Anda di halaman 1dari 9

Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan yang paling tua.

Lingkungan
primitif melakukan pengeringan daging dan ikan sebelum catatan sejarah dimulai. Proses
pengeringan merupakan salah satu penanganan bahan pangan untuk menjaga pengawetan
bahan pangan lebih lama.
Dalam proses pembuatan produk farmasi dengan memungkinkan pengeringan obat
yang sensitive terhadap panas dan biologi pada suhu rendah di bawah kondisi yang
memungkinkan penghilangan air dengan sublimasi, atau perubahan fase dari padat ke uap
tanpa melewati fasa cair. Aplikasi umum pengeringan beku produk farmasi adalah pada
produksi sediaan bahan injeksi, proses ini juga digunakan dalam produksi bahan diagnostic
dan untuk bahan oral karena sangat mudah larut dalam mulut.
Pengeringan Beku ini merupakan salah satu cara dalam pengeringan bahan
pangan. Pada cara pengeringan ini semua bahan pada awalnya dibekukan, kemudian
diperlakukan dengan suatu proses pemanasan ringan dalam suatu lemari hampa udara.
Kristal-kristal es ini yang terbentuk Selma tahap pembekuan, menyublim jika
dipanaskan pada tekanan hampa yaitu berubah secara langsung dari es menjadi uap air
tanpa melewati fase cair. Ini akan menghasilkan produk yang bersifat porous dengan
perubahan yang sangat kecil terhadap ukuran dan bentuk bahan aslinya. Karena panas
yang digunakan sedikit, maka kerusakan karena panas juga kecil dibandingkan dengan
cara-cara pengeringan lainnya. Produk yang bersifat porous dapat direhidrasi dengan
cepat didalam air dingin (Gaman dan Sherrington, 1981).
2.1.3 Titik Triple Air
Pada titik teripel air, ditemukan air terdapat dalam tiga bentuk yaitu cairan,
padat, dan uap. Titik potong dari ketiga garis batas fase tersebut seperti terlihat pada
Gambar, dan titik potong ini disebut titik tripel.

Pada suhu 320F dan tekanan sebesar 4,7 mm air raksa, air berada dalam kondisi
yang demikian. Jika dikehendaki agar supaya molekul-molekul air berpindah dari fase
padat ke fase uap tanpa melalui fase air, maka akan kelihatan dari diagram bahwa 4,7 mm
adalah merupakan tekanan maksimum unutk terjadinya kondisi tersebut, dan terdapat
suatu rentang suhu yang dapat memenuhinya (Desrosier, 1988).
Pada tekanan diatas 4,7 mm dapat terjadi fase cair. Dengan jalan menurunkan
tekanan menjadi 5 mm maka akan terjadi pendidihan. Blair telah menemukan bahwa
pada tekanan 4 mm dapat terjadi pembusaan pada beberapa substrat cair, dan pembusaan
ini dapat dikendalikan. Pada tekanan 4 mm biasanya suatu bahan panagn telah berada
dibawah titik tripelnya dan umumnya proses-proses dehidrasi beku dirancang pada
tekanan ini atau lebih rendah (Desrosier, 1988).

 Proses Pembekuan (Freeze)


Proses pembekuan dengan membuat lapisan bahan pada rak/nampan. Bahan dan
rak/nampan harus seluruhnya didinginkan agar tidak terjadi pelelehan pada bahan. Bahan
dimasukkan dalam ruang pembeku dengan suhu -40 ℃ . Pada suhu ini, bahan akan
membeku dengan cepat dan akan dihasilkan bahan beku yang tidak merusak tekstur.
Faktor utama proses pembekuan yang akan memengaruhi mutu bahan kering-beku
adalah faktor kecepatan pembekuan.
 Proses Pengeringan Primer (Primary Drying)
Setelah bahan dibekukan, perlu dijaga agar es yang terbentuk dapat dikeluarkan dari
bahan yang akan dikeringkan dengan cara sublimasi. Kecepatan sublimasi es tergantung
pada perbedaan tekanan uap antara bahan dan pengumpul es. Molekul akan berintegrasi
dari tekanan tinggi di dalam bahan ke tekanan rendah di sekitarnya, sementara tekanan
akan tergantung pada suhu. Untuk itu, suhu pada bahan yang dikeringkan harus lebih
tinggi daripada suhu di bagian pengumpul es (ice collector).
 Proses Pengeringan Sekunder (Secondary Drying)
Setelah pengeringan selesai dan semua es menyublim, masih terdapat cairan beku yang
terikat dalam bahan kandungan air masih tersisa sekitar 7-8%. Untuk itu, pengeringan
masih perlu dilanjutkan untuk mengurangi kandungan air seminimal mungkin. Proses ini
dinamakan “isothermal desorption”, dimana air terikat didesorpsi dari bahan.
Pengeringan sekunder biasanya dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan
tetapi harus disesuaikan dengan sensitivitas bahan yang akan dikeringkan. Pengeringan
sekunder umumnya memerlukan waktu kurang lebih 1/3 atau ½ kali waktu pengeringan
primer.

2.1.4 Metode Freeze Drying


Dari semua metode tersebut,  salah satu metode pengeringan yang dianggap
paling baik saat ini adalah metode freeze drying atau yang lebih dikenal dengan nama
metode pengeringan beku. Metode ini juga dikenal dengan berbagai nama seperti
metode lyophilisation, lyophilization dan cryodesiccation.
Liofilisasi adalah solusi farmasi untuk menghasilkan sebuah produk bubuk
yang stabil. Metode ini telah menjadi standar praktek dalam memproduksi produk
sediaan suntik di pasaran. Liofilisasi dilakukan dibawah triple point untuk
mengaktifkan konversi es menjadi uap, tanpa memasuki fasa cair (sublimasi).
Untuk mendapatkan produk yang baik dengan metode Frezee drying ini
membutuhkan peralatan khusus yang disebut sebagai Freeze Dryer. Freeze dryer
merupakan suatu alat pengeringan yang termasuk ke dalam Conduction Dryer/Indirect
Dryer karena proses perpindahan terjadi secara tidak langsung yaitu antara bahan yang
akan dikeringkan (bahan basah) dan media pemanas terdapat dinding pembatas
sehingga air dalam bahan basah / lembab yang menguap tidak terbawa bersama media
pemanas. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan panas terjadi secara hantaran
(konduksi).

Adapun tahapan-tahapan yang terjadi di dalam mesin freeze dryer, sebagai


berikut :

 Pembekuan : Produk yang akan dikeringkan, sebelumnya dibekukan terlebi


dahulu.
 Vacuum : Setelah beku, produk ini ditempatkan di bawah vakum. Hal ini
memungkinkan pelarut beku dalam produk untuk menguap tanpa melalui fase cair,
proses yang dikenal sebagai sublimasi.
 Pemanasan : Panas diterapkan pada produk beku untuk mempercepat
sublimasi.
 Kondensasi : Kondensor dengan suhu rendah akan menghapus pelarut yang
menguap di ruang vakum dengan mengubahnya kembali ke padat.
 Chamber
Ruangan ini merupakan tempat vakum yang kedap, kerap juga disebut sebagai
lyphilization chamberatau cabinet. Chamber ini memiliki rak (tray) untuk menempatkan
bahan yang akan dikeringkan, umumnya terbuat dari bahan stainless steel. Untuk
membuka dan menutup chamber umumnya menggunakan system hidrolik atau motor
listrik.
 Shelves
Pengering beku untuk keperluan penelitian umumnya hanya terdiri dari satu rak (shelf),
desain rak dibuat untuk terjadinya perpindahan panas, mengeluarkan panas dari bahan
pada saat terjadinya pembekuan dan memberikan panas ke dalam bahan pada saat
terjadinya pengeringan pertama (primary drying) dan pengeringan kedua (secondary
drying).
 Process Condenser
Kondenser ini didesain untuk memerangkap pelarut, biasanya berupa air ketika terjadinya
pengeringan di bagian chamber. Condenser ini umumnya berupa gulungan pipa atau pelat
yang berfungsi untuk pengkondensasian pelarut.
 Shelf Fluid System
Pada proses pengeringan beku, bahan yang akan dikeringkan pertama kali harus
dibekukan dan kemudian dipanaskan untuk menyublimkan cairan beku yang ada dalam
produk. Perubahan energy yang terjadi pada chamber biasanya dilakukan dengan
mensirkulasikan cairan melalui rak pada suhu yang diinginkan. Suhu diatur di bagian
system alat penukar panas terpisah, yang terdiri atas system pendingin atau pemanas
listrik. Cairan yang disirkulasikan biasanya minyak silicon, dipompakan ke dalam
chamber pada tekanan rendah.
 Refrigeration System
Bahan yang akan dikeringkan dibekukan dalam ruangan pengering atau dibekukan di
freezer sebelum dimasukan ke dalam ruang pengering. System refrigasi diperlukan di
ruang pengering dan juga di ruang condenser.
 Vacuum System
Untuk mengeluarkan pelarut atau air dari bahan pada proses pengeringan diperlukan
tekanan vakum. Tingkat vakum yang diperlukan umumnya berkisar antara 50 – 100
µBar. Untuk mencapai kevakuman pada level tersebut digunakan pompa vakum dua
tahap (two stage rotary vacuum pump).
(Rifandi,2017)
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat yang digunakan
Skema peralatan praktikum untuk pengeringan beku di Laboratorium Teknologi
Pangan adalah sebagaimana ditunjukan gambar 3.1. Peralatan tersebut terdiri atas
wadah/bejana pengering ( D1 ), ruang kondenser ( TW1 ), pompa vakum ( G1 ),
refrigerator dilengkapi kompresor ( P1 ) dan pemanas ( J1 ), dilengkapi dengan
termometer pengukur suhu bejana tempat bahan yang akan dikeringkan ( TB ), suhu
kondensor ( TW1 ) dan suhu refrigerant ( TW2 ).

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Freeze Drying


Keterangan:
 TW1 : Suhu condenser untuk mengkondensasikan uap air hasil sublimasi bahan yang dikerjakan
 TW2 : Suhu refrigerant keluar dari kompresor.
 TB : Suhu wadah bahan yang akan dikeringkan.
 D1 : Wadah tempat bahan yang akan dikeringkan.
 V1 : Valve untuk pengeluaran air hasil kondensasi.
 V2 : Valve pengaturan tekanan vakum.

3.1.2 Bahan yang digunakan


Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah Naga.
3.2 Prosedur Kerja
a. Tahap Persiapan Bahan

Memotong apel menjadi ukuran kecil, ± 1 cm x 0,8 cm x 1 cm


dengan berat total kurang lebih 5 gram. Tempatkan di kaca arloji

Memasukan bahan yang akan dikeringkan ke dalam freezer. Tunggu


sampai membeku sekurang – kurangnya 4 – 6 jam.

b. Operasional Freeze Drying

Menutup valve V1 dan membuka valve V2

Menyalakan panel listrik pada alat pengering dengan menaikan


saklar dan memijit tombol START

Menyalakan Kompresor P1 dengan memutar saklar ke posisi


I.Tunggu hinga TW1 (suhu condenser) -30oC.

Memasukan bahan yang sudah beku ke dalam reakor D1. Kemudian


nyalakan pompa vakum G1 dengan memutar saklar ke posisi I

Menutup valve V2 secara perlahan hingga tekanan terbaca 1 mBar


c. Mengukur Kadar Air Bahan Setiap 30 Menit Periode Pengeringan

Menghilangkan tekanan vakum dengan cara membuka valve V2


secara perlahan sampai penuh dan matikan pompa vakum G1.

Mengeluarkan bahan dari reactor D1, kemudian timbang bahan yang


dikeringkan dan catat beratnya.

Memasukan kembali bahan ke dalam reactor D1, kemudian


nyalakan kembali pompa vakum G1 dan tutup valve V2 secara
perlahan ke tekanan vakum semula. Lakukan pengeringan selama 30
menit dan atur pemanas jika dibutuhkan.

3.3 Keselamatan Kerja


1. Hati-hati dalam menyambungkan kabel ke aliran listrik, usahakan tangan dalam kondisi
kering dan gunakan sandal.
2. Panas Pengering tidak boleh tinggi dan harus terus dikontrol kenaikannya.
3. Mematikan Vakum saat akan dilakukan pengecekan.
4. Bekerja sesuai prosedur kerja.
Rifandi, Achmad.2017.Modul Praktikum Freeze Drying. Bandung Barat:POLBAN
Desrosier, N.W..1988. Teknologi Pengawetan Pangan Edisi Ketiga, Terjemahan
M.Muljohardjo.Jakarta:UI-Press
Earle,R.L..1969.Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan, Terjemahan
Z.Nasution.Bogor:Sastra Budaya
Gaman,P.M. dan K.B.Sherrington.1981.Ilmu Pangan:Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta:UGM-Press
Rifandi, Achmad.2017.Modul Praktikum Freeze Drying. Bandung
Barat:POLBAN
World Health Organization ( WHO ).1991.Iradiasi Pangan:Cara Mengawetkan
dan Meningkatkan Keamanan Pangan. Bandung:ITB

Anda mungkin juga menyukai