Anda di halaman 1dari 27

1

Prof. Dr. Andi Mappiare-AT, MPd

………………………

Rasional,
Pandangan Filosofis,
dan Teori Kepribadian KIPAS

Modul Satu KIPAS: Teori.

Jurusan Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidikan
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Januari 2020
Agustus 2022

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
2
.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filoso
Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPASS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
3
.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filoso
Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPASS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
4
.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filoso
Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPASS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
5
.

Pendahuluan

Proses konstruksi Konseling Model KIPAS sudah melewati


perjalanan cukup panjang. Fase embrional berawal sekitar tahun 2000
ketika saya mulai menekuni metode riset kualitatif dengan realm identitas
bermuatan budaya untuk penyusunan disertasi. Ini berlanjut dengan
serangkaian riset kualitatif dan publikasi jurnal mengenai perilaku
berbasis budaya siswa dan pengamatan budaya siswa dan mahasiswa
dalam kehidupan aneka etnik nusantara. Konstruksi model dengan
pemberian nama KIPAS secara riel terjadi pada tanggal 11 Maret 2013.
Ini berlanjut dengan sejumlah penelitian, kajian konseptual, dan publikasi
mengenai budaya yang khusus terkait dengan konseling pada umumnya
dan KIPAS pada khususnya. Puncaknya adalah pengukuhan resmi KIPAS
sebagai model konseling berbasis budaya nusantara yang include di
dalam acara Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Ilmu Budaya
Konseling pada tanggal 28 Februari 2017 (Mappiare-AT., 2017).

Ada tiga hal berkelindan yang menjadi konseren sekaligus


menginspirasi konstruksi KIPAS sejak awal yaitu bagaimana agar
konseling senantiasa membawa angin segar, menimbulkan kesenangan,
kegembiraan, dan kesan bermartabat pada siswa (Mappiare-AT.,
2013a). Ini terjabarkan ke dalam lima pengharapan utama kehadiran
Konseling Model KIPAS (Mappiare-AT., 2013b), yaitu agar konseling
pendidikan di sekolah:

1. Membawa kabar gembira bagi siswa, orangtuanya, dan orang terkait.


Secara khusus, konseling diharapkan ”ramah budaya”, membawa rasa
nyaman, menyejukkan hati, mencerahkan pikiran siswa/konseli.

2. Mampu beradaptasi dengan struktur (dan pranata), memenuhi tuntutan


sekolah. Secara khusus, agar konseling benar-benar bekerja intensif
dan progresif dengan segala kandungan ciri positifnya.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
6
.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filoso
Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPASS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
7
.

Rasional, Pandangan Filosofis,


dan Teori Kepribadian KIPAS

Dalam naskah singkat ini diabstraksikan tiga hal: (1). Rasional dan
pandangan Filosofis Model KIPAS; (2). Ciri pribadi konseli dan patokan
perlakuan konselor KIPAS, (3). Situasi masalah interaksional, kekuatan
konseli, dan peran pewarisan budaya.

I. Rasional dan Pandangan Filosofis Model KIPAS

Model ini diramu melalui pendekatan dan metode yang dapat


dipertanggungjawabkan. Suatu model konseling yang baru muncul perlu
disosialisasikan untuk mendapatkan pengenalan, pemahaman, dan kontrol
akademik dari para kolega pendidik konselor, pemikir, peneliti, dan praktisi
konseling. Setiap model konseling memerlukan proses “uji publik” dan “uji
empirik”. Konseling model KIPAS sudah menjalani ini sejak awal ia diramu,
tepatnya pada 11 Maret 2013 dan masih terus berlanjut.
Syarat legitimasi suatu model adalah: (1) landasan ideal/falsafah
spesifik dan jelas; (2) landasan ilmiah dan metode penyusunan yang diakui
komunitas ilmiah/profesi; (3) kontrol melalui “uji publik”; (4) riset secara
menerus untuk uji empirik, evidance-base.

1. Rasional Model KIPAS

Karya ini muncul karena dipikir kita memerlukan kerangka-kerja


profesional yang tepat, mencegah munculnya praktik-praktik konseling
yang tidak pantas dalam masyarakat, khususnya dalam pendidikan
persekolahan Indonesia. Kerangka-kerja profesional Konselor/Guru BK
yang ada selama ini masih sulit beradaptasi dalam konteks struktur sosial-
budaya sekolah. Bidang BK sebagai suatu sistem sangat diharapkan
mampu beradaptasi terhadap tuntutan struktur yang lebih luas dari luar
sekolah (lingkungan). Pada usianya yang sudah mencapai 56 tahun ini,
konseling khususnya dan bimbingan pada umumnya masih belum
mendapatkan “pengakuan” yang layak dari masyarakat.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
8
.

Padahal kita semua menginginkan agar BK bisa bermartabat


(Mappiare-AT., 2013a). Menurut opini saya, BK bermartabat perlu
menjalani dua lapis prasyarat penting. Lapisan pertama terdiri atas: (A).
Konselor (Guru BK) berperan secara tepat di sekolah; (B). Konselor
bekerja secara nyaman di sekolah; (C). Konselor bekerja dengan
pendekatan yang tepat di sekolah. Setelah itu, barulah kita menjalani
lapiran kedua yang terdiri dari 1). BK dipandang menolong oleh para
siswa; 2). BK dipandang bermanfaat oleh para guru mata pelajaran; 3). BK
dipandang bermakna oleh para kepala sekolah; 4). BK dipandang
berharga oleh para orangtua siswa; 5). BK dipandang bermartabat oleh
masyarakat. Tampaknya, hal yang kita inginkan itu masih sangat jauh.
KIPAS hadir untuk mendekatkan yang jauh itu.

2. Pandangan Filosofis Model KIPAS

a. Filsafat Ilmu
Kita perlu memiliki keyakinan diri bahwa Ilmu Konseling kita (juga
Ilmu Bimbingan) merupakan realitas subjektif. Dalam membangunnya
hendaknya lebih emic-view daripada etic-view. Ilmu BK perlu kita bangun
dari pandangan lokal, pengharapan subjek, penghayatan para pemakai,
pemahaman yang membumi, bukan pandangan teoretik yang sudah
dibangun di negara/negeri lain yang nota-bene berbasis psikologi sekuler
(cf., Prayitno, 1998). Itu tidak berarti bahwa kita abai pada pendekatan
konseling negeri lain (Barat). Kita mencoba meninjau-ulang dengan
praktik khusus merumuskan-ulang (reformulating), mengerangka-ulang
(reframing), menamai-ulang (relabeling) dalam posisi orang yang
memandang/meninjau secara lain (revisionist) dan penyusun secara lain
(reconstructionist) (cf., Mappiare-AT., 2011). Konseling kita juga masih
mengadopsi sejumlah kelebihan konseling Barat. Hal paling penting
bahwa konseling kita perlu diisi dengan materi budaya dan agama.
Tegasnya pendekatan keilmuannya adalah posmodern, kritik-
konstruksionisme, yang agamis. Aliran bangun model semacam ini dikena
sebagai glocalism – dari “glocalization” konsep yang digunakan pertama
kali oleh Roland Robertson dalam Harvard Business Review, 1980
(Investopedia, 2018).

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
9
.

b. Filsafat Manusia
Filsafat manusia atau pandangan mengenai manusia dalam
konseling KIPAS adalah sangat positif. KIPAS meyakini bahwa manusia
(termasuk siswa/konseli) pada hakikatnya dilahirkan dengan derajat
tinggi, sempurna, suci, penuh cinta-kasih, bertanggungjawab sebagai
khalifah di muka bumi. KIPAS meyakini bahwa manusia adalah baik dan
bersifat sosial, sampai perilakunya dia hayati sendiri sebagai “tidak
baik”, tidak menyenangkan orang lain dan dirinya sendiri. Konselor
KIPAS meyakini bahwa manusia pada dasarnya adalah penuh potensi,
daya-cipta, daya kreasi, mempunyai kecenderungan ke arah kebaikan,
kemanfaatan dan kemaslahatan sosial. Manusia Indonesia memiliki
kecenderungan berbuat untuk keperluan bersama, gotong-royong,
bekerja bersama dengan suasana gembira. Konselor mengerahkan
seluruh sumber-daya lokal-berpadu-global, termasuk berbagai praktik
lokal dan permainan rakyat dalam proses konseling, dan melibatkan
kerjasama menggembirakan. Ini adalah ciri penting proses kerja
konseling yang menganut Happy Eclecticism (cf., Sprinthall, Peace,
dan Kennington, 2001: 111).
Dengan kata lain, pandangan umum model konseling ini
mengenai kepribadian adalah berbasis “Sosial-Budaya Nusantara”,
berorientasi “Psikologi Timur”. Ciri pokoknya berkecenderungan
positif memandang setiap manusia, kehidupan, dan situasi. Dalam
kondisi krisispun terkandung keyakinan bahwa “ada hikmah di balik
masalah”, bahkan ada “untung”-nya setiap musibah. Ini turun dari
keyakinan Timur bahwa positif-negatif itu adalah bersifat mutualitas.
“… Eastern (Asian) approach sees mutuality of positive-negative (i.e.
two sides of the same coin)” (Pandey, 2011: 5). Implikasinya, konselor
senantiasa didasari spirit mencaritemukan hikmah dan untung di balik
masalah/musibah dan, dalam konseling, konselor lebih fokus pada
mencaritemukan kekuatan konseli atau keuntungan di balik
“kelemahan” atau “masalah konseli” (cf. Magyar-Moe, Owens &
Conoley, 2015).

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
10
.

Tugas Individual Terkait dengan Bagian I, Modul Satu

1. Uraikanlah secara singkat 5 hal yang menginspirasi kemunculan


Konseling Model KIPAS!

2. Ada 3 rasional atau alasan perlunya model konseling yang khas budaya
Indonesia, seperti Konseling Model KIPAS, yaitu:
a. Konselor memerlukan kerangka kerja profesional.
b. Konseling perlu beradaptasi.
c. Bimbingan (khususnya konseling) perlu memiliki posisi bermartabat.
Jelaskanlah maksud ketiga poin (a, b, c) itu!

3. Keilmuan konseling, termasuk model konseling, lebih tepat dibangun


dengan perspektif:
a. Posmodern
b. Budaya berlandas Religi
c. Glocalism
Jelaskanlah maksud ketiga poin (a, b, c) itu!

4. Terangkanlah secara singat pandangan Konseling Model KIPAS


mengenai hakikat manusia Indonesia, khusus dari segi:
a. Konseli: ____________________________________________________
b. Konselor: __________________________________________________

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
11
.

II. Ciri Pribadi Konseli dan


Patokan Perlakuan Konselor KIPAS

Dalam bagian ini diabstraksikan tiga hal pokok yaitu ciri pribadi
konseli/siswa Indonesia, dasar perlakuan konselor KIPAS, dan lima
komitmen khas konselor KIPAS. Hal-hal ini akan diuraikan secara spesifik
pada uraian penerapannya pada bagian-bagian lanjut naskah ini.

1. Ciri pribadi konseli/siswa Indonesia


Ciri pribadi konseli/siswa Indonesia beserta pengharapannya
adalah berbeda ciri pribadi konseli/siswa Barat. Pada intinya, konseli
Indonesia ingin diperlakukan secara bebas dan aman (sekaligus) ~
pembebasan yang mendatangkan rasa aman, pemberian rasa aman
yang mendatangkan kebebasan (cf., Mappiare-AT., 2009). Konseli tidak
ingin terlampau dihakimi atau dinilai dan disalah-salahkan. Ini adalah
gaung “suara masyarakat madani” ~ berisi hak dan pemosisian sosial-
psikologis secara pantas. Konseli Indonesia selayaknya tidak
diposisikan sebagai “si kasus”, “orang sakit”, bahkan tidak diposisikan
sebagai “bermasalah”. Dari interpretasi kualitatif atas berbagai
fenomena sosial siswa, kita sampai pada pernyataan bahwa "Para
siswa, senegatif apapun perilakunya, tidak menyukai label-label yang
menghinakan, mempermalukan atau merendahkan diri mereka dari
Konselor atau Guru BK".

2. Dasar Perlakuan Konselor KIPAS


Dasar perlakuan Konselor KIPAS terkait pribadi konseli terutama
adalah agamis, konselor berkeyakinan bahwa ilmu dan iman
(keyakinan agama) adalah bersifat dualitas – ilmu-dan-iman itu satu (cf.
Marjohan, 2012: 281). Salah satu aplikasi pentingnya adalah keyakinan
bahwa manusia ingin tersembunyikan aibnya karena (bahkan) Allah
sekalipun berkecenderungan menyembunyikan aib manusia. Atas
dasar itu, konselor KIPAS mengutamakan informasi positif mengenai
konseli, informasi mengenai kekuatan konseli, mendasarkan diri pada
data positif konseli, dan menghindari mengungkap aib konseli.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
12
.

Satu pertanyaan kritik sangat mendasar dan penting Konselor


KIPAS adalah “Mengapa Konselor/Guru BK harus mengorek-orek
aib/masalah konseli? Bukankah Allah sendiri menyembunyikan aib
konselor?” Jadi, konselor lebih fokus pada harapan kebaikan,
kelebihan atau hal-hal positif pada konseli karena: 1). Semua harapan
kabaikan kepada konseli dipahami akan kembali berlipat-ganda pada
diri sendiri. Jika kita fokus pada yang baik-baik maka kebaikan yang
akan kita dapat. 2). Ketika satu jari menunjuk (keburukan) orang
lain/konseli maka sekurangnya tiga jari konselor menunjuk (keburukan)
diri sendiri. 3). Konselor memerankan diri sebagai pendakwah dalam
mana setiap pengharapan/tuntutan terhadap konseli “akan memantul
harapan/tuntutan yang sama terhadap diri konselor”.

3. Komitmen Konselor KIPAS


Secara lebih praktis, ada lima butir komitmen Konselor KIPAS
yaitu:
1). Konselor memantabkan niat dan mengarahkan diri untuk
keselamatan di dunia dan di akhirat; khususnya, menjaga amanah.
2). Konselor menempatkan kegiatan konseling dan upaya-upaya
seputar konseling sebagai ibadah dengan pengharapan dinilai oleh
Allah sebagai amal jariyah.
3). Konselor mencitrakan diri sebagai figur “sakti” yang kata-
katanya dapat menjadi do’a yang “mandi” karena meyakini diberikan
oleh Allah kelebihan atau “linuweh” (Jawa) atau “alebbireng” (Bugis)
dalam arti luas termasuk posisi sosial, peluang berdakwah,
kecerdasan, kreativitas, produktivitas, dan sebagainya.
4). Konselor meyakini bahwa berpikir, bersikap, dan berkata-
kata positif adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah dan karena itu
mereka berusaha berkata-kata postitif terutama (dalam arti tidak
terbatas) kepada dan mengenai konseli.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
13
.

5). Konselor menghindari berpikir, bersikap, dan berkata-kata


negatif yang tidak rasional dan proporsional terutama (dalam arti tidak
terbatas) kepada dan mengenai konseli.
Kritik diri konselor dan lima hal yang perlu dilakukan oleh
Konselor KIPAS di atas itu pada dasarnya adalah rangkaian bahan
pembanding model konseling ini dengan konseling main-stream Barat.
Pandangan dan patokan kerja kita adalah jelas berbeda
dibandingkan dengan pandangan dan patokan kerja konselor Barat.
Semua konseling Barat memandang perlu dan berkecenderungan
mengorek-ngorek masalah individu/siswa/konseli. Konselor Barat
bekerja berdasarkan temuan bahkan pemahaman mendalam masalah
konseli/klien. Itu diupayakan sejak tahap/langkah pertama, atau
sekurangnya pada tahap/langkah kedua. Tahap/langkah dimaksud
memiliki macam-macam label, entah berlabel “asesmen” (Behavioral
dan Reciprocal Inhibition), “memokus pada tingkahlaku sekarang”,
kerangka WDEP (Reality Therapy), “identifikasi dinamika konseli” atau
melacak ada/tiadanya orientasi masa depan (Adlerian), “analisis struktural”
atau suasana ego (Transactional Analysis), “analisis-sintesis-diagnosis”
(Trait & Factors), “pelacakan iB-rB” atau “kelola kognisi-emosi-tindakan”
(REBT), “eksplorasi kaitan diri-lingkungan” (Gestalt), “proses-proses
pengungkapan keselarasan/ketidakselarasan diri dan pengalaman”, atau
congruency/uncongruency (Person Centered, Rogerian), atau “eksplorasi-
diri dan eksistensi konseli” (Existentialism). Intinya, semua pendekatan
Barat itu adalah “cari-cari kesalahan orang”.

Pada intinya, keyakinan sentral model konseling ini adalah


pentingnya orientasi positif konselor, penekanan perhatian konselor
pada aspek positif, kelebihan, dan kekuatan konseli. Keyakinan demikian
adalah berbasis budaya (kecenderungan mengungkap
kelebihan/keuntungan) dan agama (anjuran berprasangka baik).
Konseling yang “mengorek” masalah konseli adalah kurang bermanfaat
dalam penerapannya di Indonesia. Malah sebaliknya, konseling memiliki
citra buruk di mata personil sekolah dan stakeholders.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
14
.

Tugas Individual Terkait dengan Bagian II, Modul Satu

1. Ciri pribadi konseli/siswa Indonesia dalam pandangan Konseling


Model KIPAS adalah “ingin diperlakukan secara bebas dan aman
(sekaligus)”. Terangkanlah apa yang dimaksud dengan frasa ini!

2. Perlakuan konselor Model KIPAS pada intinya dinyatakan dengan


dua konsep yaitu “dasar agamis” (religius) dan “orientasi positif”.
Terangkanlah secara terpadu dan singkat kedua konsep ini!

3. Sebutkanlah lima komitmen Konselor KIPAS:


a. ______________________________________________________________
b. ______________________________________________________________
c. ______________________________________________________________
d. ______________________________________________________________
e. ______________________________________________________________

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
15
.

III. Situasi Masalah Interaksional,


Kekuatan Konseli, dan Peran Pewarisan Budaya

Pandangan Konselor KIPAS mengenai “masalah” adalah khas.


Konselor KIPAS tidak melihat manusia sebagai individu bermasalah pada
dirinya semata. Manusia adalah bagian dari jaringan masyarakat dengan
sifat sistemik-relational di mana hakikat realitasnya adalah hubungan,
sementara individu hanyalah unsur dari jaringan (cf. Cottone, 1992: 181;
Mappiare-AT., 1998: 17). Namun, dalam sifat sistemik-relasional itu terjadi
dominasi bahasa dan kesepakatan-kesepakatan, konsensus, yang
senantiasa menstruktur menurut konteks, dan di sanalah letak masalah
individu (cf. Cottone, 1992: 298; Mappiare-AT., 1998: 18-19). Jaringan
sosial manusia semakin rumit sejalan dengan perkembangan masyarakat
dari modern, posmodern, sampai hipermodern.

1. Situasi Masalah Interaksional (dan Relasional)

Konselor KIPAS memandang individu (khususnya pemuda-


pemudi Indonesia) sedang berada dalam jebakan budaya
hipermodernitas yang ditandai dengan pengkotakan dan separasi
sosial, kehidupan individualistik yang membawa keterasingan dan
ketersepian, serta masyarakat konsumeristik yang cenderung
menimbulkan ketakberdayaan dan keputusasaan (cf., Kemer dan
Myers, 2011: 1153). Budaya hipermodernitas demikian juga
menimbulkan dilemma-diri pada individu (Giddens, 1991). Budaya
demikian merupakan kelanjutan dan sebagai ciri tidak terpisahkan dari
masyarakat dengan budaya patriarkis (cf., Fromm, 1955: 47-50; 58-59).
Dengan kata lain individu berada dalam situasi masalah
interaksional (dan relasional). Bukan individu semata yang bermasalah
tetapi lebih pada situasi sosialnya. Masalah terutama terletak pada
situasi interaksional, yaitu ketiadaan peluang sosial indvidu
mewujudkan kesiapan berbuat yang diharapkan.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
16
.

Konsep “kesiapan” yang digunakan di sini adalah adopsi dari


konsep kesiapan tugas konseli atau task-readiness (Howard, dkk.,
1986: 414), diteliti secara seksama terkait dengan gaya komunikasi
konselor (Mappiare-AT, 1996: 102 - 112). Soal ketiadaan peluang
individu mewujudkan kesiapan yang dimaksud di sini meliputi: (1)
peluang ekspresi kemauan; (2) peluang ekspresi kemampuan; (3)
peluang ekspresi kepercayaan. Akibatnya, aset-aset individu jadi
terabaikan, banyak potensi yang baik menjadi terpendam atau tersia-
siakan, banyak kekuatan tersimpan atau terbuang sia-sia pada yang
tidak penting atau tersalurkan pada orientasi yang menyimpang.
Pada intinya, letak masalah individu adalah pada konteks situasi
dan bersifat interaksional (dan relasional). Hal itu sejalan dengan
hakikat manusia sosial sebagai bagian utuh dari masyarakat atau
lingkungan. Tegasnya, letak masalah adalah pada ketiadaan peluang
sosial indvidu mewujudkan kesiapan berbuat yang diharapkan.
Ketiadaan peluang sosial dimaksud bersumber pada kegagalan
pewarisan kearifan lokal, mengejawantah pada kurangnya peluang
individu mengekspresikan kesiapan. Oleh karena itu, kunci untuk
mendapatkan peluang itu adalah revitalisasi dan pewarisan nilai
budaya nusantara dalam mana individu difasilitasi mengekspresikan
kesiapan.

2. Aspek-aspek Positif dan Kekuatan Konseli/Siswa


Telah disinggung dalam bagian akhir filosofi KIPAS mengenai
manusia bahwa bangsa Indonesia mempunyai ciri dominan yaitu
berpandangan (pemikiran dan sikap) positif terhadap manusia,
kehidupan, dan situasi. Bersikap dan berpikir positif merupakan salah
satu nilai budaya sangat luhur yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Bersikap dan berpikir positif merupakan suatu keharusan yang dituntut
oleh semua lembaga adat Indonesia. Bersikap dan berpikir positif juga
dianjurkan dalam rumpun keluarga dan diwujudkan dalam kebiasaan
bertingkahlaku sehari-hari (PaEni, & MPSS [Eds], 2005).

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
17
.

Ini dapat menjadi akar atau cikal-bakal (potensi) kekuatan


individu atau konseli/siswa. Ketika suasana atau iklim sosial
memungkinkan maka potensi ini dapat bekerja ke dalam kualitas ideal
pada urusan-urusan karakter, identitas, pekerjaan/karier,
akademik/belajar, dan sosial siswa.

a. Kecenderungan sikap dan pemikiran positif


sebagai sumber kekuatan konseli/siswa

Sikap dan pemikiran positif terhadap keberadaan diri sendiri dan


kondisi lingkungan fisik dan sosial sekitar sesungguhnya merupakan
“budaya natif” indivdu Indonesia. Kecenderungan bersikap dan
berpikir positif adalah potensi atau kekuatan sangat besar bagi
penyehat atau penyembuh pribadi-pribadi Indonesia. Penghayatan
mengenai kelengkapan anggota tubuh yang disertai rasa syukur atas
karunia Tuhan, misalnya, dapat membangkitkan semangat hidup
seseorang ketika dirinya mengalami hambatan. Begitupun terhadap
kecerdasan diri, kelengkapan anggota keluarga, status sosial, dan
sebagainya. Hal yang diperlukan adalah adanya letupan-letupan
pemikiran, afeksi, dan tindakan positif yang diekspresikan, dan hal ini
banyak bergantung pada suasana dan dukungan.

b. Kebiasaan perilaku positif sebagai sumber kekuatan konseli/siswa


Kebiasaan berperilaku yang diwariskan oleh bangsa Indonesia
dari generasi ke generasi mengandung nilai budaya persatuan,
kebersamaan, dan kerjasama (gotong-royong). Kebiasaan (hidup)
bersatu menurunkan suasana yang disukai atau dijunjung tinggi yaitu
yang kompak, misalnya dalam kiprah dan kerja sosial. Kebiasaan
(hidup) bersama menurunkan suasana yang diidealkan yaitu yang
bersama-sama dalam suatu perjalanan atau usaha, misalnya berupa
koperasi. Kebiasaan (hidup) sehari-hari dengan kerjasama (gotong-
royong) menurunkan penghargaan tinggi terhadap tolong-menolong.
Ketiganya berupa kekompakan, “jalan-bersama”, dan tolong menolong
merupakan sumber kekuatan konseli/siswa.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
18
.

Tuntunan untuk mau berubah ke arah yang lebih baik sudah


tersedia di dalam kearifan lokal yaitu nilai-nilai dan tradisi bersikap dan
berpikir positif. Siswa akan dapat menyerap kekuatan dari sistem nilai
budaya Indonesia manakala ada figur yang dapat menjadi penerjemah
nilai kearifan lokal secara inovatif sekaligus mencontohkan
penerapannya dalam konteks konseling dan kehidupan sehari-hari.

c. Definisi diri dan definisi situasi positif


sebagai sumber kekuatan konseli/siswa

Definisi diri (dd) dan definisi situasi (ds) merupakan dua konstruk
luas yang sangat besar peranannya dalam penentuan sikap atau
kecenderungan bertindak atau tidak bertindak seseorang pada
sesuatu hal. Konstruk ini dikaji secara cukup luas dalam psikologi
sosial dan menjadi kajian khusus paradigma definisi sosial dalam
sosiologi terutama teori konstruksi sosial (Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann) dan teori interaksionisme simbolik (Charles H Cooley,
George Herbert Mead, Herbert Blumer, dll). Meskipun pandangan para
tokoh ini berbeda dalam hal keterbentukan dd dan ds, berbeda
dinamika dan aplikasinya pada tiap individu, namun mereka semua
relatif sepakat bahwa dd dan ds memiliki daya pendorong dari sistem
keyakinan, ideologi, norma dan nilai-nilai pada tataran individu.
Sederhananya, dd dan ds adalah kriteria yang digunakan oleh
setiap orang dalam menilai diri dan menilai situasi baik secara global
maupun secara spesifik konteks. Secara praksis, kualitas dd dan ds
ada dua tipe: (1) dd dan ds yang layak yaitu pilihan-pilihan kesukaan
dan pilihan-pilihan berbuat yang positif, baik, diharapkan oleh
masyarakat, atau favorable; (2) dd dan ds yang tidak layak yaitu
pilihan-pilihan kesukaan dan pilihan-pilihan berbuat yang negatif, tidak
baik, tidak diharapkan, atau unfavorable. Peran pihak-pihak yang
berarti atau significant others khususnya konselor adalah sangat
penting di sini. Konselor dapat memberikan ruang-ruang (kemudahan)
untuk ekspresi dd dan ds positif setiap konseli/siswa.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
19
.

d. Sumber-sumber sosial kekuatan siswa/konseli


Semua yang dibahas dalam butir 2 ini dapat disebut sebagai
modal sosial-budaya (socio-cultural capital) bagi mendukung
penyelesaian urusan-urusan konseli. Semua yang sudah diuraikan
dalam butir a, b, dan c di atas dapat digolongkan sebagai modal
budaya (cultural capital) bagi individu, sementara butir d ini termasuk
modal sosial (social capital) konseli/siswa dalam penyelesaian urusan-
urusan inti mereka melalui konseling. Ada sangat banyak modal sosial
sebagai sumber kekuatan siswa/konseli dan dapat dikategorikan
secara umum menjadi (1) modal sosial interaksional, dan (2) modal
sosial relasional.
Modal sosial interaksional adalah hubungan interaksi yang ada
dengan significant others yaitu keluarga inti, keluarga besar, teman
sekampung, teman sekolah, kelompok sebaya, teman komunitas, para
guru, dan lain-lain yang dapat secara langsung atau tatap-muka
dilakukan jalinan komunikasi. Penekanannya dalam hal ini adalah
hubungan interaksi, dan sudah tentu hubungan interaksi yang baik,
akrab dan harmonis adalah sangat potensial menjadi sumber-sumber
solusi bagi urusan-urusan konseli/siswa. Modal sosial relasional adalah
hubungan relasi atau kesejawatan dengan berbagai pihak entah pihak
segnificant others ataupun orang-orang lain yang kenal-mengenal
dengan konseli/siswa namun secara space adalah berjauhan. Seperti
itu pula, penekanannya dalam hal ini adalah hubungan relasi dan
diharapkan terbina secara baik dalam arti relasi saling
menguntungkan.
Dua kategori umum modal sosial ini adalah sangat sentral dalam
konseling KIPAS dalam arti bahwa semua urusan konseli/siswa dapat
berfokus pada interaksi dan relasi baik selaku “sumber masalah”
maupupun selaku “sumber solusi”. Oleh karena itu, kajian-kajian
urusan konseli dan penjajakan solusinya yang dilakukan bersama
konselor dan konseli melibatkan diskusi mengenai interaksi dan relasi
konseli/siswa.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
20
.

3. Peran Pewarisan Budaya (Kearifan Lokal)


Berdasarkan beberapa penelitian budaya terkait bimbingan dan
konseling yang pernah dilakukan terbukti bahwa pewarisan budaya
atau kearifan lokal dari generasi lebih tua kepada generasi muda
Indonesia mempunyai peran penting bagi kontrol perilaku anak-anak
muda. Para siswa yang mendapatkan pewarisan budaya baik secara
sistematis sengaja maupun secara natural memiliki kecerdasan belanja
yang lebih tinggi daripada yang tidak atau murang mendapatkan
pewarisan budaya (Mappiare-AT., Fachrurrazy & Sudjiono, 2010).
Butir-butir budaya unggul nusantara seperti tekun, ulet, kerja keras,
dan sebagainya, yang berhasil diwariskan secara baik dapat
membantu pemantapan karir siswa (Mappiare-AT., Fachrurrazy &
Sudjiono, 2012). Budaya konsumsi remaja-pelajar memiliki koneksitas
dengan pewarisan budaya (Mappiare-AT., Ibrahim, & Sudjiono. 2009).
Atas dasar itu, dan dukungan kajian-kajian teoretik lain, dapat
diyakini bahwa pewarisan budaya adalah potensial memiliki daya
terapeutik atau daya solusi jika dikelola secara sistematis di dalam
proses konseling Oleh karena itu, dapat dirumuskan adanya yang
disebut faktor penghambat (constraining factors) dan faktor
pendukung (enabling factors) bagi solusi dari dimensi budaya ini.

a. Faktor penghambat bagi solusi (constraining factors)


Faktor penghambat, constraining factors, bagi solusi adalah
kegagalan pewarisan kearifan lokal. Kegagalan tersebut bisa berasal
dari “pandangan modern sejumlah pihak yang menafikan pentingnya
nilai budaya lokal. Beberapa nilai budaya sudah hilang dan beberapa
lainnya, meskipun masih ada, dianggap sudah kurang/tidak penting,
tidak lagi vital – seperti harga-diri, saling menghargai, saling-
mengutamakan, kasih-sayang, tolong-menolong, rasa malu, dst., yang
mengejawantah ke dalam tiga hal berikut ini:

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
21
.

1). Kurang situasi atau suasana yang menggugah kemauan


individu berbuat yang dikehendaki, atau tidak tersedia gugahan cukup
untuk ekspresi kemauan yang pantas. Setiap orang pada dasarnya
berkehendak siaga dan sigap terhadap situasi, karena hal itu adalah
native-culture (mekanisme pertahanan asli bawaan) manusia untuk
bertahan hidup. Namun tidak semua orang mendapatkan suasana
emosional yang tepat atau dukungan emosional untuk siaga dan sigap
itu.
2). Situasinya sedemikian rumit sehingga kurang rasa bisa
individu memanfaatkan peluang ekspresi dimaksud. Situasi sosial-
lingkungan memang bertingkat kekomplekannya, dari yang terkelola
dengan mudah, yang rumit-sulit, sampai yang tidak terkelola.
Situasinya semakin menghambat karena budaya patriarki lebih
dominan daripada budaya matriarki pada masyarakat.
3). Kurang pemberian kepercayaan dari orang-orang berarti
atau berpengaruh (significant others) sebagai peluang berlatih
ekspresi. Muda-mudi Indonesia mengalami defisit peluang berlatih
hidup sejak kecil, bahkan sejak bayi, karena kecenderungan “pendidik”
dan pengasuhnya pada umumnya adalah protektif atau abai.

b. Faktor pendukung (enabling factors) bagi solusi


Kunci untuk mendapatkan peluang itu adalah enabling factors
pada revitalisasi dan pewarisan nilai budaya nusantara dengan
penonjolan karakteristik pedagogik, sifat-sifat mendidik, keteladanan,
menggugah dan membangun ide, serta pemberian dorongan
menggembirakan untuk belajar. Hal itu ditandai oleh adanya hal-hal
berikut dalam kadar signifikan:
1). Rasa gembira individu mengetahui potensi positif atau aset-
aset pada dirinya membuat individu berkemauan berbuat yang
dikehendaki. Pengetahuan akan potensi positif atau aset-aset yang ada
pada diri adalah sangat penting. Namun adanya rasa gembira atas
pengetahuan itu akan membangkitkan dan memuat enersi besar yang
dapat meletupkan pemikiran, afeksi, dan tindakan politif lebih lanjut.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
22
.

2). Penyesuaian situasi lingkungan yang menumbuhkan rasa bisa


individu mengelola diri dan situasi tersedia. Rasa bisa mengelola diri
dan situasi tersedia adalah sangat penting ada pada setiap muda-mudi
belia. Rasa bisa ini bisa terbangun melalui fase singkat ataupun proses
panjang. Dalam fase singkat mungkin hanya perlu prosedur kelola-diri
sederhana atau mungkin perlu yang agak rumit. Proses panjang untuk
mendapatkan rasa bisa mengelola diri dan situasi bahkan mungkin
memerlukan rekonstruksi kepribadian.
3). Adanya iklim atau suasana interaksional yang mendatangkan
rasa yakin bahwa orang lain, orang-orang berpengaruh, khususnya
orang-orang dekat, menerima baik ekspresi-ekspresi indvidu itu.
Letupan-letupan pemikiran, afeksi, dan tindakan positif tadi perlu
terekspresikan. Manakala ada rasa yakin bahwa ekspresi diri itu
diterima oleh orang lain, khususnya orang-orang dekat, maka pribadi
akan tampil lebih yakin diri dan berperilaku lebih favoribel, lebih positif.
Dalam semua hal di atas ini ikut berperan dalam kadar cukup
penting definisi diri (dd) dan definisi situasi (ds) pada benak individu-
individu yang bersangkutan. Manakala kualitas dd dan ds adalah layak
(positif, baik, diharapkan, atau favorable) maka itu dapat memudahkan
individu keluar dari situasi masalah, atau enabling factors. Manakala
kualitas dd dan ds adalah tidak layak (negatif, tidak baik, tidak
diharapkan, unfavorable) maka dapat semakin memperburuk situasi
masalah, constraining factors (cf. Fitriana, 2018). Semua ini bekerja
secara internal pada seseorang.

4. Proposisi Solutif Berbasis Budaya Nusantara


Di atas dijelaskan bahwa interaksi dan relasi mempunyai
kedudukan penting dalam dinamika urusan-urusan konseli/siswa.
“Masalah” individu ada dalam konteks itu. Solusinya juga ada di sana.
Faktor penghambat solusi masalah interaksional adalah kegagalan
pewarisan kearifan lokal. Faktor pendukung solusi adalah pewarisan
kearifan lokal. Dengan kata lain, kunci “terapeutik”-nya adalah
revitalisasi dan pewarisan nilai budaya atau kearifan lokal.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
23
.

Oleh karena itu, konseling model KIPAS menawarkan strategi


berbasis budaya yang dikembangkan dari praktik-praktik lokal (pitutur,
pappaseng, pesan-pesan, semboyan, pepatah, pantun, atau motto
budaya, dan semacamnya), dan aneka bentuk permainan rakyat baik
yang lazim dimainkan anak-anak maupun orang dewasa. Strategi-
satrategi dimaksud diutamakan yang terkait dengan pewarisan nilai-
nilai lokal, pemeliharaan hubungan antarmanusia, interaksional;
termasuk di dalamnya pengembangan definisi diri (dd) dan definisi
situasi (ds) yang positif, baik, diharapkan, atau favorable. Itu semua
adalah berlandaskan proposisi berbasis budaya nusantara.
a. Proposisi dasar berbasis budaya
Ada lima proposisi dasar yang mendukung penanaman nilai
budaya bagi solusi “masalah” interaksional (dan relasional)
konseli/siswa:
1). Potensi paling dahsyat manusia untuk penguatan interaksi
dan perluasan relasi adalah pemikiran positif, sikap positif, dan kata-
kata positif mengenai diri, orang-orang lain, dan peristiwa.
2). Kekuatan interaksi dan keluasan relasi merupakan modal
sosial seseorang dalam memperkuat kekuatannya dan melemahkan
kelamahannya.
3). Intensitas, durasi, dan frekuensi interaksi adalah memperluas
relasi hanya jika terisi pemikiran positif, sikap positif, dan kata-kata
positif mengenai diri, orang-orang lain, dan peristiwa.
4). Kekuatan interaksi dan keluasan relasi adalah bersifat
konstruktivistik, kontekstual, dan konsensus.
5). Kelemahan suatu interaksi atau kekurangan suatu relasi
tertentu selalu dapat disubstitusi dan dikompensasi dengan kekuatan
interaksi atau keluasan relasi lainnya.
b. Proposisi praktis berbasis budaya
Selain proposisi dasar itu, ada pula empat proposisi praktis yang
mendasari pelaksanaan strategi internalisasi budaya:

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
24
.

1). Ekspresi dimensi positif diri, orang-orang lain, dan peristiwa


bisa sangat mudah jika dilakukan dalam latihan menyenangkan secara
rutin dan berkesinambungan.
2). Siswa sangat potensial berkembang kegembiraannya sejalan
dengan pemberian peluang mencatat dan mendaftarkan peristiwa atau
kabar gembira mengenai dirinya dan/atau keluarganya, dan
menyampaikan daftar itu kepada konselor secara periodik (entah tiap
hari ataupun tiap pekan).
3). Siswa sangat potensial akan memiliki jaringan pergaulan
menggembirakan sejalan dengan pemberian peluang menyenangkan
yaitu mendaftarkan kebaikan-kebaikan yang diketahuinya mengenai
sekurangnya seorang teman dan menyampaikan daftarnya itu kepada
konselor secara periodik (entah tiap hari ataupun tiap pekan).
4). Siswa sangat potensial mengembangkan interaksi natural dan
tulus sejalan dengan pemberian peluang menyenangkan yaitu
mendoakan orangtua, guru-guru, teman-temannya, dan orang-orang
lain, serta mencatat redaksi doa dan subjek yang dituju, yang
didoakan, lalu melaporkannya kepada konselor secara periodik (entah
tiap hari, tiap 3 hari, ataupun tiap hari Jum’at).

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
25
.

-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filoso
Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPASS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
26
.

Daftar Rujukan

Fitriana, 2018. Profil Definisi Diri dan Definisi Situasi Remaja Akhir serta
Implikasi Konselingnya: Studi Fenomenologi Perjalanan Hidup
Seseorang Pemuda dalam Penjajakan Karier. Tesis. (Online).
(http://karya-ilmiah.um.ac.id). Diakses 26 April 2018.
Fromm, E. 1955. The Sane Society. Greenwich, CT.: Fawcett Books.
Giddens, A. 1991. Modernity and Self-Identity: Self and Society in the Late
Modern Age, Stanford, CA: Stanford UniversityPress (hlm. 187-
201). Dari
http://media.pfeiffer.edu/lridener/courses/GIDDENS.HTML
Howard, G. S., Nance, D. W. & Myers, P. 1986. Adaptive Counseling and
Therapy: An integrative, eclectic model. The Counseling
psychologist, 14(3), 363-442.
Investopedia, 2018. Glocalization. (Online).
(https://www.investopedia..com/terms/g/clocalization.asp). Diakses
29 Mei 2018.
Kemer, G., dan Myers, J. E. 2011. Application of Developmental
Counseling and Therapy to Turkish College Students. Procedia –
Social and Behavioral Sciences, 30: 1153 – 1160.
Magyar-Moe, J.L., Owens,R.L. & Conoley, C.W. 2015. Positive
Psychological Interventions in Counseling: What Every Counseling
Psychologist Should Know. The Counseling Psychologist, 43(4)
508–557. DOI: 10.1177/0011000015573776 tcp.sagepub.com
Marjohan, 2012. Biografi Keilmuan Prayitno dalam Ranah Konseling dan
Pendidikan. Padang: UNP Press.
Mappiare-AT., A. 1996. Perbandingan Pengungkapan Diri Klien Menurut
Kategori Gaya Komunikasi Konselor dalam Konseling Awal. Jurnal
Ilmu Kependidikan, 2(2), 102 - 112.
Mappiare-AT., A. 1998. Burnout Wanita Karir dan Gaya Interaksional
Suami. Bimbingan dan Konseling: Jurnal Teori dan Praktik (10), 1: 9
– 21.
Mappiare-AT., A. 2009. Identitas Religius di Balik Jilbab: Perspektif
Sosiologi Kritik. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Mappiare-AT., A. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:
Penerbit Rajawali Press.
Mappiare-AT., A. 2011. Konseling Posmodern: Mampukah Membantuk
Karakter Berbasis Budaya Unggul Nusantara? Makalah Bahan
Diskusi. Seminar Nasional dengan Tema “Konseling Post-Modern
dan Pendidikan Karakter Bangsa”, FIP UNESA di Surabaya, tgl 7
Mei.
Mappiare-AT., A. 2013a. Martabat Konselor Indonesia dalam Falsafah dan
Kinerja Model KIPAS: Konseling Intensif Progresif Adaptif Struktur.
Prosiding Seminar Internasional Konseling hlm. 37 – 46. Denpasar,
14-16 November.
-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
27
.

Mappiare-AT., A. 2013b. Pengharapan Utama Model Konseling


KIPAS. Maret 14, 2013. (Online), http://andi-m-
um.blogspot.com/2013/03/kehadiran-konseling-kipas-
pengharapan.html Diakses Sept 4., 2020.
Mappiare-AT., A. 2017. Meramu Model Konseling Berbasis Budaya
Nusantara: KIPAS (Konseling Intensif Progresif Adaptif Struktur).
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Budaya
Konseling pada Fakultas Imu Pendidikan disampaikan pada Sidang
Terbuka Senat Universitas Negeri Malang Tanggal 28 Februari.
Mappiare-AT., A., Ibrahim, A.S. & Sudjiono. 2009. Budaya Konsumsi
Remaja-Pelajar di Tiga Kota Metropolitan Pantai Indonesia'. Jurnal
Ilmu Pendidikan, 16(1), 12-21.
Mappiare-AT., A., Fachrurrazy & Sudjiono. 2010. Kecakapan Belanja
Siswa, Kearifan Kultural, dan Media Bimbingannya. Jurnal Ilmu
Pendidikan, 17(3), 178-188
Mappiare-AT., A., Fachrurrazy & Sudjiono. 2012. Identifikasi Butir-Butir
Budaya Unggul Nusantara sebagai Konten Media Bimbingan Karier
Siswa. Bimbingan dan Konseling: Jurnal Teori dan Praktik, 25(25). 1
-6.
PaEni, M., & MPSS, P. (Eds), 2005. Bunga Rampai budaya berpikir
positif suku-suku bangsa. Departemen Kebudayaan. Jakarta:
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI bekerjasana dengan
Asosiasi Tradisi Lisan
Pandey, S., 2011. Positive Psychology: Blending Strengths of Western,
Eastern and Other Indigenous Psychologies. Presented at 1st
International Conference on “Emerging Paradigms in Business &
Social Sciences” (EPBSS-2011), organized by Middlesex University,
Dubai, Nov 22-24. (Online).
(https://www.researchgate.net/publication/253236150_Positive_Ps
ychology_Blending_Strengths_of_Western_Eastern_and_Other_Indi
genous_Psychologies). Diakses 26 April 2018.
Pietrofesa, John J., dkk. 1978. Counseling: Theory, Research, and
Practice. Chicago: Rand McNally College Publishing Company.
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. (Online).
(http://labkonselingumk. blogspot. com/2012/09/konseling-
pancawaskita.html#comment-form), diakses 23 Maret 2013.
Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling: Seri
Panduan Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Program
Pendidikan Pofesi Konselor, Jurusan Bimbingan dan Konseling,
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang.
Sprinthall, N. A., Peace, S. D. & Kennington, P. A. D. 2001. ‘Cognitive
Developmental Stage Theories for Counseling. Dalam Locke, D. C.,
dan Myers, J. E., dan Herr., E. L. (Eds.). The Handbook of
Counseling (hlm. 109-129). Thousand Oaks, London: Sage
Publications.
-------------------
(Sitasi)
Mappiare-AT., Andi (2022). Rasional, Pandangan Filosofis, dan Teori Kepribadian KIPAS. Modul Satu KIPAS:
Teori (Edisi Revisi). Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai