Tugas Ekonomi Mikro - KLP 5
Tugas Ekonomi Mikro - KLP 5
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT, sholawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmatnya, penulis mampu
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi
Pendidikan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan dan dorongan dari Khairi Murdy,M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Pendidikan, sehingga masalah yang ada
dapat teratasi.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat memenuhi syarat untuk tugas
mata kuliah Ekonomi Pendidikan dan juga bermanfaat bagi semua pihak yang
telah membacanya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
wawasan mengenai tugas, Struktur Biaya Pendidikan.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu penulis meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah penulis dimasa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Guna memahami secara perinci hal-hal yang terkait dengan biaya
pendidikan perlu mengkaji lebih dahulu tentang struktor biaya
pendidikan. Dengan memahami struktur biaya akhirnya kita dapat
melalkukan analisis biaya pendidikan. Analisis biaya pendidikan akan
berlkaltan dengan biaya tidak tetap, varíabel tetap, biaya langsung,
biaya tidak langsung, biaya total, biaya rata-rata, dan biaya marginal
Langkah selanjutnya yaitu menghitung biaya satuan dan sum
ber-sumber atau pos yang mengakibatkan biaya. Kajjan teralkhir ya
itu melakukan taksiran nilai uang yang digunakan sebagai biaya pen-
didikan. Semua kajian inilah yang dapat menginformasikan tentang
adanya pemborosan atau tidak dalam pelaksanaan pendidikan. Jika
ternyata efisiensi dalam pengelolaan dapat dicapal, maka kebijakan
ntuk menaikkan biaya pendidikan sangatlah wajar
1.2. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan biaya pendidikan?
b) Apa saja komponen - komponen biaya pendidkan?
c) Bahaimana cara mengukur biaya pendidikan
1.3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Simkins (2000) dalam Glover & Revacic, berpendapat bahwa efektivitas dalam
pengalokasian sumber daya dapat diterima jika pengambil keputusan mengetahui
secara jelas berapa besaran biaya nyata untuk masing-masing elemen: tenaga
pengajar, biaya bangun an, dan materi pembelajaran. Kondisi tersebut sangat perlu
karena beberapa hal:
Sumber daya tidak selalu sukar diperoleh, sering kali suatu lem baga mempunyai
sumber daya yang sangat berlimpah. Ketika sumber daya terbatas, kita harus
melakukan pemilihan program yang bagus untuk ditawarkan agar memperoleh
biaya. Biaya yang diperuntukkan untuk membuat sesuatu tidak selamanya dapat
kita lakukan. Peng alokasian biaya untuk pos lain-lain dengan pemanfaatan
sejumlah sumber daya dapat menggagalkan dalam memperoleh keuntungan di
masa depan. Lebih-lebih, jika tidak didasarkan pada pemilihan al ternatif terbaik
dalam penggunaan sumber daya tersebut. Jika tidak ada ketegasan penggunaan
keuangan pada pos yang jelas (seperti pos lain-lain) dalam pendidikan, maka
lembaga pendidikan dapat meng gunakan banyak staf yang mereka inginkan,
melakukan tindakan membangun dengan bebas, dan menggunakan banyak
peralatan un tuk memenuhi kebutuhan pengajaran, dan mereka tidak memerhati
kan tentang biaya.
Prinsip dalam evaluasi terhadap penggunaan dana adalah peng alokasian biaya.
Dalam analisis ekonomi, nilai sumber daya diukur dari alternatif yang
dikorbankan dalam pemanfaatan sumber daya guna mencapai tujuan yang
terpenting. Pengalokasian biaya untuk membangun gedung sekolah baru
kemungkinan kurang berman faat jika dibandingkan dengan membangun rumah
sakit daerah atau membangun bangunan baru di provinsi untuk digunakan
masyarakat umum. Di tingkat daerah, kurikulum muatan lokal mungkin dipenga
ruhi oleh kesamaam prinsip.
Setengah dari biaya untuk membayar gaji guru yaitu sejumlah gaji yang dapat
digunakan untuk membiayai satu atau beberapa al ternatif sebagai biaya
pendidikan. Seperti halnya di United Kingdom, pemerintah pusat mengeluarkan
sejumlah biaya untuk melatih staf dalam mengalkulasi jam dan membaca menulis
yang terkait dengan jam pada tingkat sekolah dasar. Pengalokasian dana untuk
pelatihan tersebut mungkin lebih menguntungkan jika digunakan untuk ke
pentingan lain yang lebih bermanfaat bagi pengembangan kreativitas siswa.
Waktu guru dalam mengajar perlu juga dianalisis dan diban dingkan dengan jika
tidak mengajar karena mengikuti pelatihan yang kurang banyak manfaatnya,
karena berapa pun waktu yang digunak an guru untuk mengajar atau tidak
mengajar tetap dihargai dengan gaji.
Tetapi itu baru sebagian dari masalah. Ada masalah yang juga sama besarnya
tetapi belum pernah dipikirkan solusinya secara sungguh-sungguh, praktik guru
yang digaji fulltimer tetapi bekerja parttimer. Selagi pandangan umum
menyatakan bahwa profesi guru atau dosen adalah profesi yang paling sedikit
penghargaan nya dan paling kecil gajinya, banyak fakta yang menunjukkan bahwa
jika dihitung-hitung sebenarnya guru di Indonesia justru dibayar terlalu tinggi
karena jam kerjanya yang terlalu sedikit. Tak percaya?
Cobalah masuk ke sekolah-sekolah publik kita dan tanyakan bera pa hari seorang
guru bekerja dan Anda akan menemui kenyataan bahwa guru tidak datang ke
sekolah setiap hari sebagaimana pro fesi lain. Mereka hanya datang jika ada jam
mengajar dan itu dapat berarti kadang-kadang hanya dau atau tiga hari dalam
seminggu. Kalau pun mereka datang mereka juga tidak "fulltime" mulai jam 8
sampai jam 4 sore seperti profesi lain, melainkan hanya pada saat mengajar saja.
Dan itu dapat berarti beberapa jam saja. Saya punya teman guru yang kebetulan
jam mengajarnya hanya
sedikit, 12 jam seminggu (ada yang lebih sedikit dari itu). Jangan berpikiran
bahwa 12 jam itu 12 x 60 menit, tidak. 12 jam tersebut adalah 12 jam pelajaran
dan 1 JP adalah 45 atau 40 menit saja. Jadi kalau 12 JP sama dengan 12 X % jam
= 8 jam. Dan ia benar benar hanya datang ketika ada jam mengajar saja yang
sudah di atur agar dapat cukup dua hari saja dalam semingu. Selebihnya ia
menjadi "rutin" dengan mengajar di mana-mana..
Jadi meski resminya ia adalah guru PNS di sekolah di mana ia di tugaskan tetapi
ia justru lebih banyak di luar sekolah pada jam-jam kerja. Enak kan! Ia adalah
guru tetap yang "tidak tetap"! Guru yang dibayar oleh negara sebagai pekerja
penuh waktu yang bekerja hanya paruh waktu. Tetapi ia tidak sendirian. Saudara
saya yang menjadi dosen di PTN ternyata lebih banyak nongkrong di rumah
ketimbang di kampusnya. Alasannya sama, ia hanya wajib datang pada saat tugas
mengajarnya yang ternyata hanya dua hari dalam seminggu.
Berdasarkan pemantauan saya ke berbagai daerah, praktik datang hanya pada jam
mengajar ini ternyata merupakan praktik yang umum di mana-mana. Tak ada satu
pun sekolah menengah yang saya kunjungi menerapkan jam kerja 40 jam
seminggu sebagaima na yang diamanatkan dalam peraturan jam kerja PNS.
Alasannya? Karena sudah merupakan "konvensi". Praktik tersebut di-legal-kan
karena alasan gaji guru/dosen kecil sehingga guru dan dosen "ber hak" dan diberi
kesempatan oleh pemerintah untuk "moonlighting" alias nyambi. Dan ini praktik
yang dilakukan secara "nasional" lho! Rasa-rasanya hanya di Indonesia guru PNS
diperbolehkan untuk "moonlighting". Tak ada praktik semacam ini terjadi di
berbagai negara lain yang pernah saya kunjungi. Setiap guru sekolah hanya
mengabdi pada satu sekolah secara penuh waktu. Berapa gaji te man saya sebagai
PNS? Ia bilang bahwa gajinya sebagai PNS itu ke cil dan ia hanya terima sekitar 2
juta sebulan. Tetapi kalau melihat kecilnya jam kerjanya maka sebetulnya gaji 2
juta tersebut terlalu tinggi. Seorang guru baru di Malaysia memperoleh gaji sekitar
4,5 juta jika kita kurskan ke rupiah. Para guru yang saya beri tahu se lalu
berkomentar bahwa gaji guru Malaysia jauh lebih tinggi dari pada mereka. Tetapi
ada fakta lain yang tidak mereka ketahui. Para guru di Malaysia harus bekerja 40
jam seminggu. Benar-benar 40 jam seminggu mulai jam 8 pagi sampai dengan
jam 4 sore. Persis seperti karyawan perusahaan lainnya. Jadi kalau dibandingkan
se benarnya gaji guru di Indonesia jauh lebih tinggi ketimbang gaji guru di
Malaysia. Gajinya memang tidak sampai 1/2 dari gaji guru Malaysia tetapi jam
kerjanya hanya 1/5. Hanya kepala sekolah atau pejabat struktural kampus yang
datang setiap hari. Lainnya menikmati praktik "gaji fulltimer kerja parttimer" ini.
Enak kan! Guru-guru di Malaysia dan Singapura yang saya beri tahu tentang
praktik "moonlighting" di Indonesia ini merasa heran dan tak habis pikir
bagaimana praktik semacam ini dapat dilakukan dalam skala nasional. Kalau
Anda mengira mereka akan berkomentar: "Enak ya guru di Indonesia karena jam
kerjanya sedikit". Anda akan kecewa karena komentar mereka justru "Bagaimana
sekolah nak berkualiti bila cik gu tak turun setiap hari? Siapa yang urus tu budak-
budak?" demikian komentarnya.
Guru yang paling banyak jam kerjanya ternyata adalah guru SD. Mereka harus
datang setiap hari karena sebagian besar dari mere ka adalah guru kelas (meski di
banyak sekolah sudah mulai mener apkan guru bidang studi sehingga praktik
"moonlighting" ini juga sudah masuk ke guru SD juga).
Dengan menjadi guru kelas mereka tidak mungkin tidak hadir tiap
hari. "Siapa yang urus tu budak-budak?". Meski demikian jam kerja guru SD yang
paling maksimal pun sebenarnya masih di bawah ketentuan kewajibannya. Rata-
rata jam belajar SD hanya 5-6 jam sehari dan pada hari Jum'at lebih sedikit lagi.
Para guru juga mendapat "cuti" atau liburan yang jauh lebih banyak ketimbang
PNS atau karyawan swasta lainnya. Dalam bulan puasa seperti ini libur sekolah
dapat mencapai 40 hari! Itu belum lagi libur semester dan kenaikan kelas. Setiap
kali siswa libur mereka juga libur. Kan sekolah tutup! Paling juga ada kerja piket
beberapa hari.
Tetapi bukankah tugas guru bukan hanya mengajar? Guru kan juga membuat
persiapan, memeriksa pekerjaan rumah siswa, membuat laporan, ikut MGMP,
dll..... Itu semua harus dihitung dong! Alasan yang bagus. Sayang sekali bahwa
praktik itu cuma teori saja. Sangat jarang ada guru yang membuat persiapan meng
ajar dan hanya guru-guru di sekolah swasta yang bagus saja yang menekankan
pentingnya persiapan bagi guru sebelum masuk kelas. Guru-guru di sekolah
publik kita rata-rata tidak membuat persiapan, tidak memberikan tugas PR secara
rutin (sehingga ti dak ada yang perlu diperiksa kan?), tidak membuat laporan
secara rutin, dan juga tidak mengikuti kegiatan MGMP secara rutin ("lha wong
kegiatannya sendiri nggak ada kok dan yang ada cuma kow-kongkow!"). kong
Seorang teman yang mengajar di sekolah swasta prestisius der gan gaji yang
cukup ternyata masih tertarik untuk menjadi guru PNS. Apa alasannya?
Banyaknya waktu luang yang dimiliki oleh guru PNS! Dengan waktu luang
tersebut ia merasa yakin dapat melakukan lebih banyak bagi perkembangan
profesinya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pendidikan di luar sekolah. Ini ide
alisme dalam bentuk lain memang tetapi ini menunjukkan bahwa dengan menjadi
guru PNS, walaupun gajinya lebih rendah, jam kerjanya lebih sedikit dan tuntutan
profesionalismenya sangat rendah. Meski semua guru yang saya kenal mengakui
adanya praktik ini dan tahu bahwa ini sebenarnya bertentangan dengan peraturan
kepegawaian di mana mereka wajib bekerja di sekolah selama 40 jam/minggu,
mereka tetap merasa bahwa praktik terse but adalah wajar karena gaji guru itu
kecil dan mereka tidak dapat hidup dengan hanya mengajar di satu sekolah. Lagi
pula kalau mereka tidak mengajar di sekolah swasta, maka akan tidak akan ada
guru yang dapat mengajar di sekolah swasta tersebut karena kurangnya guru di
daerah. Selalu ada alasan kuat untuk melaku kan praktik tersebut. Apa yang
hendak Anda katakan untuk meng hentikan praktik ini jika alasan yang diberikan
adalah alasan perut dan demi "kemanusiaan"? Tak ada kepala daerah, apalagi
kepala sekolah, yang berani bersikap tegas dalam hal ini karena ia akan dianggap
tidak berprikemanusiaan alias "raja tega" terhadap guru yang terlanjut dianggap
bergaji rendah dan "tidak manusiawi". Situasi ini tampaknya benar-benar
dimanfaatkan oleh para guru untuk kepentingan pribadi mereka, meski sebenarnya
mereka juga paham bahwa kondisi seperti inilah yang sebenarnya membuat
kualitas pendidikan di negara kita semakin lama semakin merosot dibandingkan
dengan negara-negara tetangga. Kita mengalahkan sebuah kepentingan nasional,
kepentingan bangsa dan negara.
demi kepentingan perut yang tidak jelas argumentasinya. Sam poerna Foundation
yang memiliki program peningkatan kualitas sekolah di berbagai daerah
menghadapi kesulitan dengan praktik "guru tetap dengan jam kerja tidak tetap"
ini. Bagaimana mung kin kita dapat menjadikan sebuah sekolah menjadi sebuah
sekolah yang berkualitas dan setara dengan sekolah-sekolah berkualitas di negara-
negara lain jika gurunya saja tidak dapat berkomitmen untuk benar-benar
mencurahkan waktu dan kompetensinya ke pada sekolah di mana ia mengajar?
Adapun dengan mengerahkan semua waktu dan kapasitas kita untuk benar-benar
berdedikasi ke sekolah kita mengajar saja belum tentu kita dapat bersaing de ngan
sekolah di negara lain yang sudah maju, apalagi dengan pola kerja yang "part
timer" seperti itu. Bahkan banyak guru enggan menyisihkan waktunya untuk
kursus atau pelatihan gratis demi peningkatan profesionalisme mereka. Pola pikir
bekerja sesedikit mungkin untuk honor sebesar mungkin telah menjadi virus yang
berbahaya pada guru-guru kita. Para kepala daerah dan kepala sekolah pun
tampaknya tidak berdaya dengan praktik yang telah berlangsung lama ini. Di
Malaysia dan Singapura, semua peker jaan tambahan di luar tugas mengajar tidak
memberikan privilege bagi guru untuk pulang ke rumah dan mengerjakannya di
rumah. Guru harus tetap berada di sekolah dan melakukan itu semua di sekolah.
Jadi tidak boleh pulang lebih awal dengan alasan "lebih nyaman membuat
persiapan di rumah, soalnya dapat disambi ma sak dan mengerjakan tugas rumah
tangga lain". Umpamanya guru harus tetap berada di sekolah sampai jam kerja
habis dan kalau mau mengerjakan tugas sekolah secara ekstra di rumahnya, si
lakan. Guru bekerja secara penuh waktu di sekolah dan menger jakan tugas-
tugasnya di sekolah. Mau membuat lesson plan di seko lah, mengoreksi PR siswa
ya di sekolah, membuat portofolio ya di sekolah. Pokoknya tidak ada alasan untuk
pulang ke rumah lebih awal dari ketentuan jam kerja dengan alasan mengerjakan
tugas sekolah "It's unprofessional', kata mereka. Memang profesional isme itulah
yang tidak kita miliki di dunia pendidikan dan mem buat kualitas pendidikan kita
menjadi terus merosot dari tahun ke tahun. (Nilai UNAS yang naik dari tahun ke
tahun tolong jan gan dipakai sebagai patokan dalam menilai profesionalisme guru.
Kagak ade hubungannye.") Dan itulah yang sedang diusahakan dengan dibuatnya
UU Guru dan Dosen. Suatu tantangan yang san gat berat mengingat para guru
justru tidak paham dengan tujuan dan tuntutan dari UU tersebut dan mengira
bahwa tunjangan dan kesejahteraan bagi guru otomatis akan mereka peroleh
begitu per syaratan formal seperti yang tertera dalam UU tesebut dapat mer eka
penuhi. Bagaimana dengan profesionalisme? Mudah-mudahan jawabannya bukan
"Kagak ade hubungannye"
Dana cadangan menurut Rosenbaum dan Lamort, 1999, adalah biaya yang
dialokasikan untuk mengatasi beberapa kesempatan yang menguntungkan (seperti
menggali tambang sebelum memperole inti emas) di mana dana tersebut tidak
dapat digunakan untuk me nutup kembali terhadap apa yang sudah digali. Mereka
tidak akan mendapatkan kembali sejak digunakan, sampai mereka dapat me jual
apa yang telah diperolehnya.
Biaya disadari sebagai sesuatu yang tidak tepat dan selalu sub jektif, lebih-lebih
jika dampak dari suatu kegiatan hanya disajikan/ Buraikan/diterangkan secara
umum. Anggaran (budget) disadari leb ih tepat, sebagaimana batasan dari konsep
biaya yaitu memberi nilai sang atas sumber daya yang dibutuhkan.
2. Direct cost adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membia yai aktivitas
khusus, seperti biaya untuk mendukung berjalan nya pelatihan, termasuk staf,
guru, dan peralatan yang berbeda dengan pembiayaan tidak langsung yang
mendukung jalannya sekolah, tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan
akti vitas pembelajaran. Biaya ini termasuk pengeluaran untuk pera watan gedung,
biaya pengelolaan dan administrasi, service dan perpustakaan.
3. Variable cost adalah biaya yang dapat naik turun tergantung dari aktivitas
sekolah atau perguruan tinggi, tergantung dari banyaknya siswa yang harus
dilayani, biaya ini berbeda dengan fixed cost yang besarannya tidak tergantung
dari jumlah siswa seperti gedung, administrasi, dan jasa bimbingan.
4. Total cost adalah penjumlahan dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan
sekolah dalam operasionalnya. Berdasar biaya total ini dapat dicari biaya per
siswa dalam sekolah tersebut yaitu den gan membagi seluruh biaya dengan jumlah
siswa yang dilayani Jika mungkin dihitung biaya rata-rata per anak di setiap kelas
dalam kurun waktu tertentu..
Sering terjadi kesalahpahaman berkenaan dengan pengertian d rect cost dan
variable cost, seperti halnya dengan istilah fixed cost dan indirect cost, sebenarnya
istilah tersebut berbeda. Variabel dan fized cost merupakan istilah di bidang
ekonomi, sedangkan direct dan in direct cost ada pada konsep akuntansi.
Perbedaan ini akan lebih jelas jika kita perhatikan ilustrasi di bawah ini.
Biaya tetap juga masuk sebagai biaya tidak langsung untuk setiap unit keluaran, di
bidang sekolah yaitu siswa. Biaya tetap seperti gaji kepala sekolah, yang tidak
berubah dengan masuknya ke 25 siswa di sekolah tersebut. Jumlah siswa yang 25
itu pun akan ikut membagi biaya manejemen di sekolah tersebut.
Masukan lain seperti transportasi dan seragam sekolah. Dalam perhitungan biaya
keseluruhan dimungkinkan ditemukan secara tepat setiap komponen, seperti jam
mengajar per guru, kemu dian ditetapkan biayanya atau harga per komponen atau
unit.
Selama digelar aksi mahasiswa menolak draf pengesahan UU BHP, sering kali
mahasiswa menyuarakan tentang mahalnya biaya pendidikan. Biaya Operasional
Pendidikan (BOP) di dalam UU BHP dituding akan menyebabkan biaya
pendidikan di Indonesia menjadi semakin mahal. BOP merupakan salah satu dari
sekian banyak kom ponen yang membentuk biaya pendidikan secara keseluruhan.
Suatu kebijakan yang berorientasi pada pendidikan murah sesungguhnya tidak
hanya sekadar berfokus pada BOP, akan tetapi memerhatikan pula komponen-
komponen lain yang membentuk biaya pendidikan.
Pendidikan adalah suatu bentuk investasi sumber daya manu sia yang hasilnya
dapat digunakan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan
datang. Berbeda dengan pengertian investasi fisik yang hasil atau manfaatnya
dapat langsung diketahui atau diterima. Investasi sumber daya manusia seperti
pendidikan ti dak segera atau mendapatkan hasilnya selama proses investasi tadi
sedang berlangsung. Pengertian investasi itu sendiri adalah bentuk lain dari
pembelanjaan atau pengeluaran untuk pembentukan r dal/kapital di masa depan.
Selama proses pendidikan sedang ber. mo langsung, maka itu berarti pengeluaran
akan selalu lebih besar diban dingkan dengan manfaat (benefit). Besarnya
pembelanjaan disebut juga sebagai besarnya biaya pendidikan. Komponen-
komponen yang membentuk biaya pendidikan di Indonesia :
1. Biaya Operasional Pendidikan (BOP) BOP adalah biaya yang dikeluarkan oleh
anak didik untuk me
Sejak diberlakukannya BHMN atau setidaknya sejak tahun 2004, hampir semua
perguruan tinggi menarik SPP di atas Rp 1 juta per semester. Jika diasumsikan
anak didik mengambil keseluruhan SKS sebanyak 24 SKS, maka nilai totalnya
dapat mencapai di atas Rp 1 juta per semester. Jika dibandingkan dengan periode
sebelum tahun 2000, inflasi biaya pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan
setelah tahun 2004 termasuk cukup tinggi, yaitu mencapai di atas 100%. Biaya
penyelenggaraan pendidikan untuk PTN mulai lebih mahal daripada rata-rata
biaya penyelenggaraan pendidikan di PTS. Komponen BOP saat ini masih
menjadi satu-satunya komponen pendidikan yang paling mahal di mana rata-rata
per tahun (2 semester) dapat mencapai di atas Rp 2 juta.
Pada umumnya, perguruan tinggi yang dipilih oleh anak didik adalah perguruan
tinggi yang tidak berada di daerah di mana anak didik tinggal. Jika demikian,
maka komponen biaya hidup akan se makin bertambah. Mereka (anak didik) yang
kebetulan tinggal satu kota dengan perguruan tinggi memiliki komponen biaya
hidup (living cost) yang jauh lebih rendah. Sekalipun demikian, apabila biaya pen
didikan diartikan sebagai suatu investasi, maka keseluruhan kompo nen-
komponen pokoknya harus tetap diperhitungkan. Adapun yang termasuk ke dalam
komponen biaya hidup adalah biaya tempat ting gal atau kos, biaya makan, biaya
transportasi, biaya untuk telekomu nikasi, dan biaya untuk keperluan hiburan.
Komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya pendukung studi meliputi biaya
pembelian alat tulis, buku tulis/catatan, modul, foto kopi, dan biaya untuk
pembelian buku. Untuk alat tulis, sekalipun angka inflasinya mencapai di atas
50%, akan tetapi alat tulis memi liki durabilitas yang tinggi atau tahan lama dalam
pemakaian. Kebu tuhan mahasiswa untuk alat tulis relatif bervariasi tergantung
dari orientasinya terhadap studi secara individu. Jika menggunakan data hasil
survei biaya hidup mahasiswa tahun 2008, maka rata-rata pe ngeluaran untuk alat
tulis (termasuk fotokopi dan print) berkisar an tara Rp 300-500 ribu per semester.
Mengenai biaya pembelian buku juga relatif untuk setiap ma hasiswa tergantung
ketersediaan buku di masing-masing fakultas Idealnya, seorang mahasiswa harus
memiliki sendiri buku pegangan wajib studi. Permasalahannya, hampir sebagian
besar buku pegangan yang disarankan oleh pengajar (dosen) adalah buku
pegangan yang bukan berasal dari Indonesia atau yang ditulis oleh penulis asing.
Jika menggunakan buku asli yang masih ditulis dalam bahasa asing, maka harga
rata-rata buku tersebut mencapai di atas Rp 100 ribu. Untuk buku yang ditulis
oleh penulis lokal, maka harga rata-rata buku terse but mencapai di atas Rp 50
ribu. Banyaknya buku dan jenis buku yang dibeli adalah relatif dan tergantung
dari orientasi dari masing-mas ing mahasiswa. Idealnya, selama masa kuliah
setidaknya memiliki 5 hingga 10 buku pegangan wajib. Untuk per tahun
setidaknya seorang. mahasiswa membutuhkan sekitar 3-5 buku pegangan per
semester. Oleh karena itu, dengan menganggap setiap mahasiswa memiliki ori
entasi yang sama, maka besarnya pengeluaran minimal untuk pembe lian buku
berkisar antara Rp 400-600 ribu per semester. Biaya-biaya ini masih belum
memadai karena untuk ukuran setelah tahun 2005, kebutuhan mahasiswa sudah
mulal meningkat pada kebutuhan akses internet. Sekalipun beberapa perguruan
tinggi menyediakan hotspot ataupun internet gratis, akan tetapi tidak beroperasi
24 jam. Untuk sementara ini, biaya akses internet dapat dikesampingkan dahulu
karena masih terbuka kemungkinan mahasiswa mengakses internet tanpa biaya.
Setiap anak didik memiliki kebutuhan yang relatif beragam, ter gantung dari
kebiasaan, kemampuan ekonomi (sumber dana), dan gaya hidup. Berdasarkan
survei kebutuhan hidup mahasiswa tahun 2008, pendukung studi yang sering
dipilih oleh mahasiswa adalah komputer personal (PC), telepon seluler (ponsel),
dan kendaraan bermotor. Beberapa di antaranya juga memilih perangkat tambahan
seperti perangkat audio, televisi, dan console box sebagai perangkat untuk
hiburan.
Untuk taraf pendidikan modern seperti sekarang ini, setidaknya komputer
personal (PC) sudah dianggap sebagai kebutuhan wajib. Hampir semua tugas dan
materi kuliah sudah mewajibkan anak didik memanfaatkan fasilitas komputer
sebagai perangkat pendukung stu di. Harga perangkat PC standar mencapai antara
Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. Perangkat PC termasuk perangkat yang memiliki daya
tahan (durabilitas) cukup tinggi untuk pemakaian normal sehingga dapat.
digunakan hingga anak didik menyelesaikan studi.
Perangkat kebutuhan lain yang masuk ke dalam kategori kebutuhan akan sarana
hiburan relatif beragam. Pada umumnya, ma hasiswa akan lebih memilih
perangkat audio, televisi, dan console box (PlayStation). Rata-rata harga per unit
dari perangkat hiburan berva riasi dapat di atas Rp 500 ribu atau bahkan lebih dari
Rp 1 juta. Maha siswa cenderung jarang untuk berganti merek/produk untuk
perang kat hiburan. Namun pola berganti merek sangat ditentukan pula oleh
kemampuan ekonomi dari pihak yang membiayai anak didik.
Biaya rata-rata adalah seluruh biaya yang dikeluarkan sekolah atau perguruan
tinggi dibagi dengan seluruh orang yang dilayaninya. Suatu ketika biaya total
dibagi dengan jam pelayanan atau jumlah mata pelajaran atau mata kuliah atau
keluaran (lulusan). Berbagai macam tujuan untuk mengetahui besaran biaya yang
telah ditanam kan oleh daerah pada pengembangan setiap warganya, namun
semua itu dapat digunakan untuk mengukur biaya marginal.
Biaya rata-rata dapat sama dengan biaya marginal ketika biaya rata-rata mencapai
tingkat minimum. Jika hal ini terjadi pada suatu lembaga pendidikan, maka ada
tanda bahwa lembaga tersebut telah mencapai efisiensi yang tinggi. Atau dengan
kata lain, seluruh sumber daya telah digunakan seoptimal mungkin, sehingga tidak
terdapat pemborosan sumber daya. Ada kemungkinan sekolah kecil akan lebih
rendah biaya rata-ratanya jika dibandingkan dengan sekolah besar, karena mereka
tidak mengeluarkan biaya tambahan seperti transpor tasi dan fasilitas lain yang
dapat menyerap biaya yang cukup tinggi.
Biaya marginal guna mendidik banyak siswa merupakan suatu hal penting untuk
diperhatikan, khususnya di saat mau mengambil keputusan untuk
mengembangkan sekolah atau tidak. Kebanyakan sekolah ataupun perguruan
tinggi yang mempunyai kurva biaya mar ginalnya berjenjang seperti tangga. Jika
kelas yang ada tidak diisi dengan siswa atau mahasiswa secara penuh, dan mereka
tidak butuh tambahan guru atau dosen, maka biaya marginal akan rendah. Apa
bila kelas telah penuh dan siswa atau mahasiswa membutuhkan kelas lain dan
diperlukan tambahan guru atau dosen, maka biaya margi nalnya akan naik seperti
kenaikan jenjang tangga.
M: jumlah murid
S: sekolah tertentu
T: tahun tertentu
Selain itu biaya pendidikan menurut Nanang Fattah tidak hanya berorientasi pada
uang saja, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempat an (opportunity cost) yang
sering juga disebut income forgone (potensi pendapatan bagi seorang siswa
selama ia mengikuti pelajaran, atau menyelesaikan studi). Yang dapat dihitung
dengan formula berikut:
CL+K
Keterangan:
C: biaya pendidikan
Setelah memahami bentuk biaya ataupun cara perhitungan nya, dan setelah sedikit
dibahas di atas, tujuan dari analisis biaya yaitu untuk memberikan kemudahan,
memberikan informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan
langkah/cara dalam pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas atau
pun efisiensi pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan.
Secara khusus, analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi acuan
untuk menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga sebagai dasar
untuk meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Adapun bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidikan ini berguna
sebagai dasar/pijakan dalam melakukan "investasi" di dunia pendidikan.
Hal ini dirasakan penting untuk diketahui dan dipelajari, karena menu rut sebagian
masyarakat pendidikan hanya menghabis-habiskan uang tanpa ada
jaminan/prospek peningkatan hidup yang jelas di masa yang akan datang.
Hasil penelitian yang dilakukan Sismanto, 2006 menunjukkan bahwa; (1) ada
pengaruh yang signifikan besarnya biaya yang dike luarkan oleh siswa/orang tua
untuk membiayai pengadaan kompo nen-komponen masukan pendidikan (biaya
tetap dan biaya tidak tetap) terhadap prestasi siswa di Madrasah Ibtidaiyah
Jenderal Sudirman Malang yang ditunjukkan dengan persamaan regresi Y-
56.365+2.784X1+3.461X2, dan (2) ada pengaruh yang signifi kan besarnya biaya
yang dikeluarkan oleh sekolah untuk membiayai pengadaan komponen-komponen
masukan pendidikan (kesejahtera an finansial dan kesejahteraan non finansial)
terhadap profesional isme guru di Madrasah Ibtidaiyah Jenderal Sudirman Malang
yang ditunjukkan dengan persamaan regresi. Y-0,751+0,414X3 +0,332X4.
Temuan ini menunjukkan adanya pertanggungjawaban yang cu
kup baik dari pengelola, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan orang tua
murid. Penelitian ini dilakukan pada sekolah swasta, kini perlu dipertanyakan
adalah bagaimana keadaan di sekolah negeri? Analisis biaya sekolah memang
perlu dilakukan di mana saja agar tingkat efisiensi pelaksanaan pendidikan dapat
tercapai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prinsip dalam evaluasi terhadap penggunaan dana adalah peng alokasian biaya.
Dalam analisis ekonomi, nilai sumber daya diukur dari alternatif yang
dikorbankan dalam pemanfaatan sumber daya guna mencapai tujuan yang
terpenting.
Penggunaan dana lain-lain untuk kegiatan yang terkait dengan guru, kepala
sekolah dan guru hendaknya menggunakan perkiraan profesionalannya dalam
memutuskan penggunaan sumber daya dari berbagai alternatif aktivitas sekolah
(lembaga pendidikan).
Current cost/recurrent cost adalah sesuatu pengeluaran yang ber sifat rutin dan
kita jumpai tahun demi tahun contohnya: gaji guru, pembelian alat-alat tulis,
pembelian barang tahan lama seperti ba ngunan; Direct cost adalah pengeluaran
yang ditujukan untuk mem biayai aktivitas khusus, seperti biaya untuk
mendukung berjalannya pelatihan, termasuk staf, guru dan peralatan, yang
berbeda dengan pembiayaan tidak langsung yang mendukung jalannya sekolah,
teta pi tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas pembelajar an. Biaya
ini termasuk pengeluaran untuk perawatan gedung, biaya pengelolaan dan
administrasi, servis dan perpustakaan; Variable cor adalah biaya yang dapat naik
turun tergantung dari aktivitas sekolah atau perguruan tinggi, tergantung dari
banyaknya siswa yang harus dilayani, biaya ini berbeda dengan fixed cost yang
besarannya tidak tergantung dari jumlah siswa seperti gedung, administrasi, dan
jasa bimbingan; Total cost adalah penjumlahan dari seluruh komponen biaya yang
dikeluarkan sekolah dalam operasionalnya. Berdasar bia ya total ini dapat dicari
biaya per siswa dalam sekolah tersebut yaitu dengan membagi seluruh biaya
dengan jumlah siswa yang dilayani. Jika mungkin dihitung biaya rata-rata per
anak di setiap kelas dalam kurun waktu tertentu.
Investasi sumber daya manusia seperti pendidikan tidak segera atau mendapatkan
hasilnya selama proses investasi tadi sedang ber langsung. Pengertian investasi itu
sendiri adalah bentuk lain dari pembelanjaan atau pengeluaran untuk
pembentukan modal/kapital di masa depan. Selama proses pendidikan sedang
berlangsung, maka itu berarti pengeluaran akan selalu lebih besar dibandingkan
dengan manfaat (benefit). Besarnya pembelanjaan disebut juga sebagai be sarnya
biaya pendidikan.
Biaya rata-rata dapat sama dengan biaya marginal ketika biaya rata-rata mencapai
tingkat minimum.
Jika hal ini terjadi pada suatu lembaga pendidikan, maka ada tanda bahwa
lembaga tersebut telah mencapai efisiensi yang tinggi. Atau dengan kata lain,
seluruh sum ber daya telah digunakan seoptimal mungkin, sehingga tidak terda
pat pemborosan sumber daya.
Tujuan dari analisis biaya adalah untuk memberikan kemudah an, memberikan
informasi pada para pengambil keputusan untuk menentukan langkah/cara dalam
pembuatan kebijakan sekolah, guna mencapai efektivitas ataupun efisiensi
pengolahan dana pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus,
analisis manfaat biaya pendidikan bagi pemerintah menjadi acuan untuk
menetapkan anggaran pendidikan dalam RAPBN, dan juga sebagai dasar untuk
meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Adapun bagi masyarakat, analisis manfaat biaya pendidi kan ini berguna sebagai
dasar/pijakan dalam melakukan "investasi" di dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA