesuai penelitian yang telah dilakukan oleh Rahman
MN, dkk menunjukan Prevalensi bakteriuria adalah 55,17%.
Bakteriuria simtomatik vs asimtomatik menunjukkan perbedaan yang
signifikan secara statistik (p <0,001, OR = 0,409; CI = 0287- 0584)
2. Inkompatibilitas Servik
Merupakan penyebab kehilangan kehamilan pada trimester dua, kelainan
yang disebabkan oleh kelainan septum uterus dan bikornis, atau dapat
disebabkan oleh kasus bedah konisasi, produksi eksisi electrosurgical,
dilatasi berlebihan yang dilalui servik pada terminasi kehamilan
sebelumnya atau akibat dari bekas luka laserasi servik.
3. Trauma
32

Trauma ini dapat disebabkan oleh hubungan koitus saat hamil yang mana
frekuensi koitus 3 kali seminggu atau lebih, kemudian posisi penetrasi
yang terlalu dalam sehingga memicu ketuban pecah (Saifuddin, 2016).
Kemungkinan kesempitan panggul: perut gantung, bagian terendah
belum masuk PAP, disproporsi sefalopelvik
4. Paritas
Paritas merupakan keadaan frekuensi ibu telah mengalami persalinan,
terdiri dari 2 macam yaitu:
a. Primipara: Wanita yang baru sekali mengalami kehamilan dengan
janin yang dapat mancapai titik hidup. Berkaitan dengan psikologis
dan mencakup keadaan hamil dan gangguan fisiologis.
b. Multipara: Wanita yang telah mengalami kehamilan beberapa kali,
dan mengalami ketubah pecah dini, dapat diyakini bahwa wanita
ini memiliki risiko ketuban pecah dini kembali. Sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Sakinah menunjukan bahwa
paritas memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
Ketuban Pecah Dini yaitu didapatkan nilai P value 0,001.
(Kemenkes RI, 2018)
5. Usia
Ibu kurang 20 tahun dan atau > 35 tahun Prawirohardjo mendefinisikan
bahwa usia ibu hamil yang aman melakukan persalinan adalah pada
rentan usia 20 – 30 tahun. Dan menurut rosmawati usia ibu yang baik
dalam melakukan persalinan adalah usia 20 -35 tahun dikarenakan usia
ibu pada rentan tersebut telah memiliki kesiapan fisik, emosional dan
psikologis yang lebih matang.15 Ibu hamil dengan usia yang terlalu
muda keadaan uterus kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan
untuk mengalami ketuban pecah dini dan pada ibu hamil dengan usia
lebih 35 tahun tergolong usia terlalu tua untuk melahirkan (primitua)
sehingga berisiko tinggi untuk terjadi ketuban pecah dini.(Kemenkes
RI, 2018)
B. Factor fetal / janin
33

1. Kelainan Posisi
kelainan letak janin yaitu letak lintang ataupun sungsang dapat
mempengaruhi terjadinya pecahnya membran selaput ketuban
dikarenakan tidak adanya bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul sehingga tidak ada bagian yang menahan tekanan terhadap
bagian terbawah.
2. Gemeli
Kehamilan kembar dapat meningkatkan risiko rupture membrane
dikarenakan rongga rahim membesar secara maksimal, apabila tidak
diseimbangi dengan nutrisi yang baik kemungkinan pecah ketuban
akan meningkat karena adanya peningkatan tekanan dari kedua janin.
3. Makrosomia
Makrosomia atau berat badan bayi ≥ 4000 gram. Kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga dapat menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput
ketuban menjadi tegang dan tipis dan kekuatan membrane menjadi
berkurang sehingga, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah
(Winkjosastro, 2016)
C. Factor lain
1. Merokok: ibu hamil yang merokok akan meningkatkan risiko ketuban
pecah dini dikarenakan dalam rokok mengandung zat 18 kimia yang
berbahaya yang menyebabkan lemahnya selaput membran ketuban
2. Sosial Ekonomi: Pendapatan keluarga merupakan faktor yang
menentukan kualitas dan kuantitas kesehatan keluarga, pendapatan
yang tinggi dapat menunjang kondisi kesehatan yang berjalan dengan
baik, sedangkan pendapatan yang rendah dapat memberikan rintangan
dalam keluarga dalam mencapai kesejahteraan kesehatan.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan, yaitu :
34

A. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya disusul dengan persalinan. Periode laten
tergantung dari umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu
persalinan terjadi lebih dari 24 jam, pada kehamilan < 28 minggu
terjadi dalam 1 minggu setelah ketuban pecah (Manuaba,2016).
B. Infeksi
Ketuban Pecah Dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar
dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi
ascenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau
menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga
mengurangi kemungkinan infeksi. Semakin lama periode laten, makin
besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan
selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan
bayi atau janin dalam rahim (Saifuddin, 2016). Tanda adanya infeksi
apabila suhu ibu 380C, air ketuban yang keruh dan bau serta leukosit
darah > 15.000/ mm .
C. Asfiksia
Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan pengurangan jumlah air ketuban
dalam rahim atau disebut oligohidramnion, sehingga mengakibatkan
penekanan pada tali pusar yang mengakibatkan sirkulasi dalam tali
pusar tidak baik dan menimbulkan hipoksia, sehingga terjadi gawat
janin.
D. Sindrom deformitas janin
Komplikasi yang sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distres pernafasan, ini terjadi
pada10-40% bayi baru lahir,risiko infeksi akan meningkat pada
kejadian ketuban pecah dini, semua ibu hamil dengan ketuban pecah
dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
korioamnionitis. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat
bisa terjadi pada ketuban pecah dini. Risiko kecacatan dan kematian
35

janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm, kejadiannya hampir


100%, apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia
kehamilan kurang 23 minggu.

2.2.7 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini


A. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada kehamilan preterm berupa
penanganan konservatif, yaitu:
1. Pasien dirawat dalam posisi tredelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
dipertahankan sampai usia kehamilan 37 minggu.
2. Memberikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin) dan metronidazol 2x500 mg selama 7hari.
3. Jika umur kehamilan <32-34 minggu dirawat selama air ketubanmasih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Pada usia kehamilan 32-34 minggu diberikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan apabila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Pada pasien dapat diberikan
kortikosteroid seperti betamethasone 12 mg setiap 24 jam selama 2
hari, atau dexamethasone 6 mg setiap 12 jam selama 2 hari untuk
membantu kematangan paru janin (Kemenkes. 2018)
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa (-), diberikan deksametason, observasi tanda- tanda infeksi
dan kesejahteraan janin. Terminasi kehamilan padausia kehamilan 37
minggu.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
diberikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam.
7. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, diberikan antibiotik
dan melakukan indu ksi.
8. Nilai tanda-tanda infeksi, seperti suhu, leukosit, dan tanda- tanda
infeksi intrauterine. (Manuaba, 2016)
36

B. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada kehamilan aterm berupa


penanganan aktif, yaitu:
1. Apabila usia kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin dan
apabila gagal dilakukan seksio sesaria. Dapat pula
diberikanmisoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 6 kali.
2. Apabila ada tanda-tanda infeksi, diberikan antibiotik dosis tinggidan
persalinan di akhiri. Jika pembukaan serviks <5 cm dilakukan
pematangan serviks kemudian induksi dan jika tidak berhasil
dilakukan seksio sesarea. Jika pembukaan serviks >5cm induksi
persalinan kemudian partus pervaginam. (Manuaba, 2016)

2.1.8 Angka Insidensi Ketuban Pecah


Dini Perempuan hamil aterm dalam keadaan normal akan mengalami ketuban
pecah dini 8- 10%.Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm (KPD
preterm) terjadi 3-10% kehamilan, dan berhubungan dengan sekitar sepertiga
persalinan preterm . Sedangkan menurut Prawirohardjo, ketuban pecah dini
preterm terjadi 1% dari seluruh kehamilan. Angka Insidensi Ketuban Pecah
Dini Perempuan hamil aterm dalam keadaan normal akan mengalami ketuban
pecah dini 8- 10%.Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm (KPD
preterm) terjadi 3-10% kehamilan, dan berhubungan dengan sekitar sepertiga
persalinan preterm. (Kemenkes RI, 2018)
37

2.3 Kerangka Teori

Faktor Ibu
Usia
Paritas
Umur
Kehamilan
Anemia
Infeksi menular Seksual
Riwayat KPD
sebelumnya
Pendidikan
Servik
Inkompeten
Korio amnio sinteris

Faktor Janin
Kelainan letak
Gemeli Ketuban Pecah
Makrosomia Dini

Faktor Lain
Merokok
Sosial Ekonomi
Trauma

Gambar. Modifikasi Kerangka Teori


(Sumber: 1.Cunningham, 2018, 2. Myles, 2014, 3. Manuaba
2016 )
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan yakni observasional analitik dengan pendekatan.
Observasional analitik adalah penelitian yang mencari hubungan antara variabel yang
satu dengan variabel lainnya. Jenis penelitian ini adalah observasional menggunakan
rancangan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara variabel
satu dengan variabel lain. Studi cross sectional adalah variabel bebas (faktor risiko) dan
variabel tergantung (efek) diobservasi secara bersamaan hanya satu kali. (Sugiyono,
2014).
Cross sectional adalah sebagai suatu penelitian untuk mempelajari suatu dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dan dengan suatu pendekatan, observasi
ataupun dengan teknik pengumpulan data pada suatu waktu tertentu (point time
approach) (Notoatmodjo (2018). Data yang di ambil adalah data sekunder dari catatan
rekam medis kasus ponek periode 2020-2023.

3.2 Kerangka Penelitian

1. Umur
2. Paritas
3. Riwayat KPD
4. Malpresentasi
sebelumnya
5. Gemelli Ketuban

Pecah Dini

3.3 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini adalah ketuban pecah dini (variabel independen),
paritas, usia, malpresentasi, gameli dan riwayat kpd(variabel dependen)

38
3.4 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat ukur Kategori Skala
1 Ketuban Ketuban pecah Rekam 1. KPD Ordinal
pecah dini dini adalah Medis 2. Tidak KPD
pecahnya selaput
ketuban sebelum
terjadinya
kelahiran. yang
sudah di
diagnosa tercatat
dalam
rekam medis
2 Usia Usia adalah Rekam 1. Beresiko ( 35 Ordinal
lamanya waktu Medis tahun )
hidup atau sejak 2. Tidak beresiko
dilahirkan dihitung (20-35 tahun)
dalam tahun. Usia
ibu bersalin yang
tercatat di buku
register
3 Paritas Persalinan yang di Rekam 1. Resiko Ordinal
alami seseorang Medis Tinggi
yang melahirkan (1dan>3 )
bayi yang dapat 2. Resiko Rendah
hidup yang tercatat (2-3)
di buku rekam
medis

4 Riwayat Pengalaman KPD Rekam 1. Ya Ordinal


KPD pada persalinan Medis 2. Tidak
sebelumnya sebelumnya yang
dilihat dari catatan
rekam medis

5. Malpresentasi Malpresentasi Rekam 1. Malpresetasi Ordinal


adalah Suatu Medis 2. Tidak

39
keadaan letak malpresentasi
sungsang maupun
letak lintang yang
tercatat di buku
register
6. Gemelli Ibu yang memiliki Rekam 1. Gemelli Ordinal
jumlah janin lebih Medis 2. Tidak Gemelli
dari 1 yang tercatat
di buku register

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di RSUD Otista Soreang pada
tahun 2022 sebanyak 3525 orang.
3.5.2. Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang diambil dari populasi (Sugiyono, 2008). Besarnya sampel dalam
penelitian ini menggunakan rumus slovin sebagai berikut :
N
n=¿1+ Ne ¿
2

Keterangan :
Dalam rumus tersebut, terlihat unsur-unsur rumus seperti n, N, dan e. Berikut adalah
penjelasannya:
 n adalah jumlah sampel yang dicari
 N adalah jumlah populasi
 e adalah margin eror yang ditoleransi 5 %
 n= 3525
1+(3525x (0.052 )
n= 3525
1+ (3525 x 0,0025)
= 3525
(1+ 8,8125)
= 360
Berdasarkan rumus diatas sampel didapatkan total sampel dalam penelitian ini sebanyak
352 responden yang diambil dari data rekam medis pasien .
40
3.5.3 Tekhnik Pengambilan Sampling
Pengambilan sampel secara random atau acak disebut random sampling, dan
sampel yang diperoleh disebut sampel random. Teknik random sampling ini hanya
boleh digunakan apabila setiap unit atau anggota populasi itu bersifat homogen atau
diasumsikan homogen. Hal ini berarti setiap anggota populasi itu mempunyai
kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018).
1. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah :
1) Ibu bersalin dengan diagnosa KPD yang di rawat di RSUD Oto Iskandar Dinata
dan tercatat dalam buku register dan catatan rekam medis.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai
sampel (Notoatmodjo, 2018). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Ibu bersalin yang mempunyai komplikasi penyakit yang lain.
2) Ibu dengan catatan rekammedis tidak lengkap.
3.6 Tekhnik pengumpulan data dan Prosedur Penelitian
3.6.1 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data sekunder
yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2018). Dalam penelitian ini
yang menjadi sumber data sekunder adalah catatan Buku register dan rekam medis ibu
bersalin di RSUD Oto Iskandar Dinata tahun 2022.
3.6.2 Cara Pengumpulan Data
1. Melihat buku register persalinan untuk mencari nomor rekam medis seluruh ibu
bersalin meliputi ibu bersalin yang terdiagnosa.
2. Mencari data rekam medis sesuai dengan daftar nomor rekam medis yang
diperoleh.
3. Melakukanskriningsampelberdasarkriteriainklusidaneksklusi
4. Data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kriteria yangcsudah ditentukan
5. kemudiandilihatapakahterdapatketubanpecahdini.
6. Memasukkandatapadalembarpengumpulandata.
3.6.3 Instrumen dan Bahan Penelitian

41
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini lembar pengumpulan data. Data
yang diperoleh dari rekam medis RSUD Oto Iskandar Dinata kemudian dimasukkan
dalam lembar pengumpulan data.
3.6.4 Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Mengurus dan menyerahkan surat izin studi pendahuluan ke bagian diklat RSUD
Oto Iskandar Dinata
b. Melakukan studi pendahuluan di rekam medik RSUD Oto Iskandar Dinata
c. Membuat proposal penelitian
d. Mengurus ethical clereance
e. Mengurus dan menyerahkan surat izin penelitian ke Direktur RSUD Oto Iskandar
Dinata
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Peneliti melihat jumlah ibu bersalin dan melihat nomor rekam medis persalinan
pasien di RSUD Oto Iskandar Dinata
b. Nomor rekam medis yang telah diperoleh oleh peneliti selanjutnya dipilih
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti
c. Melakukan penelitian dari catatan rekam medis persalinan pasien dengan
memasukkan data yang diperlukan ke dalam master tabel
3. Tahap Penyelesaian
a. Mengolah data dan mengintepretasikan hasil penelitian
b. Konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing dan revisi hasil penelitian
c. Melakukan sidang penelitian, revisi hasil penelitian, dan pengesahan hasil
penelitian

3.7 Pengolahan dan Analisa Data


3.7.1 Pengolahan Data
Proses pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Seleksi data (Editing) Pada tahap ini dimaksudkan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap data yang dikumpulkan, memeriksa kelengkapan data dan kesalahan.
2. Pemberian kode (Coding) Data yang sudah terkumpul kemudian di edit dengan
memberi kode pada tiap-tiap data untuk memudahkan analisis data.
3. Transferring

42
Transfering yaitu memasukkan atau memindahkan data-data dimana data tersebut
sebelumnya sudah di koding ke dalam master tabel dengan bantuan komputer
sehingga mempermudah dalam penjumlahan dan tabulasi.

4. Tabulating
Tabulating yaitu membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang
diinginkan oleh peneliti. Tabulating dalam penelitian ini adalah dengan membuat
tabel-tabel kemudian didapat hasil sesuai dengan tujuan peneliti.
3.7.2 Analisis Data
Data yang sudah diperoleh dari hasil data rekam medis akan diolah
menggunakan SPSS. Data yang diperoleh dalam peneitian berupa data kuantitatif. Data
yang telah terkumpul, diteliti dan dianalisis secara komputerisasi yang meliputi
analisis univariate dan analisis bivariate.
1. Analisis Univariate
Analisis univariate digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel dan
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel. Analisis ini
digunakan agar dapat memberikan gambaran umum terhadap data hasil dari
penelitian. Data akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.
Distribusi frekuensi adalah penyusunan data ke dalam kelas- kelas tertentu dimana
setiap data dimasukkan kedalam salah satu kelas tertentu (Pengelompokkan data).
Tujuannya adalah untuk mengatur data mentah yang acak (belum dikelompokkan)
ke dalam bentuk yang rapi dengan tetap mempertahankan informasinya. Analisis
data yang diperoleh dari rekam medis pasien dilakukan dengan cara peneliti
melakukan tabulasi hasil rekam medis pasien kemudian melakukan coding dan
kategorisasi beberapa jawaban yang memiliki makna yang sama akan
dikelompokkanmenjadi satu, kemudian menghitung jumlah ataupun frekuensi yang
muncul dari jawaban tersebut dan diurutkan berdasarkan jumlah terbanyak.
P = F x 100
N
Keterangan :
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Responden

43
Untuk pembahasan hasil selanjutnya data dinterprestasikan dengan menggunakan
kriteria sebagai berikut (Arikunto, 2016):
0% = Tidak satupun
1-25% = Sebagian kecil
26-49% = Kurang dari setengahnya
50% = Setengahnya
51-75% = Lebih dari setengahnya
6-99% = Sebagian besar
100% = Seluruhnya
2. Analisis Bivariate
Analisis bivariate digunakan untuk menyatakan analisis terhadap 2 variabel, yakni 1
variabel dependen dan 1 variabel independen. Analisis bivariate dilakukan setelah
ada perhitungan analisis univariate. Analisis bivariate dilakukan dua tahap yang
diduga berhubungan atau berkolerasi. Untuk membuktikan ada tidaknya hubungan
tersebut, dilakukan uji statistik chi-square dengan derajat kepercayaan 95% (α =
0,05). Selanjutnya data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel. Pada penelitian
ini bila uji normalitas terdistribusi normal maka menggunakan uji korelasi
Koefisien Kontengensi atau Lambda karena skala pengukuran pengujian yang akan

diuji yaitu Nominal- Nominal dan Nominal-Ordinal. Bila uji normalitas tidak
terdistribusi normal, maka menggunakan uji Chi Square dengan rumus sebagai
berikut :
X2 = Chi Square
fo= Frekuensi hasil observasi dari sampel
fh = Frekuensi harapan dalam sampel
Taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan menggunakan kemaknaan
atau p sebesar 5%. Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi.
Bila uji korelasi dinyatakan < 0,05 maka dilanjutkan dengan uji koefisien
korelasi untuk mengetahui keeratan suatu hubungan dari uji korelasi. Kekuatan
koefisien korelasi digolongkan menjadi 5 tingkat (Sugiyono, 2012) , yaitu :
1.) 0,000 – 0,199 : Sangat lemah
2.) 0,200 – 0,399 : Lemah
3.) 0,400 – 0,599 : Sedang
4.) 0,600 – 0,799 : Kuat
44
5.) 0,800 – 1,000 : Sangat Kuat Pengambilan
Keputusan berdasarkan :
1. Kriteria pengujian Jika x2 hitung < x2 tabel = H0 diterima (tidak terdapat
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat). Jika x2 hitung > x2
tabel = H0 ditolak atau H1diterima (terdapat hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat).
2. P Value P > 0,05 , maka H0 diterima P < 0,05 , maka H0 ditolak atau H1
diterima

3.8 Tempat danWaktu penelitian


Penelitian dilaksanakan di RSUD Oto Iskandar Dinata Soreang Kab.Bandung
Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Mei-Juni 2023.

45
46

DAFTAR PUSTAKA
    
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong
CY. Obstetri Williams (Ed.23). Jakarta : EGC; 2018.
Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L., &
Wenstrom, K. D.Preterm Premature Ruftur Of Membranes. Dalam F. G.
Cunningham, K. J. Leveno, S. L. Bloom, J. C. Hauth, L. Gilstrap, & K. D.
Wenstrom (Penyunt.), Williams Obstetrics (24th Edition ed.). New York:
The McGraw-Hill Companies: 2018. 
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan
Provinsi    Jawa Barat. Bekasi; 2020. 
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Profil kesehatan Kabupaten Bandung
tahun 2020. Soreang ; 2020.
Fraser Diane M dan Cooper MA. Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14. EGC. Jakarta;
2014.
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta; 2018.
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2020. Jakarta; 2020.

Khofifah AA, Anggraini H,Indriani PL. Hubungan Kelainan Letak Janin,


Kehamilan Ganda dan Preeklamsia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
pada Ibu Bersalin di RSI Siti Khadijah Palembang Tahun 2021. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Juli 2022; 22 (2): 700-705.
Manuaba, IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. EGC. Jakarta;
2016.

Negara KS, Mulyana RS, Pangkahila ES. Buku ajar ketuban pecah dini.
Denpasar: RS Sanglah; 2017.

Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


(3rd Ed.). PT Rineka Cipta. Jakarta; 2018.
Profil kesehatan kabupaten Bandung tahun 2019 . available from
URL : https://ppid.bandungkab.go.id/image/document/dinas-kesehatan-
profil-dinas-kesehatan-2018-edisi-2019.pdf
47

Raydian AU, Rodiani. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
DI RSUD Abdul Moeloek Periode Maret-Agustus 2017. Medula Januari
2020; 9 (4):658-66.
Saiffuddin, AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka ; 2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alvabeta; 2014.

  Tahir S. Faktor determinan ketuban pecah dini. Bandung: Medsan; 2021.


Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. Buku ajar asuhan kebidanan volume 2. 4th
ed.
Jakarta: EGC; 2022.
World Health Organization (WHO). Trend maternal mortality 2016-2018. Geneva
(Switzerland); 2018.
World Health Organization (WHO). WHO recommendations: policy of
interventionist versus expectant management of severe pre-
eclampsia before term; 2018.
 Wiknjosastro GH, Saifuddin Ab, Rachimhadi T. Ilmu kebidanan. 4th ed.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016.

Anda mungkin juga menyukai