Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta
1
Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Indonesia
DOI: http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v15i1.23895
75
Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82
dari aspek-aspek sipil dan politik (Handaya- memenuhi hak perempuan. CEDAW meru-
ni, 2020). Berlanjut setelah Perang Dunia II pakan perjanjian internasional mengenai hak
berakhir, Piagam Perserikatan Bangsa (PBB) perempuan yang paling komprehensif kare-
merupakan instrumen internasional pertama na menetapkan kewajiban yang mengikat
yang menyebutkan persamaan hak antara kepada negara peserta untuk secara hukum
laki-laki dan perempuan (Handayani, 2020). mengakhiri diskriminasi terhadap perempu-
Melalui tubuh PBB juga, komitmen interna- an melalui berbagai langkah, program dan
sional untuk mengakui dan melindungi HAM kebijakan serta mendorong negara-negara
ditunjukkan melalui Deklarasi Universal peserta untuk menyatakan persamaan an-
HAM (DUHAM) pada tanggal 10 Desember tara laki-laki dan perempuan dalam bidang
1948. hak-hak politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Setelah DUHAM, lahir berbagai instru- Hal ini dimungkinkan karena CEDAW seca-
men HAM internasional yang secara umum ra aktif melakukan perbaikan bahasa-bahasa
maupun khusus berkenaan dengan hak dan hukum yang secara tegas memihak kepada
perlindungan bagi perempuan dalam berba- hak perempuan yang karena itu dapat me-
gai aspek kehidupan, seperti: Convention for nunjukkan dan memantapkan peranan per-
the Suppression of the Traffic in Persons and gerakan perempuan dalam implementasi
of the Exploitation of the Prostitution of Ot- dari CEDAW itu sendiri (Arivia, 2006: 311).
hers (1949), ILO (No. 100) Equal Remunera- Usaha untuk mewujudkan hak perem-
tion Convention (1951), Convention on the puan sebagai bagian HAM yang universal
Political Rights of Women (1952) yang dira- terus berlanjut setelah CEDAW. Pada tahun
tifikasi Indonesia melalui UU No. 68 Tahun 1980 Konferensi Dunia tentang Perempuan
1956, Declaration on the Protection of Wo- II diselenggarakan di Copenhagen dan dila-
men and Children in Emergency and Armed jutkan di Nairobi pada tahun 1985 dan di
Conflict (1974), dan Convention on the Con- Beijing pada tahun 1995. Aktivitas ini ber-
sent to Marriage, Minimum Age for Marriage dampak pada kelompok-kelompok HAM in-
an Registration of Marriages (1962). ternasional di PBB. Konferensi di Beijing sen-
Di tahun 70-an, isu mengenai hak pe- diri menghasilkan Beijing Plattform for Action
rempuan semakin mengemuka. Pada tahun (BPFA) yang mengkritisi 12 area kritis yang
1975, sebuah Konferensi Dunia Tahun Pe- dihadapi oleh kaum perempuan di seluruh
rempuan Internasional (World Conference dunia seperti hak-hak di bidang pendidikan,
of the International Women’s Year) diadakan kesehatan dan ketenagakerjaan (Saparjaya,
di Mexico City yang menghasilkan Decla- 2006: 2).
ration of Mexico on the Equality of Women Sebelum BPFA, dalam Konferensi In-
and Their Contribution to Development and ternasional HAM yang dilaksanakan di Wina
Peace. Konferensi tersebut mempunyai arti pada bulan Juni 1993 telah menghasilkan
penting karena meletakkan prinsip-prinsip Vienne Declaration and Platform Action yang
mendasar dari kehidupan perempuan seka- menekankan agar hak perempuan harus
ligus mengakomodasi permassalahan yang menjadi bagian yang integral dari seluruh ak-
dihadapi perempuan. tivitas dan setiap instrumen HAM dan men-
Pada tanggal 18 Desember 1979, dorong intesifikasi upaya untuk mendorong
Majelis Umum PBB menyetujui rancangan pengakuan dan perlindungan hak perempu-
CEDAW dan mengundang negara-negara an.
anggota PBB untuk meratifikasinya. Kon- Berbagai hasil pertemuan dan kerangka
vensi ini kemudian mulai berlaku (entry into aksi tersebut pada akhirnya juga telah men-
force) pada tahun 1981 setelah 20 negara dorong pemaknaan ulang terhadap instru-
menyetujuinya. Berlakunya CEDAW dapat men-instrumen HAM yang telah dihasilkan
dikatakan sebagai langkah maju yang pa- sebelumnya. Beberapa mekanisme HAM
ling penting untuk mencegah diskriminasi PBB yang berdasar kepada pada perjanji-
terhadap perempuan sekaligus upaya untuk an internasional melakukan adopsi dengan
77
Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82
negara-negara di dunia sedikit banyak ber- Keterkaitan hukum dan keadilan juga
pengaruh pada pelaksanaan instrumen-in- dipaparkan oleh John Rawls dengan menye-
strumen hukum internasional yang berkaitan but bahwa keadilan yang berbasis hukum
dengan hak perempuan. Dalam konteks In- dan sifatnya administratif-formalnya sekali-
donesia, kondisi sosial budaya serta kurang- pun, tetaplah penting. Pada dasarnya papa-
nya pemahaman dari pelaksana hukum me- ran itu memberikan jaminan minimum bah-
nyebabkan masih ada beberapa persoalan wa setiap orang dalam kasus yang sama harus
bagi perempuan dalam memperoleh ac- diperlakukan secara sama (Ujan, 2001: 27).
ces to justice, misalnya hak ekonomi (Wid- Lahirnya tuntutan atas pemenuhan dan
iarty, 2017), hak atas pekerjaan (Flambon- perlindungan hak perempuan didasari oleh
ita, 2017), dan hak atas pendidikan (Nasir kondisi ketidakdilan yang dialami oleh pe-
& Lilianti, 2017) Karena itu, negara sebagai rempuan itu sendiri. Karenanya isu dan gera-
penjaga HAM bagi setiap warganya harus kan kesetaraan gender, sebagai upaya untuk
menjamin perolehan hak-hak, termasuk hak memperoleh pemenuhan dan perlindungan
perempuan, bukan saja secara de jure na- hak perempuan tidak bisa dilepaskan dari
mun yang terpenting adalah secara de facto. pemikiran-pemikiran mengenai keadilan itu
Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsa- sendiri. Salah satu pemikiran yang paling ber-
fat (Hukum) pengaruh terhadap lahir dan berkembangnya
Hukum mempunyai tujuan untuk hak perempuan adalah feminisme. Secara
mewujudkan tata tertib dalam masyarakat sederhana feminisme dapat diartikan sebagai
dan kepastian hukum, akan tetapi secara paham, kajian dan gerakan sosial yang bertu-
filsafati ada tujuan yang jauh lebih penting juan untuk mengubah status subordinatif pe-
lagi yang menjadi tujuan hukum yaitu keadi- rempuan dalam masyarakat yang menguta-
lan. Dalam istilah “keadilan” terdapat istilah makan perspektif laki-laki (Suwastini, 2013:
“adil” yang menjadi kata dasarnya. Kamus 199). Feminisme pada tahap awal terjadi an-
Besar Indonesia, adil diartikan sebagai: (1). tara tahun 1500-1700an dengan fokus untuk
sama berat; tidak berat sebelah; tidak memi- melawan pandangan patriarkis mengenai po-
hak; (2). berpihak kepada yang benar; berpe- sisi subordinat perempuan karena dianggap
gang pada kebenaran; (3). sepatutnya; tidak sebagai mahluk yang lebih lemah, lebih emo-
sewenang-wenang. Berdasarkan pengertian sional dan tidak rasional (Jenainati & Groves,
tersebut, untuk disebut adil maka hukum 2007: 9). Setelah itu, feminisme dapat dibagi
harus memenuhi unsur-unsur, yaitu: sama, menjadi beberapa fase atau gelombang.
tidak memihak, berpegang pada kebenaran, Feminisme gelombang pertama diang-
dan tidak sewenang-wenang. Unsur pertama gap dimulai ketika Mary Wollenstonecraft
menurut penulis lebih tepat dikatakan seim- membuat sebuah tulisan yang berjudul ”The
bang daripada sama. Keadilan adalah sifat, Vindication of the Rights of Woman” pada
perbuatan, dan perlakuan yang adil. Dikait- tahun 1792 di Inggris. Melalui tulisan ini,
kan dengan pengertian adil, maka keadilan Wollstonecraft menyerukan pengembangan
dapat diartikan sifat, perbuatan, dan perla- sisi rasional pada perempuan dan menuntut
kuan yang seimbang/sama, tidak memihak, agar anak perempuan dapat belajar di se-
berpegang pada kebenaran, dan tidak sewe- kolah pemerintah dalam kesetaraan dengan
nang-wenang. anak laki-laki. Selain masalah pendidikan,
Persoalan keadilan merupakan masa- feminisme gelombang pertama juga ditan-
lah yang telah ada sejak zaman Yunani Kuno dai dengan perjuangan perluasan kesempa-
dan Romawi. Keadilan dianggap sebagai tan kerja bagi perempuan dan pemenuhan
salah satu kebajikan utama (cardinal virtue) hak-hak legal perempuan dalam pernikahan
(Marzuki, 2016: 27). Bahkan menurut Aris- maupun perceraian. Dalam pandangan be-
toteles, hukum dikatakan memiliki tujuan berapa ahli feminisme gelombang pertama
semata-mata untuk mewujudkan keadilan mencakup beberapa ambivalensi (Gamble,
(Machmudin, 2003: 23). 2006). Gerakan ini hanya memperjuangkan
79
Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82
perempuan lajang dari kelas menengah saja, gan yang sama, ada usaha- usaha definitif
terutama yang memiliki intelektualitas tinggi. dari beberapa feminis yang mendefinisikan
Sementara itu, gerakan mereka hanya ditu- diri secara berbeda (Suwastini, 2013: 202).
jukan untuk isu-isu tertentu saja dan belum Dalam perkembangan pemikiran ilmu
ada kesadaran mengenai gerakan feminisme hukum, feminisme juga ikut mempengaruhi
yang lebih luas dan kritik yang paling men- lahirnya pemikiran-pemikiran baru seputar
colok adalah para feminis ini masih mengan- hubungan hukum dengan hak perempuan,
dalkan bantuan kaum laki-laki untuk menca- salah satunya adalah Teori Hukum Feminis
pai tujuan-tujuan mereka (Suwastini, 2013: (Feminist Legal Theory) yang muncul sekitar
200). tahun 1970-an bersamaan dengan berkem-
Feminisme gelombang kedua dimulai bangnya gerakan Critical Legal Studies di
pada tahun 1960-an melalui buku yang ditu- Amerika Serikat. Feminist Legal Theory yang
lis Betty Friedan yaitu The Feminine Mystique biasa juga disebut feminist jurisprudence me-
pada tahun 1963 dan juga berdirinya Na- rupakan pemikiran yang berusaha melaku-
tional Organization for Woman pada tahun kan terobosan terhadap berlakunya hukum
1966 serta munculnya kelompok-kelompok terhadap perempuan dan diskriminasi yang
conscious raising pada akhir dekade 60- didapat perempuan dari hukum. Dilihat dari
an (Gamble, 2006). Feminisme gelombang tujuannya, Feminist Legal Theory lahir untuk
kedua feminisme gelombang kedua lebih memperjuangkan keadilan bagi perempuan
memusatkan diri pada isu-isu yang mempen- yang tertindas, dan studi hukum seharusnya
garuhi hidup perempuan secara langsung: bukan hanya menerapkan asas kepastian te-
reproduksi, pengasuhan anak, kekerasan tapi amat terlebih asas keadilan (Setiawan,
seksual, seksualitas perempuan, dan masalah 2018: 127). Dapat dikatakan bahwa feminist
domestisitas (Gilis, 2004). Feminisme gelom- legal theory adalah sebuah filsafat hukum
bang kedua ini terutama di Amerika Serikat yang didasarkan pada kesetaraan gender di
kemudian berkembang menjadi dua aliran. bidang politik, ekonomi dan sosial.
Yang pertama adalah aliran kanan yang cen- Dalam pandangan feminist legal theory
derung bersifat liberal yang bertujuan untuk dalam sejarah, hukum merupakan instrumen
memperjuangkan partisipasi perempuan di untuk melanggengkan posisi wanita dibawah
seluruh kehidupan sosial serta hak dan kewa- subordinasi kaum pria. Sejarah yang ditu-
jiban yang sama dengan laki-laki. Sedangkan lis kaum pria telah menciptakan bias dalam
yang kedua adalah aliran kiri yang bersifat konsep kodrat manusia, potensi dan kemam-
lebih radikal yang percaya bahwa kekuasaan puan gender, serta budaya patriarki dalam
patriarki bekerja pada insitusi-institusi per- pengaturan masyarakat. Budaya patriaki
sonal seperti pernikahan, pengasuhan anak, tersebut secara langsung maupun tidak lang-
dan kehidupan seksual (Suwastini, 2013: sung telah melahirkan diskriminasi gender, di
201). mana kedudukan dalam hukum dan masy-
Berbagai kritik terhadap universalisme arakat dianggap lebih rendah dari kedudu-
dalam feminisme gelombang kedua mendo- kan laki-laki. Karena itu, feminist legal theory
rong terjadinya pendefinisian kembali ber- berusaha untuk melakukan perubahan status
bagai konsep dalam feminisme pada akhir kaum perempuan dengan merubah hukum
tahun 1980an dan melahirkan feminisme dan pendekatannya dan pandangannya ter-
gelombang ketiga sekaligus postfeminisme. hadap perkara gender menjadi lebih adil dan
Membedakan sekaligus menyamakan anta- berimbang.
ra feminisme gelombang ketiga dan postfe- Secara langsung maupun tidak lang-
minisme adalah persoalan yang cukup ru- sung pemikiran feminist legal theory telah
mit. Jika keduanya dianggap berbeda, maka mempengaruhi pemikiran hukum dalam seti-
keduanya merupakan perkembangan yang ap bidang hukum, diantaranya hubungan ru-
berlangsung pada waktu yang hampir bersa- mah tangga (domestic relations) seperti per-
maan. Jika keduanya dianggap perkemban- kawinan, perceraian dan keluarga, kekerasan
80
Budi Hermawan Bangun, Hak Perempuan dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsafat Hukum
dalam rumah tangga, pekerjaan, pelecehan puan mendapatkan keadilan sebagai tujuan
seksual, hak-hak sipil, perpajakan, dan hak- tertinggi dari hukum itu sendiri dan memas-
hak reproduksi (Setiawan, 2018: 129). tikan bahwa prinsip equality before the law
Pada akhirnya, berbagai pemikiran benar-benar berlaku tanpa ada halangan
yang berkenaan dengan feminisme terse- yang berasal dari diskriminasi gender.
but merupakan usaha-usaha yang dilakukan
untuk mewujudkan kesetaraan gender dan 5. Daftar Pustaka
Arivia, G. (2006). Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta:
memastikan prinsip equality before the law, Kompas.
yaitu kedudukan setiap orang adalah sama di Asmarani, R. (2017). Perempuan dalam Perspektif Bu-
hadapan hukum tanpa membedakan gender, daya. Sabda, 12 (1). 7-16.
ras, status sosial seseorang, dan lain seba- Eddyono, S.W. (2020). Hak Asasi Perempuan Dan
gainya. Konvensi CEDAW, <https://referensi.elsam.
or.id/2014/09/hak-asasi-perempuan-dan-kon-
vensi-cedaw/>
3. Metode Penelitian
Flambonita, S. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap
Sesuai dengan substansi permasalahan Hak Pekerja Perempuan di Bidang Ketenagak-
hukum yang hendak dikaji dalam penelitian erjaan. Simbur Cahaya. 24 (1). 4397-4424.
ini, maka penelitian ini dirancang sebagai Gamble, S. (ed.). (2006). The Roudledge Companion
to Feminisme and Postfeminism. London: Rout-
suatu penelitian yang bersifat normatif (dog- ledge.
matik), terlebih khusus lagi adalah penelitian Gillis, S., Howie, G. & Munford, R. (2004). Third Wave
mengenai asas-asas hukum. Untuk mengkaji Feminism: A Critical Exploration. Hampshire &
permasalahan yang ada maka penelitian ini New York: Palgrave Macmillan.
menggunakan beberapa pendekatan, yakni: Handayani, Y. (2020). Perempuan dan Hak Asasi
Manusia, <https://rechtsvinding.bphn.go.id/
pendekatan peraturan perundang-undangan jurnal_online/20161014_PEREMPUAN%20
(statute approach), pendekatan kompara- DAN%20HAK%20ASASI%20MANUSIA.pdf.>
tif (comparative approach), dan pendekatan Hasanah, U. & Musyafak, N. (2017). Gender and Poli-
konseptual (conseptual approach). tics: Keterlibatan Perempuan dalam Pembangu-
nan Politik, Sawwa, 12 (2). 409-431.
Data yang digunakan dalam penelitian Jenainati, C. & Groves, J. (2007). Introducing Feminism.
ini tertuju pada data sekunder dan diperoleh Malta: Gutenberg Press.
melalui penelitian kepustakaan. Data yang Kania, D. (2015). Hak Asasi Perempuan dalam Per-
didapatkan kemudian selanjutnya dianalisis aturan Perundang-Undangan di Indonesia. Ju-
rnal Konstitusi, 12 (4). 716-734.
secara kualitatif untuk menarik kesimpulan
Krisnalita, L.Y. (2018). Perempuan, HAM dan Perma-
yang menjawab masalah yang dibahas se- salahannya di Indonesia. Binamulia Hukum, 7
kaligus memberikan preskripsi berdasarkan (1). 71-81.
argumentasi yang telah dibangun di dalam Machmudin, D.D. (2003). Pengantar Ilmu Hukum: Se-
kesimpulan. buah Sketsa. Bandung: Refika Aditama.
Marzuki, A. (2016). Penyelesaian Konflik Tenurial Ka-
wasan Hutan Register 45 Mesuji Lampung
4. Simpulan Dalam Perspektif Keadilan. Disertasi Program
Sebagai salah satu bagian dari HAM, Doktor Ilmu Hukum, Yogyakarta: Universitas
hak perempuan yang lahir dan berkembang Gadjah Mada.
dari pemikiran-pemikiran mengenai penting- Nasir & Lilianti. (2017). Persamaan Hak: Partisipasi
Wanita Dalam Pendidikan. Didaktis: Jurnal Pen-
nya perlindungan dan pemenuhan hak bagi didikan dan Ilmu Pengetahuan, 17 (1). 36-46.
kaum perempuan yang termasuk kelompok Saparjaya, K.E. (dkk.). (2006). Laporan Akhir Kompe-
rentan pelanggaran HAM dan juga untuk me- dium Tentang Hak-Hak Perempuan. Jakarta:
mastikan kesetaraan gender. Hak perempuan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departe-
men Hukum dan HAM).
yang telah diakomodasi dalam berbagai in-
Savitri, N. (2008). Kajian Teori Hukum Feminis Terha-
strumen hukum nasional maupun internasi- dap Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Terha-
onal tersebut masih harus dijamin pemenu- dap Perempuan dalam KUHP, Disertasi Program
hannya secara de facto oleh setiap negara. Doktor Ilmu Hukum. Bandung: Universitas
Katolik Parahyangan.
Dalam pespektif filsafat hukum hal ini pent-
Setiawan, H. Ouddy, S. & Pratiwi, M.G. (2018). Isu
ing untuk memastikan bahwa kaum perem- Kesetaraan Gender dalam Optik Feminist Juris-
81
Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82
82