00/FRM-02/AKD-SPMI
PRAKTIKUM
ILMU DASAR KEPERAWATAN
Modul Praktek
OTORISASI:
KODE MATA AJAR BOBOT : 1 SKS SEMESTER GENAP
VISI
“Menjadi Perguruan Tinggi Mandiri, Unggul, dan berdaya saing untuk
meningkatkan kualitas hidupbangsa Indonesia”
MISI
“Mengembangkan kelembagaan dalam rangka mewujudkan perguruan tinggi yang
mandiri dengan sistem manajemen mutu terstandarisasi nasional dan internasional.
Membangun dan mengembangkan mutu pendidikan dalam melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi dibidang pengajaran, penelitian dan pengabdian
masyarakat. Mengoptimalkan kapasitas sivitas akademika yang kreatif dan
inovatif"
Menjadi Fakultas yang Mandiri, Unggul, dan berdaya saing di bidang keperawatan
dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia pada tahun 2024
Menghasilkan lulusan perawat yang mandiri, unggul, dan berdaya saing dalam
memberikan pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di tatanan klinis dan komunitas
pada tahun 2024
MISI PROGRAM STUDI
1) Mengembangkan kelembagaan dalam rangka mewujudkan perguruan tinggi yang
mandiri dengan sistem manajemen mutu terstandarisasi nasional
2) Meningkatkan program pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dibidang
pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat sesuai dengan kompetensi
sarjana keperawatan
3) Mewujudkan program studi yang mampu memberikan pelayanan keperawatan
gawat darurat di tatanan klinis dan komunitas dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat
4) Mengembangkan potensi mahasiswa dalam memberikan pelayanan keperawatan
di semua area keperawatan khususnya keperawatan gawat darurat di tatanan klinis
dan komunitas
i
DAFTAR PENYUSUN
i
LEMBAR REVISI
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulisan modul praktikum ini dapat
diselesaikan. Berkat bantuan dari berbagai pihak penulisan buku panduan ini
dapat diselesaikan. Penulisan Modul Praktikum Ilmu Dasar Keperawatan ini
merupakan bagian dari kegiatan melengkapi pembelajaran semua mata kuliah
yang dipraktikumkan di Program Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas
Keperawatan Universitas Bhakti Kencana, Bandung.
Modul praktikum Ilmu Dasar Keperawatan ini dapat disusun dengan
bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih kami sampaikan ke berbagai
pihak yang telah memberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan modul praktikum ini.
Penulis berharap semoga modul praktikum ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat membantu khususnya mahasiswa yang menempuh mata
kuliah Ilmu Dasar Keperawatan ini. Penulis menyadari bahwa modul praktikum
ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi terus meningkatkan kualitas
dan kesempurnaan modul praktikum ini.
Penulis
DAFTAR ISI
8
MODUL 1
KELAINAN SEL (NEOPLASMA)
Dosen:
Susan Irawan Rifai, S.Kep., Ners., MAN
A. Tujuan
1) Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu menguraikan konsep patologi dan kelainan untuk
memecahkan masalah kesehatan pada tingkat sel dan jaringan untuk
mengevaluasi asuhan.
2) Tujuan
Menentukan adanya kelainan sel pada preparat neoplasma
B. Prinsip
Mutasi pada DNA sel menyebabkan kemungkinan terjadinya neoplasma sehingga
terdapat gangguan pada proses regulasi homeostasis sel. Karsinogenesis akibat mutasi
materi genetik ini menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan
tumor atau neoplasma.
C. Pendahuluan
1) Review Sel normal
Sel merupakan unit struktural dan fungsional jaringan dan organ. Sebelum
mempelajari gangguan pada sel, Anda diharapkan untuk mengingat kembali sel normal
dan berbagai organelnya. Perhatikan skema struktur sel normal di bawah ini:
Sel Tumbuhan Sel Hewan
1. Memiliki dinding sel, plastida, dan 1. Tidak memiliki dinding sel dan
vakuola plastida
2. Memiliki bentuk yang tetap 2. Memiliki vakuola namun ukurannya
3. Tidak memiliki Sentrosom dan tidak besar seperti pada vakuola sel
sentriol tumbuhan
4. Tidak memiliki flagel 3. Tidak memilki bentuk yang tetap
4. Memiliki 2 sentriol didalam
sentrosol
5. Memiliki flagel
9
Sel Tumbuhan Sel Hewan
Sumber Gambar : Campbell, 2005 Sumber Gambar: Campbell, 2005
2) Adaptasi Sel
Sel mampu mengatur dirinya dalam dengan cara merubah struktur dan
fungsinya sebagai respons terhadap berbagai kondisi fisiologis maupun patologis.
Kemampuan ini disebut sebagai adaptasi seluler.
Terdapat empat (4) tipe adaptasi seluler yaitu:
a) Atrofi
Artropi adalah suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang
sempurna dengan ukuran normal, dapat bersifat fisiologis maupun patologis,
umum atau lokal.
10
This is cerebral atrophy in a
patient with Alzheimer disease. The
entire size of the brain is reduced,
but some parts are more affected
than others. The gyri are narrowed
and the intervening sulci are
widened, most pronounced toward
the frontal lobe region shown here at
the right.
b) Hipertrofi
Hipertropi adalah ukuran sel jaringan atau organ yang menjadi lebih besar daripada
ukuran normalnya. Contoh: Otot skelet pada binaragawan
…………………………………………………………………………………………
11
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
c) Hiperplasi adalah Membesarnya suatu organ karena pertambahan jumlah sel dan
hanya terjadi pada sel-sel labil seperti sel darah.
…………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Apa yang terjadi jika jaringan mengalami hyperplasia pada gambar diatas?
…………………………………………………………………………………………
12
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………..
d) Metaplasi dan Displasia
Metaplasia merupakan bentuk adaptasi berupa transformasi dari satu tipe sel dewasa
menjadi tipe sel dewasa yang lain. Derajat yang lebih buruk dari metaplasia
adalah displasia, yaitu perubahan polarisasi pertumbuhan sel. Displasia yang
tidak tertanggulangi dapat mengarah pada keganasan (karsinoma).
Displasia adalah perkembangan sel atau jaringan yang tidak normal, tetapi
belum tentu bersifat kanker. Displasia juga bisa diartikan sebagai tahapan
perkembangan sel yang sifatnya berada di antara sel sehat dan sel kanker.
Sel abnormal displasia memiliki jumlah yang lebih banyak daripada sel sehat.
Pertumbuhan selnya juga sangat cepat, tidak teratur, dan bisa terjadi di bagian
tubuh mana pun. Jika tidak ditangani dengan baik, displasia bisa terus
berkembang dan menjadi kanker. Oleh karena itu, displasia dikenal juga sebagai
kondisi prakanker.
13
D. Alat dan Bahan
Alat:
Mikroskop
Bahan:
Preparat neplasma
E. Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan
Siapkan preparat sel abnormal (neoplasma)
Amati di mikroskop, perhatikan bagaimana bentuk, warna dan bagian bangian
penyusun selnya
Catat, gambar dan analisis hasil pengamatan
Bagan Kerja
F. Hasil Praktikum
14
G. Diskusi dan Pembahasan
H. Kesimpulan
Daftar Pustaka
a. Bain BJ, Lewis SM, Bates I. Basic haematological techniques. In : Dacie and
Lewis Practical Haematology. 10th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia 2006.
25-78
b. Hutchison RE, McPherson RA. Hematology. In : Henry‟s Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods. 21st ed. Saunders Elsevier. Philadelphia.
2007. 457-503
c. Ernst DJ. Applied Phlebotomy. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2005.
1-157
d. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta. 2004.
e. Nomura T, Furusawa S. Essentials of Microscopic Hematology. Igaku-Shoin.
Tokyo. 1991. 1-85 Merck. Hematological Laboratory Methods. Frankfurt. 1983.
7-80
15
MODUL 2
PEMERIKSAAN URINE
Dosen:
Susan Irawan Rifai, S.Kep., Ners, MAN.
A. Tujuan
1) Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mendemontrasikan (P2) penatalaksanaan spesimen dan
pemeriksaan data penunjang untuk menunjukan (A5) adanya masalah kesehatan
pada kasus/ spesimen yang diberikan
2) Tujuan
Menentukan adanya kelainan urine dalam upaya menegakkan diagnosa
kesehatan
B. Prinsip
Pemanasan urin dengan penambahan reagen dapat merubah warna, struktur dari urine
sehingga dapat menentukan status kesehatan seseorang.
C. Pendahuluan
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal
yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin
diperlukan unutk membuanga molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh
ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh
Pembentukan urine yaitu ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa
metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh tubuh melalui tiga proses utama filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus Komposisi urin terdiri dari 95% air
dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin terkandung bermacam- macam zat, antara
lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat
warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3) garam, terutama NaCl,
dan (4) zat-zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat-obatan serta
juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormon (Sloane,
2003).
Urin mempunyai Ph yang bersifat asam , yakni rata-rata 5,5- 6,5 . jika didapatkan Ph
yang relative basa kemungkinan terdapat infeksi oleh bakteri pemecah urea , sedangkan
jika Ph yang terlalu asam kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada
batu asam urat.
16
Pemeriksaan ini meliputi uji :
1. Makroskopik dengan menilai warna, bau dan berat jenis urin
2. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasamaan/pH , protein dan gula dalam urin
3. Mikroskopik mecari kemungkinan adanya sel-sel, cast (slinder) atau bentukan
laindi dalam urine.
Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan
saluran urin, tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam tubuh, maka sangat
penting sekali untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan:
1. Urin sewaktu
Untuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urin sewaktu, yaitu
urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus.
Urin sewaktu ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai
pemeriksaan badan tanpa pendapat khusus.
2. Urin Pagi
Yang dimaksudkan dengan urin pagi ialah urin yang pertama-tama
dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur.
3. Urin Postprandial
Sampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosuria ; ia
merupakan urin yang pertama kali dilepaskan 1½ - 3 jam sehabis makan.
4. Urin 24 Jam
Cara pengumpulkan umpamanya sebagai berikut ; jam 7 pagi penderita
mengeluarkan urinnya ; urin dibuang . semua Urin yang dikeluarkan
kemudian, termasuk juga urin jam 7 pagi esok harinya, harus ditampung
dalam botol urin yang tersedia dan isinya dicampur
17
Setrifuse
Lampuspirtus
5 Pemeriksaan Glukosa Urine Tabung reaksi Urine
Tabung specimen Larutan Benedict
Pipet tetes
Lampuspirtus
E. Prosedur Kerja
1. Pemeriksaan Warnadan Bau Urine
a. Siapkanalatdan bahan
b. Masukan 5 ml urin
c. Amati warna urin pada cahaya yang terang
d. Diciumbau yang ditimbulkan
2. Pemeriksaan Berat Jenis Urine
Prinsip :
Berat jenis urin diperiksa dengan alat urinometer yang telah ditera dengan faktor
koreksi yang berhubungan dengan berat jenis air dan suhu pada saat
pemeriksaan
Disiapkan alat dan bahan
Dimasukkan urin kedalam gelas ukur secara perlahan - lahan sampai
kurang lebih 3/4 bagian
Diukur suhu urin dengan termometer (dicatat hasilnya)
Dilihat suhu tera yang terdapat pada urinometer yang akan dipakai
Dimasukkan urinometer kedalam gelas ukur (dengan sedikit diputar)
Jangan sampai ujung termometer menyentuh pinggir gelas ukur
Dibaca skala urinometer setinggi miniskus bawah.
3. Pemeriksaan Albumin Urine
Prinsip : protein dalam suasana asam akan menggumpal.
Cara kerja :
5 mL urine dipanaskan 1-2 menit
Ditambahkan asam asetat 0,1M tetes demi tetes.
Amati adanyakekeruhan/ gumpalan yang terjadi
4. Pemeriksaan Glukosa Urine
a. Masukkan urine dalam tabung reaksi sebanyak 3 tetes
b. Tambahkan 3 ml larutan benedict
c. Panaskan sambal dikocoktabung reaksi
18
d. Perhatikan perubahan warna yang terbentuk
F. Hasil Pengamatan
H. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Malarkey L.M., McMorrow M.E. (2012). Saunders Nursing Guide to Laboratory and Diagnostic
Tests. 2nd edition. Saunders: Elsevier Inc. (9)
Sacher, R.A & McPherson, R.A. (2000). Widmann’s clinical interpretation of laboratory tests.
Philadelphia: F.A. Davis Company. (14)
Cavannaugh B.M. (2003). Nurses’s manual of laboratory and diagnostic tests. Philadelphia :
F.A. Davis Company (15).
Greenwood, D., Slack, RCB., Peutheren, J. (2002). Medical microbiology: a guide to microbial
infections: pathogenesis, immunity, laboratory, diagnosis, and control. (edisi 16). New York:
Churchill Livingstone.(6)
19
MODUL 3
PEMERIKSAAN HB SAHLI
Dosen:
Tri Nur Jayanti, S.Kep., Ners, M.Kep
A. Tujuan
a. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mendemontrasikan (P2) penatalaksanaan spesimen dan
pemeriksaan data penunjang untuk menunjukan (A5) adanya masalah kesehatan
pada kasus/ spesimen yang diberikan
b. Tujuan
Menentukan nilai Hb darah dengan menggunakan alat Hb Sahli untuk
menentukan adanya penyakit anemia.
B. Prinsip
Pencampuran darah dan HCL 0,1 N akan menghasilkan asam hematin berwarna coklat
tua, melalui pencampuran aquabidest diamati menggunakan standar sahli untuk
mengetahui nilai Hb dalam darah.
C. Pendahuluan
Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram
hemoglobin dalam 100 mililiter darah. Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah
dikenal dengan istilah anemia. Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang paling
sering adalah perdarahan, kurang gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan
kemoterapi dan abnormalitas hemoglobin bawaan. Kadar hemoglobin yang tinggi dapat
dijumpai pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan perokok. Beberapa
penyakit seperti radang paru-paru, tumor dan gangguan sumsum tulang juga bisa
meningkatkan kadar hemoglobin.
20
o Pelancet
o Bengkok
Bahan
o Alkohol Swab
o Jarum lancet
o HCL 0,1 N
E. Prosedur Kerja
Tabung hemometer sahli diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai tanda 2
Hisaplah darah kapiler/vena EDTA dengan pipet Sahli sampai tepat pada tanda 20
Hapuslah kelebihan darah yang melekat pada ujung luar pipet dengan kertas tissue
secara hati-hati, jangan sampai darah dari dalam pipet berkurang
Masukkan darah sebanyak 20 ul ini ke dalam tabung yang berisi larutan HCl tadi
tanpa menimbulkan gelembung udara
Bilas pipet sebelum diangkat dengan cara menghisap dan mengeluarkan HCl dari
dalam pipet secara berulang-ulang 3 kali
Tunggu 5 menit untk pembentukan hematin asam
Hematin asam yang terjadi diencerkan dengan aquadest setetes demi setetes sambil
diaduk dengan pengaduk sampai didapat warna yang sama dengan warna standar .
21
Sumber kesalahan:
Tidak semua hemoglobin berubah menjadi hematin asam seperti
karbosihemoglobin, meethemoglobin dan sulfhemoglobin
Cara visual mempunyai kesalahan inheren sebesar 15-30%, sehingga tidak
dapat menghitung indeks eritrosit
Kemampuan untuk membedakan warna
Sumber cahaya yang kurang baik
Kelelahan mata
Alat-alat kurang bersih
Ukuran pipet kurang tepat, perlu dikalibrasi
Warna gelas standar pucat /kotor dan lain sebagainya
Penyesuaian warna larutan yang diperiksa dalam komparator kurang akurat
Bagan Kerja
F. Hasil Praktikum
22
G. Diskusi dan Pembahasan
H. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Malarkey L.M., McMorrow M.E. (2012). Saunders Nursing Guide to Laboratory and Diagnostic
Tests. 2nd edition. Saunders: Elsevier Inc. (9)
Sacher, R.A & McPherson, R.A. (2000). Widmann’s clinical interpretation of laboratory tests.
Philadelphia: F.A. Davis Company. (14)
Cavannaugh B.M. (2003). Nurses’s manual of laboratory and diagnostic tests. Philadelphia :
F.A. Davis Company (15).
Greenwood, D., Slack, RCB., Peutheren, J. (2002). Medical microbiology: a guide to microbial
infections: pathogenesis, immunity, laboratory, diagnosis, and control. (edisi 16). New York:
Churchill Livingstone.(6)
23
MODUL 4
PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH
Dosen:
Raihany Sholihatul Mukaromah, M.Kep
A. Tujuan
1. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mendemontrasikan penatalaksanaan spesimen dan
pemeriksaan data penunjang untuk menunjukan adanya masalah kesehatan
pada kasus/ spesimen yang diberikan
2. Tujuan
Menentukan adanya kelainan urine dalam upaya menegakkan diagnosa
kesehatan
B. Prinsip
Dalam serum terdapat antibodi untuk menghancurkan protein asing (antigen). Reaksi
antara antigen yang terdapat pada permukaan eritrosit dengan reagen anti-sera anti A
dan anti dapat mementukan golongan darah seseorang.
C. Pendahuluan
Golongan darah adalah ilmu pengklasifikasian darah dari suatu kelompok
berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel
darah merah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein
pada permukaan membran sel darah merah tersebut. Dua jenis penggolongan darah
yang paling penting adalah penggolongan ABO (A, B, AB dan O) dan sistem
penggolongan darah Rhesus (Rh+ dan Rh-).
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibody yang
terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:
1. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
2. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari
orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif.
24
3. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan
B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga, orang
dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang dengan
golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal.
4. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan golongan
darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan
darah ABO apapun dan disebut donor universal.
Rhesus
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan
faktor Rhesus atau faktor Rh. Seseorang yang tidak memiliki faktor rhesus di permukaan
sel darah merahnya dikatakan golongan darah Rh-. Sebaliknya, Rh+ apabila orang yang
memiliki rhesus di permukaan sel darah merahnya. Jenis penggolongan ini seringkali
digabungkan dengan penggolongan ABO.
Rhesus adalah sistem penggolongan darah berdasarkan ada atau tidaknya antigen
D di permukaan sel darah merah. Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena
ketidakcocokan golongan. Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-)
dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan
hemolisis.
golongan darah
25
E. Prosedur Kerja
a. Siapkan kaca objek (slide)/ kartu golongan darah, teteskan 1 tetes serum anti-A, 1
tetes serum anti-B, 1 tetes serum anti-AB, 1 tetes serum anti-D (anti rhesus) pada
lingkaran sesuai tulisan yang tertera di kartu golongan darah.
b. Bersihkan lanset dengan kapas yang telah dibashai dengan alkohol 70%.
c. Bersihkan jari manis bagian kiri dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol
70%, dan keringkan.
d. Tusuk jari dengan menggunakan lanset satu kali tusukan, tetesan pertama dibuang.
e. Pada masing-masing lingkaran serum, teteskan 1 tetes darah yang akan diperiksa .
f. Aduk dengan tusuk gigi dengan cara melingkar, amati reaksi aglutinasi yang terjadi.
g. Pengamatan dilakukan dalam waktu 2 menit setelah pencampuran serum dan darah
yang akan diperiksa
h. Kesalahan dapat terjadi dalam pembacaan secara kasat mata karena gumpalan
terjadi bisa sangat halus dan tidak terlihat secara mikroskopik
Bagan Kerja
F. Hasil Praktikum
26
G. Diskusi dan Pembahasan
H. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Malarkey L.M., McMorrow M.E. (2012). Saunders Nursing Guide to Laboratory and Diagnostic
Tests. 2nd edition. Saunders: Elsevier Inc. (9)
Sacher, R.A & McPherson, R.A. (2000). Widmann’s clinical interpretation of laboratory tests.
Philadelphia: F.A. Davis Company. (14)
Cavannaugh B.M. (2003). Nurses’s manual of laboratory and diagnostic tests. Philadelphia :
F.A. Davis Company (15).
Greenwood, D., Slack, RCB., Peutheren, J. (2002). Medical microbiology: a guide to microbial
infections: pathogenesis, immunity, laboratory, diagnosis, and control. (edisi 16). New York:
Churchill Livingstone.(6)
27
MODUL 5
TEHNIK PENGAMBILAN DARAH (FLEBIOTOMI)
Dosen:
Novitasari Tsamrotul Fuadah, M.Kep
A. Tujuan
1. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mendemontrasikan penatalaksanaan spesimen dan
pemeriksaan data penunjang untuk menunjukan adanya masalah kesehatan
pada kasus/ spesimen yang diberikan
2. Tujuan
Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam pengambilan spesimen
darah.
B. Prinsip
Pengambilan darah ada tiga cara yaitu dengan melalui Tusukan vena (Venipuncture),
Tusukan kulit (Skinpuncture) dan Tusukan arteri atau nadi.
C. Pendahuluan
Pengambilan darah vena yaitu suatu pengambilan darah yang diambil pada
pembuluh darah vena fossa cubiti, median cubital atau caphalic dan vena saphena
magma/vena superviciall lain yang cukup besar untuk mendapatkan sampel darah yang
baik dan representatif dengan menggunakan spuit atau vacumtainer. Pengambilan
sampel darah berhubungan dengan namanya Flebotomy berasal dari bahasa yunani
yaitu phleb dan toma. Phleb berarti pembuluh darah vena dan Toma berarti mengiris
atau memotong. Phlebotomy adalah proses pengeluaran darah .
Pengambilan darah ada tiga cara yaitu dengan melalui Tusukan vena
(Venipuncture), Tusukan kulit (Skinpuncture) dan Tusukan arteri atau nadi. Cara yang
sering digunakan adalah venipuncture dengan spuit. Pengambilan darah vena
(venipuncture) untuk mengambilan darah dalam jumlah yang banyak, tenaga medis
yang melakukan flebotomy disebut Phelobotomist. Pengambilan darah vena diutarakan
mengambil didaerah median cubital, karena daerah ini terletak lebih besar dan apabila
tidak memungkinkan pengambilan darah dibagian ini dapat dilakukan didaerah vena
caphalica atau juga vena basilica. Pengambilan pada vena Basilica harus dilakuan hati-
hati karena letanya berdekatan dengan arteri branchialis dan syaraf medina
28
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Tourniquet (tali pembendung)
Spuit
Plester
APD lengkap
Metode Semprit:
o Jarum semprit (21-23 gauge)
o Penampung (barrel)
o Penghisap (plunger)
o Tabung yang telah diisi antikoagulan
Metode tabung vakum
o Jarum khusus (20-22 gauge)
o Holder/ adapter
o Tabung vakum 9dengan antikoagulan)
Antikoagulasi: EDTA, heparin, Na, Sitrat, NH4-Oksalat
Metode Skin Puncture
o Lancet steril atau hemolet
o Penampung darah (tabung/pipa kapiler)
2. Bahan
Alkohol 70%
Kapas Kering
E. Prosedur Kerja
1. Metode Tabung Vakum
a. Pilih bagian yangakan dilakukan tusukan vena (venipuncture), yaitu: antecubitus
lengan, pilih vena yang besar dan tidak mudah bergerak
b. Desinfektan area venipuncture dengan kapas alkohol dengan gerakan memutar
dari tengah ke tepi, biarkan 30 detik untuk pengeringan alkohol
c. Pasang tourniquet 7.5-10cm diatas bagian venipuncture disertai pengepalan
tangan pasien membantu penampakan vena
d. Tusukan jarum kedalam vena, posisi lubang jarum menghadap ke atas dengan
sudut 15-30 derajat
e. Lepas tourniquet setelah darah mengalir (jangan biarkan tourniquet terpasang
lebih dari 1 menit)
f. Isi tabung sampai kevakumannya habis
29
g. Lepaskan tabung dari jarum
h. Bolak-balik isi tabung 5-10 kali
i. Lepaskan jarung perlahan-lahan
j. Segera tekan dengan kapas selama 3-5 menit
k. Plester bagian venipuncture dan lepas setelah 15 menit
l. Beri labeh pada tabung (nama, no. Lab, jarum dan tanggal pengambilan)
2. Metode Semprit
a. Keluarkan semprit dari plastiknya, pasang jarum, tarik penghisap untuk
memeriksa kelancarannya
b. Penusukan vena dilakukan seperti metode vakum
c. Lepaskan tourniquet setelah darah mengalir
d. Tarik perlahan-lahan penghisap (plunger) dan biarkan semprit terisi darah
e. Masukan darah kedalam tabung yang terisi antikoagulan
30
Bagan Kerja
I. Hasil Praktikum
K. Kesimpulan
31
Daftar Pustaka
Malarkey L.M., McMorrow M.E. (2012). Saunders Nursing Guide to Laboratory and Diagnostic
Tests. 2nd edition. Saunders: Elsevier Inc. (9)
Sacher, R.A & McPherson, R.A. (2000). Widmann’s clinical interpretation of laboratory tests.
Philadelphia: F.A. Davis Company. (14)
Cavannaugh B.M. (2003). Nurses’s manual of laboratory and diagnostic tests. Philadelphia :
F.A. Davis Company (15).
Greenwood, D., Slack, RCB., Peutheren, J. (2002). Medical microbiology: a guide to microbial
infections: pathogenesis, immunity, laboratory, diagnosis, and control. (edisi 16). New York:
Churchill Livingstone.(6)
32
MODUL 6
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH
Dosen:
Dedep Nugraha, S.Kep., Ners., M.Kep
.
A. Tujuan
a. Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mendemontrasikan penatalaksanaan spesimen dan
pemeriksaan data penunjang untuk menunjukan adanya masalah kesehatan
pada kasus/ spesimen yang diberikan
b. Tujuan
Untuk Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam dalam melakukan
pemeriksaan glukosa darah.
B. Prinsip
Darah kapiler diserap ke dalam strip tes, kemudian mengalir ke area tes dan bercampur
dengan reagen untuk memulai proses pengukuran. Enzim Glucose dehydrogenase dan
koenzim dalam strip tes mengkonversi glukosa dalam sampel darah menjadi
glukonolakton.
C. Pendahuluan
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang tebentuk dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka
(Joyce, 2007).Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel manusia. Glukosa
dibentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui makanan dan disimpan sebagai
glikogen dihati dan otot (Lestari, 2013).
Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi tetap,
yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah dapat bertambah setelah kita
makan-makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam setelah itu, jumlah glukosa
darah akan kembali pada keadaan semula. Pada penderita diabetes melitus, jumlah
glukosa darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah ( Podjiadi, 1994).
Gula darah pada orang sehat dikendalikan oleh insulin. Insulin adalah horm yang
dibuat oleh pankreas. Insulin membantu glukosa dalam darah masuk ke sel untuk
menghasilkan tenaga. Gula darah yang tinggi dapat berarti bahwa pankreas tidak
33
memproduksi cukup insulin, atau jumlah insulin cukup namuntidak bereaksi secara
normal. Hal ini disebut dengan resistensi insulin (Girindra, 1989).
Level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal,
yang disebut dengan hipoglikemia, yang mempunyai gejala perasaan lelah, fungsi
mental yang menurun, rasa mudah tersinggung dan kehilangan kesadaran. Apabila
levenya tetap tinggi, disebut dengan hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk
waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah-
masalah kesehatan, berkaitan dengan diabetes, termasuk pada mata, ginjal dan saraf.
Macam-macam pemeriksaan glukosa darah :
1. Glukosa darah sewaktu
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.
Nilai Normal: <180 mg/dl.
2. Glukosa darah puasa
Pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam.
Nilai normal: <110 mg/dl
3. Glukosa darah 2 jam setelah makan
pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan.
Nilai normal: <140 mg/dl.
E. Prosedur Kerja
1. Siapkan semua peralatan yang akan digunakan
2. Nyalakan glukometer dengan menekan tombol POWER, cocokkan kode yang tertera
pada tube dan pada standar chip
3. Desinfeksi ujung jari yang akan diambil darahnya dengan menggunakan alkohol
swab, lalu tusu ujung jari tersebut dan biarkan darahnya menetes keluar.
4. Masukkan chip glukosa kedalam glukometer
34
5. Tempelkan darah pada chip glukosa tepat di bagian yang bertanda panah atau tanda
garis, biarkan darah terserap oleh chip
6. Tunggu beberapa detik sampai keluar angka hasil
Bagan Kerja
I. Hasil Praktikum
35
K. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Malarkey L.M., McMorrow M.E. (2012). Saunders Nursing Guide to Laboratory and Diagnostic
Tests. 2nd edition. Saunders: Elsevier Inc. (9)
Sacher, R.A & McPherson, R.A. (2000). Widmann’s clinical interpretation of laboratory tests.
Philadelphia: F.A. Davis Company. (14)
Cavannaugh B.M. (2003). Nurses’s manual of laboratory and diagnostic tests. Philadelphia :
F.A. Davis Company (15).
Greenwood, D., Slack, RCB., Peutheren, J. (2002). Medical microbiology: a guide to microbial
infections: pathogenesis, immunity, laboratory, diagnosis, and control. (edisi 16). New York:
Churchill Livingstone.(6)
36