6.3.1. Room-cooling
Metode pendinginan ini secara luas digunakan walaupun hanya memberikan pola
pendinginan tidak seragam dan lambat. Metode pendinginan ini dapat digunakan dengan
sebagian besar komoditas, tetapi lambat dibandingkan dengan metode lain.
Dalam room cooling, produk dalam kemasan atau curah ditempatkan dalam ruangan.
Pendinginan dicapai melalui konduktivitas termal. Panas ditengah produk dan di tengah
kemasan harus dihantarkan melalui sel-sel berdekatan ke luar produk dan selanjutnya
melalui produk-produk berdekatan ke permukaan kemasan. Panas kemudian harus dihantarkan
melalui dinding kemasan sebelum dapat diambil keluar oleh udara dingin yang tersirkulasi
dalam ruang pendingin.
Ada tiga faktor yang menentukan laju pendinginan, yaitu:
1) Fisiologi dan struktur produk yang mana akan menentukan laju konduktivitas
termal dan jumlah panas yang dikonduksikan
2) Ukuran kemasan atau wadah curah yang mana akan menentukan waktu yang
dibutuhkan untulk menghantarkan panas dari pusat kemasan atau wadah ke udara dingin
tersirkulasi.
3) Metode penyusunan kemasan atau pallet dan penempatannya dalam ruang pendingin
yang secara langsung mempengaruhi jumlah udara yang tersirkulasi disekitar setiap
wadah atau kemasan
Metode ini banyak digunakan, mudah, tidak mahal untuk diinstal pada ruang pendingin
yang sudah ada dan cocok untuk kisaran produk hortikultura dan kemasan yang luas. Udara
dingin sebagai coolant namun udara dingin ini di dihembuskan melalui kemasan atau wadah
curah, mengkondisikan kontak langsung dengan produk. Cara ini dibantu dengan kipas besar
yang mampu mensirkulasikan udara yang banyak dan cepat. Meskipun laju pendinginan
tergantung pada suhu udara dan laju aliran udara, metode ini biasanya 75-90 persen lebih cepat
daripada room-cooling.
Cara umum forced-air cooling yang digunakan adalah forced-air tunnel. Dua barisan
kemasan-kemasan di atas pallet disusun sejajar dan pada salah satu ujung tunnel ditempatkan
exhaust fan. Udara dingin disedot oleh fan dimana udara ini akan melalui tumpukan-tumpukan
kemasan sehingga keluar dari kemasan dan ditarik oleh fan akan hangat yang selanjutnya
disirkulasikan melalui evaporator dan kembali dingin. Udara dingin ini kembali disedot melalui
tumpukan-tumpukan kemasan untuk mengambil panas dari produk.
6.3.3. Hydro-cooling
Metode ini menggunakan air dingin sebagai coolant. Karena air sebagai konduktor
panas sangat baik, sistem ini mampu menurunkan suhu produk (35⁰C) menjadi mendekati
suhu penyimpanan (seperti 5oC) secara cepat (15-45 menit). Metode ini mencelupkan
produk ke dalam air dingin, atau mengalirkan air dingin ke produk, adalah cara yang efisien
untuk menghilangkan panas, dan dapat berfungsi sebagai sarana pembersihan pada saat yang
bersamaan. Selain itu, hydro-cooling mengurangi kehilangan air produk dan kelayuan.
Penggunaan desinfektan di dalam air dianjurkan untuk mengurangi penyebaran penyakit.
Hydro-cooling tidak sesuai untuk buah beri, kentang untuk disimpan, ubi jalar, bawang
merah, bawang putih, atau komoditas lain yang tidak dapat mentolerir pembasahan
Waktu pendinginan dipengaruhi oleh:
1) Ukuran dan densitas produk. Secara umum, produk besar dan padat membutuhkan
waktu pendinginan yang lebih lama dibandingkan produk yang lebih kecil dan
porous.
2) Metode pengemasan yang digunakan.Kemasan membatasi penggunaan cara ini,
karena sistem ini membutuhkan kemasan toleran terhadap air.
Kebanyakan kemasan yang digunakan adalah karton box, yang mana tidak toleran dengan air,
sehingga tidaklah umum digunakan dengan kemasan karton, terkecuali dilapisi dengan lilin
yang cukup tebal. Pada umumnya hydrocooling dilaksanakan dengan wadah curah sebelum
dikemas lebih lanjut. Cara pendinginan ini cocok untuk berbagai jenis buah dan sayuran.
Kebanyakan sayuran daun, sayuran akar, sayuran batang, dan sayuran buah dapat di
hydrocooling. Sebagai contoh sayuran yang cocok untuk pendinginan ini yaitu asparagus,
broccoli, wortel, bunga kol, jagung manis.
Produk seharusnya:
1) Toleran terhadap pembasahan
(menguap dari produk) pada suhu 0⁰C. Produk dikemas dan ditempatkan dalam chamber
yang kuat yang bentuk umumnya seperti tangki minyak. Di dalam tangki atau chamber
tersebut terdapat koil yang mengkon densasikan uap air dari produk menjadi air yang
selanjutnya dikeluarkan melalui kran. Tangki ini harus betul-betul kuat dan kedap udara.
Metode pendinginan ini baik dilakukan untuk produk yang mempunyai rasio luas
permukaan dan volume tinggi seperti selada. Daun selada memiliki luas permukaan yang
besar sehingga bagus untuk evaporasi. Dengan demikian relatif mudah untuk mendinginkan
dari 20⁰C ke 1⁰C hanya dalam waktu 25-30 menit dalam bungkus karton dengan kondisi
komersial yang normal. Produk lain yang dapat didinginkan dengan metode ini adalah
seladri, wortel, jagung manis, bunga kol, dan cabai.
Alat ini cukup mahal, namun memberikan kelebihan yaitu, pertama, pendinginan
sangat cepat dengan waktu pendinginan sekitar setengah jam untuk sekitar empat tumpukan
pallet. Suhu dapat diturunkan sampai mendekati suhu optimalnya (0oC) setelah setengah jam
panen. Untuk produk yang sangat ringkih, metode pendinginan ini menghasilkan retensi
mutu yang sangat baik dan memaksimalkan masa simpan. Kedua, air yang menguap dari
setiap sel dalam produk hampir seragam. Kehilangan air didistribusikan pada setiap sel dari
produk. Komentar sering diberikan bahwa selada yang didinginkan dengan metode ini lebih
renyah dibandingkan dengan metode forced-air cooling dengan jumlah kehilangan airnya
sama. Keuntungan ketiga adalah penggunaan vacuum cooling dapat dilakukan terhadap
produk yang dikemas dimana terdapat pengemas internal.
mendinginkan produk dari 35oC ke 2oC membutuhkan es yang mencair sama dengan 38%
dari berat produk. Produk harus toleran kontak dengan es. Brokoli, jagung manis,
radish, eschallots, parsley, kol, wortel, brussel sprout dapat dikemas dengan es. Brokoli
dari Queensland contohnya, dikemas dalam polistiren box dengan es, setelah sebelum nya
didinginkan dengan forced-air cooling. Jika tidak dilakukan pre-cooling sebelum
dikemas dengan es dalam polistiren box, maka es akan cepat meleleh karena panas respirasi
yang dihasilkan.
Metode pendinginan yang digunakan tergantung pada umur simpan komoditi.
Komoditi yang laju respirasinya cepat mempunyai umur simpan pendek. Maka, komoditi
yang demikian perlu pendinginan dengan segera setelah pemanenan. Komoditi yang
punyai umur simpan panjang umumnya tidak memerlukan pendinginan dengan cepat,
tetapi sangat baik apabila didinginkan dengan segera. Komoditi yang tidak tahan terhadap
chilling injury (cacat suhu dingin) harus didinginkan sesuai dengan keperluan masing-
masing produk terseebut, mungkin sekitar suhu 10 -120C. Penggunaan metode pendinginan
pendahuluan tergantung tiga faktor utama, yaitu suhu komoditi pada saat panen, fisiologi
komoditi, dan umur simpan yang diinginkan.
6.4. Curing
Curing adalah proses yang digunakan untuk akar, umbi dan umbi lapis, apakah itu
di lapang atau dalam ruang curing. Ada dua batasan dari curing, pertama yang
merujuk pada desikasi dari bagian luar daun umbi bawang merah dan putih, untuk
membentuk barier efektif terhadap kehilangan air dan meminimumkan tempat masuknya
microorganisme pembusuk. Kedua adalah digunakan untuk kentang, ubi jalar, yam dan ubi
ketela pohon. Selama pemanenan umbi-umbi dapat mengalami kerusakan mekanis cukup
tinggi. Pelukaan atau kerusakan ini dapat memacu kehilangan air dan meningkatkan
pembusukan oleh mikroorganisme. Untuk menginduksi pertumbuhan pada bagian luka
setelah panen, umbi-umbian tersebut ditempatkan pada suhu hangat dengan RH tinggi.
Curing bila dilakukan terhadap bawang merah, bawang putih, dan umbi lapis setelah
panen memungkinkan lapisan luar kulit dan jaringan pada leher produk untuk mengering
sebelum penanganan dan penyimpanan dilakukan. Jika kondisi iklim lokal mengijinkan,
produk-produk tersebut dapat dipangkas bawahnya di lapangan, dijejer-anginkan dan
dibiarkan dilapangan selama lima sampai sepuluh hari. Bagian ujung tanaman yang sudah
kering dapat diatur penempatannya dengan menutup atau menaungi selama proses curing,
melindungi produk dari panas berlebihan dan sunburn. Jika udara panas yang
dihembuskan cepat digunakan untuk curing bawang dan umbi lapis lainnya,
direkomendasikan cukup satu hari atau mungkin kurang satu hari pada suhu 35-45oC (95-
113oF) dan kelembaban nisbi 60-75%. Lapisan kulit yang sudah kering kemudian
melindungi produk dari kehilangan atau susut air selama penyimpanan. Kondisi terbaik
untuk curing adalah bervariasi antar produk dapat dilihat pada tabel 7.
Talas dan produk akar serta umbi tropika lainnya dapat dicuring di luar jika
dikumpulkan atau ditumpuk di area yang sebagain ternaungi. Potongan-potongan
jerami atau rumput dapat digunakan sebagai bahan insulasi dan tumpukan hendaknya
ditutup dengan kanvas, atau rajutan tikar rumput. Kuring membutuhkan suhu dan
kelembaban nisbi tinggi dan penutupan tersebut akan memerangkap panas dan
kelembaban yang terjadi dengan sendirinya. Tumpukan-tumpukan tersebut hendaknya
dibiarkan sekitar empat hari.
Penghambat perkecambahan dapat dipergunakan pada umbi-umbian dan sayuran
umbi lapis. Kentang dan bawang merah sering berkecambah selama periode
penyimpanannya setelah waktu istirahatnya (dormansinya) terlampaui. Lama waktu
istirahatnya (dormansi) umumnya dikendalikan.
Tidak semua buah cocok diberi lapisan lilin. Misalnya, buah sukun yang diberi
lapisan lilin, umur simpannya menjadi lebih pendek. Jenis lilin utama yang digunakan
adalah Canubra (dari Amerika Selatan, canubra adalah tanaman palma), Shellac (dari
serangga); beeswax (dari lebah) dan lilin dari minyak atau petroleum. Lilin harus
diregistrasi dimana semua lilin yang digunakan untuk produk hortikultura harus Food
Grade. Pada kemasan harus ditunjukkan bila produk tersebut diberi perlakuan lilin.
Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan penyemprotan, pencelupan,
pengolesan, atau pembuihan. Penyemprotan emulsi lilin dapat dilakukan dengan menggunakan
nozzle hidrolik atau pneumatik yang dipasang di atas alat beroda atau konveyor. Laju
penyemprotan dapat diatur dengan mengganti ukuran pipa atau mengubah tekanan.
Atmosfer terkendali (CA) biasanya dilakukan dalam skala besar, seperti dalam
kamar pendingin. Kondisi atmosfer yang dikehendaki secara tepat di generasi dan di
monitor secara beraturan. Sistem ini cukup mahal dan biasanya untuk menyimpan buah-
buahan dalam jangka waktu cukup lama (contohnya apel).
Atmosfer termodifikasi (MA) akan mempengaruhi laju respirasi produk, demikian
juga halnya dengan fisiologinya, khususnya modifikasi kandungan O 2 dan CO 2. Sebagian
besar komoditi hortikultura mengalami penurunan laju respirasi yang bermakna setelah
kandungan oksigen dalam udara kurang dari 10%. Perlakuan atmosfer termodifikasi
dapat dilakukan pada tiga level, yaitu:
1) Level produk (contohnya membungkus jeruk individu dengan kertas atau plastik)
2) Level kemasan (contohnya pengemasan buah kiwi dalam kemasan berlapis plastik)
3) Level pallet (contohnya strawberry terkemas ditumpuk dan ditutup dengan plastik
di atas pallet).
MA dikreasi oleh produk itu sendiri setelah dibungkus secara individu, ditempatkan
dalam kemasan yang dilapisi plastik atau pallet dari produk terkemas dibungkus dengan
plastik. Pertama kali udara sekitar produk berada pada kondisi normal namun beberapa
saat kemudian, konsentrasi O2 menurun dan CO2 meningkat. Pada kondisi ini kedua jenis
gas tersebut konsentrasinya tidak sengaja dikreasi tetapi digenarasi oleh produk itu sendiri.
Oksigen dikurangi di bawah 10% namun tidak pernah mencapai di bawah 2% karena
kondisi anaerobik dapat terjadi. Tingkat konsentrasi gas O2 dan CO2 sangat tergantung
pada produk. Strawberry tahan dan diuntungkan dengan konsentrasi CO2 tinggi, namun
selada akan rusak. Sehingga perlu untuk melihat rekomendasi gas-gas tersebut untuk
berbagai produk.
Daftar Pustaka:
Pantastico, ER.B., 1975. Postharvest physiology, handling, and utilization of tropical and sub-
tropical fruits and vegetables. The Avi Publishing Company, Inc. Westport,
Connecticut.
Utama, M.S dan N. S. Antara, 2013. Pascapanen Tanaman Tropika: Buah dan Sayur. Tropical
Plant Curriculum Project Udaya University.
Wills, R.H.H., T.H. Lee, D. Graham, W.B. McGlasson, and E.G. Hall, 1981. Postharvest: An
Introduction to the Physiology and Hnadling of Fruit and Vegetables. New South Wales
University Press. Australia.