Anda di halaman 1dari 14

14

II. TINJAUAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Kecerdasan Intelektual

1. Pengertian Kecerdasan Intelektual

Gondal dan Husain (2012) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan

seseorang yang memungkinkan untuk berpikir, memahami dan menganalisis

masalah logis dan spekulatif. Kecerdasan atau inteligensi pada awalnya menjadi

perhatian utama bagi kalangan psikologi pendidikan karena kecerdasan intelektual

merupakan pengkualifikasian kecerdasan manusia yang didominasi oleh

kemampuan daya pikir rasional dan logika. Kecerdasan intelektual lazim disebut

dengan intelegensi (Marsuki, 2014). Kecerdasan intelektual juga merupakan

kemampuan kognitif secara global yang dimiliki oleh individu agar bisa bertindak

secara terarah dan berpikir secara bermakna sehingga dapat memecahkan sebuah

permasalahan yang ada. Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan yang

didalamnya mencakup belajar dan pemecah masalah menggunakan kata kata dan

simbol, pengukuran kecerdasan intelektual tidak dapat diukur hanya dengan satu

pengukuran tunggal, para peneliti menemukan bahwa tes untuk mengukur

kemanmpuan kognitif tersebut dengan menggunakan tiga pengukuran yaitu

kemampuan verbal, kemampuan matematika, dan kemampuan ruang (Mustafa

dan Miller, 2003). Wiramihardja (2003) berpendapat bahwa kecerdasan

intelektual dapat didefinisikan sebagai prestasi kerja dan variable kecerdasan yang
15

mencakup kecerdasan figur, kecerdasan verbal atau bahasa, dan kecerdasan di

bidang numerik atau angka. Menurut Sunar (2010) dalam Putri (2016) kecerdasan

intelektual dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk bekerja secara abstrak,

baik menggunakan ide-ide, simbol, hubungan logis, maupun konsep-konsep

teoritis. Kecerdasan intelektual tidak bisa lepas dari kemampuan kognitif individu

karena ada kaitan erat antara kecerdasan yang dimiliki oleh karyawan terhadap

hasil yang dicapai (Yesikar et al., 2015).

Tes kecerdasan intelektual biasanya dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui

kemampuan kognitif dari setiap karyawan. Kecerdasan intelektual atau yang biasa

disebut dengan intelegensi merupakan kecerdasan yang dibangun oleh otak kiri

dan otak kanan secara seimbang. Menurut Goleman (2015) kecerdasan intelektual

hanya mampu menyumbang 20% kesuksesan dan 80% berasal dari kekuatan-

kekuatan lain termasuk dari kecerdasan emosional. Robbins dan Judge (2008)

menyatakan kecerdasan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk

melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.

Amran (2009) dalam Pasek (2016) menyatakan kecerdasan intelektual merupakan

pengkualifikasian kecerdasan manusia yang didominasi oleh kemampuan daya

pikir rasional dan logika. Lebih kurang 80 %, kecerdasan intelektual diturunkan

dari orang tua, sedangkan selebihnya dibangun pada usia sangat dini yaitu 0-2

tahun kehidupan manusia yang pertama. Kecerdasan intelektual sifatnya relatif

digunakan sebagai penentu keberhasilan individu di masa depan, implikasinya,

sejumlah riset untuk menemukan bahwa alat kecerdasan intelektual dirancang

sebagai salah satu tiket untuk memasuki dunia pendidikan sekaligus dunia kerja.
16

2. Indikator Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual merupakan satu kesatuan dari wujud kemampuan mental

yang penting dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan karena dalam bekerja

yang dibutuhakan bukan hanya kecerdasan melaksanakan tugas tetapi juga

kecerdasan dalam memecahkan masalah (Schultz, 2009 dalam Marsuki, 2014).

Wiramihardja (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan intelektual adalah

kecerdasan kognitif yang dimiliki individu secara global agar bertindak secara

terarah dan berfikir secara bermakna sehingga dapat menyelesaikan masalah.

Wiramihardja (2003) menyatakan penelitianya ialah menyangkut upaya untuk

mengetahui keeratan besarnya kecerdasan dan kemauan terhadap disiplin kerja.

Wiramihardja (2003) meneliti kecerdasan dengan menggunakan alat tes yang

diambil dari tes intelegensi, sedangkan besarnya kemauan dengan menggunakan

alat tes dari Richard Pauli (Marsuki, 2014). Wiramihardja (2003) menyebutkan

indikator kecerdasan intelektual yang menyangkut tiga domain kognitif, yaitu:

1. Kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bentuk

2. Kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bahasa

3. Kemampuan numerik yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang numerik

atau yang berkaitan dengan angka.


17

B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Law et al. (2014) menyatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan

seseorang dalam mengelola emosinya. Goleman (2015) mendefinisikan

kecerdasan emosional yaitu sebagai kemampuan mengenali perasaan sendiri dan

perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan

mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang

lain. Kecerdasan emosional bertumpu pada perasaan, watak dan naluri moral. Ada

semakin banyak bukti bahwa sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari

kemampuan emosional yang melandasinya. Orang-orang yang dikuasai dorongan

hati yang kurang memiliki kendali diri akan menderita dan kurang mampu dalam

pengendalian moral.

Mayer dan Salovey (2006) dalam Yuliantini (2017) mendefinisikan kecerdasan

emosional sebagai satu kesatuan dari kecerdasan sosial yang berkaitan dengan

kemampuan individu dalam memantau emosi dirinya maupun emosi orang lain,

dan juga kemampuan dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain,

dimana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya.

Akinboye (2003) dalam Olatoye, et al. (2010) menyatakan kecerdasan emosional

sebagai seperangkat kemampuan kognitif yang memengaruhi kemampuan

manusia untuk sukses dalam kehidupan dan di tempat kerja. Kecerdasan

emosional dalam hal ini bermanifestasi dalam atribut seperti kejujuran, semangat,

kepercayaan, integritas, intuisi, imajinasi, ketahanan, tujuan, komitmen, motivasi,

sensitivitas, humor, keberanian, hati nurani dan kerendahan hati.


18

2. Indikator Kecerdasan Emosional

Indikator kecerdasan emosional menurut Law et al. (2004) sebagai berikut:

a. Kesadaran diri

Kemampuan individu untuk memahami emosinya secara komprehensif dan

mengekspresikan emosi secara alamiah. Seseorang yang mempunyai kesadaran

penilaian emosi diri dengan skor tinggi akan mengetahui dan memahami

emosinya lebih baik daripada sebagian besar orang

b. Empati

Kemampuan seseorang untuk merasakan dan memahami emosi orang-orang di

sekitarnya. Seseorang yang memiliki empati dengan skor tinggi akan lebih sensitif

pada emosi orang lain dan baik dalam memprediksi respon emosi orang lain.

c. Manajemen diri

Kemampuan seseorang untuk mengatur emosinya, mampu memulihkan stres

psikologi lebih cepat. Seseorang yang memiliki manajemen diri dengan skor

tinggi akan mampu kembali normal dari kekecewaan yang telah melanda

kehidupannya.

d. Motivasi diri

Kemampuan seseorang untuk menggunakan emosinya sebagai aktivitas

konstruktif dan kinerja diri. Seseorang yang memiliki motivasi diri dengan skor

tinggi akan mampu menjaga emosinya tetap positif disetiap waktu. Mereka akan

menggunakan emosi sebagai motivasi untuk menciptakan kinerja yang tinggi baik

di tempat kerja maupun di kehidupan pribadinya.


19

C. Kecerdasan Spiritual

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Zohar dan Marshal (2005) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai rasa

moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman

dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman

sampai pada batasannya, juga memungkinkan kita bergulat dengan ihwal baik dan

jahat, membayangkan yang belum terjadi serta mengangkat kita dari kerendahan.

Kecerdasan tersebut menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna

yang lebih dalam untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup sesorang lebih

bernilai dan bermakna dibandingkan dengan orang lain.

King dan DeCicco (2009) menyatakan kecerdasan spiritual sebagai seperangkat

kapasitas mental yang berkontribusi pada kesadaran, integrasi, dan aplikasi adaptif

dari aspek nonmaterial dan transenden dari keberadaan seseorang, mengarah ke

hasil seperti refleksi eksistensial yang mendalam, peningkatan makna, pengakuan

transenden diri, dan penguasaan keadaan spiritual. Berman, (2001) dalam

Syahrani (2018) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual dapat memfasilitasi

dialog antara pikiran dan emosi, antara jiwa dan tubuh. Kecerdasan spiritual juga

dapat membantu seseorang untuk dapat melakukan transedensi diri.

Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual ditempat kerja menurut Ashmos

dan Duchon (2000) memiliki tiga komponen utama, yaitu: Sebagai nilai

kehidupan dari dalam diri sendiri, makna dan tujuan dalam bekerja, rasa yang

terhubung dengan komunitas.


20

2. Indikator Kecerdasan Spiritual

King dan DeCicco (2009) menyebutkan ada empat indikator utama yang bisa

dijadikan acuan untuk mengukur kecerdasan spiritual, yaitu:

a. Berpikir kritis eksistensial

Indikator pertama dari kecerdasan spiritual melibatkan kemampuan seseorang

untuk berpikir secara kritis terkait merenungkan makna, tujuan, dan isu-isu

eksistensial atau metafisik lainnya (realitas, alam, semesta, ruang, waktu, dan

kematian). Berpikir kritis eksistensial dapat diterapkan untuk setiap masalah

hidup, karena setiap objek atau kejadian dapat dilihat dalam kaitannya dengan

eksistensi seseorang. King dan DeCicco (2009) memformulasikan komponen ini

pada unsur eksistensi, makna peristiwa, kehidupan setelah kematian, hubungan

manusia dan alam semesta, dan mengenai Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi.

Proses berpikir kritis menurut King dan DeCicco (2009) merupakan sebuah proses

yang melibatkan beberapa kemampuan dan intelegensi seseorang. Proses tersebut

diantaranya terdiri dari kemampuan membuat konsep, melakukan tindakan,

menganalisis, menyimpulkan, dan mengevaluasi informasi yang didapat dari

observasi, pengalaman, refleksi, pencarian alasan maupun komunikasi.

b. Membangun makna pribadi

Indikator kedua dari kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai kemampuan

seseorang untuk membangun makna dan tujuan pribadi dalam setiap pengalaman

secara fisik dan mental, termasuk kapasitas untuk membuat dan menguasai tujuan

hidup. Kecerdasan spiritual melibatkan kontemplasi makna simbolis dari

peristiwa dan keadaan pribadi untuk menemukan tujuan dan makna dari dalam
21

semua pengalaman hidup (Nasel, 2004 dalam King dan DeCicco, 2009). Makna

pribadi telah didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tujuan dalam hidup,

memiliki rasa arah, rasa ketertiban dan alasan keberadaan, sehingga kemampuan

untuk menciptakan makna dan tujuan pribadi dalam semua pengalaman mental

dan fisik menempati posisi tertinggi.

c. Kesadaran transendental

Indikator ketiga dari kecerdasan spiritual melibatkan kapasitas untuk memahami

dimensi transenden diri, orang lain, dan dunia fisik dalam keadaan normal

maupun dalam keadaan membangun area kesadaran. Wolman (2001) dalam King

dan DeCiccio (2009) menjelaskan bahwa kesadaran transenden lebih luas sebagai

kemampuan untuk merasakan dimensi spiritual kehidupan, mencerminkan apa

yang sebelumnya digambarkan sehingga merasakan kehadiran yang lebih nyata.

Realiasai dari kesadaran transeden adalah ketika seseorang bergerak melampaui

batas-batas pribadi mereka dan mengintegrasikan tujuan individu dengan hal yang

lebih besar sepeti kesejahteraan keluarga, komunitas, kemanuasiaan, planet atau

kosmos (Hamel et al., 2003 dalam King dan DeCicco, 2009).

d. Perluasan tingkat kesadaran

Indikator terkhir kecerdasan spiritual merupakan kemampuan seseorang untuk

memasuki kondisi kesadaran spiritual (misalnya kesadaran murni, kesadaran

kosmis, dan kesatuan) atas kebijaksanaanya sendiri. Dari perspektif psikologis,

perbedaan antara kesadaran transendental dan kesadaran ekspansi ini didukung

oleh Tart (1975) dalam King dan DeCicco (2009) bahwa kesadaran transendental

harus terjadi selama keadaan sadar normal, sedangkan kesadaran ekspansi


22

melibatkan kemampuan untuk mengatasi keadaan sadar dan area yang lebih tinggi

atau spiritual. Sebuah pengembangan badan penelitian telah menunjukan

perbedaan yang signifikan dalam fungsi otak antara semua tingkat dan area

kesadaran, termasuk yang berhubungan dengan pengalaman spiritual dan meditasi

(Vaitl et al., 2005 dalam King dan DeCicco, 2009).

D. Kinerja Karyawan

1. Pengertian Kinerja Karyawan

Koopmans et al. (2014) menyatakan kinerja adalah hasil prilaku atau tindakan

dari individu yang relevan dengan tujuan perusahaan, artinya kinerja karyawan

harus sesuai dengan apa yang perusahaan inginkan sebagai bentuk upaya untuk

mencapai tujuan. Mangkunegara (2010) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja

baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah

ditentukan. Kinerja ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut upaya kerja

dan dukungan perusahaan. Salah satu masalah klasik dalam konsep kinerja adalah

adanya perbedaan antara prilaku dan hasil kerja, hal ini menjadi sebuah

permasalahan karena akan menjadi pertanyaana apakah hasil kinerja seseorang

membantu tujuan perusahaan atau sebaliknya (Carlos dan Rodrigues, 2015).

Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki

seorang karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Robbins et

al. (2008) menyebutkan untuk mengukur kinerja karyawan dengan menggunakan

beberapa hal, yaitu: Kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, ketepatan waktu

dalam menyelesaiakan sebuah pekerjaan, efektivitas dalam bekerja dan

kemandirian. Budihardjo (2015) menjelaskan penilaian kinerja adalah upaya


23

mengadakan pengukuran atas kinerja dari setiap karyawan perusahaan, hal ini

dikaitkan dengan tingkat produktivitas dan efektifitas kerja dari staf tersebut

dalam menghasilkan karya tertentu sesuai dengan deskripsi tugas yang diberikan

perusahaan yang secara umum akan digunakan sebagai bahan pertimbangan upaya

peningkatan produktifitas dan efektifitas.

2. Indikator Kinerja Karyawan

Indikator kinerja karyawan dimanifestasikan oleh Koopmans et al. (2014) menjadi

tiga, yaitu:

1. Kinerja tugas

Kinerja tugas merupakan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas

pokok yang diberikan. Kinerja tugas erat kaitanya dengan prilaku karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kualitas dan kuantitas secara maksimal.

2. Kinerja kontekstual

Kinerja kontekstual merupakan prilaku karyawan yang mendukung lingkungan

perusahaan, lingkungan sosial dan lingkungan psikologis tempat mereka bekerja.

Kinerja, seperti melakukan tugas tambahan, upaya dalam memfasilitasi rekan

kerja, kemampuan bekerjasama dan berkomunikasi.

3. Prilaku kerja kontraproduktif

Prilaku kerja kontraproduktif merupakan prilaku karyawan yang dapat merugikan

perusahaan dan prilaku ini erat kaitanya dengan buruknya produktifitas karyawan.
24

E. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Koopmans et al. Construct Validity of Hasil dari penelitian ini


(2014) the Individual Work menunjukkan Individual
Performance Work Performance
Questionnaire Questionaire (IWPQ) secara
umum dan komprehensif
valid dan reliabel untuk
mengukur kinerja secara
individual.
2 Yesikar et al. Intellegence Question Hasil dari penelitian ini
(2015) Analysis and Its menunjukan bahwa
Association with kecerdasan intelektual
Academic berpengaruh signifikan
Performance of terhadap kinerja
Medical Students

3 David B. King A Viable Model and Hasil dari penelitian ini


dan Teresa L. Self-Report Measure membuat kontribusi penting
DeCicco (2009) of Spiritual untuk mempelajari
Intellegence kecerdasan spiritual dengan
menggunakan empat model
indikator yaitu: Critical
existensial thingking,
Personal meaning
production, Transcendental
awareness, Conscius state
expansion.
25

Tabel 2.1 Lanjutan


No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

4 Thomas N. Models of Emotional Hasil dari penelitisn ini


Martin dan John Intellegence, Spiritual menunjukan bahwa adanya
C. Hafer (2009) Intellegence and korelasi positif antara
Performance: A Test of kecerdasan emosional dan
Tischler, Biberman, kecerdasan spiritual
and Mckeage terhadap kinerj

5 Law et al. (2004) The Construct and Hasil dari penelitian


Criterion Validity of menunjukan bahwa
Emotional Intelligence kecerdasan emosioan
and Its Potential berpengaruh positif
Utility of Management signifikan terhadap kinerja
Studies

6 Olatoye et al. Emotional Hasil dari penelitian ini


(2010) Intellegence, Creativity menunjukan bahwa tidak
and Academi ada hubungan yang
Achievement of signifikan antara kecerdasan
Business emosional dan kreatifitas
Administration dengan prestasi akademik
Students

7 Uzma H. Gondol A Comparative Study Hasil dari penelitian ini


dan Tajmmal of Intellegence menunjukan bahwa untuk
Husain (2012) Quotient and kecerdasan intelektual tidak
emotional intelligence: berpengaruh signifikan
Effect on Employees’ dengan kinerja. Sedangkan
Performance kecerdasan emosional
berpengaruh signifikan
terhadapa kinerja

Sumber: Berbagai Jurnal Internasional


26

F. Rerangka Pemikiran

Rerangka pemikiran merupakan suatu model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah dan

mengidentifikasi hubungan antar variabel serta pengaruhnya.

Kecerdasan Intelektual
1. Kemampuan figur
2. Kemapuan verbal
3. Kemampuan numerik

(Wiramihardja 2003)

Kecerdasan Emosional
Kinerja
1. Penilaian emosi diri
2. Empati 1. Kinerja tugas
3. Penggunaan emosi 2. Kinerja kontekstual
4. Motivasi diri 3. Prilaku kerja kontraprodukti
(Koopmans et al., 20014)
(Law et al., 2004)

Kecerdasan Spiritual
1. Berpikir kritis eksistensial
2. Membangun makna pribadi
3. Kesadaran transenden
4. Ekspansi keadaan sadar

(King dan DeCicco, 2009)

Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran

Rerangka Pemikiran Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan


Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja.
27

G. Hipotesis

Berdasarkan rerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka penulis

mengemukakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Kecerdasan intelektual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan.

H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan.

H3 : Kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan.

Anda mungkin juga menyukai