Anda di halaman 1dari 9

Volume 15. Nomor 1.

June 2020 Page 74-82

Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta

Hak Perempuan dan Kesetaraan Gender


dalam Perspektif Filsafat Hukum

Budi Hermawan Bangun1

1
Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Indonesia
DOI: http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v15i1.23895

Article info Abstrak


Article History: Tulisan ini berfokus pada asal mula dan perkembangan hak perempuan dan prinsip
Received : April 1 2020 kesetaraan gender dalam perspektif filsafat hukum. Hak perempuan sebagai bagian
Accepted: May 10 2020 dari Hak Asasi Manusia lahir dan berkembang dari pemikiran-pemikiran mengenai
Published: June 15 2020 pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak bagi kaum perempuan yang termas-
uk kelompok rentan dan juga untuk memastikan kesetaraan gender. Meskipun telah
Keywords: diakomodasi dalam berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional, na-
filsafat hukum; mun secara de facto pemenuhan hak perempuan seca masih harus dipastikan oleh
hak perempuan; setiap negara. Pemenuhan hak perempuan dalam perspektif filsafat hukum adalah
kesetaraan gender upaya untuk mendapatkan keadilan sebagai tujuan tertinggi dari hukum itu sendiri
dan memastikan terwujudnya prinsip equality before the law.
legal philosopy;
women’s rights;
gender equality Abstract
This paper focuses on the origin and development of women’s rights and the princi-
ple of gender equality in the perspective of legal philosophy. Women’s rights as part
of Human Rights were born and developed from thoughts about the importance of
protecting and fulfilling the rights of women who belong to vulnerable groups and also
to ensure gender equality.Although it has been accommodated in various national
and international legal instruments, de facto fulfillment of women’s rights must still
be ensured by each country. Fulfillment of women’s rights in the perspective of legal
philosophy seeks to obtain justice as the highest goal of the law itself and ensure the
realization of the principle of equality before the law.

 ISSN 1907-8919 (Cetak)


Address : Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, Kalimantan Barat ISSN 2337-5418 (Online)
Indonesia
E-mail : budi.h.bangun79@gmail.com
Budi Hermawan Bangun, Hak Perempuan dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsafat Hukum

1. Pendahuluan (CEDAW) melalui UU No. 7 Tahun 1984.


Negara Indonesia mengakui dan men- Secara kelembagaan, Indonesia juga telah
junjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan membentuk Komisi Nasional Anti Kekerasan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
secara kodrati melekat pada manusia, yang melalui Peraturan Presiden No. 181 Tahun
harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan 1998 tanggal 9 Oktober 1998 yang kemudi-
demi meningkatkan martabat kemanusiaan, an diperkuat dengan Peraturan Presiden No.
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdas- 65 Tahun 2005.
an serta keadilan. Hal tersebut diatur dalam Dalam berbagai kajian dan pengaturan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dari instrumen hukum nasional dan hukum
Tahun 1945 dan berbagai peraturan perun- internasional, perempuan dimasukkan ke da-
dang-undangan lainnya seperti Undang-Un- lam kelompok rentan (vulnerable) bersama-
dang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asa- sama dengan kelompok rentan lainnya se-
si Manusia. Selain itu pula, Indonesia telah perti anak-anak, kaum minoritas, pengungsi
mengesahkan berbagai perjanjian interna- dan lainnya. Masuknya perempuan sebagai
sional yang berkaitan dengan HAM seperti salah satu kelompok rentan dalam HAM ada-
International Convention of Civil and Political lah karena berbagai kondisi sosial, budaya,
Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang No. ekonomi ataupun secara fisik yang menye-
12 Tahun 2005 dan International Conven- babkan perempuan sebagai kelompok yang
tion of Economic, Social and Cultural Rights lemah dan tak terlindungi dan karenanya be-
(ICESCR) melalui Undang-Undang No. 11 Ta- rada dalam resiko dan bahaya mengalami ke-
hun 2005. kerasan atau pelanggaran hak oleh kelompok
Salah satu jenis hak yang diakui se- lainnya (Krisnalita, 2018: 75).
cara nasional maupun internasional adalah Hak perempuan sendiri mencakup
hak asasi perempuan yang selanjutnya akan berbagai jenis hak yang cakupannya cukup
disebut dengan hak perempuan. Hak pe- luas seperti (Krisnalita, 2018: 76-77):
rempuan hak yang dimiliki oleh seorang pe- 1. Hak-hak di bidang politik, antara
rempuan, baik karena ia seorang manusia lain: Hak untuk berpartisipasi dalam
maupun sebagai seorang perempuan, dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam
khasanah hukum hak asasi manusia dapat di- perumusan kebijakan pemerintah dan
temui pengaturannya dalam berbagai sistem pelaksanaan kebijakan; Hak untuk
hukum tentang hak asasi manusia. Sistem dipilih dan memilih dalam pemilihan
ini meliputi berbagai instrumen hukum dan berkala yang bebas untuk menentukan
perangkat pelaksanaan sistem hukum baik wakil rakyat di pemerintahan; dan Hak
di tingkat nasional, regional maupun inter- untuk ambil bagian dalam organisasi-
nasional. Berbagai sistem tersebut tidak saja organisasi pemerintahan dan non
mencantumkan hak yang diakui namun juga pemerintahan dan himpunan–
bagaimana menjamin dan mengakses hak himpunan yang berkaitan dengan
tersebut (Eddyono, 2020). kehidupan pemerintahan dan politik
Di Indonesia pengaturan tentang hak negara tersebut.
perempuan dapat ditemui dalam Pasal 45-51 2. Hak-hak kewarganegaraan. Setiap
UU No. 39 Tahun 1999 dan juga undang-un- perempuan mempunyai hak yang sama
dang lainnya yang berhubungan erta dengan untuk mendapatkan kewarganegaraan
hak perempuan seperti UU No. 23 Tahun suatu negara ketika mereka dapat
2004 tentang Pemghapusan Kekerasan da- memenuhi syarat-syarat yang
lam Rumah Tangga. Selain itu Indonesia juga ditentukan oleh peraturan perundang-
telah meratifikasi sejumlah perjanjian intern- undangan di negara terkait.
asional yang berkenaan dengan hak perem- 3. Hak atas pendidikan dan pengajaran.
puan seperti: Convention on the Elimination 4. Hak atas pekerjaan.
of all Forms of Discrimination Against Women 5. Hak di bidang kesehatan.

75

Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82

6. Hak untuk melakukan perbuatan- hak perempuan tumbuh dan berkembang


perbuatan hukum. bersamaan dengan pemahaman konsep
Dalam upaya untuk mewujudkan pe- HAM itu sendiri. Asumsi dasar dalam konsep
menuhan hak perempuan, salah satu prinsip HAM adalah setiap manusia sejatinya memi-
yang diperkenalkan dan dikembangkan ada- liki hak kodrati yang harus dihormati dan di-
lah prinsip kesetaraan gender. Istilah gender lindungi untuk menjaga harkat dan martabat
sendiri diperkenalkan oleh para ilmuwan dari kehidupan manusia tersebut.
sosial untuk menjelaskan perbedaan pe- Dalam kenyataannya, seringkali pe-
rempuan dan laki-laki yang bersifat kodrati rempuan diposisikan tidak setara dengan
dan yang merupakan hasil bentukan budaya laki-laki. Perbedaan biologis, munculnya
(Hasanah & Musyafak, 2017: 413). Dalam stereotype, dominasi sosiologis laki-laki ter-
perkembangan selanjutnya, istilah ini selalu hadap perempuan (budaya patriarki) dan
dikaitkan dengan budaya dengan menunjuk bahkan praktik-praktik keagamaan telah
kepada perbedaan status dan peranan laki- melahirkan diskriminasi yang membuat pe-
laki dan perempuan yang terbentuk dalam rempuan sebagai kelompok rentan terhadap
proses sosial dan budaya yang panjang (Sinu- pelanggaran HAM. Munculnya kesadaran
lingga, 2006: 47). bahwa perempuan merupakan manusia yang
Prinsip kesetaraan gender ditandai memiliki derajat yang sama dengan laki-laki
dengan kondisi bagi laki-laki dan perempuan telah memicu melahirkan konseptualisasi ter-
untuk memperoleh kesempatan serta hak- hadap hak-hak khusus sebagai bagian dari
haknya sebagai manusia, agar mampu berpe- HAM yaitu hak perempuan.
ran dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, Tonggak sejarah dari lahirnya kesa-
hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan daran mengenai hak perempuan ini bisa
dan pertahanan dan keamanan nasional ser- jadi berbeda di satu tempat dengan tempat
ta kesamaan dalam menikmati hasil pem- lainnya. Dalam sejarah modern Indonesia
bangunan. Kesetaraan gender juga meliputi misalnya, R.A. Kartini dikenal sebagai salah
meliputi penghapusan diskriminasi dan keti- seorang tokoh yang mendorong emansipasi
dak adilan struktural, baik terhadap laki-laki perempuan. Melalui surat-surat yang dikirim-
maupun perempuan. kannya kepada rekannya di Belanda, Kartini
Di berbagai tempat, termasuk Indone- menceritakan harapannya akan emansipasi
sia muncul diskursus mengenai prinsip kese- antara perempuan dan laki-laki, kebebasan
taraan gender ini. Hal tersebut dapat dipaha- berpikir bagi kaum perempuan dan hal-hal
mi karena setiap konsep, produk pemikiran lain yang telah membuka diskursus men-
serta teori keilmuan sesungguhnya merupa- genai hak perempuan, meskipun konsep
kan hasil dari pandangan hidup (worldview). HAM pada waktu itu masih sumir (Asmarani,
Tulisan ini hendak mengulas tentang hak pe- 2017). Sementara itu di Inggris hak-hak pe-
rempuan dan pemikiran atau prinsip keseta- rempuan diperjuangkan sejak abad 18 oleh
raan gender dalam perspektif filsafat hukum. Mary Wollstonecraft yang melahirkan konsep
Sistematika tulisan ini dimulai dengan pen- “feminisme”. Feminisme menurut Wollsto-
dahuluan dan dilanjutkan dengan pembaha- necraft berperspektif pada kurangnya pendi-
san yang berisi pejelasan mengenai asal mula dikan pada perempuan, sehingga mereka ti-
dan perkembangan hak perempuan dan di- dak mampu untuk melaksanakan hak-haknya
lanjutkan dengan kesetaraan gender dalam yang tertinggal dari kaum laki-laki (Saparjaya,
perspektif filsafat hukum sebelum akhirnya 2006: 7).
ditutup dengan kesimpulan.
Secara internasional, usaha untuk
2. Hasil dan Pembahasan membangun konsepsi mengenai hak pe-
rempuan dimulai oleh Liga Bangsa-Bangsa
Hak Perempuan: Asal Mula dan Perkem- (LBB) setelah berakhirnya Perang Dunia I.
bangannya Pada tahun 1935 mulai dibahas kedudukan
Pengakuan dan jaminan pemenuhan perempuan, dan mempertimbangkannya

76
Budi Hermawan Bangun, Hak Perempuan dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsafat Hukum

dari aspek-aspek sipil dan politik (Handaya- memenuhi hak perempuan. CEDAW meru-
ni, 2020). Berlanjut setelah Perang Dunia II pakan perjanjian internasional mengenai hak
berakhir, Piagam Perserikatan Bangsa (PBB) perempuan yang paling komprehensif kare-
merupakan instrumen internasional pertama na menetapkan kewajiban yang mengikat
yang menyebutkan persamaan hak antara kepada negara peserta untuk secara hukum
laki-laki dan perempuan (Handayani, 2020). mengakhiri diskriminasi terhadap perempu-
Melalui tubuh PBB juga, komitmen interna- an melalui berbagai langkah, program dan
sional untuk mengakui dan melindungi HAM kebijakan serta mendorong negara-negara
ditunjukkan melalui Deklarasi Universal peserta untuk menyatakan persamaan an-
HAM (DUHAM) pada tanggal 10 Desember tara laki-laki dan perempuan dalam bidang
1948. hak-hak politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Setelah DUHAM, lahir berbagai instru- Hal ini dimungkinkan karena CEDAW seca-
men HAM internasional yang secara umum ra aktif melakukan perbaikan bahasa-bahasa
maupun khusus berkenaan dengan hak dan hukum yang secara tegas memihak kepada
perlindungan bagi perempuan dalam berba- hak perempuan yang karena itu dapat me-
gai aspek kehidupan, seperti: Convention for nunjukkan dan memantapkan peranan per-
the Suppression of the Traffic in Persons and gerakan perempuan dalam implementasi
of the Exploitation of the Prostitution of Ot- dari CEDAW itu sendiri (Arivia, 2006: 311).
hers (1949), ILO (No. 100) Equal Remunera- Usaha untuk mewujudkan hak perem-
tion Convention (1951), Convention on the puan sebagai bagian HAM yang universal
Political Rights of Women (1952) yang dira- terus berlanjut setelah CEDAW. Pada tahun
tifikasi Indonesia melalui UU No. 68 Tahun 1980 Konferensi Dunia tentang Perempuan
1956, Declaration on the Protection of Wo- II diselenggarakan di Copenhagen dan dila-
men and Children in Emergency and Armed jutkan di Nairobi pada tahun 1985 dan di
Conflict (1974), dan Convention on the Con- Beijing pada tahun 1995. Aktivitas ini ber-
sent to Marriage, Minimum Age for Marriage dampak pada kelompok-kelompok HAM in-
an Registration of Marriages (1962). ternasional di PBB. Konferensi di Beijing sen-
Di tahun 70-an, isu mengenai hak pe- diri menghasilkan Beijing Plattform for Action
rempuan semakin mengemuka. Pada tahun (BPFA) yang mengkritisi 12 area kritis yang
1975, sebuah Konferensi Dunia Tahun Pe- dihadapi oleh kaum perempuan di seluruh
rempuan Internasional (World Conference dunia seperti hak-hak di bidang pendidikan,
of the International Women’s Year) diadakan kesehatan dan ketenagakerjaan (Saparjaya,
di Mexico City yang menghasilkan Decla- 2006: 2).
ration of Mexico on the Equality of Women Sebelum BPFA, dalam Konferensi In-
and Their Contribution to Development and ternasional HAM yang dilaksanakan di Wina
Peace. Konferensi tersebut mempunyai arti pada bulan Juni 1993 telah menghasilkan
penting karena meletakkan prinsip-prinsip Vienne Declaration and Platform Action yang
mendasar dari kehidupan perempuan seka- menekankan agar hak perempuan harus
ligus mengakomodasi permassalahan yang menjadi bagian yang integral dari seluruh ak-
dihadapi perempuan. tivitas dan setiap instrumen HAM dan men-
Pada tanggal 18 Desember 1979, dorong intesifikasi upaya untuk mendorong
Majelis Umum PBB menyetujui rancangan pengakuan dan perlindungan hak perempu-
CEDAW dan mengundang negara-negara an.
anggota PBB untuk meratifikasinya. Kon- Berbagai hasil pertemuan dan kerangka
vensi ini kemudian mulai berlaku (entry into aksi tersebut pada akhirnya juga telah men-
force) pada tahun 1981 setelah 20 negara dorong pemaknaan ulang terhadap instru-
menyetujuinya. Berlakunya CEDAW dapat men-instrumen HAM yang telah dihasilkan
dikatakan sebagai langkah maju yang pa- sebelumnya. Beberapa mekanisme HAM
ling penting untuk mencegah diskriminasi PBB yang berdasar kepada pada perjanji-
terhadap perempuan sekaligus upaya untuk an internasional melakukan adopsi dengan

77

Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82

mengeluarkan komentar atau rekomendasi dengan Konvenan Hak Ekonomi,


umum untuk mengkaji ulang persamaan hak Sosial, dan Budaya.
antara perempuan dan laki-laki, yaitu (Han- Di Indonesia sendiri komitmen un-
dayani, 2020): tuk melindungi dan memenuhi hak perem-
1. Komite HAM untuk Hak Sipil dan Politik puan ditunjukkan dengan ratifikasi berbagai
mengeluarkan General Comment No. instrumen internasional seperti CEDAW,
28 (2000): Equality of Rights Between CPRW, ICCPR dan ICESCR serta dengan
Men and Women tanggal 29 Maret membuat legislasi nasional yang mengand-
2000. Melalui Komentar Umum ini, ung muatan perlindungan hak perempuan
komite menegaskan bahwa setiap seperti: UU No. 39 Tahun 1999 tentang
negara yang sudah meratifikasi HAM, UU No. 23 Tahun 2004 tentang
konvensi hak sipil dan politik, tidak saja Penghapusan KDRT, UU No. 12 Tahun 2006
harus mengadopsi langkah-langkah tentang Kewarganegaraan, UU No. 21 Ta-
perlindungan tapi juga langkah-langkah hun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
posiitf di seluruh area untuk mencapai Pidana Perdagangan Orang, Inpres No. 9
pemberdayaan perempuan yang setara Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gen-
dan efektif. Langkah ini termasuk pula der (PUG) dan Keppres No. 181 Tahun 1998
penjaminan bahwa praktek-praktek tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti
tradisi, sejarah, agama, dan budaya Kekerasan terhadap Perempuan atau Kom-
tidak digunakan untuk menjustifikasi nas Perempuan yang diubah dengan Per-
pelanggaran hak perempuan. pres Nomor 65 Tahun 2005 (Kania, 2015:
2. Komite tentang Penghapusan Segala 718). Meskipun demikian, masih terdapat
Bentuk Diskriminasi Terhadap peraturan perundang-undangan yang be-
Perempuan mengeluarkan General lum berpihak kepada perempuan dan cen-
Recommendation No. 25 (2004) derung diskriminatif seperti ketentuan-ke-
yang meletakkan kerangka langkah- tentuan yang berkaitan dengan kejahatan
langkah khusus sementara (temporary seksual yang dikategorikan sebagai kejahat-
special measures) untuk penghapusan an terhadap kesusilaan dan bukan kejahatan
diskriminasi langsung dan tidak langsung terhadap integritas tubuh perempuan (Sa-
(direct and indirect discrimination) vitri, 2008: 104). Demikian pula terdapat
yang terjadi terhadap perempuan yang Peraturan Daerah (Perda) di beberapa dae-
sangat mempengaruhi penikmatan rah yang cenderung tidak berpihak kepada
perempuan. Bagi komite, posisi perempuan. Dalam catatan Komnas Perem-
perempuan yang kerapkali tidak puan hingga akhir tahun 2018 yang lalu, di
menguntungkan perlu disikapi dengan seluruh Indonesia terdapat 421 Perda yang
pendekatan persamaan hasil (equality substasinya dinilai diskriminatif terhadap
of result) sebagai tujuan dari persamaan perempuan.
secara substantif (substantive equality) Selain secara substansi hukum, dari
atau de facto tidak saja persamaan segi struktur hukum juga masih sering dite-
secara formal (formal equality). mui lemahnya pemahaman isntitusi pen-
3. Komite tentang Hak Ekonomi, Sosial egak manakala menangani kasus-kasus yang
dan Budaya mengeluarkan General berkaitan dengan perempuan sebagai kor-
Comment No.16 (2005): The Equal ban kekerasan, sementara dari segi budaya
Rights of Men and Womento Enjoyment hukum cara pandang masyarakat yang lebih
of All Economic, Social and Cultural peduli terhadap hak-hak perempuan masih
Rights yang meletakkan kerangka perlu dibangun (Kania, 2015: 731).
tentang persamaan (equality), non Dengan dikeluarkannya berbagai
diskriminasi (non discrimination) instrumen hukum nasional dan internasional
dan langkahlangkah sementara masih belum menjamin sepenuhnya perem-
(temperature measure) yang menjadi puan terlindungi dari pelanggaran hak-
acuan bagai para negara yang terikat haknya. Budaya patriarki yang mendominasi

78
Budi Hermawan Bangun, Hak Perempuan dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsafat Hukum

negara-negara di dunia sedikit banyak ber- Keterkaitan hukum dan keadilan juga
pengaruh pada pelaksanaan instrumen-in- dipaparkan oleh John Rawls dengan menye-
strumen hukum internasional yang berkaitan but bahwa keadilan yang berbasis hukum
dengan hak perempuan. Dalam konteks In- dan sifatnya administratif-formalnya sekali-
donesia, kondisi sosial budaya serta kurang- pun, tetaplah penting. Pada dasarnya papa-
nya pemahaman dari pelaksana hukum me- ran itu memberikan jaminan minimum bah-
nyebabkan masih ada beberapa persoalan wa setiap orang dalam kasus yang sama harus
bagi perempuan dalam memperoleh ac- diperlakukan secara sama (Ujan, 2001: 27).
ces to justice, misalnya hak ekonomi (Wid- Lahirnya tuntutan atas pemenuhan dan
iarty, 2017), hak atas pekerjaan (Flambon- perlindungan hak perempuan didasari oleh
ita, 2017), dan hak atas pendidikan (Nasir kondisi ketidakdilan yang dialami oleh pe-
& Lilianti, 2017) Karena itu, negara sebagai rempuan itu sendiri. Karenanya isu dan gera-
penjaga HAM bagi setiap warganya harus kan kesetaraan gender, sebagai upaya untuk
menjamin perolehan hak-hak, termasuk hak memperoleh pemenuhan dan perlindungan
perempuan, bukan saja secara de jure na- hak perempuan tidak bisa dilepaskan dari
mun yang terpenting adalah secara de facto. pemikiran-pemikiran mengenai keadilan itu
Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsa- sendiri. Salah satu pemikiran yang paling ber-
fat (Hukum) pengaruh terhadap lahir dan berkembangnya
Hukum mempunyai tujuan untuk hak perempuan adalah feminisme. Secara
mewujudkan tata tertib dalam masyarakat sederhana feminisme dapat diartikan sebagai
dan kepastian hukum, akan tetapi secara paham, kajian dan gerakan sosial yang bertu-
filsafati ada tujuan yang jauh lebih penting juan untuk mengubah status subordinatif pe-
lagi yang menjadi tujuan hukum yaitu keadi- rempuan dalam masyarakat yang menguta-
lan. Dalam istilah “keadilan” terdapat istilah makan perspektif laki-laki (Suwastini, 2013:
“adil” yang menjadi kata dasarnya. Kamus 199). Feminisme pada tahap awal terjadi an-
Besar Indonesia, adil diartikan sebagai: (1). tara tahun 1500-1700an dengan fokus untuk
sama berat; tidak berat sebelah; tidak memi- melawan pandangan patriarkis mengenai po-
hak; (2). berpihak kepada yang benar; berpe- sisi subordinat perempuan karena dianggap
gang pada kebenaran; (3). sepatutnya; tidak sebagai mahluk yang lebih lemah, lebih emo-
sewenang-wenang. Berdasarkan pengertian sional dan tidak rasional (Jenainati & Groves,
tersebut, untuk disebut adil maka hukum 2007: 9). Setelah itu, feminisme dapat dibagi
harus memenuhi unsur-unsur, yaitu: sama, menjadi beberapa fase atau gelombang.
tidak memihak, berpegang pada kebenaran, Feminisme gelombang pertama diang-
dan tidak sewenang-wenang. Unsur pertama gap dimulai ketika Mary Wollenstonecraft
menurut penulis lebih tepat dikatakan seim- membuat sebuah tulisan yang berjudul ”The
bang daripada sama. Keadilan adalah sifat, Vindication of the Rights of Woman” pada
perbuatan, dan perlakuan yang adil. Dikait- tahun 1792 di Inggris. Melalui tulisan ini,
kan dengan pengertian adil, maka keadilan Wollstonecraft menyerukan pengembangan
dapat diartikan sifat, perbuatan, dan perla- sisi rasional pada perempuan dan menuntut
kuan yang seimbang/sama, tidak memihak, agar anak perempuan dapat belajar di se-
berpegang pada kebenaran, dan tidak sewe- kolah pemerintah dalam kesetaraan dengan
nang-wenang. anak laki-laki. Selain masalah pendidikan,
Persoalan keadilan merupakan masa- feminisme gelombang pertama juga ditan-
lah yang telah ada sejak zaman Yunani Kuno dai dengan perjuangan perluasan kesempa-
dan Romawi. Keadilan dianggap sebagai tan kerja bagi perempuan dan pemenuhan
salah satu kebajikan utama (cardinal virtue) hak-hak legal perempuan dalam pernikahan
(Marzuki, 2016: 27). Bahkan menurut Aris- maupun perceraian. Dalam pandangan be-
toteles, hukum dikatakan memiliki tujuan berapa ahli feminisme gelombang pertama
semata-mata untuk mewujudkan keadilan mencakup beberapa ambivalensi (Gamble,
(Machmudin, 2003: 23). 2006). Gerakan ini hanya memperjuangkan

79

Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82

perempuan lajang dari kelas menengah saja, gan yang sama, ada usaha- usaha definitif
terutama yang memiliki intelektualitas tinggi. dari beberapa feminis yang mendefinisikan
Sementara itu, gerakan mereka hanya ditu- diri secara berbeda (Suwastini, 2013: 202).
jukan untuk isu-isu tertentu saja dan belum Dalam perkembangan pemikiran ilmu
ada kesadaran mengenai gerakan feminisme hukum, feminisme juga ikut mempengaruhi
yang lebih luas dan kritik yang paling men- lahirnya pemikiran-pemikiran baru seputar
colok adalah para feminis ini masih mengan- hubungan hukum dengan hak perempuan,
dalkan bantuan kaum laki-laki untuk menca- salah satunya adalah Teori Hukum Feminis
pai tujuan-tujuan mereka (Suwastini, 2013: (Feminist Legal Theory) yang muncul sekitar
200). tahun 1970-an bersamaan dengan berkem-
Feminisme gelombang kedua dimulai bangnya gerakan Critical Legal Studies di
pada tahun 1960-an melalui buku yang ditu- Amerika Serikat. Feminist Legal Theory yang
lis Betty Friedan yaitu The Feminine Mystique biasa juga disebut feminist jurisprudence me-
pada tahun 1963 dan juga berdirinya Na- rupakan pemikiran yang berusaha melaku-
tional Organization for Woman pada tahun kan terobosan terhadap berlakunya hukum
1966 serta munculnya kelompok-kelompok terhadap perempuan dan diskriminasi yang
conscious raising pada akhir dekade 60- didapat perempuan dari hukum. Dilihat dari
an (Gamble, 2006). Feminisme gelombang tujuannya, Feminist Legal Theory lahir untuk
kedua feminisme gelombang kedua lebih memperjuangkan keadilan bagi perempuan
memusatkan diri pada isu-isu yang mempen- yang tertindas, dan studi hukum seharusnya
garuhi hidup perempuan secara langsung: bukan hanya menerapkan asas kepastian te-
reproduksi, pengasuhan anak, kekerasan tapi amat terlebih asas keadilan (Setiawan,
seksual, seksualitas perempuan, dan masalah 2018: 127). Dapat dikatakan bahwa feminist
domestisitas (Gilis, 2004). Feminisme gelom- legal theory adalah sebuah filsafat hukum
bang kedua ini terutama di Amerika Serikat yang didasarkan pada kesetaraan gender di
kemudian berkembang menjadi dua aliran. bidang politik, ekonomi dan sosial.
Yang pertama adalah aliran kanan yang cen- Dalam pandangan feminist legal theory
derung bersifat liberal yang bertujuan untuk dalam sejarah, hukum merupakan instrumen
memperjuangkan partisipasi perempuan di untuk melanggengkan posisi wanita dibawah
seluruh kehidupan sosial serta hak dan kewa- subordinasi kaum pria. Sejarah yang ditu-
jiban yang sama dengan laki-laki. Sedangkan lis kaum pria telah menciptakan bias dalam
yang kedua adalah aliran kiri yang bersifat konsep kodrat manusia, potensi dan kemam-
lebih radikal yang percaya bahwa kekuasaan puan gender, serta budaya patriarki dalam
patriarki bekerja pada insitusi-institusi per- pengaturan masyarakat. Budaya patriaki
sonal seperti pernikahan, pengasuhan anak, tersebut secara langsung maupun tidak lang-
dan kehidupan seksual (Suwastini, 2013: sung telah melahirkan diskriminasi gender, di
201). mana kedudukan dalam hukum dan masy-
Berbagai kritik terhadap universalisme arakat dianggap lebih rendah dari kedudu-
dalam feminisme gelombang kedua mendo- kan laki-laki. Karena itu, feminist legal theory
rong terjadinya pendefinisian kembali ber- berusaha untuk melakukan perubahan status
bagai konsep dalam feminisme pada akhir kaum perempuan dengan merubah hukum
tahun 1980an dan melahirkan feminisme dan pendekatannya dan pandangannya ter-
gelombang ketiga sekaligus postfeminisme. hadap perkara gender menjadi lebih adil dan
Membedakan sekaligus menyamakan anta- berimbang.
ra feminisme gelombang ketiga dan postfe- Secara langsung maupun tidak lang-
minisme adalah persoalan yang cukup ru- sung pemikiran feminist legal theory telah
mit. Jika keduanya dianggap berbeda, maka mempengaruhi pemikiran hukum dalam seti-
keduanya merupakan perkembangan yang ap bidang hukum, diantaranya hubungan ru-
berlangsung pada waktu yang hampir bersa- mah tangga (domestic relations) seperti per-
maan. Jika keduanya dianggap perkemban- kawinan, perceraian dan keluarga, kekerasan


80
Budi Hermawan Bangun, Hak Perempuan dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsafat Hukum

dalam rumah tangga, pekerjaan, pelecehan puan mendapatkan keadilan sebagai tujuan
seksual, hak-hak sipil, perpajakan, dan hak- tertinggi dari hukum itu sendiri dan memas-
hak reproduksi (Setiawan, 2018: 129). tikan bahwa prinsip equality before the law
Pada akhirnya, berbagai pemikiran benar-benar berlaku tanpa ada halangan
yang berkenaan dengan feminisme terse- yang berasal dari diskriminasi gender.
but merupakan usaha-usaha yang dilakukan
untuk mewujudkan kesetaraan gender dan 5. Daftar Pustaka
Arivia, G. (2006). Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta:
memastikan prinsip equality before the law, Kompas.
yaitu kedudukan setiap orang adalah sama di Asmarani, R. (2017). Perempuan dalam Perspektif Bu-
hadapan hukum tanpa membedakan gender, daya. Sabda, 12 (1). 7-16.
ras, status sosial seseorang, dan lain seba- Eddyono, S.W. (2020). Hak Asasi Perempuan Dan
gainya. Konvensi CEDAW, <https://referensi.elsam.
or.id/2014/09/hak-asasi-perempuan-dan-kon-
vensi-cedaw/>
3. Metode Penelitian
Flambonita, S. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap
Sesuai dengan substansi permasalahan Hak Pekerja Perempuan di Bidang Ketenagak-
hukum yang hendak dikaji dalam penelitian erjaan. Simbur Cahaya. 24 (1). 4397-4424.
ini, maka penelitian ini dirancang sebagai Gamble, S. (ed.). (2006). The Roudledge Companion
to Feminisme and Postfeminism. London: Rout-
suatu penelitian yang bersifat normatif (dog- ledge.
matik), terlebih khusus lagi adalah penelitian Gillis, S., Howie, G. & Munford, R. (2004). Third Wave
mengenai asas-asas hukum. Untuk mengkaji Feminism: A Critical Exploration. Hampshire &
permasalahan yang ada maka penelitian ini New York: Palgrave Macmillan.
menggunakan beberapa pendekatan, yakni: Handayani, Y. (2020). Perempuan dan Hak Asasi
Manusia, <https://rechtsvinding.bphn.go.id/
pendekatan peraturan perundang-undangan jurnal_online/20161014_PEREMPUAN%20
(statute approach), pendekatan kompara- DAN%20HAK%20ASASI%20MANUSIA.pdf.>
tif (comparative approach), dan pendekatan Hasanah, U. & Musyafak, N. (2017). Gender and Poli-
konseptual (conseptual approach). tics: Keterlibatan Perempuan dalam Pembangu-
nan Politik, Sawwa, 12 (2). 409-431.
Data yang digunakan dalam penelitian Jenainati, C. & Groves, J. (2007). Introducing Feminism.
ini tertuju pada data sekunder dan diperoleh Malta: Gutenberg Press.
melalui penelitian kepustakaan. Data yang Kania, D. (2015). Hak Asasi Perempuan dalam Per-
didapatkan kemudian selanjutnya dianalisis aturan Perundang-Undangan di Indonesia. Ju-
rnal Konstitusi, 12 (4). 716-734.
secara kualitatif untuk menarik kesimpulan
Krisnalita, L.Y. (2018). Perempuan, HAM dan Perma-
yang menjawab masalah yang dibahas se- salahannya di Indonesia. Binamulia Hukum, 7
kaligus memberikan preskripsi berdasarkan (1). 71-81.
argumentasi yang telah dibangun di dalam Machmudin, D.D. (2003). Pengantar Ilmu Hukum: Se-
kesimpulan. buah Sketsa. Bandung: Refika Aditama.
Marzuki, A. (2016). Penyelesaian Konflik Tenurial Ka-
wasan Hutan Register 45 Mesuji Lampung
4. Simpulan Dalam Perspektif Keadilan. Disertasi Program
Sebagai salah satu bagian dari HAM, Doktor Ilmu Hukum, Yogyakarta: Universitas
hak perempuan yang lahir dan berkembang Gadjah Mada.
dari pemikiran-pemikiran mengenai penting- Nasir & Lilianti. (2017). Persamaan Hak: Partisipasi
Wanita Dalam Pendidikan. Didaktis: Jurnal Pen-
nya perlindungan dan pemenuhan hak bagi didikan dan Ilmu Pengetahuan, 17 (1). 36-46.
kaum perempuan yang termasuk kelompok Saparjaya, K.E. (dkk.). (2006). Laporan Akhir Kompe-
rentan pelanggaran HAM dan juga untuk me- dium Tentang Hak-Hak Perempuan. Jakarta:
mastikan kesetaraan gender. Hak perempuan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departe-
men Hukum dan HAM).
yang telah diakomodasi dalam berbagai in-
Savitri, N. (2008). Kajian Teori Hukum Feminis Terha-
strumen hukum nasional maupun internasi- dap Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Terha-
onal tersebut masih harus dijamin pemenu- dap Perempuan dalam KUHP, Disertasi Program
hannya secara de facto oleh setiap negara. Doktor Ilmu Hukum. Bandung: Universitas
Katolik Parahyangan.
Dalam pespektif filsafat hukum hal ini pent-
Setiawan, H. Ouddy, S. & Pratiwi, M.G. (2018). Isu
ing untuk memastikan bahwa kaum perem- Kesetaraan Gender dalam Optik Feminist Juris-

81

Pandecta. Volume 15. Number 1. June 2020 Page 74-82

prudence dan Implementasinya di Indonesia.


Jurisprudentie, 5 (2). 121-140.
Sinulingga, R. (2006). Gender Ditinjau Dari Sudut Pan-
dang Agama Kristen. Jurnal Wawasan, 12 (1).
47-53.
Suwastini, N.K.A. (2013). Perkembangan Feminisme
Barat Dari Abad Kedelapan Belas Hingga Pos-
feminisme: Sebuah Tinjauan Teoritis. Jurnal
Ilmu Sosial dan Humaniora, 2 (1). 198-208.
Ujan, A.A. (2001). Keadilan dan Demokrasi: Telaah Fil-
safat Politik John Rawls. Yogyakarta: Kanisius.
Widiarty, W.S. (2017). Perlindungan Hukum Persamaan
Hak Asasi Perempuan dalam Meningkatkan
Perekonomian Indonesia. Tô-râ. 3 (3). 639-646.


82

Anda mungkin juga menyukai