Disusun oleh:
Kelompok 8
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metode pengeringan yang
mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya
untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas.
Metode ini telah menjadi standar praktek dalam memproduksi produk sediaan
suntik di pasaran. Untuk mendapatkan produk yang baik dengan metode Frezee drying
ini membutuhkan peralatan khusus yang disebut sebagai Freeze Dryer. Freeze dryer
merupakan suatu alat pengeringan yang termasuk ke dalam Conduction Dryer/Indirect
Dryer karena proses perpindahan terjadi secara tidak langsung yaitu antara bahan yang
akan dikeringkan (bahan basah) dan media pemanas terdapat dinding pembatas sehingga
air dalam bahan basah / lembab yang menguap tidak terbawa bersama media pemanas.
Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan panas terjadi secara hantaran (konduksi).
Menurut Rifandi (2017) proses sublimasi berlangsung pada tekanan dan suhu
dibawah titik “triple”, yaitu pada tekanan 4,579 mmHg dan suhu 0,0099 ℃. Produk yang
dihasilkan bersifat porous dengan perubahan yang sangat kecil terhadap ukuran dan
bentuk bahan aslinya. Karena panas yang digunakan sedikit, maka kerusakan karena
panas juga relative kecil dibandingkan dengan cara-cara pengeringan lainnya.
Kelebihan proses pengeringan beku adalah sebagai berikut :
Setelah bahan dibekukan, perlu dijaga agar es yang terbentuk dapat dikeluarkan
dari bahan yang dikeringkan dengan cara sublimasi. Hal ini memerlukan kehati-hatian
dalam mengontrol suhu dan tekanan pada sistem pengering. Kecepatan sublimasi es
tergantung pada perbedaan tekanan uap antara bahan dan pengumpul es. Molekul akan
bermigrasi dari tekanan tinggi di dalam sampel ke tekanan rendah disekitarnya, sementara
tekanan akan tergantung pada suhu . untuk itu,suhu pada bahan yang dikeringkan harus
lebih tinggi dari pada suhu di bagian pengumpul es (ice collector).
Setelah pengeringan selesai dan semua es men yublim, masih terdapat cairan beku
yang terikat dalam bahan. Biasanya bahan sudah tampak kering, tetapi sebenarnya masih
tersisa kandungan air sekitar 7-8%, untuk itu pengeringan masih perlu untuk dilanjutkan
untuk mengurangi kandungan air seminimal mungkin. Proses ini dinamakan Isothermal
Desorption dimana air terikat di desorpsi dari bahan. Pengeringan sekunder biasanya
dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan tetapi masih harus disesuaikan
dengan sensitivitas bahan yang akan dikeringkan. Hal ini berbeda dengan kondisi pada
pengeringan primer, dimana pada pengeringan primer dilakukan pada suhu yang rendah
dan tekanan yang moderat sedangkan pada pengeringan sekunder dilakukan pada suhu
yang lebih tinggi dan tekanan yang lebih rendah. Pengeringan sekunder umumnya
memerlukan waktu kurang lebih 1/3 atau 1/2 kali waktu pengeringan primer
(Rifandi,2017).
2.1 Titik Tripel Air
Menurut Desrosier (1988) pada titik triple air ditemukan air terdapat dalam
tiga fase yaitu fase cair, padatan dan gas (uap air). Titik potong dari ketiga garis
batas fase tersebut seperti pada gambar 2.2 disebut titik triple.
Pada suhu 320F atau 0,010C dan tekanan sebesar 4,7 mmHg atau 0,00603
atm, air berada dalam kondisi yang demikian. Jika dikehendaki agar molekul-
molekul air berpindah dari fase padat ke fase uap tanpa melalui fase air, maka
dapat terlihat di diagram bahwa 4,7 mmHg adalah tekanan maksimum untuk
terjadinya kondisi tersebut, dan terdapat suatu rentang suhu yang dapat
memenuhinya. (Desrosier, 1988).
Pada tekanan diatas 4,7 mmHg dapat terjadi fase cair, denga jalan
menurunkan tekanan menjadi 5 mm maka akan terjadi pendidihan. Blair telah
menemukan bahwa pada tekanan 4 mmHg biasanya suatu bahan pangan tekah
berada dibawah titik tripelnya dan umumnya proses-proses dehidrasi beku
dirancang pada tekanan ini atau lebih rendah ( Desrosie r, 1988 ).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Keterangan :
• TW1 : Suhu condenser untuk mengkondensasikan uap air hasil sublimasi bahan yang
dikerjakan.
• TW2 : Suhu refrigerant keluar dari kompresor.
• TB : Suhu wadah bahan yang akan dikeringkan.
• VI : Valve untuk pengeluaran air hasil kondensasi.
• V2 : Valve pengaturan tekanan vakum.
• P1 : Kompresor.
• D1 : Wadah tempat bahan yang akan dikeringkan.
• G1: Pompa vakum.
Potong alpukat yang akan dikeringkan Tempatkan bahan yang sudah dipotong
dengan 3 varian ketebalan 0,5 cm, 1 cm pada gelas arloji, lalu timbang dengan
dan 1,5 cm. neraca analitik
Tutup valve V1 dan buka valve V2 Masukan pada freezer hingga beku
- Keselamatan Kerja
1. Hati-hati dalam menyambungkan kabel ke aliran listrik, usahakan tangan
dalam kondisi kering dan gunakan sandal.
2. Panas pengering tidak boleh tinggi dan harus terus dikontrol kenaikannya.
3. Mematikan vakum saat akan dilakukan pengecekan.
4. Bekerja sesuai prosedur kerja.
- Produk Alpukat yang dihasilkan
BAB IV
𝑾𝟎 = 𝑾𝒂𝒃 − 𝑾𝒂
➢ Perhitungan berat bahan pada saat waktu 0, 30, 60, dan 90 menit
0,5 1,2603
1 1,2344
1,5 1,1751
Berat bahan waktu-n = (Berat bahan dan gelas arloji)-berat gelas arloji
𝑾𝒂𝒊𝒓 = 𝑾𝟎 − 𝑾𝒏
t=0 menit
nama sampel W0 Wn Wair
0,5 1,5404 1,5404
1 2,2251 2,2251 0,0000
1,5 4,4937 4,4937
t=30 menit
nama sampel W0 Wn Wair
0,5 1,5404 1,2604 0,2800
1 2,2251 1,9356 0,2895
1,5 4,4937 4,0167 0,4770
t=60 menit
nama sampel W0 Wn Wair
0,5 1,5404 1,27477 0,2656
1 2,2251 1,701 0,5241
1,5 4,4937 3,6516 0,8421
t=90 menit
nama sampel W0 Wn Wair
0,5 1,5404 0,975 0,5654
1 2,2251 1,5573 0,6678
1,5 4,4937 3,4268 1,0669
➢ Perhitungan % kandungan air yang teruapkan
𝑾𝒂𝒊𝒓
%Kandungan air = × 𝟏𝟎𝟎 %
𝑾𝟎
% Kadar air
Nama
sampel
0 menit 30 menit 60 menit 90 menit
5
4.5
4
Berat Alpukat
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 30 60 90
Waktu
Grafik kandungan kadar air yang hilang terhadap
waktu
0,5 1 1,5
100
% kehilangan kadar air
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 30 60 90
Waktu
BAB V
PEMBAHASAN
Hervita Khoirun Nisa
181411078
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pengeringan dengan metode
freeze drying. Pengeringan dengan metode freeze drying adalah pengeringan
dengan cara membekukan bahan terlebih dahulu lalu dipanaskan secara radiasi
atau konduksi dengan tekanan yang rendah sehingga air yang terkandung di dalam
bahan yang dikeringkan langsung menjadi fasa uap tanpa melewati fasa cair
terlebih dahulu. Proses tersebut dinamakan proses sublimasi.
Bahan yang dikeringkan pada praktikum freeze drying ini adalah buah
alpukat. Buah alpukat tersebut dibuat bervariasi ketebalannya, yaitu 0,5 cm, 1 cm,
dan 1,5 cm. Karena ketebalannya dibuat bervariasi, maka berat dari masing-
masing bahan juga bervariasi. Pengeringan dilakukan selama 90 menit dan
tekanan dibawah 1 mBar (sekitar 0,9 mBar) dengan pengambilan data setiap 30
menit sekali. Semakin lama proses pengeringan maka semakin banyak air berfasa
padat yang menyublim. Hal ini dapat dilihat dari berat bahan yang berkurang
setiap waktunya karena air yang membeku di dalam bahan sudah keluar akibat
proses sublimasi.
Proses pengeringan dengan metode freeze drying ini berhasil
menyublimasi air sebanyak 36,70475% untuk alpukat dengan ketebalan 0,5 cm,
30,01213% untuk alpukat dengan ketebalan 1 cm, dan 23,74213% untuk alpukat
dengan ketebalan 1,5 cm. Untuk waktu dan kondisi operasi pengeringan yang
sama maka alpukat dengan ketebalan yang lebih tipis hasilnya lebih kering dari
pada alpukat yang memiliki ketebalan yang lebih tebal karena lebih banyak air
yang diuapkan. Alpukat yang lebih tebal memerlukan waktu yang lebih lama
untuk dikeringkan karena kandungan air di dalam bahan tersebut lebih banyak.
Naufal Rafi Prabawa
181411083
Pada parktikum freeze drying kali ini, dilakukan dengan cara
menghilangkan kadar air menjadi bentuk gas tanpa melalui fase cair. Sampel yang
digunakan adalah alpukat dengan kadar air 67% hingga 84%. Terdapat 3 variasi
ukuran untuk sampel yaitu, 1,7 x 1,7 x 0,5 cm (sampel 0,5) , 1,7 x 1,7 x 1 cm
(sampel 1) , dan 1,7 x 1,7 x 1,5 cm (sampel 1,5). Hal yang paling diamati pada
praktikum ini adalah bagaimana kandungan air yang terkandung dari sampel
alpukat selama pengeringan berlangsung. Pada proses pengeringan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luas permukaan dan tebal sampel. Tebal
sampel yang digunakan bervariasi yaitu 0,5 cm ,1cm, dan 1,5 cm. Proses
pengeriingan dengan cara freeze drying ini prinsip kerjanya menggunakan proses
sublimasi, dimana sampel membeku diberikan kondisi ruangan vakum yang
dipertahankan dalam kondisi operasinya. Pada sampel alpukat sendiri, ketebalan
sampel sangat berpengaruh terhadap kadar air yang hilang. Untuk sampel dengan
ketebalan 0,5 cm kadar air yang menghilang pada 30 menit adalah 18,17% ,dan
pada 90 menit adalah 36,7% sedangkan untuk sampel dengan ketebalan 1,5 cm
kadar air yang menghilang pada 30 menit adalah 10,6% cm dan pada 90 menit
adalah 23,74%. Dapat disimpulkan bahwa semakin tipis ketebalan sampel
terhadap variabel waktu maka berat sampel akan berkurang dan kadar air yang
hilang pada sampel akan semkain bertambah. Sebaliknya semakin tebal sampel
maka kandungan air akan semakin sulit untuk di uapkan dan semakin lebar sampel
maka kandungan air yang diuapkan semakin mudah.
Putri Utami Dita Cahya
181411085
Pengeringan merupakan salah satu metode umum yang digunakan untuk
menjaga kualitas bahan pangan tetap baik atau tetap awet. Mengurangi kadar air
pada bahan dapat menjaga kualitas bahan dalam jangka waktu yang cukup lama
hal ini menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme dihambat. Pada pembuatan
laporan kali ini data yang disajikan adalah data dari proses pengeringan dengan
metode freeze dryer.
Didalam laporan ini diberikan tiga data yaitu data ukuran sample mula-
mula, data berat sample mula-mula dan data berat pada setiap waktu (pada waktu
0,30,60,90 menit). Pada data ukuran sample terdapat tiga sample yaitu 0,5 1 dan
1,5 untuk Panjang, lebar dan luas permukaan memiliki nilai yang sama yang
berbeda adalah ketebalannya.
Semakin lama proses freeze dryer maka suhu dan tekanan nyapun semakin
turun hal ini menyebabkan kandungan air dalam bahan semakin lama semakin
berkurang karena mengalami sublimasi. Salain itu semakin lama proses freeze
dryer maka massa dari sample semakin lama semakin ringan dan setelah dihitung
%kadar air yang teruapkan semakin lama maka semakin banyak kadar air yang
teruapkan. Sehingga nilai persennya semakin besar. Dan pengaruh untuk
ketebalan sample untuk sample yang lebih tebal %kadar air yang teruapkan kecil
dibandingkan dengan sample yang lebih tipis hal ini terjadi karena ketika sample
terlalu tebal maka penguapan kadar air terjadi secara tidak merata pada bagian
sample terutama pada bagian tengah dalam sample sehingga proses
pengeringannya tidak sempurna. Dan akibatnya apabila sample terlalu tebal maka
daya simpan akan lebih rendah atau tidak terlalu awet karena sample lebih cepat
tengik dibanding dengan sample yang tipis. Dari data yang disajikan diketahui
%kadar air yang berhasil disublimasi untuk sample 0,5 adalah 36,70475, untuk
sample 1 adalah 30,01213 dan untuk sample 1,5 adalah 23,74213.
M.Muljohardjo. Jakarta:UI-Press